Anda di halaman 1dari 34

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA PASIEN

STIMULASI SENSORI DI RUANG DRUPADI


UPTD. RSJ PROVINSI BALI

OLEH :
KELOMPOK 20

1. ALYA SHAFIRA 219012674


2. NI MADE AYU FERA ANDINI 219012724
3. PANDE EKA SUKMA KARISMA 219012742

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi ketika seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (WHO UU No. 18 Tahun 2014).
Kesehatan jiwa menjadi masalah yang serius di dunia sehubungan dengan keselamatan
dan kerugian yang ditimbulkan bagi klien dan orang lain, bahkan hingga ke lingkungan
sosial yang lebih luas lagi. Seorang peneliti dari Harvard University dan University
College London, menemukan bahwa penyakit kejiwaan pada tahun 2016 meliputi 32%
dari semua jenis kecacatan di seluruh dunia. Angka tersebut meningkat dari tahun
sebelumnya (VOA Indonesia, 2016).
Penyakit kejiwaan seperti skizofrenia ditemukan di seluruh dunia dengan angka
kejadian yang hampir sama yaitu sekitar 24 juta orang dengan prevalensi sebesar 1%
dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%). Angka insiden skizofrenia adalah I per 10.000
orang per tahun (Sari, 2015). Penderita skizofrenia di Indonesia mencapai sekitar
400,000 orang atau sebanyak 1,7 % per 1.000 penduduk, daerah Bali termasuk urutan
no 4 teratas di Indonesia dalam kasus skizofrenia ini dengan total prevalensi gangguan
jiwa berat adalah sebanyak 2.3 per-mil (Riskesdas, 2013). Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali juga merawat sekitar 30 orang dengan skizofrenia di Ruang Drupadi.
Skizofrenia merupakan gangguan pada fungsi otak meliputi perubahan struktur
fisik otak, perubahan struktur kimia otak dan faktor genetik (Nancy Andreason, 2011).
Skizofrenia memiliki dua gejala khas yaitu gejala primer (gangguan proses berpikir,
gangguan emosi, gangguan kemauan serta autism) dan gejala sekunder (waham,
halusinasi, dan gejala katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain). Ketika
gejala-gejala dari skizofrenia tersebut telah terkendali maka penderita skizofrenia akan
kembali menjalankan perannya ditengah masyarakat (Maramis, 2014).
Gejala sekunder skizofrenia berupa halusinasi merupakan salah satu masalah
keperawatan yang dapat ditemukan. Halusinasi merupakan perubahan persepsi dengan
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
pengiduan, dimana klien merasakan stimulus yang tidak ada. Dampak dari halusinasi
tersebut dapat menyebabkan klien tidak memiliki teman dan asyik dengan dirinya
sendiri (hubungan social terganggua). Untuk mengurangi dampak tersebut maka
kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) diperlukan. TAK adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien guna meningkatkan
hubungansosial. Tujuan dilakukannya TAK adalah untuk mengidentifikasi dan
mengontrol halusinasi tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mendapatkan ijin atau persetujuan dari suatu pihak mengenai rencana atau
rancangan yang akan dilakukan.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Menyampaikan rencana kegiatan yang akan diselenggarakan.
b. Menjelaskan secara langsung agenda dan acara yang akan diadakan pada
pihak-pihak terkait.
c. Mendapat dukungan terkait kegiatan atau penelitian yang akan
diselenggarakan.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai informasi mengenai pihak-pihak yang punya kepentingan dalam kegiatan
yang akan dilaksanakan.
2. Sebagai usulan atau konsep rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh panitia
pelaksana.
3. Sebagai materi dasar untuk menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada
pihak-pihak terkait.
4. Untuk membantu panitia dalam mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar TAK


2.1.1 Definisi
Terapi aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai
relasi hubungan satu sama lain, saling terkait dan mengikuti norma yang sama.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang dilakukan atas kelompok
penderita bersarna-sarna dengan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seseorang terapis. Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbuiki perilaku lama
yang maladaptif.
2.1.2 Klasifikasi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan
pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Fokus TAK
dibagi menjadi 5:
1. Orientasi Realitas
Memberikann TAK pada klien yang mengalami gangguan orientasi
terhaddap orang, waktu dan tempat. Klien mampu membedakan antara lamunan
dan kenyataaann, pembicaraan klien sesuai realitas, dan mampu mengenal diri
sendiri serta orang lain, waktu dan tempat. Karakteristik klien: halusinasi,
waham, ilusi, dan depersonalisasi yang sudah kooperatif, kondisi fisik baik dan
dapat berkomuikasi verbal tanpa penerjemah.
2. Sosialisasi Memfasilitasi
Psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal,
mengeksspresikan ide dan menerima stimulus eksternal. Karakteristik klien:
kurang berminat, tidak memiliki inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan,
menarik diri, kontak social kuranng, harga diri rendah, mau berinteraksi dengan
koopertif dan kondisi fisik baik.
3. Stimulasi Persepsi
Membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi dalam upaya
proses pikir dan mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristik klien: gangguan
persepsi yang berhubungan dengan nilai- memotivasi nilai, menarik diri dari
realita, memiliki ide-ide negatif, berinteraksi dengan koopertif dan kondisi fisik
baik.
4. Stimulasi Sensori
Menstimulasi sensori pada klien yang mengalanmi kemunduran senssoris.
Tujuan meningkatkank kemampuan sensoris, memusatkan perhatian, kesegaran
jasmani, dan mengekspresikan perasaan.
5. Penyaluran Energy
Menyalurkan energy destruktif menjadi konstruktif dengan
mengekspresikan perasaan dan meningkatkan hubungan interpersonal
2.1.3 Tujuan TAK
a. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan hubungan social dalam kelompok
secara bertahap.
b. Tujuan khusus
1. Klien mampu memeperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
nama pangilan dan hoby.
2. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
3. Klien mampu berintraksi dengan orang kedua secara bertahap.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui musik, gambar, dan vidio
2.1.4 Manfaat TAK
Menurut Purwaningsih dan Karlina (2018), TAK mempunyai manfaat
terapeutik, yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut:
1. Manfaat umum
a) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b) Melakukan sosialisasi.
c) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
2. Manfaat khusus
a) Meningkatikan identitas diri
b) Menyalurkan emosi secara konstruktif
c) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial
3. Manfaat rehabilitasi
a) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
b) Meningkatkan keterampilan sosial.
c) Meningkatkan kemampuan empati
d) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.
2.1.5 Tahap – tahap dalam terapi aktivitas kelompok
Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2013, fase – fase
dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut:
1) Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi
leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,
proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber – sumber
yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkian biaya dan
keuangan.
2) Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu orientasi,
konflik atau kebersamaan:
a) Orientasi
Anggota mulai mengembangkan system social masing – masing, dan leader
mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.
b) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan
siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya
dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
c) Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
3) Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok
lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan
dan tugas kelompok, dan penyelesaian masulah yang kreatif.
4) Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok mungkin
mengalami terminasi tidak sukses atau sukses.
2.2 Sesi Yang Digunakan
Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah dalam terapi aktitifitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi dibagi dalam 3 sesi,yaitu:
1. Sesi I : pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
2. Sesi II : pasien mampu mengekspresikan gambar dan memberi makna
gambar
3. Sesi III : pasien mampu menjelaskan makna dari menonton video
2.1 Klien
1. Kriteria klien
a. Klien gangguan persepsi yang mulai terkontrol
b. Klien yang kooperatif dan dapat berkomunikasi tanpa penerjemah
2. Proses seleksi
a. Mengobservasi klien yang masuk kriteria
b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria
c. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria
d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan
tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam
kelompok
e. Jumlah klien : 4 orang
2.2 Kriteria Hasil
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan
b. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan
c. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir
b. Leader mampu memimpin acara
c. Co leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab
dalam antisipasi masalah
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menjelaskan apa yang sudah didengar, digambarkan dan
apa yang dilihat
b. Peserta mampu mengekspresikan yang dirasakan dengan jelas.

2.3 Antisipasi Masalah


1. Penanganan terhadap klien yang tidak aktif dalam aktivitas
a. Memanggil klien
b. Memberi kesempatan pada klien untuk menjawab sapaan perawat atau klien
lain
c. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin
a) Panggil nama klien
b) Tanyakan alas an klien meninggalkan kegiatan
d. Bila klien lain ingin ikut
Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah
dipilih. Katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin diikuti
oleh klien tersebut. Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk
dengan tidak memberi pesan pada kegiatan ini.
2.1 Landasan Teori
2.2.1 Konsep Dasar Skizofreia
a. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia merupakan bentuk terganggunya suatu keadaaan mental oleh
delusi atau halusinasi yang fungsional paling berat dan tidak ditemukan
ditemukan pada zaman sekarang ketika diubah disorganisasi personalitas yang
terbesar. Meskipun demikian, pengetahuan tentang sebab-akibat dan
patogenesisnya sangat kurang (Maramis, 2014). Skizofrenia berasal dari
bahasa Yunani, schizein yang memiliki arti terpisah atau batu pecah dan phren
yang berarti jiwa. Bila disatukan makna kata dari bahasa ini menjadi
terpisahnya jiwa, yang dianalogikan sebagai ketidakserasian antara afek,
kognitif dan kecerdasan serta disharmoni antara proses berpikir (Sutejo, 2017).
b. Klasifikasi
Sistem yang paling sering digunakan dalam pengelompokan gangguan
jiwa termasuk skizofrenia dan menyediakan kriteria diagnosis standarnya
adalah Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM). Menurut
edisi DSM V (2013) Skizofrenia memiliki 4 tipe yaitu:
1. Skizofrenia paranoid
Paranoid merupakan sub tipe yang paling umum seperti waham dan
halusinasi audiotorik terlihat jelas. Fakta tentang waham kejar atau waham
kebesaran di mana individu yang berhak dikejar-kejar oleh pihak tertentu
yang ingin mencelakainya :
1) Halusinasi dan waham harus menonjol halusinasi
Suara-suara menyetujui klien atau memberi yang perintah / halusinasi
audiotorik tanpa bentuk verbal membentuk bunyi peluit, mendengung
atau bunyi tawa.
2) Halusianasi pembauan atau pengecapan rasa bisa menjadi seksi atau
lain-lain terkait perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada yang
terlawan.
3) Waham pindah (delusi kontrol), mengendalikan (delusi pengaruh), atau
(delusi kepasifan), dan keyakinan dikejar-kejar yang beragamanagam.
4) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan perbincangan serta
katatonik yang relatif tidak menonjol.
1. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik)
Ciri-cirinya berupa:
1) Memenuhi criteria umum skizofrenia
2) Biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun
3) Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
kecenderungan untuk selalu menyendiri, serta perilaku menunjukkan
hampa tujuan dian hampa perasaan.
4) Afek tidak wajar, sering disertai cekikikan dan perasaaan puas diri,
senyum-senyum sendiri, tertawa dan lain-lain.
5) Proses berpikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan inkoheren.
2. Skizofrenia katatonik
Gangguan pskionmotor terlihat menonjol, sering kali muneul bergantian
abtara mobilitasi motorik dan aktivitas, berlebihan Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya:
1) Stupor: kehilangan semangat hidup dan senang diam dalam posisi kaku
tertentu sambil membisu dan menatap dengan pandaangan kosong.
1) Gaduh gelisah: tumpak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal
2) Menampilkan posisi tubuh tertentu: secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh.
3) Negativisme: tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah seperti menolak untuk memperbaiki posisi badannya,
menolak untk makan, menolak untuk mandi dan lain-lain.
4) Rigiditas: mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya.
5) Fleksibilitas area/ waxy flexibility: mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar. Posisi klien dapat
dibentuk, namun setelah itu ia akan senantiasa mempertahankan posisi
tersebut.
6) Gejala-gejala lain seperti command automatism: lawan dari negativism,
yaitu mematuhi semua perintah secara otomatis dan kadang disertai
dengan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
3. Skizofrenia residual
Ciri-ciri dari skizofrenia residual yaitu:
1) Gajala negative dari skizofrena menonjol seperti perlambatan
psikomotorik. Aktivitas menurun, afek tidak wajar, pembicaraan
inkoheren.
2) Ada riwayat psikotik yang jelas seperti waham dan halusinasi di masa
lampau (minimal telah berlalu satu tahun) yang memenuhi kriteria
untuk diagnosis skizofrenia.
3) Tidak terdapat gangguan mental organik.
c. Tanda dan Gejala
Gejala skizofrenia menurut Yosep, (2016) dibagi menjadi 2 gejala, yaitu:
1. Gejala positif
Gejala yang timbul pada klien skizofrenia biasanyu berupa halusinasi
baik visual maupun audiotorik, tetapi yang lebih menonjol berupa
halusinasi audiotorik dengan mendengar suara-suara dalam diri yang
sebenarnya tidak ada seperti nyanyian yang dirasakan membuat hati tentram
dan ada pula suara yang menginstruksikan melakukan sesuatu yang
berbahaya seperti main korek api bahkan sampai bunuh diri.
Suatu kepercayaan yang mendasari interpretasi terbalik atau
bertentangan dengan kenyataan disebut delusi. Salah satu contoh delusi
adalah ketika klien skizofrenia mengkunsumsi makanan, dilihat oleh orang
lain dianggap ada orang asing yang mengintai dan hendak menyerang
memperebutkan makanannya. Melihat lampu trafik seperti melihat isyarat
dari luar angkasa, semakin lama kepercayaan ini menghantui pemikiran
klien maka lama-kelamaan akan menjadi paranoid.
Klien skizofrenia tidak tahu siapa dirinya, tidak bisa berpakaian, tidak
paham orientasi waktu dan berbicara serampangan diluar logika dengan
tertawa atau menangis tanpa sadar keadaan di lingkungannya. Hal tersebut
terjadi akibat kegagalan berpikir mengindikasikan ketidakmampuan dalam
poses mengatur pikiran. Ketidakmampuan memahami kenyataan dengan
logika dan ketidakmampuan mengendalikan emosi dengan perasaan.
2. Gejala negatif
Klien skizofrenia dapat menerima perhatian dari orang lain, tetapi
sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka. Ekspresi yang dimiliki klien
tidak terlihat dari raut wajah maupun gerakan tubuh yang membiat perasaan
tumpul dan emosi datar. Sikap apatis dan kehilangan motivasi sebagai
acuan hilangnya energy untuk melakukan aktivitas kescharian seperti
sebelum sakit sehingga membuat klien skizofrenia seakan-akan tidak
memiliki emosi apapun.
Perasaan depresi pada klien skizofrenia dalam kurun waktu yang
laama dapat mengakibatkan isolasi sosial dari lingkungannya, karena tidak
bisa membina hubungan relasi dengan orang lain jadi bilaa sendiri mereka
jauh merasa lebih aman. Skizofrenia dapat menyerang siapa saja pada umur
40 tahun keatas lebih rentan untuk menderita gangguan mental ini akibat
tingkat depresi yang dihasilkan dari tekanun hidup yang makin meningkat.
2.2.2 Konsep isolasi sosial
Definis
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Djunaedi &
Yitnarmuti, 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Kaplan dan Sadock
2010).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam (Videback, 2018).
B. ETIOLOGI
1) Faktor Predisposisi
Beberapa factor predisposisi (pendukung) yang dapat menyebabkan isolasi
sosial adalah:

1. Faktor tumbuh kembang


Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman
selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas
yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya, kurang
stimulasi kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi
akan membarikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
2. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam
ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang
negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua
pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan,
mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain (Yosep,
2014).
2) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal (Yosep. 2016), meliputi:

1. Stressor Sosial Budaya


Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
2. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Yosep (2019) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
D. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medis
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode
yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus
tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama, dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi : memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersifat
ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperuat, dan meningkatkan harga
diri seseorang.
2. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu
bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata
kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung .
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan
kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia,
dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive
Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial
akan dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya.
Sosialissai dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok, dan
massa). Aktivitas yang dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan
akan dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan:

Sesi 1: Klien mampu memperkenalkan diri


Sesi 2: Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3: Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4: Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5: Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada
orang lain
Sesi 6: Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7: Klien mampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAK
yang telah dilakukan.
4. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang, dan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat dilakukan
di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi membuat
kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam
keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).

5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi,
dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan
(Yusuf, 2019).
BAB III
PELAKSANAAN
Sesi 1 : Mendengarkan Musik
Tujuan
1. Klien mampu mengenali musik yang didengar.
2. Klien mampu memberi respons terhadap musik
3. Klien mampu memceritakan perasaan perasaan setelah mendengarkan musik
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1. Tape recorder/CD player
2. Kaset/ CD lagu

Pemilihan jenis lagu disesuaikan dengan perubahan perilaku yang direncanakan


:
1. Untuk klien depresif, pilihan lagu yang riang dan bersemangat
2. Untuk klien yang manik, pilihan lagu yang berirama tenang (lagu klasik)

Metode
1. Diskusi
2. Sharing Persepsi
Setting Peserta Dan Terapis Duduk Bersama Dalam Satu Lingkaran

L
K K

C F

K K

Keterangan :

L : Leader

C : Co. Leader

F : Fasilitator

O : Observer

K : Klien

Pengorganisasian :
Hari : Senin
Tanggal : 29 November 2021
Waktu : 09.00 Wita
Lama Kegiatan sesi 1 : 15 menit
Tim Terapis :
a. Leader : Alya Shafira
b. Co Leader : Pande Eka Sukma karisma
c. Fasilitator : Ni Made Ayu Fera Andini
d. Observer : Ni Made Ayu Fera Andini
Tugas Tim Terapis :
1) Leader :
a) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Memimpin jalannya terapi kelompok 
c) Memimpin diskusi
2) Co.leader :
a) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
c) Membantu memimpin jalannya kegiatan
d) Menggantikan leader jika terhalang
3) Fasilitator :
a) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
b) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
c) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
d) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
e)  Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
f) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
4) Observer :
a) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,tempat dan
jalannya acara
b) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok denga
c) Evaluasi kelompok 
Persiapan Terapis
1. Melakukan breafing/rapat kecil sebelum pelaksanaan
2. Menentukan siapa-siapa yang akan menjadi leader, co. leader, fasilitator, observer
3. Satu jam sebelum pelaksanaan melakukan role play dengan teman-teman disertai
pembimbing ruangan
Persiapan Klien
1. Kontrak waktu dan tempat satu hari sebelum pelaksanaan
2. Kontrak waktu dan jam sebelum pelaksanaan
3. Memastikan klien sudah makan sebelum pelaksanaan
4. Menganjurkan klien untuk BAB/BAK sebelum pelaksanaan.
Persiapan Lingkungan
1. Suasana tidak bising
2. Pengaturan posisi tempat duduk
3. Setting instruktur kegiatan
4. Ventilasi yang cukup
Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi : isolasi sosial,
harga diri rendah atau hiperaktif
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi/validasi
Menyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaiu mendengarkan musik
b. Terapis menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus minta
izin kepada terapis
 Lama kegiatan yaitu 15 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri ( nama lengkap,
dan nama panggilan) di mulai dari terapis secara berurutan searah jarum
jam
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak
semua klien untuk bertepuk tangan
c. Terapis dan klien memakai papan nama
d. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk tangan
atau berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai, klien
menceritakan perasaanya setelah mendengarkan lagu.
e. Terapis memutar lagu, klien mendengar, boleh berjoget atau tepuk tangan
kurang lebih 5 menit. Terapis mengobservasi respon klien terhadap musik.

Catatan :
1. kegiatan ini dapat diganti dengan bernyanyi bersama atau
bergantian diringi alat musik jika tersedia alat dan pemain
musiknya
2. jenis lagu disesuaikan dengan keadaan klien
f. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan perasaanya. Sampai semua
klien mendapat giliran.
g. Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai menceritakan perasaanya,
dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis memberikan pujian atas keberhasilannya kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik yang disukai dan
bermakna dalam kehidupannya.
c. Kontrak yang akan datang
 Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menggambar
 Menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.Untuk TAK
stimulasi sensori mendengar musik kemampuan klien yang diharapkan adalah mengikuti
kegiatan, responsif terhadap musik, memberi pendapat tentang musik yang didengar, dan
berbagai perasaan saat mendengar musik. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 1 : TAK
Stimulasi sensori mendengar musik
Kemampuan memberi respons pada musik
No Aspek yang dinilai Nama Pasien

1 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

2 Memberi respons (ikut


bernyanyi/menari/joget/menggerakan tangan-
kaki dagu sesuai irama)
3 Memberi pendapat tentang musik yang didengar

4 Menjelaskan perasaan setelah mendengar lagu

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti, merespons,
memberi pendapat, menyampaikan perasaan tentang musik yang didengar. Beri
tanda (√) jika klien mampu dan tanda (-) jika klien tidak mampu
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada cacatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1, TAK srimulasi sensori mendengar
musik. Klien mengikuti kegiatan sampai akhir dan menggerakan jari sesuai dengan irama
musik, tetapi belum mampu memberikan pendapat dan perasaan tentang musik, latih klien
untuk mendengarkan musik di ruang rawat.

Sesi 2 : Menggambar
Tujuan
1. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar
2. Klien dapat memberi makna gambar
Setting
1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1. Kertas HVS
2. Pensil warna ( bila tersedia krayon juga bisa digunakan)
Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi

Setting Peserta Dan Terapis Duduk Bersama Dalam Satu Lingkaran

L
K K

C F

K K

Keterangan :

L : Leader

C : Co. Leader

F : Fasilitator

O : Observer
K : Klien

Pengorganisasian :
Hari :Senin
Tanggal : 29 November 2021
Waktu : 09.30 wita
Lama Kegiatan sesi 2 : 15 menit

Tim Terapis :
a. Leader : Pande Eka Sukma Karisma
b. Co Leader : Ni Made Ayu Fera Andini
c. Fasilitator : Alya Shafira
d. Observer : Alya Shafira
Tugas Tim Terapis :
1) Leader :
a) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Memimpin jalannya terapi kelompok 
c) Memimpin diskusi
2) Co.leader :
a) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
c) Membantu memimpin jalannya kegiatan
d) Menggantikan leader jika terhalang
3) Fasilitator :
a) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
b) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
c) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
d) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
e)  Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
f) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
4) Observer :
a) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,tempat dan
jalannya acara
b) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok denga
c) Evaluasi kelompok 
Persiapan Terapis
1. Melakukan breafing/rapat kecil sebelum pelaksanaan
2. Menentukan siapa-siapa yang akan menjadi leader, co. leader, fasilitator, observer
3. Satu jam sebelum pelaksanaan melakukan role play dengan teman-teman disertai
pembimbing ruangan.
Persiapan Klien
1. Kontrak waktu dan tempat satu hari sebelum pelaksanaan
2. Kontrak waktu dan jam sebelum pelaksanaan
3. Memastikan klien sudah makan sebelum pelaksanaan
4. Menganjurkan klien untuk BAB/BAK sebelum pelaksanaan.
Persiapan Lingkungan
1. Suasana tidak bising
2. Pengaturan posisi tempat duduk
3. Setting instruktur kegiatan
4. Ventilasi yang cukup
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan
meceritakan kepada orang lain
 Terapis menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus
minta izin kepada terapis
 Lama kegiatan yaitu 15 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
menggambarkan dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain.
b. Terapis membagikan kertas dan pensil, untuk tiap klien.
c. Terapis meminta klien menggambarkan apa saja sesuai dengan yang
diinginkan saat ini
d. Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling, dan memberi
penguatan kepada klien untuk terus menggambar. Jangan mecela klien.
e. Setelah semua klien menggambar, terapis meminta masing-masing klien
untuk memperlihatkan dan meceritakan gambar yang telah dibuatnya
kepada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa dan apa
makna gambar tersebut menurut klien.
f. Kegiatan poin e dilakukan sampai semua klien mendapatkan giliran
g. Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien
lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan untuk mengekspresikan perasaan melalui gambar
c. Kontrak yang akan datang
 Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menonton TV
 Menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
sensori menggambar, kemampuan klien yang diharapkan adalah mampu mengikuti
kegiatan, menggambar, menyebutkan apa yang digambar, dan menceritakan makna
gambar.
Sesi 2: TAK
Stimulasi sensori menggambar
No Aspek yang dinilai Nama Pasien

1 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

2 Menggambar sampai selesai

3 Menyebutkan apa yang digambar

4 Menceritakan makna gambar

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti, menggambar,
menyebutkan gambar, dan menceritakan makna gambar. Beri tanda (√) jika klien
mampu dan tanda (-) jika klien tidak mampu
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2 TAK stimulasi sensori
menggambar. Klien mengikuti sampai selesai. Klien mampu menggambar, menyebutkan
nama gambar, dan menceritakan makna gambar. Anjurkan klien untuk mengungkapkan
perasaan melalui gambar.

Sesi 3 : Menonton TV/Video


Tujuan
1. Klien dapat memberi respon terhadap tontonan TV/video (jika menonton TV, acara
tontonan hendaknya dipilih yang positif dan bermakna terapis untuk klien)
2. Klien meceritakan makna acara yang ditonton pada perasaan klien
Setting
1. Klien dan terapis duduk membentuk setengah lingkaran di depan televisi
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1. Video/CD player dan video tape/CD
2. Televisi
Metode
Diskusi
Setting Peserta Dan Terapis Duduk Bersama Dalam Satu Lingkaran

L
K K

C F

K K

Keterangan :

L : Leader

C : Co. Leader

F : Fasilitator

O : Observer
K : Klien

Pengorganisasian :
Hari Selasa
Tanggal : 30 November 2021
Waktu : 09.00 Wita
Lama Kegiatan sesi 3 : 15 menit

Tim Terapis :
a. Leader : Ni Made Ayu Fera Andini
b. Co Leader : Alya Shafira
c. Fasilitator : Pande Eka Sukma Karisma
d. Observer : Pande Eka Sukma Karisma
Tugas Tim Terapis :
1) Leader :
a) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Memimpin jalannya terapi kelompok 
c) Memimpin diskusi
2) Co.leader :
a) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
c) Membantu memimpin jalannya kegiatan
d) Menggantikan leader jika terhalang
3) Fasilitator :
a) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
b) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
c) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
d) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
e)  Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
f) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah

4) Observer :
a) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,tempat dan
jalannya acara
b) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok denga
c) Evaluasi kelompok
Persiapan Terapis
1. Melakukan breafing/rapat kecil sebelum pelaksanaan
2. Menentukan siapa-siapa yang akan menjadi leader, co. leader, fasilitator, observer
3. Satu jam sebelum pelaksanaan melakukan role play dengan teman-teman disertai
pembimbing ruangan.
Persiapan Klien
1. Kontrak waktu dan tempat satu hari sebelum pelaksanaan
2. Kontrak waktu dan jam sebelum pelaksanaan
3. Memastikan klien sudah makan sebelum pelaksanaan
4. Menganjurkan klien untuk BAB/BAK sebelum pelaksanaan.
Persiapan Lingkungan
1. Suasana tidak bising
2. Pengaturan posisi tempat duduk
3. Setting instruktur kegiatan
4. Ventilasi yang cukup
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti TAK sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
c. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menonton TV/video dan
menceritakannya
 Terapis menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus
minta izin kepada terapis
 Lama kegiatan yaitu 15 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
5. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menonton
TV/video dan menceritakan makna yang telah ditonton.
b. Terapis memutar TV/VCD yang telah disiapkan.
c. Terapis mengobservasi klien selama menonton TV/Video
d. Setelah selesai menonton, masing-masing klien diberi kesempatan
menceritakan isi tontonan dan maknanya untuk kehidupan klien. Berurutan
searah jarum jam, dimulai dari klien yang ada di sebelah kiri terapis sampai
semua klien mendapat giliran.
e. Setelah selesai klien menceritakan perasaannya, terapis mengajak klien lain
bertepuk tangan dan memberikan pujian.
6. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan untuk klien untuk menonton acara TV yang baik.
c. Kontrak yang akan datang
 Menyepakati TAK yang akan datang sesuai dengan indikasi klien
 Menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
stimulasi sensori menonton, kemampuan klien yang diharapkan adalah mengikuti kegiatan,
berespons terhadap tontonan, menceritakan isi tontonan, dan mengungkapkan perasaan
saat menonton. Fomulir evaluasi sebagai berikut
Sesi 3: TAK
Stimulasi sensori menonton
No Aspek yang dinilai Nama Pasien

1 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir TAK

2 Memberi respons pada saat menonton (senyum,


sedih, dan gembira)
3 Menceritakan cerita dalam TV/Video

4 Menceritakan perasaan setelah menonton

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengikuti, berespons,
menceritakan, dan menyampaikan perasaan saat menonton. Beri tanda R jika klien
mampu dan tanda S jika klien tidak mampu.
Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 3 TAK stimulasi sensori menonton. Klien
mengikuti sampai selesai, ekspresi datar, dan tanpa respons, klien tidak dapat
menceritakan isi tontonan dan perasaanya. Tingkatan stimulus diruangan, ulang kembali
dengan stimulus yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Elisia, Laela. (2014). Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Pada
Pasien Isolasi Sosial. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol. 1(1): 3-4

Yusuf, AH. (2019). Kesehatan Jiwa Pendekatan Holistic Dalam Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Mitra Wacana Media

Keliat, B.A. (2012). Gangguan Konsep Diri Pada Klien Gangguan Jiwa. Jakarta :
EGC

Keliat, B.A. dan Akemat. (2015). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta : EGC

Suliswati. (2015). Konsep Dasar Keperewatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Sunaryo. (2014). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. ( 2016). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC

.(2014), Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung: PT Refika Aditama.

.(2016), Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai