Abstrak
Penelitian ini mengintegrasikan antara data dari pusat data skrining pendengaran
pada bayi baru lahir dan pusat data disabilitas prasekolah, untuk menilai hubungan
antara auditory brainstem responses (ABR) yang dibangkitkan (click evoked)
pada bayi baru lahir terhadap disabilitas tumbuh kembang. Sampel dalam
penelitian ini termasuk anak-anak dengan keterlambatan tumbuh kembang (n =
2992), gangguan bicara/speech impairment (SI, n = 905), gangguan
bahasa/language impairment (n = 566), gangguan spektrum autisme/autism
spectrum disorder (ASD, n = 370), dan anak (subjek) pembanding (n = 128.181).
Kami membandingkan fase bentuk gelombang ABR, ukuran latensi pemrosesan
suara pada seluruh kelompok. Anak-anak dengan SI dan anak-anak dengan ASD
memiliki nilai fase newborn ABR yang lebih besar daripada kelompok
pembanding dan kelompok dengan keterlambatan tumbuh kembang. Bayi baru
lahir yang kemudian didiagnosis dengan SI atau ASD memiliki respon neurologis
yang lebih lambat terhadap rangsangan pendengaran, menunjukkan adanya
perbedaan sensorik saat lahir.
Pendahuluan
Data skrining pendengaran bayi baru lahir juga dapat menyediakan ABR, yang
diperoleh bertahun-tahun sebelum penegakan diagnosis defek tumbuh kembang
pada anak-anak. Dengan beberapa pengecualian (Cohen et al., 2013; Miron et al.,
2016, 2021), sebagian besar penelitian tentang ABR dan defek tumbuh kembang
yang telah dilakukan terhadap anak-anak berusia lebih tua dan orang dewasa,
seringkali dilakukan pasca defek tumbuh kembang telah didiagnosis. Selanjutnya,
penelitian terhadap bayi baru lahir telah difokuskan pada mereka yang berada di
unit perawatan intensif neonatal (NICU; Cohen et al., 2013; Miron et al., 2016)
atau hanya pada satu defek tumbuh kembang (misalnya, ASD; Miron et al.,
2021 ). Oleh karena itu, penelitian tambahan terhadap bayi baru lahir diperlukan
untuk menentukan sifat-sifat defisit yang ada saat lahir, serta potensi ABR sebagai
alat skrining bayi baru lahir untuk berbagai defek tumbuh kembang dalam
populasi yang lebih luas di luar NICU (Miron et al., 2021).
Kami mengintegrasikan dua kumpulan data sekunder untuk memeriksa ABR bayi
baru lahir dari anak-anak yang lahir antara tahun 2009 dan 2015, yang kemudian
didiagnosis dengan disabilitas tumbuh kembang. Studi ini telah disetujui oleh
Dewan Peninjau Institusional Universitas Miami.
ABR diperoleh dengan menggunakan klik 100 s pada tingkat pendengaran normal
(nHL) 35 dB dan tingkat stimulasi simultan masing-masing 77 dan 79 Hz untuk
telinga kanan dan kiri. Perangkat pengujian menggunakan tingkat stimulasi yang
berbeda untuk setiap telinga, dengan tujuan untuk membedakan respon yang
berasal dari masing-masing telinga (Delgado & Lim, 2010). Analisis untuk telinga
kiri dan kanan dilakukan secara terpisah untuk memperhitungkan kemungkinan
efek tingkat stimulasi, oleh karena digunakannya tingkat stimulasi yang sedikit
berbeda untuk masing-masing telinga.
ABR suprathreshold tipikal terdiri dari tiga puncak (peaks) utama yang ditandai
menggunakan Angka Romawi I, III, dan V. Pada intensitas pengujian yang lebih
rendah (35 dB nHL) yang digunakan untuk menskrining bayi baru lahir, hanya
puncak V yang mungkin ditemukan, dan puncak ini mungkin sulit untuk
menunjukkan (pinpoint) yang akurat secara visual dan/atau konsisten di seluruh
rekaman. Oleh karena itu, kami menggunakan metode pengukuran fase otomatis
untuk menentukan latensi. Fase merepresentasikan sudut fase dari penundaan
(delay) grup respon, yang menunjukkan adanya latensi komponen puncak. Kami
menentukan fase menggunakan teknik Fast Fourier Transform (FFT) spektral
objektif (Hall, 2006). Sebagai ukuran latensi, fase dianalogikan dengan latensi
gelombang V (Miron et al., 2021).
Bayi sering menerima lebih dari satu uji pendengaran, karena berbagai faktor
termasuk keadaan bayi (menangis), vernix di saluran telinga, cairan di telinga
tengah, ataupun kondisi/suasana perekaman yang bising. Kami menggunakan data
ABR dari tes pendengaran pertama di mana bayi baru lahir menguji kedua telinga
dalam rekaman yang sama. Dalam kasus di mana bayi baru lahir tidak
melewati/lulus uji kedua telinga secara bersamaan, kami menggunakan data ABR
dari tes terakhir yang menghasilkan kelulusan (pass) untuk setiap telinga secara
individual.
Disabilitas Prasekolah
ASD mengacu pada berbagai kondisi, sering ditandai dengan adanya gangguan
dalam interaksi sosial, komunikasi, dan adanya pola perilaku, minat, atau aktivitas
yang berulang dan/atau stereotipik (American Psychiatric Association, 2013).
ASD mewakili spektrum gangguan yang mencakup Gangguan Autistik,
Gangguan Perkembangan Pervasif yang Tidak Ditentukan, Gangguan Asperger,
atau gangguan perkembangan pervasif terkait lainnya.
Tidak seperti ASD, SI, dan LI, yang mengacu pada defek tumbuh kembang yang
spesifik, DD merupakan kategori kelayakan yang kurang spesifik, yang mana
hanya berlaku untuk anak-anak di bawah usia 3-9 tahun, tergantung pada negara
bagian yang menganutnya (6 tahun adalah batas usia untuk di Florida). Melewati
usia ini, anak-anak harus diidentifikasi dengan disabilitas yang lebih tradisional
agar tetap memenuhi syarat untuk memperoleh layanan pendidikan khusus. Di
Florida, defek tumbuh kembang paling sering terjadi, yang pada akhirnya akan
diidentifikasi oleh anak-anak dengan DD, adalah ketidakmampuan spesifik-
belajar atau defek intelektual (Delgado, 2009). Kategori kelayakan DD
memungkinkan anak-anak dengan keterlambatan perkembangan (adaptif atau
swadaya, kognitif, komunikasi, sosial/emosional, dan/atau fisik yang signifikan),
untuk menerima layanan pendidikan yang dibutuhkan tanpa perlu diberi
label/dicap disabilitas tertentu, karena memberi label tersebut kepada anak-anak
tersebut akan menyulitkan mereka (Bernheimer et al., 1993; Gallmore et al.,
1999). Anak-anak yang diidentifikasi dengan DD tidak memenuhi kriteria
diagnostik untuk kategori disabilitas lainnya.
Keterkaitan Data
Kelompok disabilitas (ASD, DD, LI, dan SI) ditentukan menggunakan kode
pengecualian utama dalam database CHRIS. Kelompok pembanding terdiri dari
semua anak dengan data ABR yang tidak sesuai dengan database CHRIS. Setelah
pentautan data, kami melakukan de-identifikasi kumpulan data terintegrasi untuk
menjaga kerahasiaan data penelitian.
Partisipan
Dataset terintegrasi final mengikutsertakan 133.014 anak (Tabel 1). Tingkat laki-
laki yang lebih tinggi dalam kelompok disabilitas ditemukan konsisten dengan
laporan sebelumnya di Florida (Departemen Pendidikan A.S., 2014). Usia rata-
rata pada saat pengujian ABR adalah 1,81 hari setelah lahir (SD = 3,00; kisaran:
0–28 hari) dengan 93% anak diuji dalam 3 hari setelah lahir dan 96% diuji dalam
1 minggu setelah lahir. Terdapat perbedaan usia pengujian ABR di antara
kelompok kami, F(4, 133.004) = 9,48, p <0,001, 2 <0,001. Uji Tukey’s Honestly
Significant Difference (HSD) mengungkapkan bahwa anak-anak dengan DD
ditemukan lebih tua pada saat uji ABR, dibandingkan dengan anak-anak pada
kelompok pembanding (p <0,001, 95% CI [0,17, 0,47]) dan kelompok SI (p <
0,001, 95% CI [0,19, 0,81]). Usia pada uji ABR juga berbeda menurut jenis
kelamin, F(1, 133.004) = 52,43, p<0,001, 2<0,001, karena laki-laki (Mage=1,87
hari, SD=3,08) lebih tua dari pada perempuan (Mage=1,74 hari, SD =2.91).
Terdapat 12.792 bayi dari unit perawatan intensif neonatal (NICU; 9,62%; lihat
Tabel 1 untuk persentase NICU di setiap kelompok disabilitas tumbuh kembang).
Uji independensi chi-kuadrat mengungkapkan perbedaan dalam proporsi bayi
NICU di seluruh kelompok disabilitas, 2(4) = 12,11, p = 0,017. Perbandingan Post
Hoc menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang berada di NICU, dibandingkan
dengan mereka yang tidak di NICU, lebih mungkin didiagnosis sebagai DD
daripada kelompok pembanding, 2(1) = 8,40, p = 0,004. Kami mendeteksi tidak
ada perbedaan lain dalam proporsi bayi baru lahir NICU antara kelompok
pembanding dan kelompok disabilitas lainnya (ASD: 2(1) = 1,12, p = 0,289; SI:
2(1) = 1,11, p = 0,292; 2(1 ) = 0,69, p = 0,407). Oleh karena itu kami mengontrol
usia bayi baru lahir dan memasukkan jenis kelamin dan status NICU dalam
analisis kami.
Tabel 1. Informasi demografi berdasarkan kelompok
Analisis
Variabel dependen utama kami adalah fase ABR, yang kami eksplorasi dengan
dua 2x5 analisis kovarians (ANCOVAs), satu untuk setiap telinga, dengan
variabel independen antara subjek jenis kelamin (laki-laki, perempuan) dan
kelompok (perbandingan, ASD, DD, SI, LI). Kami memasukkan kovariat usia
pengujian ABR (dalam hari) dan status NICU. Menindaklanjuti efek utama yang
signifikan secara statistik, kami menggunakan tes HSD Tukey untuk
mengeksplorasi perbedaan (Mdifference) antara masing-masing kelompok.
Keuntungan dari uji ini adalah bahwa ia mengontrol tingkat kesalahan Tipe 1
yang meningkat karena beberapa perbandingan berpasangan (Tukey, 1949).
Akhirnya, kami menganalisis apakah nilai fase ABR memprediksi diagnosis
kecacatan dengan klasifikasi regresi logistik validasi silang sepuluh kali lipat.
Kami juga melakukan analisis ANCOVA dengan mengeksklusikan bayi baru lahir
di NICU dan efeknya ditemukan sama (lihat Bahan Tambahan); karena itu kami
mempertahankan semua bayi baru lahir dalam analisis primer kami.
Hasil
Dalam mengontrol usia, terdapat efek utama dari jenis kelamin, di mana fase ABR
lebih besar untuk pria daripada wanita di kedua telinga, ps<0,001 (Tabel 2, 3, 4).
Juga terdapat efek utama dari kelompok, di mana kelompok ASD dan SI memiliki
nilai fase ABR yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok pembanding di
kedua telinga, ps <0,001 (Gambar. 2). Lebih spesifik lagi, untuk telinga kanan,
anak-anak dengan ASD (Mdifference = 7,48, p <0,001, 95% CI [2,73, 12,24]) dan
SI (Mdifference = 6,32, p <0,001, 95% CI [3,28, 9,37]) memiliki nilai fase ABR
lebih besar sebagai bayi baru lahir daripada kelompok pembanding. Pola yang
sama juga diamati di telinga kiri: anak-anak dengan ASD (Mdifference = 5,80, p
<0,001, 95% CI [0,82, 10,79]) dan SI (Mdifference = 4,67, p <0,001, 95% CI
[1,48, 7,87] ]) memiliki nilai fase ABR yang lebih besar sebagai bayi baru lahir
daripada kelompok pembanding. Nilai fase untuk anak ASD dan SI tidak berbeda
satu sama lain (telinga kanan, p = 0,980, telinga kiri, p = 0,985). Selain itu, nilai
fase ABR telinga kanan pada bayi baru lahir yang kemudian didiagnosis ASD
(Mdifference = 5,84, p = 0,013, 95% CI [0,80, 10,87]) dan SI (Mdifference =
4,67, p = 0,002, 95% CI [1.21, 8.14]) lebih tinggi daripada mereka yang kemudian
didiagnosis dengan DD. Perbedaan tersebut tidak signifikan untuk telinga kiri (ps
> 0.10). Kami tidak mendeteksi efek lainnya, ps > 0,05.
Tabel 2. Statistik deskriptif untuk fase (dalam derajat) pada desain 2 (jenis
kelamin)×5 (kelompok)
Tabel 3. Hasil ANCOVA menggunakan fase telinga kanan sebagai variabel
terikat/dependen.
Mengingat perbedaan fase ABR antara kelompok ASD dan SI ditemukan bersifat
relatif terhadap kelompok pembanding, kami selanjutnya meneliti pentingnya
nilai fase ABR dalam memprediksi diagnosis kecacatan berdasarkan klasifikasi
regresi logistik validasi silang sepuluh kali lipat, termasuk fase ABR di kedua
telinga, jenis kelamin bayi, usia bayi, dan status NICU. Seleksi model
menggunakan fungsi yang dibuat khusus dalam paket R "caret" (Kuhn, 2020).
Kami menggabungkan grup ASD dan SI dalam memaksimalkan kekuatan
klasifikasi, untuk membedakan mereka dari grup pembanding pada kurva area
under the receiver operating characteristic (ROC). Untuk mengatasi masalah
kolinearitas antara nilai fase di telinga kanan dan kiri (r = 0,44), pertama-tama
kami memusatkan prediktor-prediktor ini, dan kemudian melakukan transformasi
komponen utama mereka. Kemudian, kami secara acak membagi sampel menjadi
satu set pelatihan (75%) dan satu set pengujian (25%). Model pelatihan
menggunakan set pelatihan dan kami mengukur kekuatan prediksi model terbaik
dengan set pengujian. Untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan antar kelas
(perbandingan 99%, 1% ASD dan SI), proses pengambilan sampel acak bawaan
dalam paket "caret" disesuaikan dengan ukuran kelas pada setiap langkah validasi
silang.
Diskusi
Defisit wicara dan bahasa merupakan salah satu ciri khas ASD. Gangguan
perkembangan otak anak-anak dengan ASD telah diidentifikasi di daerah kortikal
yang terkait dengan ASD serta di daerah yang terkait dengan komunikasi dan
bahasa (Stoner et al., 2014). Pemrosesan proses bicara dan kelainan produksi
bicara umum terjadi pada anak-anak dengan ASD (Russo et al., 2008, 2009;
Stroganova et al., 2020). Hasil penelitian kami menunjukkan beberapa kesamaan
neural pada seluruh gangguan tersebut di tingkat batang otak. Perubahan dalam
perkembangan batang otak dapat memiliki efek cascading pada perkembangan
otak yang dapat menyebabkan kecacatan seperti ASD dan SI (Dadalko & Travers,
2018; Geva et al., 2017; Inui et al., 2017). Selain itu, proses subkortikal dapat
berinteraksi dengan proses kortikal yang terkait dengan pemrosesan dan perhatian
pendengaran (Banai & Kraus, 2008). ABR adalah cara non-invasif yang efektif
untuk mengukur defisit jalur pendengaran. ABR mengukur pemrosesan otak
terhadap suara, terkait dengan pengembangan berbagai kemampuan, termasuk
penyandian suara ucapan dan komunikasi verbal, yang diteorikan sebagai defisit
inti dari ASD dan SI (Roth et al., 2012; Russo et al., 2009).
Usia rata-rata saat diagnosis bervariasi pada seluruh defek tumbuh kembang.
Meskipun ASD dapat didiagnosis secara akurat pada usia 14 bulan (Pierce et al.,
2019), usia rata-rata untuk diagnosis perkembangannya cukup terlambat, yaitu
pada usia 4 tahun (Baio et al., 2018; Brett et al., 2016). Tanda-tanda perilaku ASD
terkadang muncul sebelum usia 12 bulan (Cohen et al., 2013; Jones & Klin, 2013)
dan penilaian neurologis seperti EEG (Bosl et al., 2018; Dickinson et al., 2021)
dan MRI (Emerson et al., 2017; Hazlett et al., 2017) yang dilakukan pada tahun
pertama kehidupan dapat secara baik memprediksi bayi yang nantinya akan
memenuhi kriteria ASD. Meskipun menjanjikan, EEG dan MRI memakan waktu
dan berbiaya mahal, dan oleh karena itu, tidak layak digunakan sebagai alat
skrining ASD pada tingkat populasi. Karena skrining pendengaran bayi baru lahir
berbasis ABR sudah lazim di banyak negara, teknik ini memberikan peluang yang
ideal untuk mengevaluasi bayi untuk kelainan berbasis neurologis seperti ASD
dan SI. Meskipun analisis ROC kami tidak memenuhi ambang prediksi tradisional
untuk alat skrining klinis (Metz, 1978; Murphy et al., 1987), temuan kami
menunjukkan bahwa ukuran latensi newborn ABR, jika disempurnakan lebih
lanjut, memiliki potensi untuk meningkatkan tingkat prediksi bayi yang baru lahir
yang akan terus mengembangkan ASD dan SI. Misalnya, akurasi prediksi dapat
ditingkatkan dengan menggunakan intensitas dan tingkat stimulasi yang lebih
tinggi (Delgado, 2004) atau lebih banyak rangsangan "seperti-ucapan" (misalnya,
rangsangan suku kata daripada rangsangan klik, Russo et al., 2009) dengan ABR.
Jika berhasil, maka anak-anak yang diidentifikasi berisiko tinggi berdasarkan
temuan newborn ABR dapat dirujuk untuk menjalani evaluasi tambahan dan
dipantau secara ketat selama masa bayi. Evaluasi tambahan dapat mencakup alat
skrining yang ada, seperti evaluasi neurofisiologis (misalnya, EEG, MRI, dan/atau
magnetoencephalography (MEG)), biomarker (Celis et al., 2021), indikator
fisiologis (Bonnet Brilhault et al., 2018; Elder et al., 2008), serta indikator
perilaku awal (Cohen et al., 2013; Denisova & Zhao, 2017; Jones & Klin, 2013).
Kesimpulan