Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO
Seorang perempuan usia 26 tahun datang ke UGD diantar suami dengan
gravida 1, para 0, abortus 0, hamil aterm. Enam jam sebelumnya merasakan
His 2 kali dalam 10 menit selama 15 detik. Dari pemeriksaan denyut jantung
didapatkan 135 /menit. Dari pemeriksaan leopold didapatkan difundus uteri
teraba bagian besar dan lunak, teraba bagian kecil dikiri umbilicus ibu dan
bagian suprasimpisis terab bagian yang keras dan bulat, kepala hodge 1, dari
vaginal toucher didapatkan pembukaan 5 cm, penipisan 50%, ketuban positif,
ubun-ubun kecil arah pukul 02.00, ukuran panggul dalam. Pasien telah
melakukan pemeriksaan laborat untuk ibu hamil di puskesmas pada kehamilan
6 bulan.

More info:

Berat badan 55 kg, Tinggi badan 158 cm, Hb 11, Tekanan darah 110 mmHg,
TTGO 50/100, Trombosit 250.000

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Dapat mengetahui dan memahami anatomi pelvis.


2. Dapat mengetahui dan memahami fisiologi kehamilan dan persalinan
normal, serta perubahan fisiologi pada ibu hamil.
3. Dapat mengetahui dan memahami definisi,penyulit dan pemeriksaan
penujang persalinan normal serta dapat mengetahui dan memahami
bagaimana cara membaca patograf serta mengetahui dan memahami
kedokteran islam sesuai dengan kasus.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Bagian keras yang dibentuk oleh tulang


A.     Tulang Pangkal Paha (Os coxae)
Tulang coxae terdiri atas 3 buah tulang yang berhubungan satu sama
lain. Batas os coxae dari articulatio sakroiliaka sampai pertengahan pubis.
(Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)
Ketiga tulang itu adalah :

 Tulang Usus (Os illium )


Os illium terletak dari articulatio sakroilliaka sampai pinggir atas
acetabulum. Batas atasnya merupakan pinggir tulang yang tebal yang
disebut Crista illiaca. (Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. 2009.) Ujung depan maupun belakang dari crista illiaka
menonjol terdiri atas 4 spina yaitu :
o Spina illiaka anterior superior (SIAS)
o Spina illiaka anterior inferior (SIAI)
o Spina illiaka posterior superior (SIPS)
o Spina illiaka posterior inferior (SIPI)
Di bawah spina illiaka posterior inferior terdapat tekik yang disebut
incisura isciadika mayor

 Tulang duduk (Os ischium)


Os ischium terletak dari foramen obsturatorium sampai pada pinggir
atas acetabulum. Tonjolan yang ada pada ischium yaitu Spina ischiadica.
Tulang yang tebal yang menyangga berat badan pada saat duduk adalah
Tuber ischiadicum. Bagian yang cekung besar sebelah atas disebut inchisura
isciadica mayor. Bagian yang cekung kecil sebelah bawah disebut inchisura

2
ischiadica minor.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. 2009.)
 Tulang kemaluan (Os pubis)
Tulang yang membatasi sebuah lubang dalam tulang panggul
dinamakan Foramen obturatorium. Bagian atas yang menonjol pada os
pubis dinamakan. Ramus superior, cekungannya dinamakan Linea
inominata. Pertemuan kedua ramus superior dinamakan tepi atas simfisis.
Pada bagian bawahnya dinamakan Ramus inferior, pertemuan antara ramus
inferior membentuk tepi bawah simfisis. Pada ramus inferior membentuk
sudut yang disebut Arcus pubis yang sudutnya tidak boleh kurang dari 90
derajat.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)

B. Tulang kelangkang (Os sacrum)


Tulang kelangkang berbentuk segitiga melebar di atas dan meruncing ke
bawah. Batas-batas dari os sacrum yaitu :
 Articulatio sakro illiaca ( batas kanan dan kiri )
 Prosesus lumbal ke 5 ( batas belakang atas )
 Coccygis ( batas bawah )
 Promontorium ( batas depan atas )
Pada pertengahan basis terdapat titik menonjol digunakan sebagai
petunjuk saat melakukan pengukuran panggul dalam dinamakan
Promontorium. Pada bagian anterior memanjng sampai illium dinamakan
sayap sacrum. Lubang yang terdapat pada bagian depan dinamakan
Foramina sacralla ateriora Lubang yang terdapat pada bagian belakang
dinamakan Foramina sacralla posteriora. Pada vertebra terdapat bagian
yang berduri yang dinamakan Krista sacralia. Pada bagian samping tulang
kelangkang berhubungan dengan kedua tulang pangkal paha dengan
perantara articulatio sacroilliaca dan ke bawah dengan tulang tungging.
(Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)

C. Tulang Tungging ( Os coccygeus )

3
Berbentuk segitiga dan terdiri atas 3-5 ruas bersatu. Pada
persalinan ujung tulang tungging dapat ditolak sedikit ke belakang, hingga
ukuran pintu bawah panggul bertambah besar. Coccygis bersifat lentur,
kelenturannya mempengaruhi lebar dari ukuran panggul dalam. (Pearce,
Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)
2.1.2 Jaringan Lunak Panggul
Bagian lunak panggul terdiri dari otot-otot dan ligamenta yang
meliputi dinding panggul sebelah dalam dan yang menutupi panggul
sebelah bawah, yang menutupi panggul dari bawah membentuk dasar
panggul dan disebut Diafragma pelvis.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan
Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.) Diafragma pelvis dari dalam ke luar
terdiri atas :

a.      Musculus levator ani


Terdiri atas 3 bagian, dari depan ke belakang dapat dikenal :
 M. Pubo coccygeus dari os pubis ke septum anococcygeus.
 M. Ilio coccygeus dari arcus tendineus m.levator ani ke os coccygis
dan septum anococcygeus.
 M. (ischio) coccygeus dari spina ischiadica ke pinggir sacrum dan
coccygis.

b.      diafragma urogenitale.


Daerah perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul,
terdiri dari 2 bagian yaitu :
 Regio analis di sebelah belakang
o Terdapat m.sphincter ani externus yang mengelilingi anus
 Regio urogenitalis terdapat :
o M. Bulbo cavenosus, yang mengelilingi vulva
o M. Ischio cavernosus
o M. Transversus perinei superficialis

2.1.3 Bentuk-bentuk Panggul

4
Klasifikasi menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi
menjadi 4 yaitu:

a. Panggul Gynecoid

Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul


hampir bulat. Diameter anteroposterior sama dengan diameter transversa
bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita.

b. Panggul Android

Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria


mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat dengan
sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.

c. Panggul anthropoid

Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang


diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini
ditemukan 35% pada wanita

d. Panggul Platypeloid

Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada


arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran
muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.

5
Gambar 2.1 Bentuk panggul (Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
2.1.4 Sumbu Panggul

Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan pusat-pusat


dari beberapa bidang di dalam panggul berupa garis lurus di bagian atas
sampai suatu titik sedikit di atas spina ischiadika dan kemudian
melengkung ke depan di daerah PBP.

Sumbu jalan lahir sedikit berbeda dari sumbu anatomis. Bagian


atas dari jalan lahir merupakan silinder yang lurus tapi ujung bawahnya
melengkung ke depan, ditentukan oleh perubahan dasar panggul karena
desakan bagian depan anak.

2.1.5 Inclinato Pelvis

Inclinatio pelvis adalah sudut antara PAP dengan bidang sejajar


pada wanita berdiri. Sudut ini sebesar 55 derajat. Besar dan kecilnya dapat
mempengaruhi proses persalinan.

2.1.6 Bidang Panggul

a. Pintu Atas Panggul (PAP)

Pintu atas panggul adalah batas atas dari panggul kecil. Bentuknya bulatan
oval dengan panjang kesamping dan dibatasi oleh :

o Promontorium
o Sayap sacrum
o Linea terminalis
o Ramus superior
o Pinggir atas symphysis

Biasanya 3 ukuran ditentukan dari PAP :

1)      Ukuran muka belakang


Dari promontorium ke pinggir atas symphysis, dikenal
dengan nama conjugata vera dengan ukuran 11 cm. Pada wanita

6
hidup conjugata vera tak dapat diukur dengan langsung, tapi dapat
diperhitungkan dari conjugata diagonalis (dari promontorium ke
pinggir bawah symphysis)

2)      Ukuran melintang


Adalah ukuran terbesar antara linea terminalis kanan dan
kiri dengan jarak kurang lebih 13,5 cm

3)      Ukuran serong


Dari articulatio sacroilliaka ke tuberpubikum dari belahan
panggul yang bertentangan, dengan jarak kurang lebih 13 cm.

b. Bidang Luas Panggul


Yaitu bidang dengan ukuran-ukuran terbesar. Bidang luas panggul
terbentang antara pertengahan symphysis, pertengahan acetabulum dan
pertemuan antara ruas sacral II dan III. Ukuran muka belakang 12,75 cm,
dan ukuran melintang 12,5 cm. Bidang ini tidak menimbulkan kesukaran
dalam persalinan.
c. Bidang Sempit Panggul
Yaitu bidang dengan ukuran-ukuran terkecil. Bidang sempit
panggul terdapat setinggi pinggir bawah symphysis, kedua spina
ischiadicae dan memotong sacrum krang lebih 1-2 cm di atas ujung
sacrum. Bidang ini paling sulit penilaiannya karena ukurannya paling
kecil, dan sulit mengukurnya. Kesempitan pintu bawah panggul biasanya
disertai kesempitan bidang sempit panggul.

d. Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segitiga dengan dasar yang
sama, ialah garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadicum kiri dan
kanan. Puncak dari segitiga yang belakang adalah ujung os sacrum
sedangkan segitiga depan dibatasi oleh arcus pubis. Pada pintu bawah
panggul biasanya ditentukan oleh 3 ukuran yaitu :

7
1.      Ukuran muka belakang
Dari pinggir bawah symphysis ke ujung sacrum (11,5 cm)
2.      Ukuran melintang
Ukuran antara tuber ischiadicum kiri dan kanan sebelah dalam
(10,5cm)
3.      Diameter sagitalis posterior
Dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran melintang (7,5cm)

2.1.7 Bidang Hodge


Bidang hodge untuk menentukan berapa jauh bagian depan anak
itu turun ke dalam rongga panggul. Bidang hodge antara lain :
  Hodge I
Ialah setinggi pintu atas panggul
  Hodge II
Sejajar dengan hodge I setinggi tepi bawah symphisis
  Hodge III
Sejajar dengan hodge I setinggi spina ischiadica
  Hodge IV
Sejajar dengan hodge I setinggi ujung os coccygis

Gambar 2.2 Derajat Hodge( Dra. Carrasco, 2018)

8
2.2 Fisiologi Persalinan
2.2.1 Fisiologi Persalinan Normal
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktiviti otot polos miometrium
yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos
uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi
dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan,
serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum. Mekanisme regulasi
yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan, dan
kelahiran, sampai saat ini masih belum jelas.Proses fisiologi kehamilan pada
manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan belum diketahui
secara pasti. Sampai sekrang, pendapat umum diterima bahwa keberhasilan
kehamilan pada semua spesies mamalia bergantung pada aktivitas progesteron
untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir
kehamilan.Asumsi ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar
kehamilan mamalia non primata yang diteliti, perlucutan progesteron
( progesterone breakthrough)baik yang terjadi secara alami, terinduksi secara
bedah, atau farmakologis ternyata dapat mendahului inisiasi partus. Pada banyak
spesies ini, penurunan kadar progesteron di dalam plasma ibu yang kadang-
kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati 95 persen
kehamilan. Di samping itu, percobaan dengan pemberian progesterone pada
spesies-spesies ini pada akhir masa kehamilan dapat memperlambat awitan
persalinan. Namun pada kehamilan primata (termasuk manusia), perlucutan
progesteron ternyata tidak mendahului awitan partus. Kadar progestron di dalam
plasma perempuan hamil justeru meningkat sepanjang kehamilan, dan baru
menurun setelah kelahiran pasenta,jaringan yang merupakan lokasi sintesis
progesteron pada kehamilan manusia.

2.2.2 Fase Persalinan Normal


Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi yang
menybabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan

9
lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan
istilah “in labour” (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini.
Kontraksi miometriumpada persalinan terasa nyeri sehingga istilah nyeri
persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini.

2.2.3 Tiga Kala Persalinan


Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala persalinan yang berbeda. Kala
satu persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi
serviks yang cukup. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka
lengkap (sekitar 10cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena
itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua
persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin
sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala
tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir,dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga juga disebut sebagai stadium
pemisahan dan ekspulsi plasenta.

2.2.4 Diferesisasi Akitifitas Uterus


Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang
berbeda. Segmen atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika
persalinan langsung.Bagian bawah relatif pasif dibanding dengan segmen atas,
dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis.
Segmen bawah uterus analaog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis
pada perempuan yang tidak hamil;segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika
kehamilan bertambah tua dan kemudian menjadi nipis sekali pada saat persalinan.
Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi,
sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau
keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen
atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi aktif, bagian bawah adalah
bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif, Seandainya seluruh dinding

10
otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks berkontraksi secara
bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka daya dorong persalinan akan
jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmena
atsa yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda
bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas
berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai respons
terhadapdaya dorong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan
serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga
janin dapat menonjol keluar.Miometrium pada segmen atas uterus tidak
berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi
relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama
seperti sebelum kontaksi. Bagian atas uterus,atau segmen aktif berkontaksi ke
bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tekanan miometrium tetap
konatan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur,dengan
mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janindan
mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai
konsekuensi retraksi, setiap kontaksi berikutnya mulai di tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus
menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan
serat otot yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif
menjadi semakin menebal disepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan
menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin.Fenomena retraksi segmen atas
uterus bergantung pada berkurangnya volume isiuterus terutama pada awal
persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah kantong tertutup
dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan
semakin banyak isis intra uterin mengisi segmen bawah, dan segmen atas hanya
beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks.Relaksasi
segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi lebih merupakan
lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap
kontaksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya
tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun

11
tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih
menunjukkan tonus,masih menahan regangan, dan masih berkontraksi sedikit
pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangn berturut-turut
segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa
milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen
bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara
keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang
disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus
terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol sehingga
membentuk cincin retraksi patologik. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga
disebut sebagai cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang
semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran
bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.

2.2.5 Perubahan Bentuk Uterus


Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid
disertai pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-
efek penting pada persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal
menimbulkan pelurusan

(Gambar 2.3 Sarwono Prawirohardjo,2011)

kolumna vetebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap


fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju

12
kepanggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya
diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10 cm: tekanan yang diberikan
dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan
memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen
bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian
ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin.Efek ini merupakan faktor yang penting
untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.

2.2.6 Gaya Tambahan Pada Persalinan


Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intra abdominal ibu yang
meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan
melalui upaya pernapasan paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut
mengejan.Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada
defikasi, tapi intensitasnya biasanya lebih besar. Pentingnya tekanan intra
abdominal pada ekspulsi janin paling jelas terlihat pada persalinan penderita
paraplegia. Perempuan seperti ini tidak menderita nyeri, meskipun uterus
mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah
hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung
secara normal, tapi ekpulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu
diminta mengejan, dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi
uterus.Meskipun tekanan intra abdominal yang tinggi diperlukan untuk
menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks
membuka lengkap. Secara spesifik, tenaga ini merupakan bantuan tambahan yang
diperlukan oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi
mengejan hanya membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan
belaka. Tekanan intra abdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan,
terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi.Setelah plasenta lepas, ekspulsi
spontan plasenta dapat dibantu oleh tekanan intra abdominal ibu yang meningkat.

13
Tabel 2.1
(Sarwono Prawirohardjo,2011)

2.2.7 Pendataran Serviks


Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi
hampir setipis kertas.Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan
terjadi dari atas ke bawah.Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik
ke atas, atau dipendekkan,menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os
eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum ditaraik ke
atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun
fungsional) dari segmen bawaj uterus.Pemendekan dapat dibandingkan sengan
suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah
tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan
lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang
meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan,pendataran sempurna pada
serviks yang lunak kadang kala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai.
Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks
memendek.

14
(Gambar 2.4 Sarwono Prawirohardjo,2011)
2.2.8 Dilatasi Serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi
kontraksi struktur-struktur ini mengalami peregangan yang dalam prosesnya
serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan
tekanan pada selaput ketuban,tekanan hidrostatik kantong amnion akan
melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama
efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks
selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap
serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini
menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala.

2.2.9 Mekanisme Persalinan Normal


3 faktor yang memegang peranan pada persalinan, yaitu:
1. Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan
kekuatan mengedan

15
2. Jalan lahir
3. Janinnya sendiri

His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala bila his sudah cukup kuat,
kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.Masuknya kepala
melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila arah
sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat
pulakepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin
miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele
ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas
pnggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman; keadaan adalah
sebaliknya dari asinklitismus anterior.

Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme


turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruang pelvis di daerah
posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvs di daerh anterior. Hal
asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.Akibat
sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris dengan sumbu lebih
mendekati subocciput, maka tahanan di jaringan dibawahnya terhadap kepala
yangakan menurun mengakibatkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga
panggul.Dengan fleksi kepala janin memasuki rongga panggul dengan ukuran
yang paling kecil,yakni dengan diameter suboccipito-bregmatica (9,5 cm) dan
dengan sirkum ferensia suboccipito-bregmatica (32 cm). sampai di dasar panggul
kepala janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan
oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut dengan putaran
paksi dalam. Di dalam hal mengadakan putaran paksi ubun-ubun kecil akan
berputar kearah depan sehingga di dasar panggulubun-ubun kecil berada dibawah
simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di
bawah simfisis, maka dengan subocciput sebagai hipomoklion,kepala

16
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih
membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi semakin lebar dan
tipis,anus membuka dinding rectum. Dengan kekuatan his bersama dengan
kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya
dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar.

Gambar 2.5. Putaran paksi dalam


(Sarwono Prawirohardjo,2011)

Putaran paksi luar ini adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi
dalam terjadi,untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
dalam posisi depan belakang. Demikian pula dilahirkan trochanter depan terlebih
dahulu, baru kemudian trochanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.

17
Gambar 2.6(Sarwono Prawirohardjo,2011)
Gerakan kepala janin pada defleksi dan putaran paksi luar. Bila mekanisme partus
yang fisiologis ini difahami dengan sungguh-sungguh, makapada hal-hal yang
menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin,
sehingga tindakan-tindakan operasi tidak perlu dikerjakan.

(Gambar 2.7 Sarwono Prawirohardjo,2011)

Kelahiran bahu depan, kemudian bahu belakangApabila bayi telah lahir,


segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2cunam pada jarak 5 dan
10 cm. kemudian digunting di antara kedua cunam tersebut,lalu diikat. Tunggul
tali pusat diberi antiseptic. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayisegera menarik
nafas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan menghisap lender
pada jalan nafas harus segera dikerjakan. Pula cairan di dalam lambung hendak
dihisap untuk mencegah aspirasi ke paru ketika bayi muntah.Bila bayi telah lahir,
uterus mengecil. Partus berada dalam kala III (kala uri). Walaupun bayi telah
lahir, kala uri ini tidak kalah pentingnya daripada kala I dan kala II. Kematian ibu
karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala III
kurang cermat dikerjakan. Seperti telah dikemukakan, segara setelah bayi lahir,
his mempunyai amplitude yang kira-kira sama tingginya hanya frekuensinya
berkurang. Akibat his ini,uterus akan mengecil sehingga perlekatan plasenta

18
dengan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini
dapat dimulai dari:

1. Tengah(sentral menurut Schultze)


2. Pinggir (marginal menurut Mathews-Duncan)
3. Kombinasi 1 dan 2.

Yang terbanyak ialah menurut Schultze. Umunya kala uriberlangsung


selama 6-15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari dibawah
pusat.

2.3 Fisiologi Kehamilan

2.3.1 Syarat-syarat Fertilisasi

Fertilisasi merupakan proses peleburan dua macam gamet sehingga


terbentuk suatu individu baru dengan sifat genetik yang berasal dari kedua orang
tuanya (Sudarwati, 1990:23).

Syarat fertilisasi yaitu adanya ovum yang matang dan siap dibuahi oleh
sperma. Proses fertilisasi dapat dibagi menjadi empat aktivitas utama :

1. Hubungan (kontak) serta pengenalan sperma dan sel telur


2. Pengaturan pemasukan sperma ke dalam sel telur
3. Peleburan bahan genetik dari sperma dan sel telur
4. Aktivasi metabolik telur untuk memulai perkembangan

2.3.2 Mekanisme Terjadinya Fertilisasi

Saluran genital betina memegang peranan yang penting dalam proses


fertilisasi. Sperma yang baru diejakulasikan belum mampu melakukan reaksi
akrosoma tanpa berada di dalam saluran reproduksi selama beberapa lama.
Periode ini disebut kapasitasi dan waktu yang dibutuhkan berbedabeda bagi
berbagai spesies. Pada perioda ini terjadi perubahan selaput yang membungkus
kepala sperma. Pada zona pelusida terdapat suatu protein khusus dimana sperma

19
dapat terikat. Lagi pula protein ini setelah berikatan dengan sperma menyebabkan
terjadinya reaksi akrosoma pada sperma, sehingga sperma dapat
mengkonsentrasikan enzim proteolitiknya (akrosin) secara langsung pada tempat
dimana sperma terikat. Pada tempat dimana sperma melekat pada telur, sitoplasma
telur akan membentuk tonjolan fertilisasi (fertilization cone) . Membran plasma
telur kemudian fusi dengan membran sperma, sambil tonjolan menyusut, kepala
sperma masuk ke dalam telur. Setelah kepala sperma masuk ke dalam telur,
membran intinya berdisintigrasi. Bahan inti berinteraksi dengan sitoplasma telur,
dan kromatin mulai merenggang. Menjelang berakhirnya perenggangan kromatin
membran inti mulai dibentuk. Bentuk ini sekarang disebut pronukleus jantan. Dari
bagian

sperma lainnya hanya sentriol yang dipertahankan dan akan menjadi aster
yang berperan penting dalam mendekatkan pronukleus jantan dan betina. Setelah
inti telur menjadi haploid dan disebut pronukleus betina, dengan bantuan aster
sperma akan bergerak ke bagian tengah telur dan mendekati pronukleus jantan.
Setelah kedua pronukleus bertemu, kedua membran pronukleus melebur dan
menyatukan kedua kromosom paternal dan matenal di dalam satu membran.
Proses ini disebut peleburan pronukleus. Segera setelah peleburan, DNA
kromosom bereplikasi sebagai persiapan untuk pembelahan pertama (dari zigot).
Dengan tersusunnya kromosom pada keping metafase sebagai persiapan
pembelahan pertama maka proses fertilisasi telah berakhir dan zigot siap untuk
memasuki tahap perkembangannya.

20
(Gambar 2.8 buku ajar fisiologi manusia sherwood,lauralee)

2.3.3 Perubahan pada tubuh wanita hamil

1. Mengandung lebih banyak cairan,sehingga nampak wanita tersebut


lebih gemuk dan berisi. Tetapi jika terlalu banyak maka akan terlihat
sembab atau oedematous.
2. Hyper[igmentasi, pada muka,areola mammae, linea alba, dan strias
gravidarum.(stretch mark).
3. Kelenjar, mengalami kerja yang lebih banyak sehingga terlihat beberapa
membesar seperti kelenjar gondok.
4. Darah dan peredaran darah,
 Jumlah plasma dan sel-sel darah meningkat
 antung sedikit membesar
5. Pencernaan makanan, hypersaliva dan nausea
6. Pada saluran kencing, polyuria disertai nyeri serta kencing lambat yang
sering menyebabka infeksi.
7. Tulang dan gigi, kekurangan zat kapur sehingga mudah terkena caries

21
8. Saraf. malaise,emosi tidak terkontrol, mengidam.
9. Perubahan pada mammae. Lebih besar,hyperpigmentasi.
10. Panggul. Otot panggul lebih lunak,sendi panggul lebih lemas,ligamen
merenggang serta lebih elastis.
11. Perubahan alat kelamin

 Rahim membesar
 Endometrium menjadi lebih tebal
 Tuba menjadi lebih panjang
 Vagina kebiruan serta sel-sel dan jaringan vagina dapat menjadi
lebih luas
 Vulva,hipertrophy dan hyperpigmentasi yang menyebabkan
terbentuknya varises.

2.4 Fase KALA

2.4.1 KALA I PERSALINAN

Fase-fase dalam Kala I Persalinan Kala I persalinan dimulai sejak


terjadinya kontraksi uterus yang teratur (adanya his 2-3x dalam 10 menit) dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

Fase laten pada kala I Persalinan:

 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan


pembukaan serviks secara bertahap.
 Berlangsung hingga serviks membuka sampai dengan 3 cm.
 Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam

Fase aktif pada kala I persalinan:

 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap


(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).

22
 Dari pembukaan lebih dari 3 cm hingga mencapai pembukaan lengkap
atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara
atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm per jam (multipara).
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

2.4.2 KALA II PERSALINAN

Persalinan adalah ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)


sampai bayi dilahirkan. Prosesnya bisa berlangsung antara 30 menit
(multigravida) sampai 1 jam (primigravida). Gejalanya adalah :

1. His 4-5 kali dalam 10 menit, lama his 40-50 detik.


2. Ibu merasakan dorongan kuat untuk mengejan atau tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan vagina
3. Ibu ingin mengejan
4. Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.
5. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Pembukaan lengkap (porsio tidak teraba, teraba kepala dengan
presentasi belakang kepala)
b. Penurunan kepala di Hodge III/ III+.
c. Penunjuk/denominator ubun-ubun kecil (UUK) di kiri atau kanan
atas.
d. Selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah.

PEMANTAUAN

Selama kala I dan II, harus dilakukan pemantauan terhadap :

1. Kemajuan persalinan :
 Kontraksi uterus atau his (frekuensi, kekuatan dan durasi).
 Kekuatan hejan ibu
2. Kondisi ibu :
 Periksa tensi dan nadi setiap 30 menit.
 Status hidrasi.

23
 Perubahan sikap/ perilaku ibu.
3. Kondisi janin :
 Periksa DJJ tiap 5 menit (lebih sering dengan makin dekatnya
kelahiran).
 Penurunan presentasi dan perubahan posisi.
 Warna cairan tertentu.

2.4.3 KALA III PERSALINAN

Manajemen Aktif Kala Tiga

 Tujuan
1. Menghasilkan kontraksi uterus yang efektif.
2. Mengurangi pendarahan.
3. memperpendek waktu dalam kala tiga.
 Langkah utama
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir
 Memeriksa uterus ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain.
 Memberitahu ibu bahwa dokter akan menyuntikan oksitosin.
 Suntikan oksitosin 10 unit intramuskular pada 1/3 paha bagian
luar untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik.
2. Penegangan tali pusat terkendali
 Tempatkan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva.
 Letakkan tangan yang lain diatas abdomen untuk meraba
kontraksi uterus.
 Setelah terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
dan menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-
kranial) hingga tali pusat semakin menjulur dan korpus uteri
bergerak ke atas yang menandakan plasenta lepas.
 Anjurkan ibu untuk mengejan agar plasenta terdorong keluar
 Setelah plasenta keluar, angkat tali pusat ke atas dan menopang
dengan tangan yang lain kemudain memutar plasenta searah
jarum jam hingga selaput ketuban terpilin.
 Memeriksa kelengkapan plasenta (bagian maeternal dan bagian
fetal plasenta) dan selaput ketuban, kemudian diletakkan pada
kantong plastik atau tempat khusus.

24
3. Masase fundus uterus
 Segera setelah plasenta lahir, melakukan pijatan/masase pada
fundus uteri dengan cara mengusap fundus uteri secara sirkuler
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
 Lakukan eksplorasi jalan lahir, jika terdapat laserasi atau
episiotomy pada vagina dan perineum maka lakukan
penjahitan/perineoraphy.

2.4.4 KALA IV PERSALINAN

Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam
pertama setelah melahirkan, perlu dilakukan pemantauan dalam waktu tersebut
dikamar bersalin sebelum dipindahkan ke kamar rawat inap untuk mengetahui
komplikasi dini pasca persalinan terutama perdarahan postpartum. Pemantauan
kala IV :

1. Ganti baju ibu dengan baju bersih dan kering. Pasang pispot datar dan
lebar pada bagian bokong untuk memantau darah yang keluar.
2. Tutup perut bawah dan tungkai dengan selimut.
3. Pantau tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus, status kandung kemih
dan perdarahan tiap 15 menit hingga 2 jam pasca kala III. Lakukan
estimasi jumlah perdarahan.
4. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus tetap baik tiap 15 menit
selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.
5. Beri obat-obatan yang diperlukan dan minum secukupnya.
6. Bila setelah 2 jam kondisi ibu stabil dan tidak ada komplikasi, pasangkan
pembalut dan celana dalam. Pakaikan kain dan selimuti ibu. Pindahkan ibu
ke ruang perawatan dan lakukan rawat gabung dengan bayinya sesegera
mungkin.

25
2.5 MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR

1. pengaturan suhu

Bayi kehilangan panas melalui 4 cara, yaitu :

1) Konduksi

Konduksi adalah kehilangan panas melalui benda-benda padat yang


berkontak dengan kulit bayi. Kehilangan panas melalui konduktif
jarang terjadi kecuali jika bayi diletakkan pada alas yang dingin.

2) Konveksi

Konveksi adalah kehilangan panas karena pendinginan melalui


aliran udara disekitar bayi. Suhu udara dikamar bersalin tidak boleh
kurang dari 20ᴼ C dan sebaiknya tidak berangin.

3) Evaporasi

Evaporasi adalah kehilangan panas melalui penguapan air pada


bayi. Bayi baru lahir yang dalam keadaan bash kehilangan panas
dengan cepat melalui cara ini. Karena itu, bayi harus dikeringkan
seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, sesegera mungkin setelah bayi
dilahirkan. Lebih baik menggunakan handuk hangat untuk mencegah
hilangnya panas melalui konduktif.

4) Radiasi

Radiasi adalah kehilangan panas melalui benda padat dekat bayi


yang tidak berkontak secara langsung dengan kulit bayi. Panas dapat
hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat, misalnya jendela
pada musim dingin. Karena itu, bayi harus diselimuti, termasuk
kepalanya, idealnya dengan handuk hangat. Jika resusitasi aktif
diperlukan, bayi sedapat mungkin diselimuti, karena byi yang
mengalami asfiksia tidak dapat menghasilkan panas utuk dirinya sendiri
dan karenanya akan kehilangan panas lebih cepat.

26
2. Resusitasi neonatus

Resusitasi neonatus tidak rutin dilakukan pada semua bayi baru lahir.
Pada bayi sehat dengan napas spontan, tonus baik dan ketuban jernih, tidak
dilakukan resusitasi, tetapi tetap harus dilakukan perawatan rutin. Bila bayi
gagal bernapas spontan, hipotonus atau ketuban atau ketuban keruh bercampur
mikonium, maka harus dilakukan langkah-langkah resusitasi. Semua peralatan
harus disediakan dan dicek sebelum persalinan. Handuk hangat harus sudah
disiapkan dan infant radiant warmer dinyalakan agar dapat langsung
digunakan bila diperlukan.

Penghisapan lendir dari mulut dan hidung bayi, serta stimulasi bayi
dengan mengusap telapak kaki atau punggung bayi tidak perlu dilakukan bila bayi
dapat bernapas spontant dengan adekuat atau menangis.

3. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)


Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan,
mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan
inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang baik untuk bayi dan mencegah
infeksi nasokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena
pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan insiden
ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih
tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan demikian,
berat badan bayi cepat meningkat dan lebih cepat ke luar rumah sakit. Bagi
ibu, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin,
dan secara psikologis dapat menguatkan iktan batin antara ibu dan bayi.
Dengan IMD ini bayi dapat langsung menyusu dan mendapat kolostrum
yang kadarnya maksimal pada 12 jam pasca persalinan.

4. Pengikatan dan Pemotongan Tali Pusat


Pengikatan dan pemotongan tali pusat segera setelah persalinan
banyak dilakukan secara luas diseluruh dunia, tetapi penelitian

27
menunjukkan hal ini tidak bermanfaat bagi ibu ataupun bayi, bahkan dapat
berbahay bagi bayi. Penundann pengikatan tali pusat memberikan
kesempatan bagi terjadinya transfusi fetomaternal sebanyak 20-50% ( rata-
rata 21% ) volume darah bayi. Variasi jumlah darah transfusi fetomaternal
ini tergantung dri lamanya penundaan pengikatan tali pusat dan posisi bayi
dari ibuny (apakah bayi diletakkan lebih tinggi atau lebih rendah dari ibu).
Transfusi berlangsung paling cepat dalam menit pertama, yaitu 75 % dari
jumlah transfusi, dan umumnya selesai dalam 3 menit. Penelitian pada
bayi dengan penundaan pengikatan tali pusat sampai pulasasi tali pusat
berhenti, dan diletakkan pada perut ibunya menunjukkan bayi bayi
tersebut memiliki 32 % volume darah lebih banyak dibandingkan dengan
bayi dengan pengikatan dini tali pusat.

5. Perwatan Tali Pusat


Perwatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam
minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada
neonatus. Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik dapat
berkolonisasi dengan organisme patogen, kemudian menyebar dan
menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi. Yang terpenting
dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan
bersih.

6. Pelabelan
Pelabelan nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada
pergelangan tangan atau kaki sejak diruang bersalin.

7. Profilaksis Mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada
bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti gonore
dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2 minggu
pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotik profilaksis pada mata
terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis yang sering

28
digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1 % ( tidak dianjurkan karena
menyebabkan efek samping iritasi), salep mata eritromisin, dan salep mata
tetrasiklin.

8. Pemberian Vitamin K
Pemberian vitamin K1 baik secara intramuskular maupun oral
terbukti menurunkan insiden kejadian PDVK (pendarahan akibat difisiensi
vitamin K).

9. Pengukuran Berat dan Panjang Bayi


Bayi yang bau lahir harus ditimbang berat lahirnya. Dua hal yang
sering ingin diketahui orang tua tentang bayinya yang baru lahir adalah
jenis kelamin dan beratnya. Pengukuran panjang lahir tidak rutin
dilakukan karena tidak banyak berwarna.

10. Memandikan Bayi


Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi
masih banyak kebiasaan orang salah dalam memandikan bayi, seperti
memandikan bayi segera setelah dapat mengakbatkan hipotermia. Pada
beberapa kondisi seperti bayi kurang sehat, bayi belum lepas dari tali pusat
atau dalam perjalanan, tidak perlu dipaksakan untik mandi berendam. Bayi
cukup diseka dengan sabun dan air hangat untuk memastikan bayi tetap
segar dan bersih.
Saat mandi bayi berada dalam keadaan telanjang dan bash sehingga
mudah kehilangan panas. Kerana itu, harus dilakukan upaya untuk
mengurangi terjadinya kehilangan panas. Suhu ruang saat memandikan
bayi harus hangat (> 25ᴼ C) dan suhu air yang optimal adalah 40ᴼ C untuk
bayi kurang dari 2 bulan dan dapat berangsur turun sampai 30ᴼ C untuk
bayi diatas 2 bulan.

29
2.6 DETEKSI PENYULIT PERSALINAN

Prinsip deteksi dini penyulit persalinan yaitu melakukan skrining secara


teratur dan ketat terhadap adanya kelainan, komplikasi, dan penyakit selama
kehamilan, serta mencegah atau mengurangi resiko terjadinya kelainan,
komplikasi, dan penyakit dalam persalinan dan nifas.

Kategori penyulit persalinan Kala I sampai dengan Kala IV adalah sebagai


berikut:

1. Distosia
 Bahu anterior tidak dapat keluar.
2. Atonia uteri
 Perdarahan hebat karena rahim gagal kontraksi setelah keluar bayi.
3. Retensio plasenta
 Plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir.
4. Robekan jalan lahir
 Robekan yang terjadi pada perinium, serviks, atau terjadi rupture
uteri.
5. Perdarahan kala IV primer
 Perdarahan hebat dengan jumlah lebih dari 500-600mL selama 24
jam setelah melahirkan.
6. Emboli air ketuban
 Masuknya cairan ketuban beserta komponen lain ke dalam
sirkulasi darah ibu.
7. Inversio uteri
 Kondisi dimana sebagian rahim atau seluruhnya ikut keluar saat
plasenta lahir.
8. Syok obstetrik
 Gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan, sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan, dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolism. Terjadi karena emboli,
komplikasi anastesi, dan kombinasi.

30
A. Masalah dan penyulit pada Kala I - Kala IV persalinan
Tabel 2.2. Masalah dan penyulit pada Kala I - Kala IV persalinan

No Temuan - Temuan Anamnesis Dan/Atau Pemeriksaan


1. Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah (bloody show)
2. <37 minggu (persalinan kurang bulan)
3. Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental.
4. Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda - tanda
gawat janin.
5. Ketuban telah pecah (>24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang
bulan (usia kehamilan <37 minggu)
6. Tanda - tanda atau gejala - gejala infeksi
 Temperatur tinggi > 38 o C
 Menggigil
 Nyeri abdomen
 Cairan ketuban yang berbau
7. Tekanan darah >160 / 100 mmHg dan atau terdapat protein dalam urine
8. Tinggi fundus 40 cm atau lebih
9. DJJ <100 x / menit atau >180 x / menit pada 2 kali penilaian dalam jarak 5
menit
10. Primipara pada persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5 / 5
11. Presentasi bukan belakangan kepala (sungsang, letak lintang, dll)
12. Presentasi ganda atau majemuk (adanya bagian janin, seperti lengan atau
tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
13. Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
14. Tanda dan gejala syok:
 Nadi cepat, lemah (>110 x / menit)
 Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
 Pucat
 Berkeringat atau kulit lembab, dingin.
 Napas cepat (>30 x / menit)
 Cemas, bingung, atau tidak sadar.

31
 Produksi urine sedikit )<30 ml/ jam)
15. Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang:
 Pembukaan serviks <4 cm setelah 8 jam
 Kontraksi teratur (>2 dalam 10 menit)
16. Tanda dan gejala inpartu:
 <2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung <20 detik
 Tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 sampai 2 jam.
17. Tanda dan gejala partus lama:
 Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada
 Pembukaan serviks < 1 cm / jam
 < 2 kontraksi dalam waktu 10 menit, masing - masing berlangsung <
40 detik.

Fadlun, Feryanto. 2011. Asuhan kebidanan patologis

B. Masalah dan Penyulit pada kala II persalinan


Temuan-temuan anamnesis dan/atau pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Dalam 2 jam ibu dipimpin meneran bayi tidak lahir/tidak ada kemajuan
penurunan kepala (Kemungkinan disproporsi kepala-panggul)
2. Antisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu
 Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar
 Kepala bayi keluar kemudian tertarik lagi kedalam vagina (kepala kura-
kura)
 Bahu bayi tidak lahir
3. Tanda dan gejala syok
 Nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit)
 Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
 Pucat
4. Tanda atau gejala dehidrasi
 Perbahan nadi (100x/menit atau lebih)
 Urin pekat
 Produksi urin sedikit(<30 cc/jam)
5. Tanda atau gejala infeksi

32
 Nadi cepat (110x /menit atau lebih)
 Suhu >38OC
 Mengigil
 Air ketuban atau cairan vagina yang yang baru
6. Tanda atau gejala preeklamsia ringan.
 Tekanan darah diastolic 90-110 mmHg
 Proteinuria 2+
 Tanda atau gejala preeklamsia berat.
 Tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih
 Tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih dengan kejang
 Nyeri kepala
 Gangguan penglihatan
 Kejang (eklamsia)
7. Tanda atau gejala inersia uteri
 Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang
dari 40 detik
8. Tanda gawat janin
 DJJ <120 atau > 160x/menit mulai waspada tanda awal gawat janin.
 DJJ <100 atau > 180x/menit (kriteria untuk di rumah sakit)
9. Cairan ketuban mengandung meconium
10. Tali pusar menumbung (Teraba atau terlihat saat periksa dalam), lilitan tali
pusat
11. Kehamilan kembar tidak terdeteksi
12. Kelainan presentasi dan posisi
 Presentasi muka: kepala dalam keadaan dfleksi maksimal sehingga
oksiput tertekan ke punggung dan muka bagian terendah menghadap ke
bawah.

33
Kelainan Presentasi Muka
( Gambar 2.9 Kebidanan Patologis, Fadlun)

13. Persalinan letak sungsang


 Sungsang letak bokong murni: kedua kaki ke atas
 Sungsang bokong kaki sempurna: teraba kedua kaki dan bokong
 Sungsang bokong kaki tidak sempurna: teraba hanya satu kaki dan
bokong
 Sungsang letak kaki: teraba salah satu atau kedua kaki tanpa teraba
bokong.

Letak Bayi Sungsang


(Gambar 2.10 Kebidanan Patologis, Fadlun)

34
2.7 Partograf

1. Partograf
a. Pengertian
Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut:

1) Partograf adalah alat bantu untuk memantau


kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik (JNPK-KR,
2007).
2) Partograf adalah alat bantu yang digunakan
selama persalinan (Sarwono,2011).
3) Partograf atau partogram adalah metode grafik
untuk merekam kejadian-kejadian pada
perjalanan persalinan (Farrer, 2001).

b. Tujuan
Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:

1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan


persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan
secara normal. Dengan demikian dapat pula
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan
kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan
proses persalinan, bahan dan medikamentosa
yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,
membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam

35
medik ibu bersalin dan bayi baru lahir ( JNPK-
KR, 2008).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf
akan membantu penolong persalinan untuk :

1) Mencatat kemajuan persalinan


2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi
dini penyulit persalinan
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat
keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu (JNPK-KR, 2008).

c. Penggunaan partograf
Partograf harus digunakan:
1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan
dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan.
Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik
normal maupun patologis. Partograf sangat membantu
penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi
dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit
2) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat
(rumah, Puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit,
dll)
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang
memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses
kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter
Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran)
(Sarwono, 2011).

36
d. Pengisian partograf
1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama
fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan
harus dicatat. Hal ini dapat dilakukan secara terpisah,
baik di catatan kemajuan persalinan maupun di Kartu
Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu
harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama
fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi juga
harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus
dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :

a) Denyut jantung janin : setiap 30 menit


b) Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30
menit
c) Nadi : setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
f) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam
h) Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan (JNPK-
KR,2008).
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan

Halaman depan partograf mencantumkan bahwa


observasi yang dimulai pada fase aktif persalinan; dan
menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil –
hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
meliputi:

a) Informasi tentang ibu :


(1) Nama, umur
(2) Gravida, para, abortus (keguguran)
(3) Nomor catatan medik nomor Puskesmas

37
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah :
tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat
ibu)
b) Waktu pecahnya selaput ketuban
c) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
(2) Warna dan adanya air ketuban)
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
d) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
e) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
f) Kontraksi uterus :
(1)frekuensi dan lamanya
g) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
h) Kondisi ibu :
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
i) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya
(dicatat dalam kolom tersedia di sisi partograf atau di
catatan kemajuan persalinan) (Sarwono, 2011).

e. Mencatat temuan pada partograf


Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah :

1) Informasi Tentang Ibu


Lengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti
pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu

38
kedatangan ( tertulis sebagai : „jam atau pukul‟ pada
partograf ) dan perhatikan kemungkinan ibu datang
pada fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk
pencatatan denyut jantung janin ( DJJ ), air ketuban dan
penyusupan (kepala janin)

a) Denyut jantung janin


Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering
jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di
bagian atas partograf menunjukan DJJ. Catat DJJ
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka yang menunjukan DJJ. Kemudian
hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan
garis tegas bersambung. Kisaran normal DJJ
terpapar pada patograf diantara 180 dan akan tetapi
penolong harus waspada bila DJJ di bawah atau di
atas 160.

b) Warna dan adanya air ketuban


Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam dan nilai warna air ketuban jika
selaput ketuban pecah. Catat semua temuan-temuan
dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini :
U : Selaput ketuban masih utuh dan jernih
J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
jernih
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah

39
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban
tidak mengalir lagi ( kering )

c) Penyusupan (Molase) tulang kepala janin

Penyusupan adalah indikator penting


tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupannya
atau tumpang tindih antara tulang kepala semakin
menunjukan risiko disporposi kepala panggul
( Cephalo Pelvic Distortion-CPD ). Ketidak
mampuan untuk berakomodasi atau disporposi
ditunjukan melalui derajat penyusupan atau
tumpang tindih ( molase ) yang berat sehingga
tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk
dipisahkan. Apabila ada dugaan disporposi kepala
panggul maka penting untuk tetap memantau
kondisi janin serta kemajuan persalinan.

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam,


nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada dikotak yang sesuai di
bawah lajur air ketuban.

Gunakan lambang-lambang berikut ini :


0 : Tulang-tulang kepala janin terpish, sutura
dengan mudah dapat dipalpasi
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang
tindih tetapi masih dapat dipisahkan

40
f. Kemajuan persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk


pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di
kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai
setiap angka sesuai dengan besarnya dilatasi serviks dalam
satuan sentimeter dan menempati lajur dan kotak tersendiri.
Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang
lain menunjukan penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm.
Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian
terbawah janin tercantum angka 1-5 yang sesaui dengan
metode perlimaan. Setiap kotak segi empat atau kubus
menunjukan waktu 30 menit untuk pencatatan waktu
pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan frekwensi nadi ibu.

1) Pembukaan servik

Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada


partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan.Tanda
„X‟ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan
lajur besarnya pembukaan serviks.

Perhatikan :

a) Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks


yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase
aktif persalinan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dalam
b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam
harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang
sesuai dengan bukaan serviks ( hasil periksa dalam ) dan
cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada

41
c) Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh (tidak terputus) (JNPK-KR,2008).

2) Penurunan bagian terbawah janin

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam


(setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada tanda-tanda
penyulit. nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau
presentasi ianin. Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya
bagian terbawah atau presentasi janin. Namun
kadangkala, turunnya bagian terbawah/presentasi janin
baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.
Penurunan kepala janin diukur secara palpasi bimanual.
Penurunan kepala janin diukur seberapa jauh dari tepi
simfisis pubis. Dibagi menjadi 5 kategori dengan
simbol 5/5 sampai 0/5. Simbol 5/5 menyatakan bahwa
bagian kepala janin belum memasuki tepi atas simfisis
pubis; sedangkan simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian
kepala ianin sudah tidak dapat lagi dipaipasi di atas
simfisis pubis'. Kata-kata "Turunnya Kepala“ dan garis
terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka
pembukaan serviks. Berikan tanda (0) pada garis waktu
yang sesuai. Sebagai contoh jika kepala bisa dipalpasi
4/5 tuliskan tanda (0) di nomor 4. Hubungkan tanda (0)
dari setiap pemeriksaan dengan garis
terputus(Sarwnono,2011).

3) Garis waspada dan garis bertindak

Garis Waspada dan Garis Bertindak Garis


waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap
diharapkan terjadi jika laju pembukaan ! cm per jam.

42
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di
garis waspada. jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1
cm per jam), maka harus dipertimbangkan pula adanya
tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya:
amnioromi, infus oksitosin atau persiapan-persiapan
rujukan (ke rumah sakit atau puskesmas) yang mampu
menangani penyulit kegawatdaruratan obsretrik. Garis
bertindak tertera sejajar dengan garis wasPada,
dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika
pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis
bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan
persalinan harus dilakukan (Sarwono,2011)

g. Jam dan waktu


 Waktu mulainya Fase Aktif Persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks
dan penurunan) tertera kocak-konk diberi angka 1-
16. Setiap kOtak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan.
 Waktu Aktual Saat Pemeriksaan Dilakukan
Di bawah lajur kocak untuk waktu mulainya fase
aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu
aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kocak
menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan
dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur korak
di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat
ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian
catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di katak
waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika
pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami
pembukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda

43
"X" di garis waspada yang sesuai dengan angka 6
yang tertera di sisi luar koiom paling kiri dan catat
waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya
(kotak ketiga dari kiri). (Sarwono, 2011)

h. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak
dengan tulisan “ kontraksi per 10 menit “ di sebelah luar
kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi.
Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10
menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan
jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit
dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan
disesuaikan dengan angka yang mencerminkan temuan dari
hasil pemeriksaan kontraksi. Sebagai contoh jika ibu
mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit,
maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi (JNPK-
KR,2008).

44
(Gambar 2.11 Pembagian atau pencatatan selama fase
aktif persalinan)

i. Obat-obatan dan cairan yang diberikan


1) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 b menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan
dalam tetes per menit.

2) Obat-obatan lain dan cairan I.V


Catat semua pemberian obat-obatan tambahan
dan/atau cairan I.V dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya (Sarwono,2011).

j. Kesehatan dan Kenyamanan Ibu

Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan


kesehatan dan kenyamanan ibu.

 Nadi, Tekanan Darah dan Temperatur Tubuh

Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan


nadi dan tekanan darah ibu.

 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit


selama fase aktif persalinan. (lebih sering

45
jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda
titik pada kolom waktu yang sesuai (0);
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4
jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika dianggap adanya penyulit). Beri
tanda panah pada partograf pada kolom
waktu yang sesuai: I
 Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih
sering jika meningkat atau dianggap adanya
infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh dalam kotak yang sesuai.
 . Volume Urin, Protein, atau Aseton

Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2


jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan saat ibu
berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton mu protein
dalam urin. (Sarwono,2011)

k. Halaman belakang partograf

Halaman belakang partograf merupakan bagian


untuk mencatat hal- hal yang terjadi selama proses
persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala I hingga IV ( termasuk bayi
baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai
catatan persalinan. Nilau dan catatkan asuhan yang telah
diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama
persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong
persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat
keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV
( mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain
itu, catatan persalinan ( yang sudah diisi dengan lengkap

46
dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai memantau
sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan
yang bersih dan aman (JNPK-KR,2008).

m. Gambar partograf

47
Gambar 2.12
(Sarwono Prawirohardjo,2011)

48
Gambar 2.13
BAB Prawirohardjo,2011)
(Sarwono 3

49
FINAL CONCEPT MAP

BAB 4

50
PEMBAHASAN

Seorang perempuan usia 26 tahun. Kemungkinan telah memasuki


trimester 2 usia kehamilan. Dalam kasus pasien tersebut tergolong normal, karena
tidak ada tanda-tanda terjadinya kelainan pada saat kehamilan, diketahui pasien
Hodge satu, dan sudah memasuki kala 2 karena diketahui sudah pembukaan 5cm.

Adapun ciri pasien telah memasuki trimester 2 ialah, terjadinya HIS 2 kali
dalam 10 menit, pada pemeriksaan leopold didapatkan kepala Hodge 1,memasuki
kala 2, His terjadi di karenakan kontraksi otot abdomen Ibu serta pergerakan bayi.

Dalam mendiagnosis kita harus mengenali tanda dan gejala dengan teliti
untuk mengenali dengan baik umur kehamilan serta ada tidaknya kelainan pada
kehamilan, sehingga kita dapat mengantisipasi terjadinya resiko kelainan serta
resiko penyakit yang dapat terjadi,dan kita juga bisa menentukan tatalaksana yang
akan kita berikan kepada sang ibu

Adapun tatalaksana pada kasus ini ialah dengan cara operatif dan non-
operatif. mngetahui keadaan kala berapa pasien tersebut guna menentukan
tatalaksana yang tepat serta untuk menentukan diperlukannya rujukan atau tidak,
mmeminimalisir resiko terjadinya penyulitan persalinan. Dan juga memberi
dukungan psikologi pasien dengan senantiasa mengajaknya bersyukur serta
berdoa kepada Allah SWT. Bahwa dialah yang kuasa atas segala sesuatu,
ketenangan jiwa pasien dapat membantu penanganan pada pasien karenan
“mensana in corpore sano” didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat
pula.

51
BAB 5

PENUTUP

Berdasarkan kasus ini Ny. X berusia 26 tahun datang ke UGD hamil aterm
trimester 3 siap untuk dilakukan proses persalinan dengan tanda-tanda vital dan
fisik dalam batas normal. Pada kasus ini ibu masih dalam pembukaan 5cm
Gravida 1 dan his 2 kali/10 menit selama 15 detik yang berarti Ny. X masih harus
menunggu pembukaan maksimal untuk dilakukan proses persalinan normal

DAFTAR PUSTAKA

52
 Ilmu– Ed. 4, Cet.4 – Jakarta: PT Bina Pustaka Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo
 OBSTETRI FISIOLOGI Fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung.
 Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009. PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
 Cunningham et. al. William Obstetrics 23rd Edition
 Saifuddin, AB, Adriaanz, G, Wiknjosastro, GH, Waspodo, D, 2006,
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI-
IDAI-PERINASIA-IBI-Depkes RI-ADB-WHO-JHPIEGO, Edisi
1 Cetakan 4, Jakarta.
 Saifuddin, AB, Affandi, B, Lu, ER, 2008, Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (JNPKKR)- BKKBN-Depkes RI-JHPIEGO/STARH
Program, Edisi 1 Cetakan 3, Jakarta.
 Saifuddin, AB, Danakusuma, M, Widjajakusumah, MD, Bramantyo,
L, Wishnuwardhani, SD, 2007, Modul Safe Motherhood dalam
Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia, Konsorsium Ilmu
Kesehatan Depdiknas-Depkes- WHO, Jakarta.
 Wiknjosastro, GH, Madjid, OH, Adriaanz, G, dkk, 2007, Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal : Asuhan Esensial Persalinan, Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPKKR)-
POGI-USAID Indonesia-Health Service Program (HSP), Edisi 3,
Jakarta.
 Fadlun, Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
 Nora, Hilwah. 2012. “Manajemen Aktif Persalinan Kala Tiga” dalam
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA, Volume 12, No. 3,
Desember, Hlm. 165-171
 Formatpartograf diakses https://id.scribd.com/doc/119578798/Format-
Partograf tanggal 8 September 2018 pukul 17.18

53
 Partografdiakses
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/156/jtptunimus-gdl-
ratnawatig-7761-3-babii.pdf tanggal 8 septemberr 2018 pukul
16.39
 JNPKKR-POGI. (2000). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

54

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 4 Kondilomanata
    BAB 4 Kondilomanata
    Dokumen2 halaman
    BAB 4 Kondilomanata
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv MH
    Bab Iv MH
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv MH
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • DD Depresi
    DD Depresi
    Dokumen1 halaman
    DD Depresi
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • DD KK
    DD KK
    Dokumen4 halaman
    DD KK
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • Aksis Iii-V
    Aksis Iii-V
    Dokumen4 halaman
    Aksis Iii-V
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen25 halaman
    Chapter II
    Sastra Mumet
    Belum ada peringkat
  • Aksis Iii-V
    Aksis Iii-V
    Dokumen4 halaman
    Aksis Iii-V
    lady gaga
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen25 halaman
    Chapter II
    Sastra Mumet
    Belum ada peringkat