PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO
Seorang perempuan usia 26 tahun datang ke UGD diantar suami dengan
gravida 1, para 0, abortus 0, hamil aterm. Enam jam sebelumnya merasakan
His 2 kali dalam 10 menit selama 15 detik. Dari pemeriksaan denyut jantung
didapatkan 135 /menit. Dari pemeriksaan leopold didapatkan difundus uteri
teraba bagian besar dan lunak, teraba bagian kecil dikiri umbilicus ibu dan
bagian suprasimpisis terab bagian yang keras dan bulat, kepala hodge 1, dari
vaginal toucher didapatkan pembukaan 5 cm, penipisan 50%, ketuban positif,
ubun-ubun kecil arah pukul 02.00, ukuran panggul dalam. Pasien telah
melakukan pemeriksaan laborat untuk ibu hamil di puskesmas pada kehamilan
6 bulan.
More info:
Berat badan 55 kg, Tinggi badan 158 cm, Hb 11, Tekanan darah 110 mmHg,
TTGO 50/100, Trombosit 250.000
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2
ischiadica minor.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. 2009.)
Tulang kemaluan (Os pubis)
Tulang yang membatasi sebuah lubang dalam tulang panggul
dinamakan Foramen obturatorium. Bagian atas yang menonjol pada os
pubis dinamakan. Ramus superior, cekungannya dinamakan Linea
inominata. Pertemuan kedua ramus superior dinamakan tepi atas simfisis.
Pada bagian bawahnya dinamakan Ramus inferior, pertemuan antara ramus
inferior membentuk tepi bawah simfisis. Pada ramus inferior membentuk
sudut yang disebut Arcus pubis yang sudutnya tidak boleh kurang dari 90
derajat.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)
3
Berbentuk segitiga dan terdiri atas 3-5 ruas bersatu. Pada
persalinan ujung tulang tungging dapat ditolak sedikit ke belakang, hingga
ukuran pintu bawah panggul bertambah besar. Coccygis bersifat lentur,
kelenturannya mempengaruhi lebar dari ukuran panggul dalam. (Pearce,
Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.)
2.1.2 Jaringan Lunak Panggul
Bagian lunak panggul terdiri dari otot-otot dan ligamenta yang
meliputi dinding panggul sebelah dalam dan yang menutupi panggul
sebelah bawah, yang menutupi panggul dari bawah membentuk dasar
panggul dan disebut Diafragma pelvis.( Pearce, Evelyn C. Anatomi dan
Fisiologi Untuk Paramedis. 2009.) Diafragma pelvis dari dalam ke luar
terdiri atas :
4
Klasifikasi menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi
menjadi 4 yaitu:
a. Panggul Gynecoid
b. Panggul Android
c. Panggul anthropoid
d. Panggul Platypeloid
5
Gambar 2.1 Bentuk panggul (Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
2.1.4 Sumbu Panggul
Pintu atas panggul adalah batas atas dari panggul kecil. Bentuknya bulatan
oval dengan panjang kesamping dan dibatasi oleh :
o Promontorium
o Sayap sacrum
o Linea terminalis
o Ramus superior
o Pinggir atas symphysis
6
hidup conjugata vera tak dapat diukur dengan langsung, tapi dapat
diperhitungkan dari conjugata diagonalis (dari promontorium ke
pinggir bawah symphysis)
7
1. Ukuran muka belakang
Dari pinggir bawah symphysis ke ujung sacrum (11,5 cm)
2. Ukuran melintang
Ukuran antara tuber ischiadicum kiri dan kanan sebelah dalam
(10,5cm)
3. Diameter sagitalis posterior
Dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran melintang (7,5cm)
8
2.2 Fisiologi Persalinan
2.2.1 Fisiologi Persalinan Normal
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktiviti otot polos miometrium
yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos
uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi
dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan,
serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum. Mekanisme regulasi
yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan, dan
kelahiran, sampai saat ini masih belum jelas.Proses fisiologi kehamilan pada
manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan belum diketahui
secara pasti. Sampai sekrang, pendapat umum diterima bahwa keberhasilan
kehamilan pada semua spesies mamalia bergantung pada aktivitas progesteron
untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir
kehamilan.Asumsi ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar
kehamilan mamalia non primata yang diteliti, perlucutan progesteron
( progesterone breakthrough)baik yang terjadi secara alami, terinduksi secara
bedah, atau farmakologis ternyata dapat mendahului inisiasi partus. Pada banyak
spesies ini, penurunan kadar progesteron di dalam plasma ibu yang kadang-
kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati 95 persen
kehamilan. Di samping itu, percobaan dengan pemberian progesterone pada
spesies-spesies ini pada akhir masa kehamilan dapat memperlambat awitan
persalinan. Namun pada kehamilan primata (termasuk manusia), perlucutan
progesteron ternyata tidak mendahului awitan partus. Kadar progestron di dalam
plasma perempuan hamil justeru meningkat sepanjang kehamilan, dan baru
menurun setelah kelahiran pasenta,jaringan yang merupakan lokasi sintesis
progesteron pada kehamilan manusia.
9
lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan
istilah “in labour” (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini.
Kontraksi miometriumpada persalinan terasa nyeri sehingga istilah nyeri
persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini.
10
otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks berkontraksi secara
bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka daya dorong persalinan akan
jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmena
atsa yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda
bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas
berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai respons
terhadapdaya dorong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan
serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga
janin dapat menonjol keluar.Miometrium pada segmen atas uterus tidak
berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi
relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama
seperti sebelum kontaksi. Bagian atas uterus,atau segmen aktif berkontaksi ke
bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tekanan miometrium tetap
konatan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur,dengan
mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janindan
mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai
konsekuensi retraksi, setiap kontaksi berikutnya mulai di tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus
menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan
serat otot yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif
menjadi semakin menebal disepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan
menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin.Fenomena retraksi segmen atas
uterus bergantung pada berkurangnya volume isiuterus terutama pada awal
persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah kantong tertutup
dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan
semakin banyak isis intra uterin mengisi segmen bawah, dan segmen atas hanya
beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks.Relaksasi
segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi lebih merupakan
lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap
kontaksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya
tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun
11
tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih
menunjukkan tonus,masih menahan regangan, dan masih berkontraksi sedikit
pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangn berturut-turut
segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa
milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen
bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara
keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang
disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus
terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol sehingga
membentuk cincin retraksi patologik. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga
disebut sebagai cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang
semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran
bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.
12
kepanggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya
diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10 cm: tekanan yang diberikan
dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan
memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen
bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian
ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin.Efek ini merupakan faktor yang penting
untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.
13
Tabel 2.1
(Sarwono Prawirohardjo,2011)
14
(Gambar 2.4 Sarwono Prawirohardjo,2011)
2.2.8 Dilatasi Serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi
kontraksi struktur-struktur ini mengalami peregangan yang dalam prosesnya
serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan
tekanan pada selaput ketuban,tekanan hidrostatik kantong amnion akan
melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama
efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks
selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap
serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini
menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala.
15
2. Jalan lahir
3. Janinnya sendiri
His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala bila his sudah cukup kuat,
kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.Masuknya kepala
melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila arah
sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat
pulakepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin
miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele
ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas
pnggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman; keadaan adalah
sebaliknya dari asinklitismus anterior.
16
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih
membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi semakin lebar dan
tipis,anus membuka dinding rectum. Dengan kekuatan his bersama dengan
kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya
dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar.
Putaran paksi luar ini adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi
dalam terjadi,untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
dalam posisi depan belakang. Demikian pula dilahirkan trochanter depan terlebih
dahulu, baru kemudian trochanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.
17
Gambar 2.6(Sarwono Prawirohardjo,2011)
Gerakan kepala janin pada defleksi dan putaran paksi luar. Bila mekanisme partus
yang fisiologis ini difahami dengan sungguh-sungguh, makapada hal-hal yang
menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin,
sehingga tindakan-tindakan operasi tidak perlu dikerjakan.
18
dengan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini
dapat dimulai dari:
Syarat fertilisasi yaitu adanya ovum yang matang dan siap dibuahi oleh
sperma. Proses fertilisasi dapat dibagi menjadi empat aktivitas utama :
19
dapat terikat. Lagi pula protein ini setelah berikatan dengan sperma menyebabkan
terjadinya reaksi akrosoma pada sperma, sehingga sperma dapat
mengkonsentrasikan enzim proteolitiknya (akrosin) secara langsung pada tempat
dimana sperma terikat. Pada tempat dimana sperma melekat pada telur, sitoplasma
telur akan membentuk tonjolan fertilisasi (fertilization cone) . Membran plasma
telur kemudian fusi dengan membran sperma, sambil tonjolan menyusut, kepala
sperma masuk ke dalam telur. Setelah kepala sperma masuk ke dalam telur,
membran intinya berdisintigrasi. Bahan inti berinteraksi dengan sitoplasma telur,
dan kromatin mulai merenggang. Menjelang berakhirnya perenggangan kromatin
membran inti mulai dibentuk. Bentuk ini sekarang disebut pronukleus jantan. Dari
bagian
sperma lainnya hanya sentriol yang dipertahankan dan akan menjadi aster
yang berperan penting dalam mendekatkan pronukleus jantan dan betina. Setelah
inti telur menjadi haploid dan disebut pronukleus betina, dengan bantuan aster
sperma akan bergerak ke bagian tengah telur dan mendekati pronukleus jantan.
Setelah kedua pronukleus bertemu, kedua membran pronukleus melebur dan
menyatukan kedua kromosom paternal dan matenal di dalam satu membran.
Proses ini disebut peleburan pronukleus. Segera setelah peleburan, DNA
kromosom bereplikasi sebagai persiapan untuk pembelahan pertama (dari zigot).
Dengan tersusunnya kromosom pada keping metafase sebagai persiapan
pembelahan pertama maka proses fertilisasi telah berakhir dan zigot siap untuk
memasuki tahap perkembangannya.
20
(Gambar 2.8 buku ajar fisiologi manusia sherwood,lauralee)
21
8. Saraf. malaise,emosi tidak terkontrol, mengidam.
9. Perubahan pada mammae. Lebih besar,hyperpigmentasi.
10. Panggul. Otot panggul lebih lunak,sendi panggul lebih lemas,ligamen
merenggang serta lebih elastis.
11. Perubahan alat kelamin
Rahim membesar
Endometrium menjadi lebih tebal
Tuba menjadi lebih panjang
Vagina kebiruan serta sel-sel dan jaringan vagina dapat menjadi
lebih luas
Vulva,hipertrophy dan hyperpigmentasi yang menyebabkan
terbentuknya varises.
22
Dari pembukaan lebih dari 3 cm hingga mencapai pembukaan lengkap
atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara
atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm per jam (multipara).
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
PEMANTAUAN
1. Kemajuan persalinan :
Kontraksi uterus atau his (frekuensi, kekuatan dan durasi).
Kekuatan hejan ibu
2. Kondisi ibu :
Periksa tensi dan nadi setiap 30 menit.
Status hidrasi.
23
Perubahan sikap/ perilaku ibu.
3. Kondisi janin :
Periksa DJJ tiap 5 menit (lebih sering dengan makin dekatnya
kelahiran).
Penurunan presentasi dan perubahan posisi.
Warna cairan tertentu.
Tujuan
1. Menghasilkan kontraksi uterus yang efektif.
2. Mengurangi pendarahan.
3. memperpendek waktu dalam kala tiga.
Langkah utama
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir
Memeriksa uterus ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain.
Memberitahu ibu bahwa dokter akan menyuntikan oksitosin.
Suntikan oksitosin 10 unit intramuskular pada 1/3 paha bagian
luar untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik.
2. Penegangan tali pusat terkendali
Tempatkan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva.
Letakkan tangan yang lain diatas abdomen untuk meraba
kontraksi uterus.
Setelah terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
dan menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-
kranial) hingga tali pusat semakin menjulur dan korpus uteri
bergerak ke atas yang menandakan plasenta lepas.
Anjurkan ibu untuk mengejan agar plasenta terdorong keluar
Setelah plasenta keluar, angkat tali pusat ke atas dan menopang
dengan tangan yang lain kemudain memutar plasenta searah
jarum jam hingga selaput ketuban terpilin.
Memeriksa kelengkapan plasenta (bagian maeternal dan bagian
fetal plasenta) dan selaput ketuban, kemudian diletakkan pada
kantong plastik atau tempat khusus.
24
3. Masase fundus uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan pijatan/masase pada
fundus uteri dengan cara mengusap fundus uteri secara sirkuler
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
Lakukan eksplorasi jalan lahir, jika terdapat laserasi atau
episiotomy pada vagina dan perineum maka lakukan
penjahitan/perineoraphy.
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam
pertama setelah melahirkan, perlu dilakukan pemantauan dalam waktu tersebut
dikamar bersalin sebelum dipindahkan ke kamar rawat inap untuk mengetahui
komplikasi dini pasca persalinan terutama perdarahan postpartum. Pemantauan
kala IV :
1. Ganti baju ibu dengan baju bersih dan kering. Pasang pispot datar dan
lebar pada bagian bokong untuk memantau darah yang keluar.
2. Tutup perut bawah dan tungkai dengan selimut.
3. Pantau tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus, status kandung kemih
dan perdarahan tiap 15 menit hingga 2 jam pasca kala III. Lakukan
estimasi jumlah perdarahan.
4. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus tetap baik tiap 15 menit
selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.
5. Beri obat-obatan yang diperlukan dan minum secukupnya.
6. Bila setelah 2 jam kondisi ibu stabil dan tidak ada komplikasi, pasangkan
pembalut dan celana dalam. Pakaikan kain dan selimuti ibu. Pindahkan ibu
ke ruang perawatan dan lakukan rawat gabung dengan bayinya sesegera
mungkin.
25
2.5 MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR
1. pengaturan suhu
1) Konduksi
2) Konveksi
3) Evaporasi
4) Radiasi
26
2. Resusitasi neonatus
Resusitasi neonatus tidak rutin dilakukan pada semua bayi baru lahir.
Pada bayi sehat dengan napas spontan, tonus baik dan ketuban jernih, tidak
dilakukan resusitasi, tetapi tetap harus dilakukan perawatan rutin. Bila bayi
gagal bernapas spontan, hipotonus atau ketuban atau ketuban keruh bercampur
mikonium, maka harus dilakukan langkah-langkah resusitasi. Semua peralatan
harus disediakan dan dicek sebelum persalinan. Handuk hangat harus sudah
disiapkan dan infant radiant warmer dinyalakan agar dapat langsung
digunakan bila diperlukan.
Penghisapan lendir dari mulut dan hidung bayi, serta stimulasi bayi
dengan mengusap telapak kaki atau punggung bayi tidak perlu dilakukan bila bayi
dapat bernapas spontant dengan adekuat atau menangis.
27
menunjukkan hal ini tidak bermanfaat bagi ibu ataupun bayi, bahkan dapat
berbahay bagi bayi. Penundann pengikatan tali pusat memberikan
kesempatan bagi terjadinya transfusi fetomaternal sebanyak 20-50% ( rata-
rata 21% ) volume darah bayi. Variasi jumlah darah transfusi fetomaternal
ini tergantung dri lamanya penundaan pengikatan tali pusat dan posisi bayi
dari ibuny (apakah bayi diletakkan lebih tinggi atau lebih rendah dari ibu).
Transfusi berlangsung paling cepat dalam menit pertama, yaitu 75 % dari
jumlah transfusi, dan umumnya selesai dalam 3 menit. Penelitian pada
bayi dengan penundaan pengikatan tali pusat sampai pulasasi tali pusat
berhenti, dan diletakkan pada perut ibunya menunjukkan bayi bayi
tersebut memiliki 32 % volume darah lebih banyak dibandingkan dengan
bayi dengan pengikatan dini tali pusat.
6. Pelabelan
Pelabelan nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada
pergelangan tangan atau kaki sejak diruang bersalin.
7. Profilaksis Mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada
bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti gonore
dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2 minggu
pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotik profilaksis pada mata
terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis yang sering
28
digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1 % ( tidak dianjurkan karena
menyebabkan efek samping iritasi), salep mata eritromisin, dan salep mata
tetrasiklin.
8. Pemberian Vitamin K
Pemberian vitamin K1 baik secara intramuskular maupun oral
terbukti menurunkan insiden kejadian PDVK (pendarahan akibat difisiensi
vitamin K).
29
2.6 DETEKSI PENYULIT PERSALINAN
1. Distosia
Bahu anterior tidak dapat keluar.
2. Atonia uteri
Perdarahan hebat karena rahim gagal kontraksi setelah keluar bayi.
3. Retensio plasenta
Plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir.
4. Robekan jalan lahir
Robekan yang terjadi pada perinium, serviks, atau terjadi rupture
uteri.
5. Perdarahan kala IV primer
Perdarahan hebat dengan jumlah lebih dari 500-600mL selama 24
jam setelah melahirkan.
6. Emboli air ketuban
Masuknya cairan ketuban beserta komponen lain ke dalam
sirkulasi darah ibu.
7. Inversio uteri
Kondisi dimana sebagian rahim atau seluruhnya ikut keluar saat
plasenta lahir.
8. Syok obstetrik
Gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan, sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan, dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolism. Terjadi karena emboli,
komplikasi anastesi, dan kombinasi.
30
A. Masalah dan penyulit pada Kala I - Kala IV persalinan
Tabel 2.2. Masalah dan penyulit pada Kala I - Kala IV persalinan
31
Produksi urine sedikit )<30 ml/ jam)
15. Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang:
Pembukaan serviks <4 cm setelah 8 jam
Kontraksi teratur (>2 dalam 10 menit)
16. Tanda dan gejala inpartu:
<2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung <20 detik
Tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 sampai 2 jam.
17. Tanda dan gejala partus lama:
Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada
Pembukaan serviks < 1 cm / jam
< 2 kontraksi dalam waktu 10 menit, masing - masing berlangsung <
40 detik.
1. Dalam 2 jam ibu dipimpin meneran bayi tidak lahir/tidak ada kemajuan
penurunan kepala (Kemungkinan disproporsi kepala-panggul)
2. Antisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu
Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar
Kepala bayi keluar kemudian tertarik lagi kedalam vagina (kepala kura-
kura)
Bahu bayi tidak lahir
3. Tanda dan gejala syok
Nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit)
Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
Pucat
4. Tanda atau gejala dehidrasi
Perbahan nadi (100x/menit atau lebih)
Urin pekat
Produksi urin sedikit(<30 cc/jam)
5. Tanda atau gejala infeksi
32
Nadi cepat (110x /menit atau lebih)
Suhu >38OC
Mengigil
Air ketuban atau cairan vagina yang yang baru
6. Tanda atau gejala preeklamsia ringan.
Tekanan darah diastolic 90-110 mmHg
Proteinuria 2+
Tanda atau gejala preeklamsia berat.
Tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih
Tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih dengan kejang
Nyeri kepala
Gangguan penglihatan
Kejang (eklamsia)
7. Tanda atau gejala inersia uteri
Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang
dari 40 detik
8. Tanda gawat janin
DJJ <120 atau > 160x/menit mulai waspada tanda awal gawat janin.
DJJ <100 atau > 180x/menit (kriteria untuk di rumah sakit)
9. Cairan ketuban mengandung meconium
10. Tali pusar menumbung (Teraba atau terlihat saat periksa dalam), lilitan tali
pusat
11. Kehamilan kembar tidak terdeteksi
12. Kelainan presentasi dan posisi
Presentasi muka: kepala dalam keadaan dfleksi maksimal sehingga
oksiput tertekan ke punggung dan muka bagian terendah menghadap ke
bawah.
33
Kelainan Presentasi Muka
( Gambar 2.9 Kebidanan Patologis, Fadlun)
34
2.7 Partograf
1. Partograf
a. Pengertian
Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut:
b. Tujuan
Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
35
medik ibu bersalin dan bayi baru lahir ( JNPK-
KR, 2008).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf
akan membantu penolong persalinan untuk :
c. Penggunaan partograf
Partograf harus digunakan:
1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan
dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan.
Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik
normal maupun patologis. Partograf sangat membantu
penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi
dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit
2) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat
(rumah, Puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit,
dll)
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang
memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses
kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter
Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran)
(Sarwono, 2011).
36
d. Pengisian partograf
1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama
fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan
harus dicatat. Hal ini dapat dilakukan secara terpisah,
baik di catatan kemajuan persalinan maupun di Kartu
Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu
harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama
fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi juga
harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus
dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :
37
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah :
tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat
ibu)
b) Waktu pecahnya selaput ketuban
c) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
(2) Warna dan adanya air ketuban)
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
d) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
e) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
f) Kontraksi uterus :
(1)frekuensi dan lamanya
g) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
h) Kondisi ibu :
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
i) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya
(dicatat dalam kolom tersedia di sisi partograf atau di
catatan kemajuan persalinan) (Sarwono, 2011).
38
kedatangan ( tertulis sebagai : „jam atau pukul‟ pada
partograf ) dan perhatikan kemungkinan ibu datang
pada fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk
pencatatan denyut jantung janin ( DJJ ), air ketuban dan
penyusupan (kepala janin)
39
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban
tidak mengalir lagi ( kering )
40
f. Kemajuan persalinan
1) Pembukaan servik
Perhatikan :
41
c) Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh (tidak terputus) (JNPK-KR,2008).
42
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di
garis waspada. jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1
cm per jam), maka harus dipertimbangkan pula adanya
tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya:
amnioromi, infus oksitosin atau persiapan-persiapan
rujukan (ke rumah sakit atau puskesmas) yang mampu
menangani penyulit kegawatdaruratan obsretrik. Garis
bertindak tertera sejajar dengan garis wasPada,
dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika
pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis
bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan
persalinan harus dilakukan (Sarwono,2011)
43
"X" di garis waspada yang sesuai dengan angka 6
yang tertera di sisi luar koiom paling kiri dan catat
waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya
(kotak ketiga dari kiri). (Sarwono, 2011)
h. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak
dengan tulisan “ kontraksi per 10 menit “ di sebelah luar
kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi.
Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10
menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan
jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit
dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan
disesuaikan dengan angka yang mencerminkan temuan dari
hasil pemeriksaan kontraksi. Sebagai contoh jika ibu
mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit,
maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi (JNPK-
KR,2008).
44
(Gambar 2.11 Pembagian atau pencatatan selama fase
aktif persalinan)
45
jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda
titik pada kolom waktu yang sesuai (0);
Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4
jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika dianggap adanya penyulit). Beri
tanda panah pada partograf pada kolom
waktu yang sesuai: I
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih
sering jika meningkat atau dianggap adanya
infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh dalam kotak yang sesuai.
. Volume Urin, Protein, atau Aseton
46
dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai memantau
sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan
yang bersih dan aman (JNPK-KR,2008).
m. Gambar partograf
47
Gambar 2.12
(Sarwono Prawirohardjo,2011)
48
Gambar 2.13
BAB Prawirohardjo,2011)
(Sarwono 3
49
FINAL CONCEPT MAP
BAB 4
50
PEMBAHASAN
Adapun ciri pasien telah memasuki trimester 2 ialah, terjadinya HIS 2 kali
dalam 10 menit, pada pemeriksaan leopold didapatkan kepala Hodge 1,memasuki
kala 2, His terjadi di karenakan kontraksi otot abdomen Ibu serta pergerakan bayi.
Dalam mendiagnosis kita harus mengenali tanda dan gejala dengan teliti
untuk mengenali dengan baik umur kehamilan serta ada tidaknya kelainan pada
kehamilan, sehingga kita dapat mengantisipasi terjadinya resiko kelainan serta
resiko penyakit yang dapat terjadi,dan kita juga bisa menentukan tatalaksana yang
akan kita berikan kepada sang ibu
Adapun tatalaksana pada kasus ini ialah dengan cara operatif dan non-
operatif. mngetahui keadaan kala berapa pasien tersebut guna menentukan
tatalaksana yang tepat serta untuk menentukan diperlukannya rujukan atau tidak,
mmeminimalisir resiko terjadinya penyulitan persalinan. Dan juga memberi
dukungan psikologi pasien dengan senantiasa mengajaknya bersyukur serta
berdoa kepada Allah SWT. Bahwa dialah yang kuasa atas segala sesuatu,
ketenangan jiwa pasien dapat membantu penanganan pada pasien karenan
“mensana in corpore sano” didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat
pula.
51
BAB 5
PENUTUP
Berdasarkan kasus ini Ny. X berusia 26 tahun datang ke UGD hamil aterm
trimester 3 siap untuk dilakukan proses persalinan dengan tanda-tanda vital dan
fisik dalam batas normal. Pada kasus ini ibu masih dalam pembukaan 5cm
Gravida 1 dan his 2 kali/10 menit selama 15 detik yang berarti Ny. X masih harus
menunggu pembukaan maksimal untuk dilakukan proses persalinan normal
DAFTAR PUSTAKA
52
Ilmu– Ed. 4, Cet.4 – Jakarta: PT Bina Pustaka Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo
OBSTETRI FISIOLOGI Fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung.
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. 2009. PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Cunningham et. al. William Obstetrics 23rd Edition
Saifuddin, AB, Adriaanz, G, Wiknjosastro, GH, Waspodo, D, 2006,
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI-
IDAI-PERINASIA-IBI-Depkes RI-ADB-WHO-JHPIEGO, Edisi
1 Cetakan 4, Jakarta.
Saifuddin, AB, Affandi, B, Lu, ER, 2008, Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (JNPKKR)- BKKBN-Depkes RI-JHPIEGO/STARH
Program, Edisi 1 Cetakan 3, Jakarta.
Saifuddin, AB, Danakusuma, M, Widjajakusumah, MD, Bramantyo,
L, Wishnuwardhani, SD, 2007, Modul Safe Motherhood dalam
Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia, Konsorsium Ilmu
Kesehatan Depdiknas-Depkes- WHO, Jakarta.
Wiknjosastro, GH, Madjid, OH, Adriaanz, G, dkk, 2007, Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal : Asuhan Esensial Persalinan, Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPKKR)-
POGI-USAID Indonesia-Health Service Program (HSP), Edisi 3,
Jakarta.
Fadlun, Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Nora, Hilwah. 2012. “Manajemen Aktif Persalinan Kala Tiga” dalam
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA, Volume 12, No. 3,
Desember, Hlm. 165-171
Formatpartograf diakses https://id.scribd.com/doc/119578798/Format-
Partograf tanggal 8 September 2018 pukul 17.18
53
Partografdiakses
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/156/jtptunimus-gdl-
ratnawatig-7761-3-babii.pdf tanggal 8 septemberr 2018 pukul
16.39
JNPKKR-POGI. (2000). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
54