CIPTA KERJA
Disusun Oleh :
Riko Wahyu Agung Prasetyo (185150600111003)
Dimas Ferry Kurniawan (185150600111004)
Rachel Jessica Silalahi (185150600111005)
Arsyi Fajri (185150600111006)
Rafi` Arya Siregar (185150600111008)
Tita Aprillia Puspa (185150600111009)
Rindang Herma Wahidan (185150600111010)
Krisna Wahyu Saputra (185150600111011)
Anton Bagas Prastyo (185150600111012)
Veronica Alfiani Reynaldis W (185150600111018)
Nila Rosa (185150600111024)
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Omnibus Law Cipta Kerja dan bagaimana sejarahnya?
2. Mengapa Omnibus Law disebut sebagai UU Cipta Kerja?
3. Apa saja poin-poin dan isi UU Cipta Kerja yang disebut sebagai Omnibus Law?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah
Kewarganegaraan yang sedang kami ampu. Selain itu agar mampu mengetahui apa itu
Omnimbus Law yang akhir-akhir ini sering disebut-sebut oleh masyarakat tentang
definisi dan tujuannya, lalu bagaimana sejarah dari kata tersebut, mengetahui mengapa
omnimbus law disebut sebagai UU Cipta Kerja, serta memahami tentang poin-poin
dan isi sebenarnya tentang UU Cipta Kerja yang kini disebut sebagai Omnimbus Law.
ISI
A. Apa itu Omnibus Law?
Ada banyak pengertian soal Omnibus Law. Secara harfiah, kata omnibus
berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak. Umumnya hal ini dikaitkan
dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman
yang menggambarkan sebuah film yang terbuat dari kumpulan film pendek. Paulus
Aluk Fajar dalam Memahami Gagasan Omnibus Law menulis, di dalam Black Law
Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan omnibus: relating to or dealing
with numerous object or item at once ; inculding many thing or having varius
purposes. Sehingga dengan definisi tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat
dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu,
tercantum dalam dalam berbagai UU, ke-dalam satu UU payung. Dari segi hukum,
kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bill yang berarti suatu
peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi
dan tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien (2009), Omnibus Law adalah
suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang
digabung menjadi satu undang-undang. Sementara bagi Barbara Sinclair (2012),
omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan
penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun
subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait. Penggunaan Omnibus Law telah
banyak dilakukan oleh negara di dunia terutama yang menggunakan tradisi common
law system. Di dunia terdapat dua sistem hukum yakni common law system dan civil
law system. Indonesia mewarisi tradisi civil law system.
Di Indonesia, istilah omnibus law pertama kali muncul di depan publik, dalam
pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua
kalinya, Minggu (20/10/2019). Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah
konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law. Jokowi
mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang
yang akan menjadi omnibus law.
Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM. Jokowi
menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU
yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU. Pakar Hukum Tata
Negara Bivitri Savitri menjelaskan, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat
untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Indonesia Omnibus Law adalah
suatu Undang-Undang yang merangkum UU begitu banyak UU yang ada, untuk
disatukan dipadukan dalam satu kerangka UU yang integratif. Ini adalah salah satu
semangat yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada masyarakat
Indonesia. Indonesia dari dulu terkenal UU yang satu dengan lainnya saling tabrakan.
Jokowi juga memerintahkan pembantunya berkerja sama dengan DPR untuk buat UU
Omnibus Law.
Dari 79 UU disatukan dalam keranjang Omnibuslaw dan ada 11 klaternya.
1. Penyederhanaan perizinan berusaha
2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan perlindungan UMKM
5. Kemudahan berusaha
6. Dukungan riset dan inovasi
7. Administrasi pemerintahan
8. Pengenaan sanksi
9. Pengadaan lahan
10. Investasi dan proyek pemerintahan
11. Kawasan ekonomi
Salah satu klaster yang mendapatkan retensi cukup terasa adalah klaster UU Cipta
Lapangan Kerja. Semangatnya adalah memadukan UU yang saling bertabrakan
selama ini dalam satu UU yang permanen yang mengatur semuanya. Bukan hanya
pekerja, tapi juga iklim usaha yang menyakut masalah iklim investasi di Indonesia.
Indonesia saat ini membutuhkan sebuah undang-undang komprehensif yang bisa
memberikan kepastian hukum terhadap pekerja dan calon investor. Terkhusus pada
saat pandemi sekarang, Indonesia membutuhkan recovery yang luar biasa dan itu
membutuhkan investor asing, untuk masuk Indonesia. Selama ini Indonesia terkenal
menjadi negara yang tidak terlalu seksi bagi investor. Karena tidak ada kepastian
hukum di negeri ini. Hukum atau peraturan di Indonesia sering tumpang tindih,
sehingga membuat calon investor bingung.
Dalam UU Cipta Kerja ini tidak ada pasal yang merugikan buruh atau para
pekerja, maupun asosiasi pengusaha atau investor. Presiden Jokowi, ingin membuat
iklim usaha yang kondusif, makanya beliau, ingin dikenang sebagai bapak
Onimbuslaw di Indonesia.
Secara terminologi, omnibus berasal dari Bahasa Latin yang berarti untuk
semuanya. Dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang bisa mencakup
untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal. Kata omnibus juga
dipakai dalam moto atau semboyan negara Swiss yakni "unus pro omnibus, omnes
pro uno" yang memiliki arti "satu untuk semua, semua untuk satu" yang
menyimbolkan Swiss sebagai negara yang mencintai perbedaan dan pluralisme.
Meski terbilang produk hukum baru di Indonesia, omnibus law lazim dipakai negara-
negara yang menganut sistem hukum common law. Di Amerika Serikat (AS) omnibus
law dikenal dengan omnibus bill. Dalam sistem hukum AS, omnibus bill merupakan
proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan
waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subyek, isu dan programnya
tidak selalu saling terkait.
Vietnam dan Philipina adalah dua negara di Asia Tenggara yang sudah lebih
dulu mempraktikan omnibus law. Vietnam terbilang sukses menarik banyak investasi
setelah pemerintah memberikan berbagai kemudahan di berbagai sektor untuk
investor seperti insentif, bebas pajak, dan kemudahan izin. Kemudahan-kemudahan
tersebut diberikan setelah terbitnya omnibus law. Omnibus law artinya aturan yang
dibuat lintas sektor. Ini membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung
mengamandemen beberapa UU sekaligus. Amandemen beberapa regulasi lama dalam
satu paket UU membuat omnibus law kemudian disebut sebagai UU sapu jagat. UU
Cipta Kerja yang baru disahkan DPR mengatur setidaknya 11 kluster antara lain
penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan,
kemudahan pemberdayaan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset inovasi,
administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek
pemerintah, dan yang terakhir kawasan ekonomi. Sehingga dalam praktiknya,
pengesahan satu UU berupa Omnibus Law Cipta Kerja langsung mengamandemen
beberapa UU sekaligus. Namun demikian, sejauh ini polemik paling banyak muncul
yakni pada amandemen terkait perburuhan yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Status/Karyawan
Pasal mengenai PKWT yang ada di UU Ketenagakerjaan dihapus. Tidak ada
ketentuan yang mengatur tentang syarat Pekerja Waktu Tertentu (PKWT) atau
pekerja kontrak. Artinya, tidak ada batasan aturan pekerja bisa dikontrak alias
status kontrak tanpa batas. Pasal dalam UU 13/2003 yang dihapus ini adalah Pasal
59, yang mengatur perjanjian PKWT terhadap pekerja maksimal dilakukan selama
2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun. Jika mengacu pada
penjelasan Pasal 59 ini, artinya masa kontrak pekerja maksimal 3 tahun, dan
setelah itu dilakukan pengangkatan atau tidak dilanjutkan.
3. Upah
Aturan mengenai pengupahan diubah menjadi 7 kebijakan, diantaranya:
1. Upah minimum
2. Struktur dan skala upah
3. Upah kerja lembur
4. Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan
tertentu
5. Bentuk dan cara pembayaran upah
6. Hal-hal lain yang dapat diperhitungkan dengan upah
7. Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya
Keterangan:
UMt: Upah minimum tahun berjalan
PEt: Pertumbuhan ekonomi tahunan
Tidak memasukkan perhitungan inflasi, tetapi menjadi pertumbuhan
ekonomi daerah
Keterangan:
UMt: Upah minimum yang ditetapkan
UMt: Upah minimum tahun berjalan
INFLASIt: Inflasi tahunan
Δ PDBt: Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahunan
d. Bonus
Pada UU Omnibus Law Cipta Kerja diatur mengenai pemberian bonus, atau
penghargaan lainnya bagi pekerja sesuai masa kerjanya. Sementara itu dalam
UU Ketenagakerjaan sebelumnya tidak diatur terkait dengan pemberian bonus
ini.
4. Pesangon
a. Uang Pengganti Hak
Tidak ada uang penggantian hak dalam UU Cipta Kerja. Sebelumnya, dalam
UU Ketenagakerjaan mengenai uang penggantian hak ini diatur dalam Pasal
154 ayat (4).
b. Uang Penghargaan Masa Kerja
Tidak ada uang penghargaan masa kerja 24 tahun dalam UU Omnibus Law
Cipta Kerja ini. Sebelumnya, dalam UU 13/2003 ini terkait pemberian uang
penghargaan bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 24 tahun atau lebih
menerima uang penghargaan sebanyak 10 bulan upah, yang tercantum dalam
Pasal 156 ayat (3).
c. Uang Pesangon
Terkait pesangon dalam UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena surat
peringatan
2. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena
peleburan, pergantian status kepemilikan perusahaan
3. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena
perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
4. Tidak ada uang santunan berupa pesangon bagi ahli waris atau keluarga
jika pekerja/buruh meninggal
5. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan
memasuki usia pensiun.
5. Jaminan Sosial
a. Jaminan Pensiunan
Tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun. Sebelumnya, dalam UU
Ketenagakerjaan diatur bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun akan dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp100.000.000 dan paling banyak Rp500.000.000.
b. Jaminan Kehilangan Pekerja
Adanya pengaturan program jaminan sosial baru, yaitu Jaminan Kehilangan
Pekerjaan, yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan prinsip
asuransi sosial. Jaminan kehilangan pekerjaan ini sebelumnya tidak diatur
dalam UU 13/2003.
6. PHK
Boleh Melakukan PHK
Dalam UU 13/2003, ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya:
1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup karena merugi
3. Perubahan status perusahaan
4. Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
5. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
6. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
7. Pekerja/buruh mengundurkan diri
8. Pekerja/buruh meninggal dunia
9. Pekerja/buruh mangkir
Sementara itu, pada UU Omnibus Law Cipta Kerja ini bertambah 5 poin lagi,
sehingga totalnya menjadi 14 alasan yang memperbolehkan perusahaan
melakukan PHK, yaitu:
1. Perusahaan melakukan efisiensi
2. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan perusahaan
3. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
4. Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh
5. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12
bulan
a. Presiden Jokowi
Jokowi Presiden Indonesia memaparkan alasan utama pemerintah mengebut
pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Payung hukum tersebut betul-
betul dibutuhkan terutama bagi masyarakat. Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta
penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja. Sehingga
kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak. Jokowi pun memberi
tanggapan soal perihal aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan kaum
buruh maupun mahasiswa yang menentang habis pengesahan UU Omnibus Law
Cipta Kerja. Menurut beliau, aksi tersebut dilatarbelakangi oleh disinformasi
substansi payung hukum tersebut. Jokowi bahkan membantah dengan tegas
berbagai macam isu liar terkait UU Cipta Kerja.
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda
yang masuk ke pasar kerja. Sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat
sangat mendesak, apalagi di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta
pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak Covid-19 dan sebanyak 87% dari
total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah
dimana 39% berpendidikan sekolah dasar sehingga perlu mendorong penciptaan
lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya. Jadi UU Cipta Kerja
bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya nya bagi para
pencari kerja dan pengangguran.
Namun saya melihat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerjar yang pada dasarnya
dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi UU ini dan hoaks di media
sosial. Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah
Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral
Provinsi. Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional
tetap ada. Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga
tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa
dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil. Kemudian ada kabar yang
menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti
kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya
tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini
juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
Kemudian juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya
hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada. Yang juga sering diberitakan tidak
benar adalah dihapusnya AMDAL, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu
juga tidak benar, AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang
ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan
Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini
juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan
ekonomi khusus, di KEK, sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU
Cipta Kerja ini apalagi perizinan di pondok pesantren tidak diatur sama sekali
dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.
d. Oknum Lainnya
e. Buruh/Pekerja
Tri Sasono selaku koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu,
Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja
Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, dan Federasi
Serikat Pekerja Mandiri menyatakan, tidak ada satupun pasal dalam Omnibus Law
UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja atau buruh. "Kami telah membaca
dan mempelajari pasal demi pasal UU Ciptaker untuk klaster ketenagakerjaaan
yang terkait kesejahteraan kaum pekerja," ujar Tri Sasono dalam keterangan
tertulis, Minggu (11/10/2020).
Isu miring mengenai upah minimum pekerja yang akan dihapuskan menurut
beliau tidak benar adanya melainkan diperhitungkan sebagai pertumbuhan
ekonomi dan inflasi dan pendapatan pekerja yang diterima tidak akan turun sama
sekali. Terkait masalah PHK untuk mendapatkan pesangon UU Ciptaker juga
tetap mengatur terkait pesangon, yaitu adanya kepastian pembayaran pesangon
dan korban PHK mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Berikutnya, terkait jam kerja bagi buruh bahwa dalam UU Ciptaker pengaturan
mengenai waktu kerja mulai dari hari aktif, hari libur, istirahat, hingga hari cuti
dalam UU Ciptaker masih sama seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Begitu juga pemberi kerja dan pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi
pekerja termasuk untuk beribadah serta memberikan cuti baik untuk melahirkan,
menyusui, dan haid tetap disesuaikan dengan UU 13/2003. Selanjutnya, terkait
sistem pekerjaan yang mengunakan tenaga outsourcing dalam UU Ciptaker
menjamin kepastian keberlanjutan pekerja alih daya tersebut.
Tri Sasono menyarakan, syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh
dalam outsourcing masih tetap dipertahankan. Bahkan, UU Cipta Kerja
memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila
terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya masih ada.
"Jika seperti ini maka setelah pekerja outsourcing menjalankan masa kerja lebih
dari tiga tahun dan melakukan perpanjangan kontraknya maka perusahaan
penguna jasa pekerja outsourching wajib menjadikan mereka berstatus tenaga
kerja tetap dan memiliki fasilitas gaji dan kesejahteraan sebagai pekerja tetap di
perusahaan tersebut sesuai UU 13/2003," tutur Tri Sasongo.
f. Mahasiswa
Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia
(BEM SI), Remy Hastian memperkirakan bakal ada 5.000 mahasiswa yang turun
ke jalan untuk mengikuti aksi menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta
Kerja, sebab menurut Remy undang-undang tersebut dianggap tidak berpihak
pada kepentingan masyarakat. Remy menambahkan, aksi kembali digelar lantaran
pemerintah dianggap mengabaikan aspirasi masyarakat. Alih-alih memenuhi
tuntutan massa untuk membatalkan UU Cipta Kerja, pemerintah justru
mengalihkan dengan meminta masyarakat mengajukan uji materi ke Mahkamah
Konstitusi.
Menurut dia, judicial review tidak akan efektif, terlebih karena Jokowi
sempat meminta komisioner Mahkamah Konstitusi untuk mendukung UU Cipta
Kerja. Karena itu Remy pun pesimistis gugatan ke MK bakal dikabulkan dan
berjalan sesuai harapan.
Lebih lanjut, ia mengkritik sikap dan tindakan represif aparat kepolisian
ketika mengendalikan rentetan aksi belakangan. Termasuk upaya penyadapan ke
sejumlah aktivis dan akademisi yang mengkritik penolakan UU tersebut.
"Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat",
bunyi UU Ciptaker.
Namun dalam UU Ciptaker, waktu lembur bertambah menjadi paling lama 4 jam
dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.
Selain itu, Pasal 81 poin 79 menghapus ketentuan cuti panjang yaitu 1 bulan pada
tahun ke-7 dan 1 bulan pada tahun ke-8. Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan
ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 79 ayat 4 huruf d.
www.cnnindonesia.com[Online]
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201019190416-20-560238/bem-si-klaim-5000-
mahasiswa-bakal-demo-omnibus-law-besok
[Accessed 19 October 2020].