Anda di halaman 1dari 108

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status kesehatan di suatu Negara ditentukan salah satunya oleh AKI (Angka
Kematian Ibu) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB yang menurun
menandakan status kesehatan Negara tersebut baik. AKI dan AKB yang masih tinggi
telah lama mengundang perhatian pemerintah. Menurut hasil berbagai survey, tinggi
rendahnya AKI dan AKB di suatu Negara dapat dilihat dari kemampuan untuk
memberikan pelayanan obstetrik yang bermutu dan menyeluruh (Kartikawati, 2014).
Berdasarkan Word Health Organitation (WHO), pada tahun 2015 Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 216/100.000 kelahiran hidup, disebabkan karena
beberapa faktor diantaranya adalah pendarahan, infeksi, hipertensi, komplikasi saat
persalinan dan aborsi tidak aman. Penyebab lainnya yaitu penyakit menular seperti
malaria dan HIV/AIDS pada kehamilan. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
pada tahun 2015 yaitu 19/1000 kelahiran hidup yang sebagian besar disebabkan oleh
asfiksia (WHO, 2015).
Angka Kematian Ibu di Jawa Barat tahun 2017 sebesar 76,03 per 100.000
kelahiran hidup, jika dibandingkan dengan proporsi AKI tahun 2017 yang ditargetkan
makan AKI di Provinsi Jawa Barat sudah berada di bawah target nasional (MDGs)
tahun 2015. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada saat melahirkan (60,87%),
waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil (8,70%). Hal ini sejalan dengan data
mengenai jumlah kematian ibu dari laporan sarana pelayanan kesehatan. Ditinjau dari
sudut pendidikannya, maka diduga terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan
perempuan dengan besarnya Angka Kematian Ibu, seperti di daerah Pantura dimana
AKI-nya tinggi dimana ternayata perempuan berumur 10 tahun ke atas yang tidak
bersekolah mencapai 15,53%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2017 jumlah kematian


ibu maternal yang dilaporkan sebanyak 696 orang (76.03/100.000 KH), jumlah ini

1
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016, kematian ibu sebanyak 799. Jumlah
Kematian Ibu dengan proporsi kematian pada Ibu Hamil 183 orang (19,9/100.000),
pada Ibu Besalin 224 orang (24,4/100.000 KH), dan pada Ibu Nifas, 289 orang
(31,57/100.000 KH). Berdasarkan Kabupaten/Kota proporsi kematian amternl pada
ibu antara 23,4/100.000 KH-131,4/100.000 KH, tertinggi terdapat di Kabupaten
Karawang dan terendah di Kota Bekasi. Terdapat 10 Kabupaten/Kota dengan
proprosi kematian ibu dibawah rata-rata Jawa Barat yaitu, Kota Bekasi, Kota Bogor,
Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis dan Kota Cirebon. Kematian ibu
sebanyak 696 orang terjadi pada ibu hamil 183 orang (26,29%), ibu bersalin 224
orang (32,18%) dan ibu nifas sebanyak 289 orang (41,52%). Kematian ibu
berdasarkan pada kelompok umur <20 tahun sebanyak 49 orang (7,04%), kelompok
umur 20-34 tahun sebanyak 456 (65,5%) dan >35 tahun sebanyak 191 orang
(27,44%). (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2017).

Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang kematian ibu tahun 2019


sebanyak 100 dari 44.850 persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah
perdarahan, preeklampsi berat, dan komplikasi lain Sedangkan kematian bayi
sebanyak 81 kasus dari 44.850 penyebabnya adalah asfiksia, infeksi, aspirasi, diare,
dan penyebab lain yang tidak diketahui (Dinas kesehatan Kabupaten Karawang,
2019).

Berdasarkan Puskesmas Purwasari kematian ibu tahun 2019 seebanyak 0


kasus dari 1.314 persalinan. Sedangkan kematian bayi sebanyak 1 kasus dari 1.134
(Puskesmas Purwasari,2019).

Di Indonesia sendiri upaya-upaya baru untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan ibu, terutama ibu hamil pun semakin bermunculan, salah satunya yaitu
dengan cara menurunkan AKI di Indonesia, dengan persalinan di fasilitasi pelayanan

2
kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan
(SpOG), dokter umum, dan bidan (Data profil Kesehatan Indonesia, 2010).

Kementerian Kesehatan telah mengembangkan serangkaian model terobosan


berbasis tekhnologi informasi dan komunikasi guna meningkatkan kualitas layanan
komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas sistem rujukan. Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan memberikan
terobosan terbaru dalam penangananan kasus kematian ibu dan bayi yaitu dengan
meluncurkan program EMAS (Expanding, Maternal, And Newborn Survival) yang
juga dicanangkan pada provinsi Jawa Barat dan Kabupaten, dengan model sistem
informasi yang dikembangkan meliputi : sistem informasi penguat dan pembelajaran
informa (SIPPP), sistem informasi gerbang aspirasi pelayanan kesehatan publik
(SIGAPKU), dan sistem informasi jejaring rujukan kegawatdaruratan ibu dan
neonatal (SIJARIEMAS) (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Bidan harus memiliki kualifikasi yang diilhami oleh filosofi asuhan kebidanan
yang menekankan asuhannya terhadap perempuan (women centred care). Salah satu
upaya untuk meningkatkan kualifikasi bidan tersebut dengan menerapkan model
asuhan kebidanan yang berkelanjutan (Continuity of Care/ CoC) dalam pendidikan
klinik. Guna memfasilitasi siswa dalam pembelajaran klinik kebidanan yang sejalan
dengan filosofi asuhan kebidanan model CoC, maka diperlukan model pembelajaran
yang disesuaikan baik dari rancangan waktu, pengaturan penempatan siswa, peran
pembimbing akademik, peran pembimbing lahan (bidan klinik), tugas siswa, maupun
sistim penilaian dan evaluasinya. Dengan demikian menjadi sangat penting
mempersiapkan siswa, bidan dan dosen untuk memahami CoC dalam pembelajaran
klinik kebidanan. Implementasi model pembelajaran klinik CoC, dapat dievaluasi
melalui luaran bahwa tidak terjadi kematian (zero maternal mortality), dari 108 ibu
hamil yang menjadi kasus dan1 kematian neonatus akibat persalinan prematur.
Karena itu model CoC dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk akselerasi
penurunan AKI dan AKB di Indonesia (UGM, 2015).

3
Peran bidan sebagai ujung tombak dalam menurunkan AKI dan AKB terfokus
pada 1000 hari pertama kehidupan. Pelayanan yang promotif dan preventif
diantaranya pelayanan PUS dan WUS, pemeriksaan kehamilan, persalinan, nifas dan
neonatal, pelayanan bagi bayi, balita, anak SD (sekolah dasar), anak smp, sma dan
remaja serta lansia. Bidan juga harus meningkatkan kompetensinya baik melalui
seminar, pelatihan ataupun pendidikan formal dan pelatihan klinis bagi pemberi
pelayanan kebidanan di lapangan. Tidak lupa fasilitas yang tersedia oleh PMBnya
juga harsu memadai, nyaman dan aman bagi ibu (Wiratnoko, 2014).

Berdasarkan pada latar belakang diatas, selain memenuhi salah satu


persyaratan dari pendidikan, penulis juga berusaha untuk mengaplikasikan
Manajemen Asuhan Kebidanan yang berkesinambungan pada Ny. S yang dimulai
pada masa kehamilan, persalinan, nifas, Bayi Baru Lahir dn KB dalam bentuk laporan
Studi Kasus berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny. S G1P0A0
Dengan Anemia Sedang dan KPD Di Rumah Bersalin Assalam Di Kabupaten
Karawang Tahun 2020”
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan kebidanan secara continuty of care pada ibu hamil
trimester III, bersalin, nifas, neonatus dan keluarga berencana dengan
menggunakan pendekatan managemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Asuhan Kebidanan secara kontinu pada kehamilan TM III
meliputi: Pengkajian, merumuskan Diagnosa, merencanakan,
melaksanakan asuhan kebidanan, dan melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan managemen kebidanan.
b. Melakukan asuhan kebidanan secara kontinu pada ibu bersalin meliputi:
Pengkajian, merumuskan Diagnosa, merencanakan, melaksanakan asuhan

4
kebidanan, dan melakukan evaluasi serta mendokumentasi asuhan
kebidanan dengan managemen kebidanan.
c. Melakukan asuhan kebidanan secara kontinu pada ibu nifas meliputi:
Pengkajian, merumuskan diagnosa, merencanakan, melaksanakan asuhan
kebidanan, dan melakukan evaluasi serta, mendokumentasikan asuhan
kebidanan dengan managemen kebidanan.
d. Melakukan asuhan kebidanan secara kontinu pada Bayi Baru Lahir
meliputi: Pengkajian, merumuskan diagnosa,merencanakan, melaksanakan
asuhan kebidanan dan melakukan evaluasi serta mendokumentasikan
asuhan kebidanan dengan managemen kebidanan.
e. Melakukan asuhan kebidanan secara kontinu pada ibu calon akseptor
Keluarga Berencana meliputi: Pengkajian, merumuskan Diagnosa,
merencanakan, melaksanakan asuhan kebidanan dan melakukan evaluasi
serta mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan managemen
kebidanan.
1.3 Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan data sekunder yaitu
dengan pengamatan melalui buku KIA pada kasus Antenatal care, data primer dengan
pengkajian komprehensif pada kasus Antenatal Care, Intranatal Care, Postnatal Care
dan Bayi Baru Lahir pada Ny. T tanggal 09 Februari 2020 sampai 31 Agustus 2019
selama hari dan teori yang disajikan bersumber perpustakaan yang berkaitan dengan
kasus yang disajikan.
1.4 Manfaat Teoritis
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat di terapkan dalam
pelayanan asuhan kebidanan kepada ibu secara continuity of care pada ibu hamil TM
III, persalinan, nifas, neonatus dan keluarga berencana.
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan

5
Sebagai metode penilaian pada para mahasiswa dalam melaksanakan
tugasnya dalam menyusun laporan tugas akhir, membimbing dan
mendidik mahasiswa agar lebih terampil dalam memberikan asuhan
kebidanan serta sebagai tambahan bahan referensi di perpustakaan tentang
asuhan kebidanan secara kesinambungan (continuity of care).

b. Bagi Ibu dan Keluarga


Ibu dan Keluarga mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan secara
komprehensif (continuity of care) yang sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan mulai dari kehamilan TM III, persalinan, nifas, neonatus dan
Keluarga Berencana.
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pemberian asuhan
kebidanan secara continuity of care pada kehamilan TM III, persalinan,
nifas, neonatus, dan keluarga berencana secara berkesinambungan dengan
pendekatan manejemen kebidanan.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anemia Pada Ibu Hamil
2.1.1 Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan (WHO, 2013).
Dalam pendapat lain anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(erotrosit) dalam sirkulasi darah atau masa hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Retnorini, dkk,
2017), sedangkan definisi anemia yang diterima secara umum adalah kadar Hb <12,0
gram per 100 ml (12g/dL) untuk wanita tidak hamil dan <10,0 gram per 100 ml (10
g/dL) untuk wanita hamil (Herlina, 2013).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di bawah 11 gr %
pada trismester I dan II atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada trimester
II ( Saifuddin. A. B. 2001 hal 281 ).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang
dari 10 gr / 100 ml ( Wiknjaksatro, 2002. Hal 405 ).
Anemia adalah Kondisi dimana berkurangnya sel darah merah(eritrosit) dalam
sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya
sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan.(Wasnidar, 2007.hal 20).
Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin atau sel darah merah < 11 gr %
atau suatu keadaan dengan junlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin
menurun (Maimunah 2005 ).
Anemia adalah turunnya kadar hemoglobin < dari 12,0 g/100 ml darah pada
wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10,0 g/100 ml darah pada wanita hamil
(Varney Helen, 2002 hal 152)

7
2.1.2 Patofisiologi
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah (hypervolemia).
Hypervolemia merupakan hasil dari peningkatan volume plasma dan eritrosit (sel
darah merah) yang berada dalam tubuh tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu
volume plasma peningkatannya jauh lebih besar sehingga member efek yaitu
konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12 g/100 ml. (Sarwono,2014 hal 450-451).
Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan
peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30% dan
hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja
jantung.
Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada
kehamilan 32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka
dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb
ibu akan menjadi 9,5-10 gr%.
2.1.3 Klasifikasi Anemia pada Kehamilan
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di
bagi menjadi 4 kategori yaitu : (Manuaba I.B.G,1998.HAL 30)
1. Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal)
2. Hb 9-10 gr% Anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% Anemia sedang
4. Hb <7 gr% Anemia berat
2.1.4 Macam-macam Anemia
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia yang paling sering di jumpai yang di sebabkan karena kekurangan
unsur zat besi dalam makanan, karena gangguan absorpsi, kehilangan zat besi
yang keluar dari badan yang menyebabkan perdarahan.
2. Anemia megaloblastik
Anemia karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisiensi vitamin B
Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi makanan.

8
3. Anemia Hipoplastik
Disebabkan oleh karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini diketahui
dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun dan
obat-obatan.
4. Anemia hemolotik
Disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil,
apabila ia hamil maka anemianya biasa menjadi lebih berat. Sebaliknya
mungkin pula pada kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita
yang sebelumnya tidak menderita anemia.menyebabkan krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
2.1.5 Tanda dan Gejala Anemia
Berkurangnya konsentrasi hemoglobin selama masa kehamilan
mengakibatkan suplay oksigen keseluruh jaringan tubuh berkurang sehingga
menimbulkan tanda dan gejala anemia secara umum, sebagai berikut: lemah,
mengantuk, pusing, lelah, malaise, sakit kepala, nafsu makan turun, mual dan
muntah, konsentrasi hilang dan nafas pendek (pada anemia yng parah).
Pada pemerikasaan tanda-tanda dan gejala anemia dapat meliputi : kulit pucat,
mukosa, gusi, dan kuku-kuku jari pucat, takikardi/murmut lambat (pada anemia yang
parah), rambut dan kuku rapuh (pada anemia yang parah) dan juga lidah licin (pada
anemia yang parah).
2.1.6 Pengaruh Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Janin
1. Bahaya Anemia pada Kehamilan
a) Resiko terjadi abortus
b) Persalinan permaturus
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d) Mudah menjadi infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr %)

9
f) Mengancam jiwa dan kehidupan ibu
g) Mola hidatidosa
h) Hiperemesis gravidarum
i) Perdarahan anterpartum
j) Ketuban pecah dini(KPD)
2. Bahaya Anemia pada Persalinan
a) Gangguan kekuatan his
b) Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar
c) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan
d) Kala tiga dapat di ikuti retensio placenta dan perdarahan post partum
karena atonia uteri
e) Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia
uteri
3. Bahaya Anemia pada Nifas
a) Perdarahan post partum karena atonia uteri dan involusio uteri
memudahkan infeksi puerperium
b) Pengeluaran ASI berkurang
c) Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
d) Mudah terjadi infeksi mammae
4. Bahaya Anemia pada Janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai keutuhan dari ibunya,
tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolism tubuh
sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk :
a) Abortus
b) Terjadi kematian intra uteri
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah (BBLR)

10
e) Kelahiran dengan anemia
f) Dapat terjadi cacat bawaan
g) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
h) Intelengensi rendah, oleh karena kekurangan oksigen dan nutrisi yang
menghambat pertumbuhan janin
2.1.7 Diagnosa Anemia
1. Anamnesa
Pada anemnese akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual, muntah lebih berat pada hamil muda.
(Manuaba, I.B.G, 1998,hal.30). Bila terdapat keluhan lemah, Nampak pucat,
mudah pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai
anemia defesiensi zat besi ( Saifuddin A.B, 2002 hal.282 ).
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama.
Pemeriksaan Hb dengan Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah
alat ini hanya tersedia di kota. Di Indonesia penyakit kronik seperti : malaria
dan tuberculosis (TBC) masih relatife sering dijumpai sehingga pemeriksaan
khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Dengan pemeriksaan khusus
untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan thalassemia.
Pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV) penting untuk
menyingkirkan thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan kadar
ROW (red cell distribution width) > 14% mencurigai akan penyakit ini kadar
Hemoglobin Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang abnormal akan menentukan
jenis thalassemia.
2.1.8 Pencegahan dan Penanganan Anemia
1. Pencegahan Anemia
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan
pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan

11
ibu tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium
termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksiparasit.

2. Penanganan Anemia
a) Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan
sehingga hanya perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500
mg asam folat peroral sekali sehari.
b) Anemia Sedang
Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000
mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukonas ferosus.
c) Anemia Berat
Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama
hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.
2.1.9 Faktor Predisposisi Anemia
1. Umur
Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai ibu tersebut
hamil. Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
pada masa kehamilan diantaranya adalah umur ibu pada saat hamil. Jika umur
ibu terlalu muda yaitu usia kurang dari 20 tahun, secara fisik dan panggul
belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan
dan kematian pada masa kehamilan, dimana pada usia kurang dari 20 tahun
ibu takut terjadi perubahan pada postur tubuhnya atau takut gemuk. Ibu
cenderung mengurangi makan sehingga asupan gizi termasuk asupan zat besi
kurang yang berakibat bisa terjadi anemia. Sedangkan pada usia di ats 35
tahun, kondisi kesehatan ibu mulai menurun, fungsi rahim mulai menurun,
serta meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan sampai persalinan
(Anonim, 2010).
2. Paritas

12
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Paritas 1-3 merupakan paritas I paling aman di
tinjau dari sudut kematian maternal paritas I dan parits tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat di
kurangi atau di cegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada
paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
Setelah kehamilan yang ketiga resiko anemia (kurang darah) meningkat. Hal
di sebabkan karena pada kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan
pada pembuluh darah dan dinding uterus yang biasanya mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin.
3. Status Gizi Ibu Hamil
Anemia merupakan salah satu masalah utama penyebab angka kematian ibu di
Indonesia dan sering terjadi pada ibu hamil. Biasanya Anemia di temukan
pada wania hamil yang jarang mengkonsumsi sayuran segar, khususnya jenis
daun-daunan hiaju yang mentah ataupun makanan yang kandungan protein
hewani.
Status gizi dinilai berdasarkan perhitungan Antropometri WHO NCHS
(National Center Of Health Statistic), yaitu pengukuran dan berbagai dimensi
fisik tubuh seperti barat terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur
(TB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan terhadap tinggi badan (BB/TB)
dan di kelompokkan. Menurut klasifikasi Departemen Kesehatan Indonesia
menjadi gizi buruk (BB/U < 60 %), gizi kurang (BB/U 60-80%) dan gizi lebih
(BB/U > 110%).
Ibu hamil memerlukan jumlah zat gizi yang relative besar. Hal ini berkaitan
dengan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Peningkatan kebutuhan zat
gizi ini terutama berupa vitamin B1, (Thiamin), Vitami E2 (Riboflapin),
Vitamin A,D dan B1, Mineral,La, dan Fe.
Kondisi gizi dan konsumsi ibu hamil yang kurang akan menyebabkan anemia
dan berpengaruh terhadap kondisi janin dan bayi yang di lahirkan.

13
Kekurangan gizi pada saat hamil akan menimbulkan berbagai kesulitan. Oleh
karena itu, kecukupan gizi yang dianjurkan bayi ibu hamil harus dapat
terpenuhi.

2.2 Kekurangan Energi Kronik (KEK)


2.2.1 Pengertian KEK
Kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil adalah keadaan dimana
ibu hamil kekurangan gizi yang berlangsung lama, disebabkan karena
kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan asupan protein11 KEK
merupakan salah satu keadaan malnutrisi. Malnutrisi adalah keadaan patologis
akibat kekurangan atau kelebihan secara relative atau absolut satu atau lebih
zat gizi 12 KEK adalah keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan
gizi (kalori dan protein ) yang berlangsung lama atau menahun. Dengan
ditandai berat badan kurang dari 40 kg atau tampak kurus dan dengan LILA-
nya kurang dari 23,5 cm 13 Keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil
mempengaruhi status gizi ibu dan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan janin
sangat dipengaruhi oleh asupan gizi ibu, karena kebutuhan gizi janin berasal
dari ibu. Berbagai risiko dapat terjadi jika ibu mengalami kurang gizi,
diantaranya adalah perdarahan, abortus, bayi lahir mati, bayi lahir dengan
berat rendah, kelainan kongenital, retardasi mental, dan lain sebagainya
2.2.2 Penyebab KEK
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil
ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih
tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolism energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya meningkat selama hamil. Penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :

14
1. Penyebab Langsung,
Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan
penyakit infeksi.
2. Penyebab Tidak Langsung
1) Hambatan utilitas zat-zat gizi. Hambatan utilitas zat-zat gizi ialah
hambatan penggunaan zat-zat gizi karena susunan asam amino
didalam tubuh tidak seimbang yang dapat menyababkan penurunan
nafsu makan dan penurunan konsumsi makan.
2) Hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing.
3) Ekonomi yang kurang.
4) Pengetahuan
5) Pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang.
6) Produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan.
7) Kondisi hygiene yang kurang baik.
8) Jumlah anak yang terlalu banyak.
9) Jarak kehamilan
10) Usia ibu yang tua
11) Penghasilan rendah.
12) Perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.
9 Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut
penyakit dengan causa multi factorial dan antara hubungan
menggambarkan interaksi antara faktor dan menuju titik pusat
kekurangan energi kronis

2.2.3. Penilaian KEK


Penilaian kekurangan energi kronik dalam kehamilan menggunakan pita lingkar
lengan atas (LILA). Kategori KEK adalah apabila LILA kurang dari 23,5 cm
atau di bagian merah pita LILA15 Pengukuran LILA pada kelompok wanita
usia subur (WUS) adalah salah satu deteksi dini yang mudah dan dapat

15
dilaksanakan masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko KEK.
Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun. LILA adalah suatu cara
untuk mengetahui risiko KEK.. Tujuan pengukuran LILA adalah mencakup
masalah WUS baik pada ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan
peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah :
1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah.
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatakan kesejahteraan ibu dan anak.
4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK. Meningkatkan peran dalam upaya perbaikan gizi WUS
yang menderita KEK.
Ambang batas LILA pada WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah
23,5cm, apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita
LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan
akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko
kematian, kurang gizi, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak13 Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan–urutan yang telah
ditetapkan. Ada 7 urutan pengukuran LILA yaitu tetapkan posisi bahu dan
siku, letakkan pita antara bahu dan siku, tentukan titik tengah lengan,
lingkarkan pita LILA pada tengah lengan, pita jangan terlalu dekat, pita
jangan terlalu longgar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran
LILA adalah pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku
lengan kiri (kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus
posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau
kencang dan alat ukur dalam keadaan baik.13

16
2.2.4. Dampak KEK
Status kekurangan energi kronis sebelum kehamilan dalam jangka panjang
dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah, anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus, dan
terhambatnya pertumbuhan otak janin16 Kurang energi kronis pada masa usia
subur khususnya masa persiapan kehamilan maupun saat kehamilan dapat
berakibat pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Terhadap persalinan
pengaruhnya dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan
sebelum waktunya dan pendarahan. Serta terhadap janin pengaruhnya dapat
menimbulkan keguguran/abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi, dan bayi berat lahir rendah

2.3. Antenatal Care


2.3.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi yang berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 9 bulan (Sarwono, 2011).
Menurut Federasi Obstetri Ginekoloigi Internasional, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan
nidasi atau implantasi (Yulistiana, 2015: 81). Manuaba, 2012, mengemukakan
kehamilan adalah proses mata rantai yang bersinambungan dan terdiri dari ovulasi,
migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi)
pada uterus, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm
(Sholic hah, Nanik, 2017: 79-80). Manuaba (2010) mengemukakan lama kehamilan
berlangsung sampai persalinan aterm (cukup bulan) yaitu sekitar 280 sampai 300 hari
(Kumalasari. 2015: 1).
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007, kehamilan adalah masa dimulai
saat konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu / 9
bulan 7 hari) di hitung dari triwulan/ trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai

17
3 bulan, trimester/ trimester ke-2 dari bulan ke- 4 sampai 6 bulan, triwulan/ trimester
ke-3 dari bulan ke-7 sampai ke-9 (Agustin, 2012: 12).
2.3.2 Tinjauan dari Tuanya Kehamilan
1. Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-13 minggu);
2. Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14-27 minggu);
3. Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu).
2.3.3 Perubahan Anatomi dan Fisiologis Ibu Hamil
2.3.3.1 Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Ukuruan, pada kehamilan cukup bulan ukuran uterus adalah 30 x 25
x 20 cm dengan kapasitas lebih dari 4.000 cc. Hal ini memungkinkan
bagi adekuatnya akomodasi pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim
membesar akibat hipertropi dan hiperplasi otot polos rahim, serabut-
serabut kolagennya menjad higroskopik, dan endometrium menjadi
desidua.

Gambar 2.1 Perkembangan Tinggi Fundus Uteri pada Kehamilan

18
Sumber : Hanifa, Prawirodiharjo, 2002 (Ari Sulistyawati, 2014)
b. Berat, Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1.000
gram pada akhir bulan(Ari Sulistyawati, 2014).
c. Posisi rahim dalam kehamilan. Pada permulaan kehamilan, dalam
posisi antefleksi atau retrofleksi. Pada 4 bulan kehamilan, rahim tetap
berada dalam rongga pelvis. Setelah itu, mulai memasuki rongga
perut yang dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati. Pada ibu
hamil, rahim biasanya mobile, lebih mengisi rongga abdomen kanan
atau kiri (Ari Sulistyawati, 2014).
d. Vaskularisasi. Arteri uterine dan ovarika bertambah dalam diameter,
panjang, dan anak-anak cabangnya, pembuluh darah vena
mengembang dan bertambah (Ari Sulistyawati, 2014).
e. Serviks uteri. Bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak ,
kondisi ini yang disebut dengan tanda Goodell. Kelenjar endoservikal
membesar dan mengeluarkan banyak cairan muskus. Oleh karena
pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, warnanya menjadi livid,
dan ini disebut dengan tanda Chadwick (Ari Sulistyawati, 2014).
2. Ovarium
Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum graviditas sampai
terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih pengeluaran esterogen
dan progesteron.
3. Vagina dan Vulva
Oleh karena pengaruh esterogen dan progesteron, terjadi
hipervaskularisasi pada vagina dan vulva, sehingga pada bagian tersebut
terlihat lebih merah atau kebiruan, kondisi ini disebut dengan Tanda
Chadwick.
2.3.3.2 Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya
atau biasa disebut sebagau curah jantung (cardiac output) meningkat sampai 30-50%.

19
Peningkatan ini mulai terjadi pada usia kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya
pada usia kehamilan 16-28 minggu. Oleh karena curah jantung yang meningkat, maka
denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (dalam keadaan normal 70
kali/menit menjadi 80-90 kali/menit).
Peningkatan curah jantung selama kehamilan kemungkinan terjadi karena
adanya perubahan dalam aliran darah ke rahim. Janin yang terus tumbuh,
menyebabkan dapat lebih banyak dikirim ke rahim ibu. Pada akhir usia kehamilan,
rahim menerima seperlima dari seluruh darah ibu.
2.3.3.3 Sistem Urinaria
Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring darah yang
volumenya meningkat (samapi 30-50%), yang puncaknya pada usia kehamilan 16-24
minggu sampai sesaat sebelum persalinan (pada saat ini aliran darah ke ginjal
berkurang akibat penekanan rahim yang membesar).
Dalam keadaan normal, aktivitas ginjal ketika berbaring dan menurun ketika
berdiri. Keadaan ini semakin menguat pada saat kehamilan, karena itu wanita hamil
sering merasa ingin berkemih ketika mencoba untuk berbaring/tidur.
Pada akhir kehamilan, peningkatan aktivitas ginjal yang lebih besar terjadi
saat wanita hamil yang tidur miring. Tidur miring mengurangi tekanan dari rahim
pada vena yang membawa darah dari tungkai ehingga terjadi perbaikan aliran darah
yang selanjutnya akan meningkatkan aktivitas ginjal dan curah jantung.
2.3.3.4 Sistem Gastrointestinal
Rahim yang semakin membesar akan menekan rektum dan usus bagian
bawah, sehingga terjadi sembelit atau konstipasi. Sembelit semakin berat karena
gerakan otot di dalam usus diperlambat oleh tingginya kadar progesteron.
Wanita hamil sering mengalami rasa panas (heartburn) dan sendawa, yang
kemungkinan terjadi karena makanan lebih lama berada di dalam lambung dan karena
relaksasi sfingter di kerongkongan bagian bawah yang memungkinkan isi lambung
mengalir kembali ke kerongkongan.
2.3.3.5 Sistem Metabolisme

20
Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk pembentukkan tulangnya dan
ini terjadi ketika trimester terakhir. Oleh karena itu, peningkatan asupan kalsium
sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan. Peningkatan kebutuhan kalsium
mencapai 70% dari diet biasanya. Penting bagi ibu hamil untuk selalu sarapan karena
kadar glukosa darah ibu sangat berperan dalam perkembangan janin, dan berpuasa
saat kehamilan akan memproduksi lebih banyak ketosis yang dikenal dengan “cepat
merasakan lapar” yang memungkinkan berbahaya pada janin.
Kebutuhan zat besi ibu hamil kurang lebih 1. 000 mg, 500 mg dibutuhkan
untuk meningkatkan massa sel darah merah dan 300 mg untuk transpotasi ke fetus
ketika kehamilan memasuki usia 12 minggu, 200 mg sisanya untuk menggantikan
cairan yang keluar dari tubuh. Wanita hamil membutuhkan zat besi rata-rata 3, 5
mg/hari.
Pada metabolisme lemak terjadi peningkatan kadar kolesterol sampai 350 mg
atau lebih per 100 cc. Hormon somatotropin mempunyai penerapan dalam
pembentukan lemak pada payudara. Deposit lemak lainnya tersimpan di badan, perut,
pada, dan lengan.
Pada metabolisme mineral yang terjadi adalah sebagai berikut.
a. Kalsium. Dibutuhkan rata-rata 1,5 gram sehari, sedangkan untuk
pembentukan tulang terutama di trimester akhir dibutuhkan 30-40 gram.
b. Fosfor. Dibutuhkan rata-rata 2 gr/hari.
c. Air. Wanita hamil cenderung mengalami retensi air.
2.3.3.6 Sistem Muskuloskeletal
Estrogen dan progesteron memberikan efek relaksasi otot dan ligamentum
pelvis pada akhir kehamilan. Relaksasi ini digunakan oleh pelvis untuk meningkatkan
kemampuannya menguatkan posisi janin pada akhir kehamilan dan pada saat
kelahiran.
Adanya sakit punggung dan ligamen pada kehamilan tua disebabkan oleh
meningkatnya pergerakkan pelvis akibat pembesaran uterus. Bentuk tubuh selalu

21
berubah menyesuaikan dengan pembesaran uterus kedepan karena tidak adanya otot
abdomen.
Bagi wanita yang kurus lekukan lumbalnya lebih dari normal dan .
menyebabkan lordosis dan gaya beratnya berpusat pada kaki bagian belakang. Selain
sikap tubuh yang lordosis, gaya berjalan juga menjadi berbeda dibandingkan ketika
hamil, yang kelihatan seperti akan jatuh dan tertatih-tatih.
2.3.3.7 Kulit
Topeng kehamilan (cloasma gravidarum) adalah bintik-bintik pigmen
kecokelatan yang tampak di kulit kening dan pipi. Peningkatan pigmentasi juga
terjadi di sekeliling puting susu, sedangkan di perut bawah bagian tengah biasanya
tampak garis gelap, yaitu spider angioma (pembuluh darah kecil yag memberi
gambaran seperti laba-laba) bisa muncul di kulit, dan biasanya di atas pinggang.
Pelebaran pembuluh darah kecil yang berdinding tipis seing kali tampak di tungkai
bawah.
Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan robeknya
serabut elastis di bawah kulit, sehingga menimbulkan striae gravidarum/striae lividae.
Bila terjadi peregangan yang hebat, misalnya pada hidraamnion dan gemeli, dapat
terjadi diastasis rekti bahkan hernia. Kulit perut pada linea alba bertambah
pigmentasinya dan disebut linea nigra. Adanya vasodilatasi kulit menyebabkan ibu
mudah berkeringat.
2.3.3.8 Payudara
Payudara sebagai organ target untuk proses laktasi mengalami banyak
perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Beberapa perubahan yang dapat
diamati oleh ibu diantaranya selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang dan
berat, dapat teraba nodul-nodul, akibat hipertropi kelenjar alveoli, bayangan vena-
vena lebih membiru, hiperpigmentasi pada aerola dan putting susu serta jika diperas
akan keluar air susu jolong (kolostrum) berwarna kuning.
Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat
berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Pengurutan payudara untuk

22
mengeluarkan sekresi dan membuka rogest dan sinus laktiferus, sebaiknya dilakukan
secara hati-hati dan benar karena pengurutan yang salah dapat menimbulkan
kontraksi pada rogest sehingga terjadi kondisi seperti pada uji kesejahteraan janin
menggunakan uterotonika. Basuhan lembut setiap hari pada areola dan putting susu
akan dapat mengurangi retak dan lecet pada area tersebut. Untuk sekresi yang
mengering pada putting susu, lakukan pembersihan dengan menggunakan campuran
gliserin dan rogest. Karena payudara menegang, rogest, dan menjadi lebh berat, maka
sebaiknya gunakan penopang payudara yang sesuai (brassiere).(Sarwono
Prawirohardjo, 2010 hlm.286)
2.3.3.9 Sistem Endokrin
Selama siklus menstruasi normal, hipofisis anterior memproduksi LH dan
FSH. Follicle stimulating hormone (FSH) merangsang folikel de graaf untuk menjadi
matang dan berpindah ke permukaan ovarium dimana ia dilepaskan. Folikel yang
kosong dikenal sebagai korpus luteum dirangsang oleh LH untuk memproduksi
progesteron. Progesteron dan estrogen merangsang prolifelirasi dari desidua (lapisan
dalam uterus) dalam upaya mempersiapkan implantasi jika kehamilan terjadi.
Plasenta, ynag berbentuk secara sempurna dan berfungsi 10 minggu setelah
pembuahan terjadi, akan mengambil alih tugas korpus luteum untuk memproduksi
estrogen dan progesteron.
Karakteristik hormon estrogen dan progesteron dapat dicermati dalam tabel
dibawah ini.

Tabel 2.1 Karakterikstik Hormon Estrogen dan Progesteron


Estrogen Progesteron

Pengaruh Umum

Menyebabkan pertumbuhan, baik Peningkatan sekresi. Mengendurkan


ukuran maupun jumlah sel. (relaksasi) otot-otot polos.

23
Pengaruh Khusus

1. Menyebabkan penebalan dari 1. Menyebabkan penebalan dari


endometrium sehingga ovum endometrium sehingga sel telur
yang sudah dibuahi dapat yang sudah dibuahi apat
berimplantasi. berimplantasi dan menyebabkan
2. Menyebabkan hipertropi dari relaksasi.
dinding uterus dn peningkatan 2. Mengistirahatkan otot-otot polos
ukuran pembuluh-pembuluh yang berakibat pada:
darah dan limfatik yang a. Meningkatnya waktu
mengakibatkan vaskularisasi, pengosongan lambung dan
kongesti, dan udema. peristaltik usus;
Perubahan-perubahan ini b. Meningkatnya gastrik refluk
mengakibatkan munculnya: karena relaksasi kardiak
a. Tanda Chandwick (serviks, sfingter sehingga
vulva, dan vagina berubah menyebabkan rasa panas
menjadi berwarna dalam perut (heartburn);
biru/ungu); c. Penurunan motilitas
b. Tanda Goodell (serviks gastrointestinal, sehingga
menjadi lembut pada menyababkan konstipasi;
perubahan); d. Pembuluh arteri dan dinding
c. Tanda Hegar (isthmus- vena relaksasi dan dilates
segmen bawah rahim, sehingga meningkatkan
menjadi lembut pada kapasitas vena dan venule
perabaan). yang menyebabkan hemoroid
3. Hipertropi dan hiperplasi otot- (wasir).
otot uterus. 3. Menjaga peningkatan suhu basal
4. Hipertropi dan hiperplasi jaringan ibu.
payudara, termasuk sistem 4. Merangsang perkembangan

24
pembuluh/pipa. sistem alveoral payudara.
5. Dengan hormon relaksin
melembutkan/mengedurkan
jaringan ikat, ligamen-ligamen,
otot-otot sehingga dapat
mengurangi sakit punggung dan
nyeri ligamen.

2.3.3.10 Sistem Pernapasan


Ruang abdomen yang membesar oleh karena meningkatnya ruang rahim dan
pembentukkan hormon progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi sedikit
berbeda dari biasanya. Wanita hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena
memerlukan lebih banyak oksigen untuk janin dan untuk dirinya. Lingkar dada
wanita hamil agak membesar. Lapisan saluran pernafasan menerima Ruang abdomen
yang membesar oleh karena meningkatnya ruang rahim dan pembentukkan hormon
progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi sedikit berbeda dari biasanya. Wanita
hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih banyak oksigen
untuk janin dan untuk dirinya. Lingkar dada wanita hamil agak membesar. Lapisan
saluran pernafasan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat oleh
penumpukan darah (kongesti). banyak darah dan menjadi agak tersumbat oleh
penumpukan darah (kongesti).

2.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Berat Badan


Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi selama hamil,
oleh karena itu perlu dipantau setiap bulan. Jika terjadi kelambatan dalam
penambahan berat badan ibu, ini dapt mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin intra-uteri (Intra-uterin Growth
Retardation-IUGR). Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat

25
badannya lebih dari 1 kg/bulan (Ari Sulistyawati, 2014).Rumus IMT ( Indeks Massa
Tubuh)
Rumus IMT ini dipakai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan institusi-
institusi kesehatan sebagai cara mudah untuk melihat seseorang gemuk atau tidak.
Yang dimaksud Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah membagi berat badan (kg) dengan
tinggi badan (m) kuadrat.

Gambar 2.2 Indeks Massa Tubuh


Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya
lebih dari 1 kg/bulan.
Perkiraan peningkatan berat badan yang dianjurkan.
1. 4 kg pada kehamilan trimester I.
2. 0,5 kg/minggu pada kehamilan trimester II sampai III.
3. Totalnya sekitar 15-16 kg.
2.3.5 Perubahan Psikologis Selama Masa Kehamilan

26
Perubahan Psikologis selama hamil kebanyakan wanita mengalami perubahan
psikologis diantaranya adalah:
2.3.5.1 Perubahan psikologis pada kehamilan trimester III
Trimester tiga sering disebut periode penantian dengan penuh kewaspadaan.
Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayinya sebagai makhluk yang
terpisah sehingga ia tidak sabar menanti kelahiran sang bayi. Perasaan was-was
mengingat bayi dapat lahir kapanpun, membuatnya berjaga jaga dan memperhatikan
serta menunggu tanda dan gejala persalinan muncul.
Pergerakan janin dan pembesaran uterus menjadi hal yang mengingatkan
keberadaanya bayi. Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan
kehidupannya sendiri seperti apakah bayinya akan lahir normal. Pada trimester ketiga
ibu akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang semakin kuat menjelang
akhir kehamilan. Ia akan merasa canggung, jelek, berantakan, dan memerlukan
dukungan yang sangat besar dan konsisten dari pasangannya (Vareney, 2007 dalam
Rukiyah, dkk, 2009).
2.3.6 Ketidaknyamanan Pada Kehamilan Trimester III dan Cara
Mengatasinya
Menurut Rukiyah (2012) ketidaknyamanan pada kehamilan dan
penatalaksanaannya yaitu:
1. Mengidam
Terjadi setiap saat, disebabkan karena respon papila pengecap pada hormon
sedangkan pada sebagian wanita, mungkin untuk mendapatkan perhatian.
Untuk pelaksanaan khusus yaitu dengan nasihat dan menentramkan perasaan
pasien. Berikan asuhan dengan meyakinkan bahwa diet yang baik tidak akan
terpengaruh oleh makanan yang salah.
2. Konstipasi
Terjadi pada bulan-bulan terakhir dan disebabkan karena progesteron dan usus
yang terdesak oleh rahim yang membesar atau bisa juga karena efek dari
terapi tablet zat besi. Penatalaksanaan khusus yaitu dengan diet atau kadang-

27
kadang dapat diberikan pencahar ringan (dengan resep dokter). Asuhan yang
diberikan yaitu dengan nasihat makanan tinggi serat, buah dan sayuran, ekstra
cairan, hindari makanan berminyak dan anjurkan olahraga tanpa dipaksa.
3. Buang air kecil yang sering
Keluhan dirasakan saat kehamilan dini, kemudian kehamilan lanjut.
Disebabkan karena progesteron dan tekanan pada kandung kemih karena
pembesaran rahim atau kepala bayi yang turun ke rongga panggul. Yang harus
dilakukan adalah dengan menyingkirkan kemungkinan infeksi. Berikan
nasihat untuk mengurangi minum setelah makan malam atau minimal 2 jam
sebelum tidur, menghindari minum yang mengandung kafein, jangan
mengurangi kebutuhan air minum (minimal 8 gelas per hari) perbanyak di
siang hari dan lakukan senam.
4. Bengkak pada kaki
Dikarenakan adanya perubahan hormonal yang menyebabkan retensi cairan.
Yang harus dilakukan adalah dengan segera berkonsultasi dengan dokter jika
bengkak yang dialami pada kelopak mata, wajah dan jari yang disertai tekanan
darah tinggi, sakit kepala, pandangan kabur (tanda pre-eklampsia). Kurangi
asupan makanan yang mengandung garam, hindari duduk dengan kaki
bersilang, gunakan bangku kecil untuk menopang kaki ketika duduk, memutar
pergelangan kaki juga perlu dilakukan.

2.3.7 Tanda dan Bahaya dalam Kehamilan Trimester III


1. Perdarahan pervaginam
Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah yang merah,
perdarahan yang banyak, atau perdarahan dengan nyeri. Perdarahan ini dapat
berarti abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik.
Pada Kehamilan usia lanjut, perdarahan yang tidak normal adalah merah,
banyak dan kadang-kadang tapi tidak selalu disertai dengan rasa nyeri
(Asrinah,2010).

28
2. Sakit kepala yang berat
Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan, dan seringkali merupakan
ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang serius
adalah sakit kepala yang hebat yang menetap dan tidak hilang setelah
beristirahat. Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut ibu
mungkin merasa penglihatannya kabur atau berbayang. Sakit kepala yang
hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-eklampsi.
3. Penglihatan kabur
Akibat pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan dapat berubah dalam
kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah normal. Masalah visual yang
mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual
yang mendadak, misalnya pandangan kabur dan berbayang. Perubahan ini
mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan mungkin menandakan pre-
eklampsia (Pantiawati,2010)
4. Bengkak pada muka dan tangan
Menurut Hani (2010), hampir dari sebagian ibu hamil akan mengalami
pembengkakan yang normal. Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah
serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat dan
ikuti keluhan fisik lain, seperti sakit kepala, gangguan penglihatan. Hal ini
bisa merupakan pertanda anemia, gagal jantung, pre-eklamsia. Kaki bengkak
terjadi pada hamil trimester ketiga. Gangguan pada kaki bengkak ada dua
yaitu retensi (penahanan) air dan garam karena gestosis dan tertekannya
pembuluh darah, karena bagian terendah bayi mulai masuk pintu atas panggul
(Bandiyah, 2009).
Bengkak pada tangan dan wajah disertai tekanan darah tinggi dan sakit kepala
sangat berbahaya bila diabaikan bisa terjadi kejang-kejang yang disebut
keracunan kehamilan atau eklamsia. Keadaan ini bisa menyebabkan kematian
ibu hamil dan janin (Rukiyah, 2009).
5. Keluar cairan per vagina

29
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester III. Ibu harus dapat
membedakan antara urine dengan air ketuban. Jika keluarnya cairan ibu tidak
terasa, berbau amis dan berwarna putih keruh, berarti yang keluar adalah air
ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan, hati-hati akan adanya persalinan
preterm (< 37 minggu) dan komplikasi infeksi intrapartum.
6. Gerakan janin tidak terasa
Normalnya ibu mulai merasakan gerakan janinnya selama bulan ke-5 atau ke-
6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur
gerakan bayi akan melemah. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu
berbaring untuk beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik. Bayi
harus bergerak 3x dalam 1 jam atau minimal 10x dalam 24 jam. Jika kurang
dari itu, maka waspada akan adanya gangguan janin dalam rahim, misalnya
asfiksia janin sampai kematian janin.
7. Nyeri perut yang hebat
Sebelumnya harus dibedakan nyeri yang dirasakan adalah bukan his seperti
pada persalian. Pada kehamilan lanjut, jika ibu merasakan nyeri yang hebat,
tidak berhenti setelah beristirahat, disertai tanda-tanda syok yang membuat
keadaan umum ibu makin lama makin memburuk dan disertai perdarahan
yang tidak sesuai dengan beratnya syok, maka kita harus waspada akan
kemungkinan terjadinya solusio plasenta.
Nyeri perut yang hebat bisa berarti apendiksitis, kehamilan etopik, aborsi,
penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong
empedu, iritasi uterus, abrupsi placenta, infeksi saluran kemih atau infeksi
lainnya (Asrinah,2010).
9. Demam tinggi
Ibu menderita demam dengan suhu tubuh >38ºC dalam kehamilan merupakan
suatu masalah.Demam tinggi dapat merupakan gejala adanya infeksi dalam
kehamilan. Penanganan demam antara lain dengan istirahat baring, minum
banyak dan mengompres untuk menurunkan suhu.

30
10. Kelainan letak janin
Pada keadaan normal, kepala janin berada di bagian bawah rahim ibu dan
menghadap ke arah punggung ibu. Menjelang persalinan, kepala bayi turun
dan masuk ke rongga panggul ibu. Kadang-kadang letak bayi tidak normal
sampai umur kehamilan 9 bulan. Pada keadaan ini, ibu harus melahirkan di
rumah sakit, agar ibu dan bayi dapat diselamatkan. Persalinan mungkin
mengalami gangguan atau memerlukan tindakan. Anjurkan ibu/keluarganya
untuk menabung.
Kelainan letak janin antara lain :
1. Letak sungsang : kepala janin di bagian atas rahin
2. Letak lintang: letak janin melintang di dalam rahim
Kalau menjelang persalinan terlihat bagian tubuh bayi di jalan lahir, misalnya
tangan, kaki atau tali pusat, maka ibu perlu segera di bawa ke rumah sakit.
11. Berat badan ibu hamil tidak naik
Saifuddin (2009) menjelaskan bahwa sebagian besar penambahan berat badan
selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume
darah, dan cairan ekstraselular. Diperkirakan selama kehamilan berat badan
akan bertambah 12,5 kg.
Pada trimester III pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah
berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan
gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu
masing-masing 0,5 kg dan 0,3 kg.
Tabel 2.2 Rekomendasi Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan
Sumber: Saifuddin, Ilmu Kebidanan, 2009

Berdasarkan Indeks Masa Tubuh Kategori IMT Rekomendasi (Kg)

Rendah < 19,8 12,5 – 18

31
Normal 19,8 – 26 11,5 – 16

Tinggi 26 – 29 7 – 11,5

Obesitas > 29 ≥ 7

Gemeli 16 – 20,5

2.3.8 Komplikasi Kehamilan pada Trimester III


1. Trimester III
Pada usia kehamilan mencapai 28 minggu, ibu hamil tiba pada trimester tiga.
Di masa ini, ibu hamil sudah harus menyiapkan segala keperluan persalinan.
Selain itu, tentu saja ibu hamil tetap harus berhati-hati menjaga kehamilannya.
Tujuannya agar tidak mengalami komplikasi kehamilan pada trimester 3.
a. Plasenta Previa
Komplikasi kehamilan ini dapat terjadi pada ibu hamil di trimester ketiga.
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang menghalangi jalan lahir. Bila
ini terjadi, ibu hamil akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut ada
yang terjadi secara perlahan-lahan, ada juga yang secara tiba-tiba. Karena
itu, ibu hamil bisa langsung shock dan lemas.
b. Sakit Kepala Hebat
Umumnya, ibu hamil biasa mengalami sakit kepala. Rasa sakit itu terjadi
karena ibu hamil terlalu lelah dan kurang istirahat. Biasanya, sakit kepala
tersebut hilang dengan sendirinya setelah beristirahat. Namun, ada
kelainan yang dapat terjadi pada ibu hamil di trimeseter ketiga, berupa
sakit kepala yang sangat hebat. Rasa sakit ini tidak hilang meskipun ibu
hamil telah beristirahat. Gejala ini adalah tanda preeklamsia.
c. Anggota Tubuh Bengkak

32
Komplikasi kehamilan pada trimester 3 yang mungkin terjadi adalah
bengkaknya anggota tubuh. Sama seperti sakit kepala, tubuh bengkak
juga biasa terjadi pada ibu hamil. Namun, waspadalah jika pembengkakan
tersebut tidak hilang setelah beristirahat. Pembengkakan atau dalam
bahasa medisnya disebut edema, adalah penimbunan cairan yang
berlebihan di dalam tubuh. Pembengkakan pada wajah dan tangan yang
tak hilang-hilang inilah yang menunjukkan tanda-tanda serius bahwa ibu
hamil mungkin terkena gagal jantung atau anemia.
d. Ketuban Pecah
Ketuban yang pecah sebelum waktunya, dapat terjadi pada ibu yang
sedang hamil tua. Kelainan ini ditandai dengan keluarnya cairan
pervaginam. Pecahnya ketuban dapat disertai dengan keluarnya anggota
tubuh janin, seperti tangan, kaki, atau plasenta.
Ibu hamil yang belum cukup bulan untuk melahirkan, bila mengalami
kejadian ini, harus segera pergi ke rumah sakit. Terlebih, cairan ketuban
sangat penting dalam proses persalinan. Ketuban yang pecah sebelum
waktunya, disebabkan karena berbagai hal. Pertama, karena selaput
ketuban kurang kuat. Kedua, adanya infeksi dari mulut rahim atau vagina.
Ketika usia kehamilan memasuki trimester ketiga, sebaiknya ibu hamil
lebih waspada. Sebab, komplikasi kehamilan pada trimester 3 dapat
menghambat proses persalinan.

2.3.9 Asuhan Antenatal Care


Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan
obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian
kegiatan pemantuan rutin selama kehamilan (Prawirohardjo, 2011).
Antenatal care merupakan pelayanan yang diberikan pada ibu hamil untuk
memantau, mendukung kesehatan ibu dan cara mendeteksi ibu apakah ibu hamil
normal atau bermasalah (Rukiyah, 2012).

33
1. Tujuan Antenatal Care
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang ibu dan tumbuh kembang bayi. Meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi. Mengenali secara dini
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan,
termasuk riwayat secara umum, kebidanan dan perdarahan. Mempersiapkan
persalinan yang cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mungkin. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan
normal dan pemberian ASI eksklusif. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga
dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2. Kunjungan Antenatal
Standar 10 T untuk pelayanan antenatal (Depkes, 2013) yaitu :
1)   Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Pertambahan berat badan yang normal pada ibu hamil yaitu berdasarkan
masa tubuh (BMI: Body Mass Index) dimana metode ini untuk
menentukan pertambahan berat badan yang optimal selama masa
kehamilan, karena merupakan hal yang penting mengetahui BMI wanita
hamil. Total pertambahan berat badan pada kehamilan yang normal 11,5-
16 kg. adapun tinggi badan menentukan ukuran panggul ibu, ukuran
normal tinggi badan yang baik untuk ibu hamil antara lain >145 cm.
2)   Ukur tekanan darah,
Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai dasar
selama masa kehamilan, tekanan darah yang adekuat perlu untuk
mempertahankan fungsi plasenta, tetapi tekanan darah sistolik 140
mmHg atau diastolik 90 mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat
mengindikasi potensi hipertensi.
3) Tetapkan status gizi
Pada ibu hamil (bumil) pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk
mendeteksi dini adanya Kurang Energi Kronis (KEK) atau kekurangan

34
gizi. Malnutrisi pada ibu hamil mengakibatkan transfer nutrient ke janin
berkurang, sehingga pertumbuhan janin terhambat dan berpotensi
melahikan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR
berkaitan dengan volume otak dan IQ seorang anak. Kurang Energi
Kronis atau KEK (ukuran LILA < 23,5 cm), yang menggambarkan
kekurangan pangan dalam jangka panjang baik dalam jumlah maupun
kualitasnya.
4) Ukur tinggi fundus uteri
Apabila usia kehamilan dibawah 24 minggu pengukuran dilakukan
dengan jari, tetapi apabila kehamilan diatas 24 minggu memakai
pengukuran mc Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi fundus
memakai cm dari atas simfisis ke fundus uteri kemudian ditentukan
sesuai rumusnya.
Tabel 2.3 Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Usia Kehamilan
Usia Kehamilan TFU dalam Tinggi Fundus Uteri
cm

12 minggu - 3 jari diatas symfifis

16 minggu - Pertengahan pusat dan symfisis

20 minggu - 3 jari dibawah pusat

24 minggu - Sepusat

28 Minggu 25 cm 3 Jari diatas pusat

32 Minggu 27 cm Pertengahan pusat dengan processus


xyphoideus

36 Minggu 30 cm 1 jari dibawah processus xyphoideus

35
40 Minggu 33 cm 3 jari dibawah processus xyphoideus

5) Tentukan persentasi janin dan hitung DJJ


Tujuan pemantauan janin itu adalah untuk mendeteksi dari dini ada atau
tidaknya faktor-faktor resiko kematian prenatal tersebut (hipoksia/asfiksia,
gangguan pertumbuhan, cacat bawaan, dan infeksi). Pemeriksaan denyut
jantung janin adalah salah satu cara untuk memantau janin.
Pemeriksaan denyut jantung janin harus dilakukan pada ibu hamil. Denyut
jantung janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 16 minggu / 4
bulan.
6) Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap
Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan umumnya diberikan 2
kali saja, imunisasi pertama diberikan pada usia kehamilan 16 minggu
untuk yang kedua diberikan 4 minggu kemudian . akan tetapi untuk
memaksimalkan perlindungan maka dibentuk program jadwal pemberian
imunisasi pada ibu hamil.
Tabel 2.4  Imunisasi TT
Antigen Interval (Selang Waktu Minimal) Lama Perlindungan

TT 1 Pada kunjungan antenatal pertama –

TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun*

TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun

TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun

TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun

7)   Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan

36
Dimulai dengan memberikan 1 tablet besi sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang. Tiap tablet besi mengandung FeSO4 320 mg
(zat besi 60mg) dan asam folat 500 mikogram. Minimal masing-masing
90 tablet besi. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi
karena akan mengganggu penyerapan. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang mengandung vitamin C bersamaan dengan mengkonsumsi
tablet besi karena vitamin C dapat membantu penyerapan tablet besi
sehingga tablet besi yang dikonsumsi dapat terserap sempurna oleh tubuh.
8) Tes Laboratorium dan PMS
Wanita termasuk yang sedang hamil dan harus mengecek laboratorium
selama hamil minimal 3 kali atau jika ada indikasi. Ibu hamil merupakan
kelompok risiko tinggi terhadap PMS. PMS dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas terhadap ibu maupun janin yang dikandung.
Pada asuhan kehamilan dilakukan anamnesa kehamilan risiko terhadap
PMS meliputi penapisan, konseling, dan terapi PMS.
9) Temu wicara (konseling dan pemecahan masalah)
Temu wicara pasti dilakukan dalam setiap klien melakukan kunjungan.
Bisa berupa anamnesa, konsultasi, dan persiapan rujukan. Anamnesa
meliputi biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas, biopsikososial, dan pengetahuan klien.
Memberikan konsultasi atau melakukan kerjasama penanganan. Tindakan
yang harus dilakukan bidan dalam temu wicara antara lain:
1. Merujuk ke dokter untuk konsultasi  dan menolong ibu menentukan
pilihan yang tepat.
2. Melampirkan kartu kesehatan ibu serta surat rujukan
3. Meminta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat
hasil rujukan
4. Meneruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan
5. Memberikan asuhan antenatal

37
6. Perencanaan dini jika tidak aman melahirkan dirumah
7. Menyepakati diantara pengambilan keputusan dalam keluarga
tentang rencana proses kelahiran.
8. Persiapan dan biaya persalinan
10) Tatalaksana Kasus
2.3.10 Langkah-Langkah Asuhan Antenatal
1. Langkah 1 : Tahap Pengumpulah Data Dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
dari  semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh
data dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis. Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi,
riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas, bio-psiko-
sosial-spiritual, serta pengetahuan klien.
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital, meliputi :
1) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auscultasi, dan perkusi )
2) Pemeriksaan penunjang ( laboratorium, radiologi/USG, dan cacatan
terbaru serta catatan sebelumnya ).
Tahap ini  merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi
yang akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap
selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini harus komprehensif meliputi data
subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan
kondisi pasien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah
dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
2. Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan

38
diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan masalah
keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan
dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan
sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
Diagnosis kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan dalam lingkup
praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnose kebidanan.
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :
a) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
b) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
c) Memiliki cirri khas kebidanan.
d) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan.
e) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
3. Langkah 3: Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya.
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau diagnosis
potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan.Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah
diagnosis atau masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini
penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah
potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi
juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial
tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat
antisipasi yang rasional atau logis.Kaji ulang apakah diagnosis atau masalah
potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
4. Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

39
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan
hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu
wanita tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin
mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera
untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.Data baru mungkin saja
dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan
segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter.
Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari preeklampsia, kelainan
panggul, adanya penyakit jantung, diabetes, atau masalah medic yang serius,
bidan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.Dalam kondisi
tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli
gizi atau seorang ahli perawatan klinis bayi  baru lahir. Dalam hal ini bidan
harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
kebidanan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
5. Langkah 5 : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

40
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan
tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti
apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada  masalah-
masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah
psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap aspek asuhan kesehatan.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan
dank lien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan
bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to
date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
6. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bias dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh
klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya
sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaannya,
misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani
klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen
asuhan bagi klien adalah tetap bertanggungjawab terhadap terlaksananya
rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien
akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah dilaksanakan.
7. Langkah 7 : Evaluasi

41
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam
diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang
benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan
sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini
merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang
kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen tidak
efektif serta melakukan penyusaian terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi
pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam
situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi
klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan
saja.

2.4 Intranatal Care


2.4.1 Pengertian Persalinan
Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita, dengan belum
adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan yang berlebih
selama proses persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang pertama kali
melahirkan (Wijaya dkk, 2014). Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan
(kekuatan sendiri) (Sulistyawati & Nugraheny, 2014).
Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar janin dan placenta dari
dalam saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim. Persalinan normal adalah

42
persalinan dengan presentasi verteks, aterm, selesai dalam tempo 4-24 jam, dan tidak
melibatkan bantuan artifisial maupun komplikasi (Forrer, 2012).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo,
2012).
Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal, namun apabila
tidak dikelolah dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal (Mufdillah & Hidayat,
2013).
Persalinan adalah fungsi seorang wanita, dengan fungsi ini produksi konesepsi
(janin, air ketuban, plasenta dan selaput ketuban) dilepaskan dan dikeluarkan dari
uterus melalui vagina kedunia luar (Oxorn, 2011).
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plesenta, dan membran dari
dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, 2012).
2.4.2 Etiologi
Faktor Hormonal yang menyebabkan persalinan
1. Rasio estrogen terhadap progesterone
Progesterone menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, sehingga
ekspulsi fetus tidak terjadi.Sedangkan estrogen dapat meningkatkan kontraksi
uterus karena estrogen meningkatkan jumlah taut celah (gap junction) antar
sel-sel otot polos uterus yang berdekatan.Dalam kehamilan estrogen dan
progesterone di ekresikan dalam jumlah yang secara progresif terus meningkat
dari bulan kebulan.Tetpi mulai bulan ke 7 dan seterusnya estrogen terus
meningkat tetapi progesterone tetap konstan atau mungkin sedikit menurun.
Oleh karena itu diduga bahwa rasio estrogen dan progesterone yang
menyebabkan terjadinya persalinan
2. Pengaruh oksitosin pada uteus

43
Oksitosin merupakan suatu hormone yang dihasilkan oleh neuro hipofisis
(hipofisis posterior) yang dapat menyebabkan kontraksi uterus. Yaitu dimana
terjadi :
1. Otot-otot uterus meningkat reseptor-reseptor oksitosin dan meningkatnya
respin terhadap oksitosin
2. Kecepatan sekresi oksitosin oleh neurohipofisis meningkat pada waktu
persalinan
3. Reganga serviks atau iritasi serviks pada waktu persalinan dapat
menyebabkan reflek neurogenic yang mengakibatkan neurohipofisis
meningkatkan sekresi oksitosinnya.
2.4.3 Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang
berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement
terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin
diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan
itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin,
terutama setelah kepala turun ke dalam panggul.
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal
kepala janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul
disebut sebagai engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu
terakhir kehamilan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala
ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.
Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida.Masuknya kepala ke dalam
pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir
kehamilan. Tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya terjadi
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
2. Sinklitisme

44
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala,
engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas
panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang.
Ubun-ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita
temukan. Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul,
kepala berada dalam sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian depan
dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak lurus
terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak
tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.
3. Asinklitisme
1) Asinklitisme anterior
Menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke
depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi asinklitismus
posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya dari
asinklitismus anterior.
2) Asinklitismus posterior
Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun
jika derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi
sefalopelvik pada panggul yang berukuran normal sekalipun. Perubahan
yang berturut-turut dari asinklitismus posterior ke anterior
mempermudah desensus dengan memungkinkan kepala janin mengambil
kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga
panggul.
4. Descens (penurunan kepala)
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi.Pada wanita nulipara,
engagement dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut
mungkin belum terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita

45
multipara, desensus biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens
terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya:
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
3) Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
4) Ekstensi dan pelurusan badan janin
5. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau
dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu
mendekat ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih
pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.
6. Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)
Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan
sedemikianrupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke
depan, ke bawahsimfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang
terendah adalah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar
ke depan, ke bawah simfisis.
Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran
paksimerupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk
jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran
paksi dalam tidakterjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya
kepala dan tidak terjadisebelum kepala sampai ke Hodge III kadang-kadang
baru terjadi setelah kepala sampaidi dasar panggul.
7. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah
ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir
pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala
harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.

46
Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke
bawah, dan yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang
menolaknya ke atas. Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas.
8. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar)
Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kea rah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam.Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan :
putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan
tuber ischiadicum sesisi. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar
yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior pintu bawah panggul.

9. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul
dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
2.4.4 Tahap Persalinan
Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi yang
menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melakui jalan
lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan istilah
in labor (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi
miometrium pada persalinan terasa nyeri sehingga istilah nyeri persalinan digunakan
untuk mendeskripsikan proses ini.
Persalinan aktif dibagi menjadi empat kala yang berbeda. Kala I persalinan
mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan duradi

47
yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala
I persalinan selesai ketika dilatasi serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)
sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan
disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks.
Kala II persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir
ketika janin sudah lahir. Kala II persalinan disebut juga sebagai stadium eksplusi
janin. Kala III persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III persalinan disebut juga sebagai
stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta. Kala IV dimulai dari keluarnya plasenta
sampai keadaan ibu postprartum menjadi stabil.
1. Persalinan Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu:
1) Fase laten ada kala I persalinan
Fase laten dimulai sejak awal berkontraksi yang menimbulkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap, berlangsung hingga serviks
membuka kurang dari 4 cm ada umumnya fase laten berlangsung hingga
8 jam.
2) Fase aktif pada kala I persalinan
Fase aktif adalah frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat
secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tidak
kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih, uterus mengeras waktu kontraksi, serviks membuka. Dari
pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengka atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Pada fase
aktif kala II terjadi penurunan bagian terendah janin tidak boleh
berlangsung lebih dari 6 jam. Fase aktif dibagi menjadi 3, yaitu:

48
1. Fase akselerasi. Ada primigravida pembukaan serviks bertambah dari
3 cm menjadi 4 cm dalam waktu sekitar 2 jam
2. Fase dilatasi maksimal. Pembukaan serviks berlangsung lebih cepat,
yaitu 4 cm menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam.
3. Fase deselerasi. Pembukaan serviks melambat dari 9 cm menjadi
lengka dalam waktu 2 jam.
Kala I berlangsung dari permulaan persalinan sungguhan sampai
pembukaan lengkap. Kontraksinya hilang – timbul dan dirasakan nyeri,
dan melalui dinding perut tangan dengan mudah meraba uterus yang
menjadi keras. Dengan semakin lanjutnya persalinan his menjadi lebih
teratur dan lebih kuat. Umumnya mula-mula dirasakan nyeri di belakang
dan mejalar ke depan abdomen dan paha atas.
a. Pendataran Serviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks
dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya muara melingkar denga tepi
hampir setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement)
dan terjadi dari atas kebawah.
Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, ataiu
dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os
eksternum untuk sementara tetap tidak berubah.Pinggiran os internum
ditarik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara
anatomik maupun fungional) dari segmen bawah uterus.
Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu proses pembentukkan
terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit
menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang
keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang
meingkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran
sempurna ada serviks yang lunak kadangkala telah selesai sebelum

49
persalinan aktif dimulai.Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus
ketika saluran serviks memendek.
b. Dilatasi serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama
terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam
prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus
menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong
amnion akan melebarkan saluran serviks.
Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah janin
terhadap serviks dan segmen bawah uterus juda dama efektifnya. Selaput
ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian
terbawah janin berasa pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks
dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini
menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala.

2. Persalinan Kala II
Persalianan kala dua berlangsung dari akhir kala satu, yaitu setelah
pembukaan lengkap, sampai lahirnya bayi.Pada kala satu sebelum pasien
memasuki kala dua, kontraksi uterus menjadi lebih sering dan diikuti dengan
rasa nyeri yang paling hebat selama persalinan.Begitu samapi pada kala dua
maka rasa nyerinya berkurang.
1) Tanda dan gejala kala II
a. His semakin kuat, dengan interval 2-3 menit.
b. Ibu merasa ingin meneran bersaman dengan terjadinya kontraksi.
c. Ibu merasakan semakin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau
dinding vagina.
d. Perineum terlihat menonjol.
e. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.

50
f. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
2) Lamanya persalinan
Tabel 2.5 Lamanya Persalinan
Lama Persalinan

PRIMIPARA MULTIPARA

Kala I 13 Jam 7 Jam

Kala II 1 Jam ½ Jam

Kala III ½ Jam ¼ Jam

TOTAL 14 ½ Jam 7 ¾ Jam

3) Posisi untuk bersalin


a. Posisi sim atau lateral kiri
Posisi sim atau lateral kiri adalah yang terbaik apabila persalinan
dilakukan di temat tidur psien di rumah. Keuntungannya antara lain
adalah:
1. Pasien merasa enak dan bebas selama persalinan.
2. Tekanan uterus hamil pada vena cava inferior yang kadang-
kadang mengakibatkan supine hypotensive syndrome dikurangi.
3. Memudahkan drainage pharynx kalau pasien muntah.
4. Usaha hejan perut lebih dapat dikontrol dengan baik,
memungkinkan lahirnya kepala dengan pelahan-lahan dan robekan
perineium lebih sedikit.
Tetapi posisi ini menyebabkan pengelolaan kala tiganya sukar, dan
laserasi servik dan vagina tidak mudah dicapai untuk diperbaiki
kembali.
b. Posisi dorsal

51
Pada posisi dorsal pasien berbaring terlentang di atas tempat tidur atau
meja, dengan kedua lutut di tekuk. Posisi ini mendekati posisi jongkok
primitif dan memungkinkan pasien mengejan lebih kuat.
c. Posisi lithiothomi
Posisi lithotomi adalah terbaik. Disini pasien berbaring terlentang
dengan kedua kakinya diletakkan pada penyangga dan pantat dekat
dengan tepi bawah meja. Pasien dalam posisi yang ideal bagi
penolongnya untuk mengatasi setiap komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Persalinan kala III
Kala III diawali dengan lahirnya bayi dari uterus dan diakhiri dengan
kelurnya plasenta. Proses ini biasanya berakhir hanya beberapa menit baik
pada multipara maupun primipara
Lahirnya plasenta terjadi dalam dua tahap; (1) pelepasan plasenta dari
dinding uterus ke dalam segmen bawah rahim dan/atau vagina, dan (2)
pengeluaran plasenta yang sesungguhnya dari jalan lahir.
a. Pelepasan plasenta
b. Pengeluaran plasenta
Pemisahan/pelepasan plasenta terjadi karena adanya kontraksi, yang dimulai
kembali setelah berhenti sejenak menyusul kelahiran bayi. Setalah bayi lahir,
kontraksi berikutnya akan menyusul setiap 4-5 menit hingga plasenta lepas
dan keluar. Setelah itu uterus yang telah kosong akan berkontraksi atas
dirinya sendiri jika tonus ototnya bagus.
Pelepasan maupun pengeluaran plasenta terjadi karena adanya kontraksi,
yang dimulai kembali setelah berhenti sejenak menyusul kelahiran bayi.
Kontraksi terjadi setiap 4-5 menit hingga plasenta lepas dan dikeluarkan.
1) Mekanisme pelepasan plasenta
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan

52
plasenta. Karena tempat perlekatan plasenta semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan
kemudian terlepas dari dinding uterus. Tanda-tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini.
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawa
pusat.Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah,
uterus berbentuk segitida atau seperti buah pear atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat menjulur keluar melalui vulva
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang diantara
dinding uterus dan permukaan dalam plasental melebihi kapasitas
tampungannya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas.
2) Cara ekstruksi plasenta
Plasenta yang mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma akan
turun. Karena membran yang disekitarnya menempel kaku pada desidua,
plasenta hanya dapat turun dengan menyeret membran secara perlahan-
lahan; kemudian membran-membran tersebut mengelupas bagian
perifernya. Akibatnya, kantong yang terbentuk oleh membran tersebut
mengalami inversi, dan yang muncul di vulva adalam amnion yang
mengilap di atas permukaan plasenta atau di dalam kantong inversi. Pasa
proses ini dikenal sebagai cara pelepasan plasenta mekanisme Schultze,

53
darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan
tidak mengalir keluar sampai setelah ekstrusi plasenta.
Cara ekstruksi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan,
yakni pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akibat
darah mengumpul diantara membran dinding uterus dan keluar dari
plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara menyamping,
dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva. Perasat-
perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta.
a. Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri menekan daerah
diatas simpisis, bila tali pusat tertarik kedalam berarti plasenta belum
lepas.Bila tali pusat tidak tertarik masuk kedalam berarti plasenta
telah lepas.

b. Perasat Strassman
Tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok
fundus uteri, bila getaran terasa pada tali pusat berarti plasenta belum
lepas, bila tidak terasa getaran berarti plasenta telah lepas.
c. Perasat Klein
Ibu disuruh mengedan sedikit, maka tampak tali pusat turun
kebawah, kemudian diminta berhenti, bila tali pusat tertarik kedalam
berarti plasenta belum lepas dan bila tidak tertarik kedalam berarti
plasenta telah lepas.
3) Manajemen aktif kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap
kala, mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III

54
persalinanjika dibandingkan kala III fisiologis.Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan di mana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III terdiri atas tiga
langkah utama, yaitu sebagai berikut:
1. Pemberian suntikan oksitosin
Oksitosin 10 IU secara IM dapat diberikan dalam setelah bayi lahir
apabila telah dipastikan tidak terdapat bayi ke-2 dan dapat diulangi
setelah 15 menit jika plasenta belum lahir.Berikan oksitosin 10 IU
secara IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.
2. Penegangan tali pusat terkendali
a. Tempatkan klem pada ujung tali pusat ±5 cm dari vulva
b. Pantaulah tanda-tanda plasenta, letakkan satu tangan di atas
fundus uteri untuk meraba apakah sudah ada kontraksi atau
perubahan pada uterus. Jangan lakukan penegangan tali pusat
bila tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
c. Plasenta dilahirkan dengan peregangan tali pusat terkendali
dengan kontra peregangan pada fundus (dorso kranial).
d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit) untuk mengulangi PTT.
e. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat
menjulur) regangkan tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan
dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak ke atas menandakan plasenta telah lepas dan dapat
dilahirkan.
f. Anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melaui introitus vagina. Regangkan tali pusat sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).

55
g. Lahirkan plasenta dengan peregangan yang lembut, bergerak
mengikuti kurve jalan lahir, dengan sedikit kearah posterior dan
kemudian menuju anterior ibu. Ketika plasenta muncul dan
keluar dari vulva, pegang plasenta sambil dengan lembut
menuntunnya keluar dari introitus dan memutarnya untuk
mencegah robekan membran.
3. Rangsangan taktil (Masase) fundus uteri
Segera setelah plasenta dan membran dilahirakan, dengan perlahan
tapi kokoh melakukan massage uterus dengan cara menggosok
uterus pada abdomen dengan gerakan melingkar (sirkuler) untuk
menjaga agar uterus tetap keras dan berkontraksi dengan baik serta
untuk mendorong setiap gumpalan darah agar keluar.
Sementara tangan kiri melakukan masase uterus, periksa lah
plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa kotiledon
dan membran sudah lengkap (seluruh lobus di bagian maternal
harus ada dan bersatu/uruh, tidak boleh ada ketidakaturan pada
bagian pinggir-pinggirnya, jika hal tersebut ada, berarti
menandakan ada sebagian fragmen plasenta yang tertinggal).
4. Persalinan kala IV
Kala IV dimulai dari keluarnya placenta sampai keadaan ibu postpartum
menjadi stabil. Kala dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum sering terjadi pada 2 jam pertama.Pasien tetap di
kamar bersalin selama 1 jam dibawah pengawasa ketat. Diperiksa kalau ada
perdarahan; tekanan darahnya diukur dan nadinya dihitung. Kala III dan jam
berikutnya lebih berbahaya untuk ibu daripada waktu-waktu lainnya.
Observasi yang dilakukan pada kala IV adalah:
a. Tingkat kesadaran penderita.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernapasan.
c. Kontraksi uterus.

56
d. Terjadinya perdarahan.
Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400
sampai 500 cc.
2.4.5 Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama kehamilan. Tujuan utama
penggunaan partograf adalah untuk :
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dan
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian, juga saat dilaksanakan deteksi secara dini, setiap
kemungkinan terjadinya partus lama. Jika digunakan secara tepat dan konsisten,
partograf akan membantu penolong persalinan untuk mencatat kemajuan persalinan,
kondisi ibu dan janin, asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran, serta
menggunakan informasi yang tercatat, sehingga secara dini mengidentifikasikan
adanya penyulit persalinan, dan mebuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu.
1) Penggunaan partograf
Partograf harus digunakan untuk (1) semua ibu dalam fase aktif satu
persalinan sampai dengan kelahiran bayi, sebagai elemen penting asuhan
persalinan; (2) semua tempat pelayanan persalinan (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain; (3) semua penolong
persalinan memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran (Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan, Dokter Umum,
Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
2) Halaman depan partograf
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai
pada fase aktif persalinan; dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk:
a. Informasi tentang ibu:
1. Nama, Umur;
2. Gravida, Para, Abortus (keguguran);

57
3. Nomor catatan medik/nomor Puskesmas;
4. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika dirumah; tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).
b. Waktu pecahnya selaput ketuban
c. Kondisi Janin:
1. DJJ (denyut jantung janin);
2. Warna dan adanya air ketuban;
3. Penyusupan (molase) kepala janin.
d. Kemajuan persalinan:
1. Pembukaan serviks;
2. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin;
3. Garis waspada dan garis bertindak
e. Jam dan waktu:
1. Waktu mulainya fase aktif persalinan;
2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
f. Kontraksi Uterus:
Frekuensi dan lamanya.
g. Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1. Oksitoksin;
2. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
h. Kondisi Ibu:
1. Nadi, tekanan darah, dan temperatur tubuh;
2. Urin (volume, aseton, atau protein).
i. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
3) Cara pengisian halaman depan partograf
a. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal atas partograf secara teliti pada saat memulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai “jam” pada

58
partograf) dan diperhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten
persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.
b. Kesehatan dan kenyaman janin
Kolom, lajur, dan skala angka ada partograf adalah untuk pencatatan
denyut jantung janin (DJJ), air ketuban, dan penyusupan tulang
kepala janin.
1) Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih
seirng jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak pada
bagian ini, menujukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebalah
kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik ada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukkan DJJ. Kemudian hubungan titik yang satu dengan
titik lainnya dengan garis yang tidak terputus.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal
angka 180 dan 100. Akan tetapi, penolong harus waspada bila
DJJ di bawah 120 atau di atas 160. Catat tindakan-tindakan yang
dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari kedua sisi
partograf.
2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam dan
nilai warna air ketuban jika selaput ketuba pecah. Catat temuan-
temuan dalam kotak yang sesuai di bawah laju DJJ. Gunakan
lambang-lambang berikut:
U : ketuban utuh (belum pecah).
J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium.
D : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah.

59
K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
(“kering”).
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menujukkan gawat
janin.Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk
mengenali tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100
atau > 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang sesuai.Akan tetapi, jika terdapat mekonium
kental, segera rujuk ibu ke tempat byang memiliki asuhan
kegawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir.
3) Molase (penyusupan tulang kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras
panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusu atau tumpang
tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang
panggul (Cephalo Pelvic Disproportion – CPD). Apabila ada
dugaan diproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap
memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan
tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan
tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan
yang memadai.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan
kepala janin. Catat temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur
air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut.
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi.
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi
masih dapat dipisahkan.

60
3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan
4) Kemajuan persalinan
Kolom dan jalur kedua partograf adalah untuk pencatatan
kemjuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom
paling kiri adalah besanya dilatasi serviks. Tiap angka
mempunyai jalur dan kotak yang lain pada jalur di atasnya,
menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm skala 1-5 juga
menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin. Tiap kontak
ini menyatakan waktu 30 menit.
a. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian
pemeriksaan fisik, nilai dan catat pembukaan serviks setiap
4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit).
Saat ibu berada di fase aktif persalinan, catat pada partograf
hasil temuan setiap pemeriksaan. Tanda “X” harus ditulis di
garis waktu yang sesuai dengan jalur besarnya pembukaan
serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan dari pemeriksaan
dalam yang dilakukan pertama kali selama masa fase aktif
persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda “X” dari
setiap pemeriksaan dengan garis utuh.
b. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi. Pencatatan selama fase aktf persalinan dimulai di
garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada (pembukaan ≤1 cm/jam), maka harus
dipertimbangkan maka harus dipertimbangkan adanya
penyulit. Garis bertindak sejajar dengan garis waspada. Jika

61
pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak,
menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan
persalinan. Sebaiknya ibu berada di tempat rujukan sebelum
garis bertindak terlampaui.
c. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak diberi angka 1-10. Setiap
kotak menyatakan waktu satu jam dimulainya fase aktif
persalinan.
d. Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu dimulainya fase aktif,
tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam
penuh. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan
waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
5) Kontraksi Uterus
Dibawah lajur waktu partograf terdapat kotak dengan tulisan
“kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri.
Setiap kotak menyatakan menyatakan satu kontraksi. Setaip 30
menit, raba dan catat jumlah kontraski dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan lama kontraksi
dengan:
1. Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya <20 detik.
2. Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
3. Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya ≥40 detik.

62
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur
kotak untuk mencatat okstosin, obat-obat lainnya, dan carian
I.V.
a. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang
diberikan per volume cairan I.V. dan dalam satuan tetesan
permenit.
b. Obat-obatan lain dan cairan I.V
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau
cairan I.V. dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
7) Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf ini berkaitan
dengan kesehatan dan kenyamanan ibu.
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan
nadi dan tekanan darah ibu:
1. Nilai dan catat nadi ibu setia 30 menit selama fase
aktif persalinan (lebih sering jika dicurigai adanya
penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang
sesuai (●);
2. Nilai dan catat tekanan darh ibu setiap 4 jam fase
persalinan (lebih sering jika dianggap adanya
penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom
waktu yang sesuai: ↕

63
3. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika
meningkat atau dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam
dan catat temperatur tuuh dlaam kotak yang sesuai.
b. Volume urin, protein, atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2
jam (setiap kali berkemih). Jika memungkinkan saat ibu
berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein
dalam urin.
8) Lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf, merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta
tindakan-tindkan yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga
kala IV (termasuk bayi baru lahir). Oleh karena itu bagian ini
disebut catatan persalinan.
Nilai dan catat asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas
terutama persalinan kala IV untuk memungkinkan pertolongan
persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan
klinik, terutama pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan). Selain itu, catatatn persalinan
(yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula
digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan
pelaksaan asuhan persalinan yang bersih dan aman.
9) Cara pengisian lembar belakang partograf
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir
setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah
seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catata
persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih rinci dan
disampaikan sebagai berikut:
a. Data dasar

64
Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat
persalinan, alamt tempat persalinan, catatan, alasan merujuk,
tempat rujukan dan pendampingan pada saat merujuk. Isi
data pada tiap tempat yang telah disediakan atau dengan cara
memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
Untuk pertanyaan no.5, lingkari jawaban yang sesuai dan
untuk pertanyaan no. 8, jawaban bisa lebih daro satu. Data
dasar yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Kala I
Kala I terdiri atas pertanyaan-pertanyaan tentang
partograf saat melewati garis waspada, masalah-
masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksaan tersebut.Untuk pertanyaan no. 9, lingkari
jawaban yang sesuai.Pertanyaan lainnya hanya diisi jika
terdapat masalah lainnya dalam persalinan.
2. Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan,
gawat janin, distosia bahu, masalah penyerta,
penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “√” pada
kotak di samping jawaban yang sesai. Untuk pertanyaan
no. 13, jika jawabannya “Ya”, tulis indikasinya,
sedangkan untuk no. 15 dan 16 jawabannya “Ya”, isi
jenis tindakan yang telah dilakukan.Untuk pertanyaan
no.14, jawaban bisa lebih dari 1, sedangkan untuk
‘masalah lain’ hanya diisi apabila terdapat msalah lain
pada Kala II.
3. Kala III
Kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri,

65
kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit,
laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah
penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban
pada tempat yang disediakan dan diberi tanda pada
kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk no. 25,
26, dan 28 lingkari jawaban yang benar.
4. Bayi baru lahir
Informasi bayi baru lahir berisi atas berat dan panjang
badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah penyerta tatalaksana terpilih
dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan
serta beri tanda pada kotak di samping jawaban yang
sesuai. Untuk pertanyaan no. 36 dan 37 lingkari
jawaban yang sesuai, sedangkan untuk no .38 jawaban
bisa lebih dari 1. Pertanyaan mengenai Bayi Baru Lahir
adalah sebagai berikut.
5. Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nasi, duhu, tinggi
fundus, kontraksi uters, kandung kemih, dan
perdarahan. Pemantauan kala IV ini sangat penting
terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau
terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian
pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada
satu jam pertama dan 30 menit pada satu jam berikutnya
setelah persalinan. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah
pada kala IV pada telah yang telah disediakan.
2.4.6 Asuhan Persalinan Normal

66
Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pascapersalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu,
fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu
pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan
mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Penyesuaian ini sangat
penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan
bayi baru lahir. Hal ini dikarenakan sebagian besar persalinan di Indonesia masih
terjadi di tingkat pelayanan primer dengan penguasaan keterampilan dan pengetahuan
petugas kesehatan di fasilitas pelayan tersebut masih belum memadai.
Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup
dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melaui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengka serta intervensi minimal sehingga prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Kegiatan
yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah sebagai berikut.
1. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,
misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tanga sesuai
dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses
persalinan dan kelahiran bayi, serta menetapkan standar proses peralatan.
2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi
lahir, termasuk penggunaan partograf. Partograf digunakan sebagai alat bantu
untuk membuat suat keputusan klinik, berkaitan dengan pengenalan dini
komplikasi yang mungkin terjadi dan memilih tindakan yang paling sesuai.
3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan,
pascapersalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya

67
mengenai proses kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat untuk
turut berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
4. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.
5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti episiotomi
rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin sebgai
upaya untuk mencegah perdarahan persalinan.
6. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan
menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak dini
komplikasi pascapersalinan dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara
rutin.
7. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam
masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan bayinya
berada dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak dini komplikasi
pascapersalinan dan mengambil tinfakan yang sesuai dengan kebutuhan,
8. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya
yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.
9. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
2.4.6.1 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal
Melihat Tanda Dan Gejala Kala Dua
1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.
2. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
3. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.
4. Perineum menonjol
5. Vulva-vulva dan sfingter ani anal membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
1. Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitoksin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril
sekali pakai di dalam partus set.
2. Mengenakan baju penutu atau celemek plastik yang bersih.

68
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
4. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.
5. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus
set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung
suntik).
Memastikan Pembukaan Lengkap Dengan Janin
Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi
tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran
ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke
belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.
Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan
tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi).
1. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
2. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan
kemudian melepaskannya dalam eadaan terbalik serta merendamnya di dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).
3. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100-180 kali / menit ).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-
hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

69
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Pimpinan
Meneran
1. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
2. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan
pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
3. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung
dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
4. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada
saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa
nyaman).
5. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
6. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk
meneran.
7. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
8. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak
meminta ibu berbaring terlentang).
9. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
10. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
11. Menganjurkan asupan cairan per oral.
12. Menilai DJJ setiap lima menit.
13. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam)
untuk ibu multipara, merujuk segera.Jika ibu tidak mempunyai keinginan
untuk meneran
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk

70
mulai meneran padapuncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di
antara kontraksi.
15. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60
menit meneran, merujuk ibu dengan segera
Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
16. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
17. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
18. Membuka partus set.
19. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Menolong Kelahiran Bayi
Lahirnya kelapa
20. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang
lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat
pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan
ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
a Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau
kasa yang bersih.
b Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:
1) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
2) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahir bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat

71
kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah
keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu
posterior.
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan
lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan
tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk
menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior
(bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat
panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati
membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat
terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali
bagian pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali

72
pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan
yang sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya,
Oksitosin
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin
10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
Penegangan tali pusat terkendali
34. Memindahkan klem pada tali pusat
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang
lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke
arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke
arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi
berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali
pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir
sambil meneruskan tekananberlawanan arah pada uterus.

73
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit : Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
c. Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik jika perlu.
d. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
e. Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
f. Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan
dan dengan hati- hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin.
Dengan lembut perlahan melahirkanselaput ketuban tersebut.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi
atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Pemijatan Uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
Menilai Perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik
mengambil tindakan yang sesuai.

74
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut
dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang
bersih dan kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan
simpul mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5%.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan
handuk atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan
yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri.
e. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.

75
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Kebersihan dan keamanan
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

2.4.7 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan dan Hodge

76
Pemeriksaan Luar Pemeriksaan Dalam Keterangan

Kepala diatas PAP,


= 5/5
mudah digerakkan
( Convergen)

Sulit digerakan, bagian


= 4/5 terbesar kepala belum
H I – H II
masuk panggul
(Convergen)

Bagian terbesar belum


= 3/5 H II – H III
masuk PAP (Sejajar)

Bagian terbesar kepala


= 2/5 H III+ sudah masuk panggul
(Sejajar)

= 1/5 Kepala didasar panggul


H III-H IV
(Divergen)

= 0/5 Di depan perineum


H IV
(Divergen)

Tabel 2.6 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan dan Hodge
2.5 Postnatal Care

77
2.5.1 Pengertian Nifas
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat- alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira- kira 6 minggu. (Sarwono:2014)
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau
waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,sampai enam
minggu berikutnya,disertai dengan pulihnya kembali oragan-organ yang berkaitan
dengan kandungan,yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan.
2.4
2.4.
2.5.
2.5.1.
2.5.2. Penanganan Anemi pada masa Nifas
Menurut Manuaba (2007) penatalaksanaan anemi sedang antara lain :
1) Meningkatkan gizi penderita faktor utama penyebab anemi ini adalah faktor
gizi, terutama protein dan zat besi, sehingga pemberian asupan zat besi sangat
diperlukan oleh ibu nifas yang mengalami anemi sedang
2) Memberi suplemen zat besi
1) Peroral
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi sebanyak 600-1000 mg
sehari seperti sulfas ferrosus atau glukonas ferosus. Hb dapat dinaikkan
sampai 10 g/ 100 ml atau lebih. Vitamin C mempunyai khasiat mengubah
ion ferri menjadi ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus
2) Parental
Diberikan apabila penderita tidak tahan akan obat besi peroral, ada
gangguan absorbs, penyakit saluran pencernaan. Besi parental diberikan
dalam bentuk ferri secara intramuscular/intravena. Diberikan ferum
desktran 100 dosis total 1000-2000 mg intraven.

78
79
3) Tranfusi Darah
Transfusi darah sebagai pengobatan anemi sedang dalam masa nifas sangat
jarang diberikan walaupun Hb-nya < 6g/ 100 ml, apabila tidak terjadi
perdarahan
2.5
2.5.2
2.5.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas
1. Uterus
Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi lahir keliar.Hal ini
menyebabkan iskemia pada lokasi perlengkatan pelasenta (plasental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami
nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca
persalinan,setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul,
setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil).
Uterus, yang waktu pada hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g, 2
minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada
minggu ke-enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke delapan, uterus
memiliki berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal. Ukuran uterus pada masa
nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. perubahan-perubahan normal pada
uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7 Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter Uterus

Plasenta Lahir Setinggi Pusat 1000 gram 12,5 cm

Pertengahan Pusat
7 hari (minggu 1) 500 gram 7,5 cm
dan Simpisis

80
14 hari (minggu
Tidak Teraba 350 gram 5 cm
2)

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

2. Luka-luka
Luka pada jalan lahir jika tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
3. Rasa nyeri (after pains)
After pains disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari
pascapersalinan.
4. Lokhea
Lokhea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas.
Tabel 2.8 Macam-macam lokhea
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Terdiri dari sel desidua, verniks
Merah
Rubra 1-3 hari caseosa, rambut lanugo, sisa
kehitaman
mekoneum dan sisa darah
Putih
Sanguilenta 3-5 hari bercampur Sisa darah bercampur lender
merah
Lebih sedikit darah dan lebih
Kekuningan/ banyak serum, juga terdiri dari
Serosa 5-9 hari
kecoklatan leukosit dan robekan laserasi
plasenta
Mengandung leukosit, selaput
Alba >10 hari Putih lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.

81
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi
berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di
vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan
mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar
240 hingga 270 ml.
5. Vagina dan perineum
Perubahan vagina dan perineum pada masa nifas ini terjadi pada minggu
ketiga, vagina mengecil dan timbul ragae (lipatan-lipatan atau kerutan-
kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan spekulum.
Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/memar
dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan
untuk memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi
sama seperti luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka
episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim.
Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan.
Vagina yang semula teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir.
6. Serviks
Pasca persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong, berwarna
merah kehitaman. Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa dimasukkan ke dalam
rongga Rahim; setelah 2 jam, dapat dilalui oleh 2-3 jari, dan setelah 7 hari,
hanya dapat dilalui 1 jari.

82
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan dan 18 jam setelah
melahirkan serviks akan kembali ke bentuk semula dan konsistensinya
menjadi lebih padat kembali. Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk
servik agak mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir.
Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara korvus dan servik berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009).
7. Laktasi
Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan
fungsinya untuk menyediakan makan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan,
ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya
kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai
hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara bisa dirasakan.
Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa
hangat, bengkak dan rasa sakit.Sel-sel acini yang menghasulkan ASI juga
mulai berfungsi.
8. Perubahan pada sistem pencernaan
Ibu postpartum setelah melahirkan sering mengalami konstipasi. Hal ini
umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama
persalian. Di samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan
jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri.
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalian. Bilamana masih
juga terjadi konstipasi dan BAB mungkin keras dapat diberikan obat laksan
peroral atau per rektal.
9. Perubahan perkemihan
Pada masa nifas, sistem perkemihan juga mengalami perubahan. Saluran
kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan,
tergantung pada keadaan/status sebelum melahirkan.

83
Menurut Saleha (2009) pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi
selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan.

10. Perubahan tanda-tanda vital


Pada ibu pascapersalinan, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda vital
sebagai berikut:
a. Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal,
namun tidak akan melebihi 8 derajat celsius. Sesudah dua jam pertama
melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Nilai suhu lebih
dari 38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien.
b. Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat
terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas.
Mungkin ada pendarahan belebihan atau ada vitium kordis pada penderita
pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu
tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus
kemudian kembali seperti keadaan semula.
c. Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah bulan tanpa
pengobatan (Saleha, 2009).
11. Perubahan dalam sistem kardiovaskuler
a. Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang
mencapai 50%. Perubahan volume darah tergantung pada beberapa
faktor, misalnya kehilanagn darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravasekuler.

84
b. Mentolerasi kehilangan darah pada saat melahirkan perdarahan
pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio caesaria
kurang lebih 700-1000 cc. Bradikardia (dianggap normal), jika terjadi
takikardia dapat merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan
darah yang keluar lebih dari normal atau perubahan setelah melahirkan.
c. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun mencapai volume darah sebelum hamil.
12. Perubahan dalam sistem Endokrin
a. Sistem endrokrin mengalami perubahan secara tiba-tiba selama kala IV
persalinan dan mengikuti lahirnya plasenta.
b. Menurut Maryunani (2009) Selama periode postpartum, terjadi perubahan
hormon yang besar. Selama kehamilan, payudara disiapkan untuk laktasi
(hormon estrogen dan progesteron) kolostrum, cairan payudara yang
keluar sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan minggu
pertama postpartum. Pembesaran mammae/payudara terjadi dengan
adanya penambahan sistem vaskuler dan limpatik sekitar mammae.
Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar
sebelum hamil sebagai ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak dari
normal, dalam 3 sampai 4 sirkulasi, seperti sebelum hamil.
13. Perubahan Berat Badan
a. Kehilangan/penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi
akibat lahir atau keluarnya bayi, plasenta dan cairan amnion atau
ketuban.Pada minggu ke7 sampai ke-8, kebanyakan ibu telah kembali ke
berat badan sebelum hamil, sebagian lagi mungkin membutuhkan waktu
yang lebih lama lagi untuk kembali ke berat badan semula.
b. Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan
yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,

85
terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah
melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan
kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah,
dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran
kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut
kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolisme of pregnancy)
c. Penurunan berat badan pada ibu nifas sebanyak 6 kg, karena menurunnya
massa pada dalam tubuh ibu seperti bayi yang sudah dilahirkan, plasenta,
selaput ketuban sehingga pada masa nifas, ibu mengalami penurunan
berat badan itu normal karena proses pemulihan dari masa hamil ke masa
sebelum hamil. Tetapi pada masa menyusui, ibu akan mengalami
kenaikan berat badan sekitar 2,5-3 kg karena produksi ASI yang banyak
sehingga membutuhkan asupan makanan yang banyak untuk
memperbanyak produksi ASI.
2.5.4 Perubahan Psikologis pada Masa Nifas
Perubahan psikologis normal karena kelahiran anak yang berarti dan
bermakna, sehingga timbul perubahan sikap dari ibu dan keluarga terhadap bayinya.
Ibu menjadi lebih sensitif. Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan
fisiologis yang juga mengakibatkan adanya perubahan dari psikisnya. Ia mengalami
stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi
terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang
di perlukan tentang apa yang harus di ketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan
merasa tanggung jawab luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ibu”. Tidak
mengherankan bahwa ibu mengalamai sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa

86
kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan
pembelajaran. Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, anatara lain:
1. Periode “Taking In”
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya.
b. Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan.
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting ntuk mengurangi gangguan
kesehatan akibat kurang istirahat.
d. Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
e. Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan
psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik
ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental
atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil
melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasanan yang
nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka
mengemukakan permasalahan yang di hadapi kepada bidan. Dalam hal
ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan
oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karna kurangnya jalinan
komunikasi yang baik antara bidan dan pasien.
Fase taking in pada masa nifas memerlukan penanganan atau asuhan dari
bidan, sehingga ibu dapat melewati fase ini. Bidan harus melakukan
pendekatan kepada keluarga terutama ibu nifas kemampuan mendengarkan
(listening skills) dan menyediakan waktu yang cukup merupakan dukungan
yang tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami dan keluarga sangat diperlukan
pada fase ini. Tugas bidan dapat menganjurkan kepada suami dan keluarga
untuk memberikan dukungan moril dan menyediakan waktu untuk

87
mendengarkan semua yang disampaikan oleh ibu agar dia dapat melewati fase
ini dengan baik. Sehingga dukungan atau peran bidan sangat penting pada fase
ini.
2. Periode “Taking Hold”
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang
sukses dan meningkatkan tanggung jawabnya terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta
kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi,
misalnya menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
f. Pada masa ini ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan
hal tersebut.
g. Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan
yang terjadi.
h. Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan
bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu di perhatikan teknik
bimbingannya, jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat
perasaan ibu tidak nyaman karna ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan
begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karna hal itu akan sangat
menyakiti perasaanya dan akibatnya ibu akan putus asa mengikuti
bimbingan yang bidan berikan.
Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat
diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri. Sehingga tugas bidan pada fase
ini yaitu misalnya dengan mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui
yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan
pendidikan keehatan yang diperlukan ibu seperti penuhan gizi yang baik pada

88
saat menyusui, kebersihan diri seperti vulva hygiene yang benar saat masa
nifas.
3. Periode “Letting Go”
a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah. Periode ini pun
akan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh
keluarga.
b. Ibu mengambil tanggung jawab perawatan bayi dan ia harus beradaptasi
terhadap segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
c. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi
orang tua pada saat post partum, antara lain :
a. Respon dan dukungan keluarga dan teman
Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang pertama kali melahirkan akan
sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekat karna ia belum
sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik mapun psikologisnya. Ia
masih sangat asing terhadap perubahan peran barunya yang begitu fantastis
terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang “Ibu”.
Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi
peran ini sehingga akan memudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan
yang sehat.
b. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
Hal yang di alami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam
perasaannya terhadap perannya sebagai seorang ibu. Ia akhirnya menjadi tahu
bahwa begitu beratnya ia harus berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal
tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak
kasus yang terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia
akan bertekad untuk meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.
c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

89
Walaupun kali adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan
bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari
lingkungannya tidak berbeda dari ibu yang melahirkan anak anak pertama.
Hanya perbedaannya adalah tekhnik penyampaian dukungan yang diberikan
lebih kepada support dan apresiasi dari keberhasilannya dalam melewati saat-
saat sulit pada persalinannya yang lalu.
d. Pengaruh budaya
Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak
akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi
jika ada hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan
budaya yang dianut. Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam menyikapi,
namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan
keluarga dari awal dalam menetukan bentuk asuhan dan perawatan yang
diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam memberikan
asuhan.
Fase ini dapat diatasi, bidan harus memantau perubahan pada ibu setelah
diberikan pendidikan kesehatan di fase taking in dan taking hold. Keberhasilan dapat
dilihat dari ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Selain
itu, dukungan suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu dalam melewati fase-
fase masa nifas. Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga sehingga ibu tidak merasa terbebani.
2.5.5 Penatalaksanaan pada Masa Nifas
Menurut Pusdinakes Asuhan Kebidanan Postpartum (2003), pada masa nifas
paling sedikit dilakukan 4 kali kunjungan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru
lahir, dan untuk mencegah serta mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali
melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
a Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

90
b Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa
nifas.
d Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
Tabel 2.9 Asuhan yang Diberikan Sewaktu Melakukan Kunjungan Masa Nifas
Kunjunga
Waktu Asuhan
n
Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia
uteri.
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan
serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang
cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia
uteri.
Pemberian ASI awal.
I 6-8 jam post
partum Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan
hipotermi.
Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka
bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama
setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi
baru lahir dalam keadaan baik.
II 6 hari post Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal,
partum
uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri di
bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.

91
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan
perdarahan.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan
cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta
tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir.
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan
2 minggu asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post
III
post partum
partum.
Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama
6 minggu masa nifas.
IV
post partum
Memberikan konseling KB secara dini.

2.5.6 Kebutuhan-Kebutuhan Ibu Nifas


1. Gizi
Ibu nifas dianjurkan untuk: makan dengan diet berimbang, cukup, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral, mengkonsumsi makanan tambahan,
nutrisi 800 kalori/hari pada bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dan
tahun kedua 400 kalori. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter di dapat dari air
minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada kuah sayur, buah dan makanan
yang lain, mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari,
mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk
suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan
tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak.
2. Kebersihan diri

92
Ibu nifas dianjurkan untuk: menjaga kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan
ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, menyarankan
ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak dalam
waktu 3-4 jam, menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka
episiotomi dan laserasi, pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap di jaga
agar tetap bersih dan kering, tiap hari di ganti balutan.
3. Istirahat dan tidur
Ibu nifas dianjurkan untuk istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur
siang atau istirahat selagi bayi tidur, kembali ke kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Kurang
istirahat pada ibu nifas dapat berakibat: mengurangi jumlah ASI,
memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan,
depresi.
4. Eliminasi
BAB dan BAK. Buang air kecil (BAK) dalam enam jam ibu nifas harus sudah
BAK spontan, kebanyakan ibu nifas berkemih spontan dalam waktu 8 jam,
urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi dalam waktu 12-36 jam
setelah melahirkan, ureter yang berdiltasi akan kembali normal dalam waktu 6
minggu. Selama 48 jam pertama nifas (puerperium), terjadi kenaikan dueresis
sebagai berikut: pengurasan volume darah ibu, autolisis serabut otot uterus.
Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena edema
persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum yang sangat sakit,
bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia, ambulasi secara
dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang
adekaut dan diet tinggi serat sangat dianjurkan.
5. Pemberian ASI/Laktasi.

93
Hal-hal yang diberitahukan kepada ibu nifas yaitu: menyusui bayi segera
setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan, ajarkan cara menyusui
yang benar, memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI
eklusif), menyusui tanpa jadwal, sesuka bayi (on demand), di luar menyusui
jangan memberikan dot/kompeng pada bayi, tapi berikan dengan sendok,
penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan menurunkan
frekuensi pemberian ASI.
6. Keluarga erencana
Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah 2 tahun. Pada dasarnya
ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui ekslusif atau penuh 6 bulan ibu
belum mendapatkan haid (metode amenorhe laktasi). Meskipun setiap metode
kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih aman.
Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang diperbolehkan
selama menyusui. Metode hormonal, khususnya oral (estrogen-progesteron)
bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.

2.5.7 Tanda Bahaya Masa Nifas


Tanda dan bahaya ibu nifas menurut (Pusdiknakes, 2008) yaitu:
1. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba yang tidak
hilang dengan istirahat atau menyusui.
2. Pengeluaran cairan vaginal/ logia dengan bau busuk yang menyengat.
3. Nyeri panggul atau perut bagian bawah yang hebat dari kram uterus yang
biasa.
4. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan.
5. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit.
6. Demam, muntah, rasa sakit waktru buang air kemih, atau jika tidak merasa
enak badan.

94
7. Kemampuan merawat diri sendiri atau bayi, depresi yang mempengaruhi
aktivitas hidup sehari-hari.
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan atau pembengkakan dikaki

2.6 Asuhan pada Bayi Baru Lahir


2.6.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)
sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi baru lahir berumur 0 (baru lahir) sampai
dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari,
sedangkan neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. (Sarwono: 2013)
Bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia.
Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuhbayi dari kehidupan dalam
rahim ke kehidupan di luar rahim. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan
perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas paling
tinggi.
2.6.2 Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Fisiologis
1. Berat badan 2500-4000 gram
2. Panjang badan 48-52 cm
3. Lingkar dada 30-52 cm
4. Lingkar kepala 3335 cm
5. Frekuensi jantung 120-160 kali/menit
6. Pernapasan 40-60 x/menit
7. Kulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan tipis
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Genetalia, perempuan labia mayor sudah menutupi labia minora
11. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

95
12. Refleks morro atau gerak memeluk bila kagetkan sudah baik
13. Refleks graps atau mengenggam sudah baik
14. Refleks rooting mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut terbentuk dengan baik.
15. Eleminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan
2.6.3 Penilaian Awal Bayi Baru Lahir
1. Apakah bayi menangis kuat dan bernafas tanpa kesulitan
2. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas
Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap atau lemah maka segera
lakukan tindakan resusitasi bayu lahir. Aspek yang perlu dikaji:
A. Menilai keadaan umum bayi
1. Nilai secara keseluruhan apakah perbandingan bagian tubuh bayi
proporsional atau tidak?
2. Periksa bagian kepala, badan, dan ekstremitasakan adanya kelainan
3. Periksa tonus otot dan tingkat aktivitas bayi, apakah gerakan bayi aktif
atau tidak?
4. Periksa warna kulit dan bibir, apakah warnanya kemerahan/kebiruan?
5. Periksa tangisan bayi, apakah melengking, merintih atau normal?
B. Tanda-tanda vital
1. Periksa laju napas dengan melihat tarikan napas pada dada dan
gunakan petunjuk waktu. Napas normal yaitu 40-60 kali per menit
2. Periksa laju jantung menggunakan stetoskop dan petunjuk waktu.
Denyut jantung normal 120-160 kali permenit
3. Periksa suhu dengan menggunakan thermometer axial. Suhu normal
antara 36,5-37,5oC
C. Periksa bagian kepala bayi
1. Ubun-ubun
2. Sutura dan molase

96
3. Penonjolan atau daerah mencekung. Periksa adanya kelainan, baik
karena trauma persalinan ataupun cacat kongenital
4. Ukur lingkar kepala untuk mengetahui ukuran fronto oksipitalis
kepala bayi.
D. Lakukan pemeriksaan telinga karena akan dapat memberikan gambaran
letak telinga dengan mata dan kepala serta diperiksa adanya kelainan
lainnya.
E. Periksa mata akan adanya tanda-tanda infeksi
F. Periksa hidung dan mulut , langit-langit, bibir pembesaran benjolan
G. Periksa dada, perhatikan bentuk dada dan putting susu bayi
H. Periksa bahu, lengan dan tangan.
Perhatikan gerakan dan kelengkapan jari tangan
I. Periksa bagian perut.
Perhatikan bagaimana bentuk perut apakah ada penonjplan disekitar tali
pusat, perdarahan tali pusat, perut teraba lunak dan benjolan
J. Periksa alat kelamin. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Laki-laki testis berada pada skrotum atau penis berlubang
2. Perempuan, vagina berlubang, uretra berlubang dan terdapat labia
minira serta labia mayora.
K. Periksa tungkai dan kaki.
Perhatikan gerakan dan kelengkapan alat gerak
L. Periksa punggung dan anus.
Perhatikan akan adanya pembengkakan atau cekungan dan juga adanya
anus.
M. Periksa kulit.
Perhatikan adanya verniks, pembengkakan atau bercak hitam, serta yanda
lahir
N. Lakukan penimbangan berat badan. Normalnya 2500-4000 gram.
2.6.4 Penilaian Bayi untuk Tanda-Tanda Kegawatan

97
Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan
yang menunjukkan suatu penyakit. Jika diketahui lebih awal maka tindakan yang
tepat bisa segera dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk. Adapaun
tanda-tanda bayi dikatakan sakit dan hal itu harus segera diketahui sebagai dasar
tindakan selanjutnya (Octa, 2014). Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila
mempunyai salah satu atau beberapa tanda berikut:
a. Sesak napas
b. Frekuensi pernapasan 60 kali/menit
c. Gerak retraksi di dada
d. Malas minum
e. Panas atau suhu badan bayi rendah
f. Kurang aktif
g. Berat lahir rendah (1500-2500 gram) dengan kesulitan minum.
2.6.5 Mencegah Kehilangan Panas
Mencegah berarti supaya tidak berubah dari keadaan semula atau
mempertahankan, dan kehilangan berarti hilangnya sesuatu sedangkan panas berarti
suhu tubuh lebih tinggi dari biaspanya (Poerwadarminta, 1993).Berdasarkan
pengertian tersebut mencegah kehilangan panas adalah upaya agar suhu tubuh bayi
tidak berkurang dari suhu tubuh normal.
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera dicegah.Bayi
yang mengalami kehilangan panas (hipotermia) beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau
meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah atau tidak diselimuti mungkin akan
mengalami hipotermia, meskipun berada dalam ruangan yang relatif hangat.
Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh
setelah bayi lahir karena tubuh bayi tidak segera dikeringkan (APN, 2008).
Pencegahan kehilangan panas merupakan salah satu kewajiban bidan untuk
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir (BBL), yaitu dengan cara
sebagai berikut :

98
a. Keringkan bayi secara seksama
Bayi segera dikeringkan sebagai upaya untuk mencegah kehilangan panas
akibat evaporasi cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi. Keringkan bayi
dengan handuk atau kain yang disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan
tubuh bayi juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai
pernapasan.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Segera setelah tubuh bayi dibaringkan dan tali pusat dipotong, ganti handuk
atau kain yang telah dipakai kemudian selimut bayi dengan selimut atau kain
hangat, kering dan bersih.
c. Tutupi kepala bayi
Pastikan bahwa bagian kepala bayi ditutupi setiap saat. Bagian kepala bayi
memiliki luas permukaan yang cukup besar sehingga bayi akan dengan cepat
kehilangan panas tubuh jika bagian kepalanya tidak tertutupi.
d. Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
Karena bayi baru lahir mudah mengalami kehilangan panas tubuh (terutama
jika tidak berpakaian) selama melakukan penimbangan, selimuti tubuh bayi
kain atau selimut bersih dan kering.
e. Jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir
Tunda untuk memastikan bayi hingga sedikitnya 6 jam setelah lahir.
Memandikan bayi dalam beberapa jam kehidupannya dapat mengarah pada
kondisi hipotermia dan sangat membahayakan keselamatan bayi. Hindari
memandikan bayi hingga sedikitnya 6 jam dan hanya setelah itu jika tidak
terdapat masalah medis dan jika suhunya 36OC atau lebih.
f. Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat. Idealnya, segera setelah lahir bayi
harus ditempatkan bersama ibunya ditempat tidur yang sama. Menempatkan
bayi bersama ibunya adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi

99
tetap hangat, mendorong upaya untuk menyusui dan mencegah bayi terpapar
infeksi. (APN, 2008)
g. Membersihkan jalan nafas
Membersihkan berarti supaya bersih, sedangkan jalan nafas berarti saluran
pernafasan (Poerwadarminta, 1993). Berdasarkan pengertian tersebut,
membersihkan jalan nafas adalah upaya yang dilakukan untuk membersihkan
saluran pernafasan dari secret atau cairan pada rongga mulut atau hidung bayi.
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan napas dengan cara
sebagai berikut:
1) Mengusap wajah bayi setelah lahir dengan kassa steril.
2) Letakkan bayi pada posisi terlentang ditempat yang rata dan hangat.
3) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu. Posisi kepala diatur
lurus sedikit tengadah kebelakang.
4) Bersihkan rongga mulut bayi dengan kassa steril.
5) Berikan rangsangan taktil dengan menggosok kulit bayi dengan kain yang
kering dan kasar. Gunakan alat penghisap lendir De-Lee yang steril untuk
menghisap lendir dimulut, kemudian dihidung bayi secara halus dan
lembut. (Saifuddin, 2008).

2.6.6 Pemantauan pada Bayi Baru Lahir


Tujuannya yaitu untuk mengetahui bayi normal atau tidak dan identifikasi
masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong
persalinan, serta tindak lanjut petugas kesehatan.
1. Dua jam pertama sesudah lahir, yang dipantau:
a. Kemampuan menghisap.
b. Bayi tampak aktif atau lunglai.
c. Bayi kemerahan atau biru.
2. Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya, yang dipantau:

100
a. Bayi kecil masa kehamilan atau kurang bulan.
b. Gangguan pernafasan.
c. Hipofernia.
d. Infeksi.
e. Cacat bawaan atau trauma lahir
1) Identifikasi bayi baru lahir
Identifikasi bayi segera lakukan segera setelah bayi lahir dan ibu masih
berdekatan dengan bayinya dikamar bersalin. Tanda pengenal bayi bisa
menggunakan cap jari atau telapak kaki.
Tanda pengenal bayi umumnya menggunakan secarik kertas putih atau
berwarna merah/biru tergantung jenis kelamin dan ditulis nama (bayi nyonya),
tanggal lahir, nomor bayi, unit. Setelah itu kertas dimasukkan dalam kantong
plastik dengan pita diikatkan pada pergelangan tangan ibu, pengikatan pita
hanya dapat dilepas atau digunting. Di setiap tempat tidur harus diberi tanda
dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomer identifikasi.
2) Pemantauan bayi baru lahir
Tujuannya yaitu untuk mengetahui bayi normal atau tidak dan identifikasi
masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan
penolong persalinan, serta tindak lanjut petugas kesehatan.
3) Posisi menyusui yang benar
a. Tetekkan bayi segera atau selambatnya setengah janin setelah bayi lahir.
Mintalah kepada bidan untuk membantu melakukan hal ini.
b. Biasakan mencuci tangan dengan sabun setiap kali sebelum menetekkan.
c. Perah sedikit kolostrum atau ASI dan oleskan pada daerah putting dan
sekitarnya
d. Ibu duduk atau tiduran / berbaring dengan santai.
e. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisiPerut bayi menempel
keperut ibu.Dagu bayi menempel ke payudara.Telinga dan lengan bayi

101
berada dalam satu garis lurus.Mulut bayi terbuka lebar menutupi daerah
gelap sekitar putting susu.
f. Cara agar mulut bayi terbuka adalah dengan menyentuhkan puting susu
pada bibir atau pipi bayi.
g. Setelah mulut bayi terbuka lebar, segera masukkan puting dan sebagian
besar lingkaran/daerah gelap sekitar puting susu ke dalam mulut bayi.
h. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke
payudara lainnya. Pemberian ASI berikutnya mulai dari payudara yang
belum kosong tadi.
4) Cara melepaskan puting susu dari mulut bayi
Dengan menekan dagu bayi ke arah bawah atau dengan memasukkan jari ibu
antara mulut bayi dan payudara ibu.

2.6.7 Jadwal Kunjungan Neonatal


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standart
yang di berikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3
kali, selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir,baik di fasilitas maupun melalui
kunjungan rumah.
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang di
berikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari
sampai dengan 11 bulan setelah bayi lahir.
a. Tujuan
Resiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama
kehidupannya.sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat di anjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan tersebut selama 24 jam setelah
kelahirannya. Kunjungan neonatal bertujuan :
1) Untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar.
2) Mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan atau masalah kesehatan
pada neonatus.

102
Kunjungan bayi bertujuan :
1) Untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar.
2) Mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga
cepat mendapat pertolongan
3) Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan
pertumbuhan, imunisasi,serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan
stimulasi tumbuh kembang.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus adalah sebagai berikut:
1) Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan dalam kurun waktu 6-48 jam
setelah bayi lahir.
2) Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3
sampai dengan hari ke 7 setelah bayi lahir.
3) Kunjungan Neonatal ke-3 (KN-3) dilakukan pada kurun waktu hari ke-8
sampai dengan hari ke-28 setelah lahir.
Tabel 2.10 Standar Yang Dilakukan
Kunjungan Penatalaksanaan

Kunjungan Neonatal 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi


ke-1 (KN 1) 1. Pemeriksaan fisik bayi
dilakukan dalam 2. Konseling jaga kehangatan, Pemberian ASI,
kurun waktu 6-48 Perawatan tali pusat, Agar ibu mengawasi tanda-tanda
jam setelah bayi bahaya
lahir. 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
pemeriksaan
4. Memberikan Imunisasi HB-0
Kunjungan Neonatal 1. Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
ke-2 (KN 2) 2. Menjaga kebersihan bayi
dilakukan pada 3. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan
kurun waktu hari ke- infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan

103
3 sampai dengan Masalah pemberian ASI
hari ke 7 setelah 4. Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15
bayi lahir. kali dalam 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan
5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk
memberikan ASI ekslutif pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah
dengan menggunakan Buku KIA
8. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
Kunjungan Neonatal 1. Pemeriksaan fisik
ke-3 (KN-3) 2. Menjaga kebersihan bayi
dilakukan pada 3. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi
kurun waktu hari ke- baru lahir
8 sampai dengan 4. Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15
hari ke-28 setelah kali dalam 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan.
lahir. 5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk
memberikan ASI ekslutif pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah
dengan menggunakan Buku KIA
8. Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG
9. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

b. Pemberian nutrisi pada bayi


1. Kebutuhan energi ( kalori )
a. 110-120 kkal/kg BB selama beberapa bulan pertama kehidupan

104
b. 100 kkal/ kg BB pada waktu bayi mencapai usia 1 tahun.
2. Kebutuhan cairan
a. Hari 1 : 60 cc / kg BB / hari
b. Hari 2 : 90 cc / kg BB / hari
c. Hari 3 : 120 cc / kg BB / hari
d. Hari 4 : 150 cc/ kg BB / hari
3. Frekuensi pemberian cairan tergantung pada berat badan bayi
a. BB < 1.250 gr : 24 x / hari → tiap jam
b. BB 1.250 gr-2000 gr : 12x / hari → tiap 2 jam
c. BB > 2000 gr : 8 x/ hari → tiap 3 jam
2.7 Dokumentasi Kebidanan
Dokumentasi adalah suatu jenis pencatatan dan pelaporan informasi tentang
kondisi dan perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan (bidan, dokter, perawat, dan petugas kesehatan lain)
2.7.1 Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, perempuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk
pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis,
dalam suatu metode pendokumentasian. Pendokumentasian yang benar adalah
pendokumentasian yang dapat mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai
asuhan yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien, yang di
dalamnya tersirat proses berfikir yang sistimatis seorang bidan dalam menghadapi
seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen kebidanan.
2.7.2 Langkah-Langkah Dokumentasi Kebidanan
1) Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien
secara keseluruhan data
2) Mengintepretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosis/masalah.

105
3) Mengidentifikasikan diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi
penanganannya.
4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi,
dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan kondisi pasien.
5) Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan mengulang kembali
manajemen proses untuk aspek-aspek social yang tidak efektif.
6) Pelaksanakan langsung asuhan secara efisien dan aman
7) Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali
manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif. Bidan dalam
melaksanakan asuhan kepada klien diharapkan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah yang sistimatis dan rasional, sehingga seluruh
aktivitas/tindakan yang diberikan oleh bidan kepada klien akan efektif.
2.7.3 Prinsip Dokumentasi
SOAP merupakan singkatan dari :
1. S : Subjektif
1) Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien
melalui anamnesa sebagai langkah I varney
2) Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien,
suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarche, riwayat
perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB,
penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat
psikososisal, pola hidup).
3) Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengena kekhawatiran dan keluhan dicatat sebagai sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
Pada orang yang bisu, di bagian data dibelakang “S” di beri tanda’’o’’
atau ‘’X’’ ini menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan
diagnosa yang akan dibuat.
2. O : Objektif

106
1) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik pasien,hasil
lab dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung assasment.
2) Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (KU, vital
sign, fisik, khusus, kebidanan, pemeriksaan dalam, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
3) Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosa. Data fisiologis ,hasil observasi yang jujur, informasi
kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG dan lain-lain)
dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam
kategori ini apa yang diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen
yang berarti dari diagnosa yang ditegakkan.
3. A : Assesment
1) Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi
subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena
keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik objektif
maupun subjektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka
proses pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering menganalisa
adalah suatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan
menjamin suatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti
sehingga dapat diambil tiundakan yang tepat.
2) Mengambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi. Diagnosa adalah rumusan
dari hasil pengkajian mengenai kondisi pasien:hamil, bersalin, nifas dan
BBL. Berdasarkan hasil analisa data yang didapat,masalah segera sesuatu
yang menyimpang segera kebutuhan klien terganggu,kemungkinan
mengganggu kehamilan tau kesehatan tetapi tidak masuk dalam
diagnosa .Antisipasi masalah lain/diagnosa potensial.

107
4. P : Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, pelaksanaa dan
evaluasi berdasarkan assessment
1) Dalam metode SOAP untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi
dimasukan dalam “P” sedangkan
2) Perencanaan, membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang.
Untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaiknya mungki
n atau menjaga mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk
kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus membantu
pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus sesui dengan
instruksi dokter.
3) Implementasi, pelaksanaan rencana tindakan untuk menghilangkan dan
mengurangi masalah klien. Tindakan ini harus disetujui oleh klien kecuali
bila tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan klien. Oleh
karena itu klien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses ini.
Bila kondisi klien berubbah, interfensi mungin juga harus berubah atau
disesuikan.
4) Evaluasi, taksiran dari efek tindakan yang telah diambil merupakan hal
penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisis dari
hasil yang dicapai menjadi fokus dari ketepatan nilai tindakan. Jika
kreteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk
mengembangkan tindakan alternatif sehingga mencapai tujuan.

108

Anda mungkin juga menyukai