Anda di halaman 1dari 11

.

DI SUSUN
O
L
E
H
NAMA: PIKRAN BAKARI
STANBUK: 301130011
PRODI: TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GORONTALO
T.A 2013/2014
Hidrologi adalah: ilmu yang mempelajari tentang terjadinya air, pergerakan air, dan
distribusi air di bumi, baik di atas, pada maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia
air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah Kuantitas dan
Kualitas air di bumi, Ilmu ini dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
· Hidrologi Pemeliharaan/Operational Hydrologie
Menyangkut pemasangan alat-alat ukur berikut penentuan jaringan stasiun pengamatannya,
pengumpulan data hidrologi (termasuk kegiatan pengamatan elemenelemen hidrologi), pengolahan
data mentah dan publikasi data.

· Hidrologi Terapan/Applied Hydrology

Ilmu terapan adalah ilmu yang langsung berhubungan dengan penggunaan hokum-hukum yang
berlaku menurut ilmu-ilmu murni/pure science pada kejadian praktek dalam kehidupan. Hidrologi
terapan menyangkut analisa hidrologi pada lingkungan.
Contoh:

Pada kegiatan perencanaan reservoir yang bertujan untuk mengendalikan banjir dan mengatasi
kebutuhan air, tercakup beberapa step analisa hidrologi adalah:
— Menghitung air permukaan yang tersedia
— Memperkirakan kehilangan air (akibat penguap, rembesan dan sebagajnya)
— Memperkirakan kebutuhan air (domestik, pertanian, perindustrian)
— Memperkirakan banjir rencana ( design flood).
— Memperkirakan kapasitas/volume reservoir dan tinggi maksimum dalam reservoir , Setelah itu
baru dilanjutkan dengan perencanaan bangunan air ,yaitu:
— Merencanakan bangunan pengendali banjir.
— Merencanakan bangunan drainase pada daerah perkotaan atau daerah aliran.
— Merencanakan/menentukan bentuk dan ukuran konstruksi dan lain-lain

4.2. Iklim dan Curah Hujan

Iklim berpengaruh terhadap semua proses dinamika perairan yang terjadi,  misalnya pola
arus, sebaran panas, proses ekofisiologis biota air, dan kondisi  hidrometeorologi. Perubahan
dan penyimpangan iklim akan mempengaruhi  proses-proses yang ada dalam daerah
tangkapan air dan badan air, seperti  hidrologi, neraca air, pola arus, sebaran panas, dan
proses-proses biokimia yang ada di dalamnya.

Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Maninjau mulai tahun 1993-  2005 menunjukkan
bahwa pola hujan bulanan dapat dikatakan relatif merata  sepanjang tahun. Bulan Nopember
yang merupakan bulan dengan curah hujan  lebih tinggi, sedangkan bulan Juni merupakan
bulan dengan curah hujan terkecil.  Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 299 mm dan curah
hujan tahunan 3661  mm. Data pendukung terhadap klasifikasi iklim di daerah kawasan
danau tercantum pada Tabel 16.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson kawasan  danau memiliki iklim
golongan A yaitu daerah yang sangat basah dengan nilai Q  sebesar 4,52%. Hal ini
berdasarkan pada jumlah bulan basah yaitu 10,41/tahun.  Berdasarkan klasifikasi iklim
menurut Mohr, daerah kawasan Danau Maninjau  termasuk golongan I, yaitu daerah basah.
Sementara itu, berdasarkan klasifikasi  Koppen, kawasan Danau Maninjau beriklim hujan
tropik dengan suhu bulanan  terdingin > 18 0C. Hal ini dicirikan kondisi daerah tangkapan air
selalu basah,  hujan rata-rata tiap bulan > 60 mm, dengan suhu udara berkisar antara 18–30
0C  (Handoko, 1995). Tabel 17 memperlihatkan jumlah bulan basah, kering dan lembab di
kawasan Danau Maninjau.

Kawasan Danau Maninjau memiliki curah hujan rata-rata tahunan kurang  lebih 1.563 mm
yang mengalami dua puncak hujan dalam setahun yaitu bulan  April–Mei dan Oktober–
Nopember. Keragaman curah hujan di kawasan danau  juga dipengaruhi oleh sistem topografi
yang memungkinkan terjadinya tipe hujan  orografik. Kondisi ini menyebabkan kawasan
danau memiliki sifat relatif basah,  terjadi hujan sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata
bulanan pada musim yang  lebih kering (kemarau) berkisar antara 171,3–267,6 mm,
sedangkan pada musim hujan berkisar antara 283,4–497,8 mm.
4.3. Kondisi Topografi

Secara umum, kawasan Danau Maninjau dapat dibedakan atas 2 tipologi berdasarkan
karakteristik wilayahnya:

1. Wilayah di bagian utara-barat punggung dalam Danau Maninjau.  Topografi di


wilayah ini relatif datar (0-2% seluas 115,51 ha), sehingga  cenderung menjadi daerah
orientasi pembangunan saat ini. Kawasan  terbangun ini menunjukan adanya
konsentrasi penduduk dan kegiatan,  salah satunya adalah beberapa obyek wisata serta
sarana dan prasarana pendukungnya.
2. Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam Danau Maninjau.  Topografinya
cenderung berbukit dan bergunung dengan kemiringan tanah >15% dengan luas 95,79
ha.

4.4. Hidrologi

Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua  faktor utama, yaitu air
permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau  sebagian besar mengalir melalui
pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air  Danau Maninjau terutama berasal dari
sungai-sungai yang mengalir sepanjang DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.

Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar  maksimum 8 meter
yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut  (61,4%) kering pada waktu musim
kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair  sepanjang tahun hanya 34 buah sungai.
Sungai-sungai tersebut mengalir dengan  debit yang relatif kecil. Tabel 18 menyajikan data
debit beberapa sungai besar yang mengalir ke perairan Danau Maninjau.

Sungai-sungai yang bermuara ke Danau Maninjau memiliki perbedaan  tipe. Sungai-sungai di


sebelah utara Danau Maninjau memiliki pola linear (lurus  atau tidak bercabang), sedangkan
sungai di sebelah barat danau pada umumnya  berpola dendritik (bercabang). Dengan
demikian maka inflow air Danau Maninjau  sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan
dari dasar danau (Bapedalda Sumbar, 2001).

4.5. Geologi Kawasan Danau Maninjau

Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan  batas di sebelah
timur dengan adanya volkano-tektonik yang terbentuk dari batuan  dasar kompleks yaitu
granodiorit, diabas, phyllitic, sekis dan gamping. Bentuk  kaldera yang memanjang
menunjukkan masa erupsi yang lama pada waktu terjadi pergeseran lateral kanan pada jalur
patahan utama Sumatera.
Jenis tanah yang terdapat di kawasan Danau Maninjau didominasi oleh  jenis tanah andosol-
distrik seluas 17.319 ha (32,69%) dan yang paling sedikit  adalah jenis tanah kambisol eutrik
seluas 585 ha (1,10 %). Jenis-jenis tanah yang  ada di kawasan danau secara keseluruhan
meliputi 6 jenis tanah, yaitu (1) tanah  andosol distrik seluas 17.319 ha (32,69%), (2) glisol
distrik seluas 13.323 ha  (25,15%), (3) kambisol distrik seluas 6.808 ha (12,85%), (4)
organosol saprik  seluas 3.687 ha (6,69 %), (5) regosol seluas 1.044 ha (1,97%) dan (6)
kombisol eutrik seluas 558 ha (1,10 %).

Kawasan Danau Maninjau mempunyai bentuk lahan dari datar sampai  dengan perbukitan
atau bergunung. Topografi kawasan danau terdiri dari berbagai  kelas kelerengan, yaitu lahan
datar dengan kelas kelerangan (0 – 8%), landai (8– 15%), agak curam (15–25%), curam (25–
40% ) dan sangat curam > 40%.

4.6. Tataguna Lahan di sekitar Perairan Danau Maninjau

Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau terbagi dalam  bentuk tegalan, sawah,
hutan dan pekarangan atau permukiman. Penggunaan  lahan yang ada akan berpengaruh
terhadap penutupan tanah dan akan berpengaruh  terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub
DAS yang bermuara di Danau  Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang
terjadi di wilayah  kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen
yang  masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton (PSDA Sumbar, 2005).

Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau dapat menyebabkan  merosotnya


produktivitas lahan, rusaknya lingkungan, dan terganggunya  keseimbangan estetika danau
serta pencemaran perairan danau. Erosi akan  berpengaruh terhadap penurunan produktivitas
tanah akibat dari pengikisan tanah  atau hilangnya tanah lapisan atas, memburuknya sifat fisik
dan kimia, berkurangnya aktivitas biologi tanah dan tertutupnya tanah lapisan atas.

Penggunaan lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah di  sekitar danau.
Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat erosi dan sedimentasi yang masuk ke perairan
danau. Tingginya pemanfaatan kawasan hutan, terutama  sebelah timur danau (Nagari
Sigiran) untuk pertanian menyebabkan semakin berkurangnya kerapatan tajuk. Hal ini
nampak dari banyak tanaman semusim di  lereng-lereng sekitar perairan danau. Tabel 19
memperlihatkan penggunaan lahan  di kawasan Danau Maninjau dan peta penggunaan
lahanya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Peta penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau.

4.7. Kependudukan di Kawasan Danau Maninjau

Penduduk di daerah penelitian adalah penduduk yang bertempat tinggal di  daerah sekeliling
danau yang daerahnya berbatasan langsung dengan Danau  Maninjau. Daerah tersebut adalah
Nagari Maninjau, Bayur, Tanjung Sani, Sungai  Batang, Nagari II Koto, Koto Kaciak, dan
Nagari III Koto. Jumlah penduduk di  kawasan Danau Maninjau relatif merata di 7 nagari.
Jumlah penduduk terbesar  berada di Nagari Tanjung Sani (5.799 jiwa), diikuti oleh Nagari II
Koto (4.781  jiwa) serta Nagari III Koto (4.667 jiwa), Nagari Bayur (4.255 jiwa), Nagari
Sungai Batang (4.019 jiwa), Nagari Koto Kaciak (3.670 jiwa), sedangkan Nagari  yang
berpenduduk paling sedikit adalah Nagari Maninjau (3.341 jiwa). Gambaran kondisi jumlah
penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 20.

Dari Tabel 20 terlihat bahwa di kawasan Danau Maninjau jumlah  penduduk laki-laki adalah
14.866 jiwa (48,69 %) dan jumlah penduduk  perempuan adalah 15.666 jiwa (51,31 %).
Dengan demikian terdapat angka  perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan (sex ratio) adalah 0,95.
Selain perbandingan tersebut di atas, unsur kependudukan yang paling  penting untuk
diperhatikan adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk  yang mendiami suatu daerah.
Dilihat dari kepadatan penduduk, menunjukkan  bahwa kepadatan penduduk di kawasan
Danau Maninjau tidak merata di 7 nagari,  sebagian besar nagari berkepadatan di atas 200
jiwa per km2. Nagari yang  memiliki kepadatan di bawah 200 jiwa per km2 hanyalah Nagari
II Koto dan  Tanjung Sani. Wilayah yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Nagari III
Koto  (403 jiwa per km2), sedangkan daerah yang kepadatannya terendah adalah Nagari 
Tanjung Sani (125 jiwa per km2). Pada tahun 2005 jumlah penduduk di  Kecamatan Tanjung
Raya sebanyak 30.532 jiwa dengan luas wilayah 150,76 km2,  berarti kepadatan penduduk di
kawasan Danau Maninjau pada tahun 2005 ratarata  sebesar 203 jiwa per km2. Jumlah dan
kepadatan penduduk di daerah kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 21.

Angkatan kerja yang terdapat di kawasan Danau Maninjau digambarkan  sebagai bagian dari
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, yang jumlahnya  mencapai 20.337 jiwa (66,61%
dari jumlah penduduk). Jumlah penduduk  angkatan kerja mencapai 19.424 jiwa (63,62%),
sedangkan jumlah penduduk angkatan kerja yang mencari pekerjaan mencapai 9.129 jiwa
(2,99%).

Pada penelitian ini pertumbuhan penduduk dihitung dari tingkat kelahiran  dan kematian serta
mobilitas (datang dan pindah), sehingga dari sini didapatkan  gambaran laju pertambahan
penduduk yang terjadi di kawasan Danau Maninjau. Pertumbuhan penduduk di kawasan
Danau Maninjau disajikan pada Tabel 22.

4.8. Lapangan Kerja di sekitar Perairan Danau Maninjau


Daerah kawasan Danau Maninjau merupakan daerah pedesaan, sehingga  lapangan kerja dari
angkatan kerja didominasi olah sektor pertanian. Data  penduduk yang bekerja pada berbagai
bidang berjumlah 19.217 orang (62,94%).  Jumlah terbesar pekerjaan penduduk adalah pada
bidang pertanian 13.978 orang  (72,47%). Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh perikanan
1.275 orang (6,63%),  perdagangan 1.013 orang (5,27%), jasa (tukang) 886 orang (4,61%),
PNS dan  pensiunan 848 orang (4,41%), wiraswasta 577 orang (3,0%), dan lainnya 813 orang
(4,23%).

Sebagian penduduk yang bertempat tinggal di sempadan danau juga  memelihara ternak
sebagai pekerjaan sampingan. Tidak diperoleh data yang tepat  mengenai rumah tangga yang
memiliki ternak. Namun dari hasil survey di  lapangan memperlihatkan bahwa jumlah
populasi ternak di sekitar kawasan danau  adalah sebagai berikut: sapi potong 955 ekor,
kerbau 356 ekor, kambing 99 ekor, ayam (buras, petelur dan kampung) 6.181 ekor serta itik
1.177 ekor.

4.9. Pendidikan Masyarakat di Kawasan Danau Maninjau

Prasarana pendidikan di lokasi penelitian masih terbatas sampai pada  jenjang Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sarana pendidikan terdiri atas 24  unit TK, 40 unit SD dan
MI, 5 unit SLTP dan MTsN, 3 unit SMU dan SMK.  Tingkat pendidikan masyarakat di
sekitar perairan danau memberikan pengaruh  yang signifikan terhadap pencemaran perairan
danau. Tingkat pendidikan yang  pernah diikuti oleh penduduk di sekitar Danau Maninjau
dapat dilihat pada Tabel 23.

4.10. Kesehatan Masyarakat

Kondisi kesehatan masyarakat di wilayah studi dapat dilihat dari jenis  penyakit yang sering
diderita masyarakat. Jenis penyakit yang umum berkembang  di kalangan masyarakat
meliputi radang saluran pernapasan, disentri dan penyakit  kulit. Diantara penyakit tersebut,
penyakit disentri dan penyakit kulit merupakan  penyakit yang sering diderita masyarakat.
Hal ini berhubungan dengan kondisi  wilayah studi yang berada di pinggiran danau, dalam
hal ini perairan danau diduga  menjadi media (sumber) penularan berbagai bakteri. Hal ini
masih ditambah  dengan kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya sanitasi
lingkungan  dan masih minimnya jumlah sarana kesehatan yang ada di kawasan Danau
Maninjau, yakni hanya ada 2 unit pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 11 unit
puskesmas pembantu.
4.11. Isu Pencemaran di Perairan Danau Maninjau

Danau Maninjau sejak tahun 1985 telah berfungsi sebagai pembangkit  listrik tenaga air
(PLTA). Semenjak tahun 1992 Danau Maninjau telah  dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
aktivitas perikanan keramba jaring apung  (KJA). Pada mulanya jumlah keramba jaring
apung yang diusahakan sebanyak 12  unit. Empat tahun kemudian (1996) terjadi peningkatan
jumlah keramba hingga 157 kali lipat atau sebanyak 1886 unit. Tahun berikutnya jumlah
keramba  mengalami peningkatan lagi yakni mencapai 3.500 unit keramba. Pada tahun 1997
terjadi musibah kematian masal ikan akibat penurunan kualitas air, sehingga  jumlahnya KJA
mengalami penurunan menjadi 2.856 unit. Semenjak tahun 2000  jumlah KJA di perairan
Danau Maninjau terus mengalami peningkatan, yakni dari  3.856 unit menjadi 8.251 unit
pada tahun 2005 dengan jumlah petani ikan  sebanyak 677 kepala keluarga. Pada bulan Maret
2006 jumlah keramba di  perairan Danau Maninjau sudah mencapai 8.955 unit dengan jumlah
petani ikan sebanyak 1.264 kepala keluarga.

Kegiatan budidaya perikanan dalam KJA ini berkembang hampir pada  seluruh kawasan
perairan danau. Pada umumnya keramba yang diusahakan  menggunakan model rakit dari
kayu (bambu) dengan ukuran 7x7x4 meter . Ikanikan  dalam KJA ini diberi makan dengan
pakan buatan (pellet). Peningkatan  jumlah KJA di perairan danau juga telah meningkatkan
limbah KJA, yang pada  akhirnya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan.
Terjadinya  eutrofikasi yang lebih cepat dengan frekuensi yang sering, sehingga
menyebabkan  mutu perairan menjadi menurun. Hal ini merupakan salah satu contoh dampak
dari peningkatan jumlah limbah KJA. Demikian juga halnya dengan limbah sisa  pakan dan
kotoran ikan yang menumpuk di dasar perairan danau, untuk selanjutnya mengalami
dekomposisi atau penguraian.

Peningkatan buangan bahan organik ke dasar perairan danau akan  merangsang aktivitas
bakteri, jamur dan makro-invertebrata, sehingga  meningkatkan konsumsi oksigen di
sedimen. Akibat jumlah sisa pakan cukup  banyak, menyebabkan terjadinya kondisi anaerob
di daerah perairan. Oleh karena  itu maka kejadian kematian ikan masal pernah terjadi,
disebabkan karena adanya  pengadukan (pembalikan) massa air yang disebut dengan turnover
(umbalan) pada  saat penggantian musim kemarau ke musim hujan atau pada saat terjadinya
angin kencang yang telah menelan kerugian yang sangat besar.

Kegiatan budidaya KJA secara langsung akan berpengaruh buruk terhadap  kualitas perairan
danau. Hal ini disebabkan dari budidaya KJA terjadi  penambahan yang terus menerus dan
penumpukan bahan organik yang berasal  dari sisa pakan dan sisa metabolisme, sehingga
akan meningkatkan unsur hara di perairan danau. Unsur hara yang berlebihan dapat
menyebabkan eutrofikasi, yang  salah satu indikatornya adalah meningkatnya kekeruhan air
(Henderson et al.,  1987). Kekeruhan ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi fosfat,
terutama  yang berasal dari sisa pakan ikan. Hasil penelitian Syandri (2001) melaporkan
bahwa limbah yang masuk ke perairan danau dari aktivitas 2.410 unit KJA setiap  bulannya
adalah 77,49 ton protein limbah, 12,3984 ton nitrogen limbah dan 26,95 ton urea.

Tingginya konsentrasi fosfat, selain dari sisa pakan diduga juga berasal  dari limbah manusia
dan limbah domestik lainnya yaitu berupa tinja dan deterjen.  Setiap tahunnya beban limbah
fosfor (P) dari deterjen yang masuk ke perairan  danau berjumlah 9,02 ton (LPP-UMJ, 2006).
Hal ini akan menstimulir peningkatan kandungan fosfat dan kekeruhan di perairan danau.
Sedimentasi sebagai akibat erosi dari pemanfaatan lahan di daerah  cathment area dan daerah
sempadan danau akan menyebabkan terjadinya  pendangkalan danau, sehingga
mempengaruhi elevasi air danau. Erosi juga  menyebabkan meningkatnya kekeruhan di badan
air, sehingga mengurangi  penetrasi cahaya yang masuk ke badan air tersebut. Hal ini
mengakibatkan  terjadinya penurunan produksi primer perairan danau.

Anda mungkin juga menyukai