Anda di halaman 1dari 13

METODE TRANSFER PRICING

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah transfer pricing

Dosen Pengampu : Ibu Nurlita Sukma Alfandia, S.E., M.A.

Oleh:

Kelompok 3

Ambartari Ariibah Ningsih (195030400111033)

Riska Wahdini (195030407111003)

Satrio Budi Juniarto (195030407111007)

Gayatri Hapsari Safira Wijaya (195030407111058)

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari
makalah ini adalah “Metode Transfer Pricing (2)”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkana terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


dosen mata kuliah Transfer Pricing yaitu Ibu Nurlita Sukma Alfandia, S.E., M.A. yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin berterimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kesempurnaan dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Jakarta, 22 Februari 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Fenomena globalisasi ini juga secara tidak langsung mendorong merebaknya konglomerasi
dan divisionalisasi/departementasi perusahaan. Dalam lingkungan perusahaan multinasional dan
konglomerasi serta divisionalisasi terjadi berbagai transaksi antar anggota (divisi) yang meliputi
penjualan barang dan jasa, lisensi hak dan harta tak berwujud lainnya, penyediaan pinjaman dan lain
sebagainya. Transaksitransaksi yang terjadi dalam lingkungan perusahaan seperti ini nantinya akan
menyulitkan dalam penentuan harga yang harus ditransfer. Penentuan harga atas berbgai transaksi
antar anggota atau divisi tersebut lazim disebut dengan transfer pricing.

Praktek transfer pricing ini dulunya hanya dilakukan oleh perusahaan sematamata hanya untuk
menilai kinerja antar anggota atau divisi perusahaan, tetapi seiring dengan perkembangan zaman
praktek transfer pricing sering juga dipakai untuk manajemen pajak yaitu sebuah usaha untuk
meminimalkan jumlah pajak yang harus di bayar.

1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:

1.Apa yang dimaksud Cost Plus Method (CPM)?


2.Bagaimana kondisi yang tepat untuk menggunakan Cost Plus Method (CPM) dan contoh
penerapannya?
3.Apa yang dimaksud Profit Split Method (PSM)?
4.Bagaimana kondisi yang tepat untuk menggunakan Profit Split Method (PSM) dan contoh
penerapannya?

1. 3. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dibuat diatas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah, sebagaiberikut:

1. Mengetahui apa yang dimaksud Cost Plus Method (CPM).


2. Mengetahui apa yang dimaksud Profit Split Method (PSM).
3. Mengetahui kondisi yang tepat dalam menggunakan Cost Plus Method (CPM) ataupun
Profit Split Method (PSM) beserta contoh penerapannya.
BAB II

PEMBAHASAN
2. 1. Cost Plus Method (CPM)
Metode biaya-plus (Cost Plus Method / CPM) adalah metode penentuan harga transfer yang
dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari
transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya plus atau cost plus method antara lain
adalah:

1. Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
2. Terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau
kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antaa pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

Cost Plus Method atau CPM memfokuskan tested party (pihak yang di uji) pada pihak
pabrikasi dalam menentukan analisis transfer pricing. CPM dimulai dengan menilai cost yang terjadi
pada pemasok (supplier) sebagai perusahaan afiliasi dalam memproduksi produk. Setelah didapat
harga pokok pembuatan produk, kemudian ditambahkan unsur mark up terhadap harga pokok
tersebut. Contoh:

PT A memproduksi barang dengan biaya Rp500.000 dan menyerahkan barang tersebut


kepada afiliasinya PT B dengan harga Rp900.000. PT Y juga memproduksi produk sejenis
dengan biaya sebesar Rp600.000 dan menjualnya kepada PT Z (tidak ada hubungan istimewa)
dengan harga Rp900.000.

Dari penjualan PT Y terlihat bahwa persentase laba kotor dari biaya adalah sebesar 30
: 60 = 50 %. Dengan cost-plus method, dapat diketahui bahwa harga wajar penjualan PT A
ke PT B adalah: Rp500.000 + (50% x Rp500.000) = Rp750.000. Jadi, bisa dianggap bahwa
harga beli PT B lebih mahal dari yang seharusnya dan dapat dikoreksi biayanya oleh kantor
pajak.

2. 2. Profit Split Method (PSM)


Metode pembagian laba (Profit Split Method / PSM) adalah metode penentuan harga transfer
berbasis laba transaksional (transactional profit method based) yang dilakukan dengan
mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara
ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan
tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, dengan
menggunakan metode kontribusi (contribution profit split method) atau metode sisa pembagian laba
(residual profit split method).

Metode pembagian laba atau profit split method secara khusus hanya dapat diterapkan oleh
dalam kondisi sebagai berikut:

a. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubunngan istimewa sangat terkait satu
sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau
b. Terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang
menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.

Mekanisme perhitungan Profit Split Method (PSM) yang tidak memiliki hubungan istimewa
dibagi menjadi dua metode, yaitu:

1) Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)


Metode Pembagian Laba Kontribusi adalah metode pembagian laba antarpihak afiliasi
berdasarkan fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan dan risiko yang ditanggung setiap
pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi.
Contoh:
STU Corp. berkedudukan di negara A, memiliki 98% saham di PT STU. Pada tahun 2010, PT
STU membeli semi-finished goods dari STU Corp. untuk diproses menjadi finished goods.
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa STU Corp. dan PT STU adalah saling terkait
sangat erat dalam operasional perusahaan (highly integrated operation).
PT STU menjual produk jadi untuk pasar Indonesia. Berdasarkan analisis fungsi diketahui,
bahwa PT STU melakukan fungsi-fungsi yang cukup signifikan untuk mendapat remunerasi
yang tepat. Laporan keuangan yang diperoleh selama pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan STU Corp. PT STU


Penjualan USD 100,000.00 USD 120,000.00
Harga Pokok Penjualan USD 50,000.00 USD 100,000.00
Laba Kotor USD 50,000.00 USD 20,000.00
Biaya Operasi USD 30,000.00 USD 18,000.00
Laba Bersih Usaha USD 20,000.00 USD 2,000.00

Untuk Tahun Pajak 2010, PT STU sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP BPC. Setelah
dilakukan pencarian pembanding pada database komersial, diketahui bahwa tidak ditemukan
perusahaan pembanding. Untuk menerapkan Contribution Profit Split Method, digunakan
analisis fungsi sebagai media untuk memberi bobot pada fungsi-fungsi yang dilakukan kedua
belah pihak afiliasi yang saling bertransaksi.

Berikut adalah hasil pembobotan yang dilakukan terhadap fungsi kedua belah pihak afiliasi
yang saling bertransaksi (berdasarkan data dan Analisis fungsi kedua belah pihak).

STU
Fungsi Bobot PT STU
Corp.

Pemasaran 10 6 4
Transportasi 5 4 1
Intangible Property 10 10 0
Akuntansi 5 1 4
Penjualan 10 8 2
Daftar pelanggan 10 6 4
Logistik 5 3 2
Pergudangan 5 0 5
Warranty 5 3 2
Sales support 5 2 3
Training 5 5 0

Total 75 48 27
Profit Split 64.0% 36.0%

Net operating income STU Corp. USD 20,000.00


Net operating income PT STU USD 2,000.00
net operating income USD 22,000.00
Pembagian laba dengan Contribution Profit Split Method
Net Operating income STU Corp. = 64% x USD 22,000.00 = USD 14,080.00
Net Operating income PT STU = 36% x USD 22,000.00 = USD 7,920.00 Koreksi positif atas
net operating income PT STU
= USD 7,920.00 - USD 2,000.00 = USD 5,920.00

Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi
yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT STU = USD
100,000.00 - USD 5,920.00 = USD 94,080.00

2) Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)


Metode Pembagian Laba Sisa adalah metode pembagian laba yang mengidentifikasi terlebih
dahulu laba sisa dengan mengurangkan laba rutin setiap pihak afiliasi dari laba gabungan
kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap pihak afiliasi yang terlibat
terhadap laba sisa.
Contoh:
BGS Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 99% saham di
PT BGS (distributor) yang berkedudukan di Indonesia. BGS Corp. melakukan fungsi R&D
dan memproduksi barang dengan brand-name "DK". Sedangkan PT BGS adalah distributor
yang sangat aktif memasarkan produk yang dibuat oleh BGS Corp. PT BGS melakukan
promosi dan iklan secara masif baik di media cetak maupun elektronik, sehingga brand-name
"DK" menjadi sangat terkenal di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010, PT BGS sedang dilakukan
pemeriksaan oleh KPP MLG.
Laporan Keuangan (USD)

BGS Corp. (R&D) PT BGS (Marketing)

Penjualan 700,000.00 Penjualan 976,000.00

HPP (466,000.00) HPP (700,000.00)

Laba Kotor 234,000.00 Laba Kotor 276,000.00

Biaya Operasi: Biaya Operasi:

Biaya R&D 140,000.00 Biaya 180,000.00


Marketing
Biaya Operasi 34,000.00 Biaya Operasi 56,000.00
lain lain

Laba Bersih 60,000.00 Laba Bersih 40,000.00


Usaha Usaha

Laba bersih usaha BGS Corp. = USD 60,000.00


Laba bersih usaha PT BGS = USD 40,000.00
Laba bersih usaha gabungan = USD 100,000.00

Tahap selanjutnya, dilakukan pencarian terhadap perusahaan manufaktur yang hanya


melakukan fungsi sederhana (tidak melakukan R&D) dan dilakukan pencarian terhadap
perusahaan distributor yang hanya melakukan fungsi yang sederhana (tidak melakukan
aktivitas pemasaran secara besar-besaran).
Hasil pencarian pada commercial Perusahaan manufaktur (simple function) memperoleh laba
bersih usaha = USD 15,000.00

(manufaktur dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 3% x total cost)

Perusahaan distributor (simple function) memperoleh laba bersih usaha


= USD 19,520.00 (distributor dengan fungsi sederhana mendapat remunerasi 2% x penjualan)

Laba bersih usaha (simple manufacturer) = USD 15,000.00


Laba bersih usaha (simple distributor) = USD 19,520.00
Total laba bersih usaha (Basic Profit) = USD 34,520.00

Total Laba bersih usaha (dengan intangible asset) = USD 100,000.00


Total bersih usaha (simple function) = USD 34,520.00
Residual Profit = USD 65,480.00
Proporsi biaya R&D dan biaya marketing yang digunakan sebagai dasar Alokasi Residual
Profit
Biaya R&D = USD 15,000.00
Biaya marketing = USD 19,520.00
Total Biaya = USD 34,520.00
Alokasi residual profit
BGS Corp 43.75% x USD 65,480.00 = 28,648.00
USD
PT BGS 56.25% x USD 65,480.00 = 36,832.00
USD
Total Residual profit = 65,480.00
USD

Peyesuaian atas laba bersih usaha BGS Corp. = USD 15,000.00 + USD 28,648.00

= USD 43,648.00

PT BGS = USD 19,520.00 + USD 36,832.00


= USD 56,352.00

Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang terjadi
yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT BGS = USD
56,352.00 - USD 40,000.00 = USD 16,352.00
BAB III

PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
Transfer pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing,
interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan
pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan). Tujuan
transfer pricing adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau
divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain.
Selain tujuan tersebut, transfer pricing juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi
dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Praktik transfer pricing sering digunakan oleh banyak
perusahaan sebagai alat untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Adanya hubungan
istimewa merupakan kunci dari dilakukannya praktik transfer pricing dalam bidang perpajakan.
Hubungan istimewa juga ditandai dengan adanya hubungan keluarga baik sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, A. M. (2015). Buku pintar transfer pricing untuk kepentingan pajak. Andi
Offset.

Pohan, C. A. (2019). Pedoman Lengkap Pajak Internasional Ed. Revisi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Setiawan, H. (2014). Transfer pricing dan risikonya terhadap penerimaan negara. Diakses
dari http://kemekeu. go. id.

Tampubolon, K., & Al Farizi, Z. (2018). Transfer Pricing & Cara Membuat TP Doc.
Deepublish.

Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-32/Pj/2011 tentang Perubahan


Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-43/Pj/2010 tentang Penerapan Prinsip
Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang
Mempunyai Hubungan Istimewa. Sekretarian Negara. Jakarta

Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-22/Pj/2013 tentang Pedoman


Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. Sekretarian Negara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai