Disusun oleh :
1. MUDAFIQOH AWALIYATUL K. (P13374205160)
2. SITI LILYA MA’RIFAH (P1337420516056)
3. YUNITA NUR FAJARWATI (P13374205160)
2. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif berfokus pada perawatan gejala klien, yang
penyakitnya tidak lagi berespons terhadap penanganan yang berfokus pada
pengobatan. Perawatan ini dapat berbeda dari perawatan hospice, dalam hal
klien tidak yakin tengah menjelang ajal. Perawatan hospice dan paliatif dapat
mencakup perawatan menjelang kematian yaitu perawatan yang diberikan
dalam beberapa minggu terakhir sebelum kematian.
Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari
medis, perawatan, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual, sehingga secara
praktis, prinsip dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip
pada praktek medis yang baik.
Prinsip dasar perawatan paliatif (Rasjidi, 2010):
1. Sikap Peduli Terhadap Klien
Termasuk sensitivitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala aspek
dari penderitaan klien, bukan hanya masalah kesehatan.
Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor
karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau faktor individual lainnya
tidak boleh mempengaruhi perawatan.
2. Menganggap Klien Sebagai Seorang Individu
Setiap kliien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-
gejala yang sama, namun tidak ada satu klien pun yang sama persis
dengan klien lainnya. Keunikan inilah yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.
3. Pertimbangan Kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi
mempengaruhi penderitaan klien. Perbedaan-perbedaan ini harus
diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
4. Persetujuan
Persetujuan dari klien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan
dimulai atau diakhiri. Mayoritas klien ingin dilibatkan dalam pengambilan
keputusan, namun dokter cenderung untuk meremehkan hal ini. Klien
yang telah diberi informasi memadai dan setuju dengan perawatan yang
akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
5. Memilih Tempat Dilakukannya Perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik klien dan keluarganya harus
ikut serta dalam diskusi ini. Klien dengan penyakit terminal sebisa
mungkin diberi perawatan di rumah.
6. Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan klien maupun dengan keluarga
adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan
perawatan paliatif.
7. Aspek Klinis: Perawatan yang Sesuai
Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari
penyakit yang diderita klien. Hal ini penting karena pemberian perawatan
yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah
penderitaan klien. Pemberian perawatan yang berlebihan berisiko untuk
memberikan harapan palsu kepada klien. Demikian jugs perawatan yang
dibawah standar akan mengakibatkan kondisi klien memburuk.
Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian.
Perawatan yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan
sesuatu meskipun itu sia-sia adalah tidak etis.
8. Perawatan Komprehensif dan Terkoordinasi Dari Berbagai Bidang Profesi
Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan
integratif, sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan
aspek hidup klien serta koordinasi yang baik dari masing-masing anggota
tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada klien dan
keluarga.
9. Kualitas Perawatan yang Sebaik Mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Perawatan medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan
terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan
sangat mengganggu baik klien maupun keluarga.
10. Perawatan yang Berkelanjutan
Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir
merupakan dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering
terjadi adalah klien dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga
sulit untuk mempertahankan kontinuitas perawatan.
11. Mencegah Terjadinya Kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam
perjalanan penyakit. Klien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya
mengenai masalah-masalah yang sering terjadi, dan membentuk rencana
untuk meminimalisasi stres fisik dan emosional.
12. Bantuan Kepada Sang Perawat
Keluarga klien dengan penyakit lanjut seringkali rentan terhadap stres
fisik dan emosional, terutama apabila pasien dirawat di rumah, sehingga
perlu diberikan perhatian khusus kepada mereka mengingat keberhasilan
dari perawatan paliatif juga tergantung dari sang pemberi perawatan itu
sendiri.
13. Pemeriksaan ulang
Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat
pasien dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari
waktu ke waktu.
Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif (Kep. Menkes No:
812/Menkes/SK/VII/2007)
1. Persetujuan Tindakan Medis/Informed Consent Untuk Klien Paliatif
Klien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Meskipun pada umumnya hanya tindakan
kedokteran (medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada
perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan
informed consent. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan
diutamakan klien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota
keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal klien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
2. Tim Perawatan Paliatif
Sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan klien
pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau bolehvatau tidak
boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun
(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa
yang bolehatau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk
seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan
pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan
dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif. Pada keadaan
darurat, untuk kepentingan terbaik klien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat
diberikan pada kesempatan pertama.
3. Resusitasi/Tidak Resusitasi Pada Klien Paliatif
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh klien yang kompeten atau oleh tim perawatan paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat klien
memasuki atau memulai perawatan paliatif. Klien yang kompeten memiliki
hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang
dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan
tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau
dalam bentuk informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.
Namun demikian, dalamkeadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu
yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila klien
berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.
4. Perawatan Klien Paliatif Di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif klien di ICU mengikuti ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas. Dalam
menghadapi tahap terminal, tim perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-
supporting.
5. Masalah Medikolegal Lainnya Pada Perawatan Klien Paliatif
Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah klien. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus
dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang
memperhatikan keselamatan klien tindakan-tindakan tertentu dapat
didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.