Anda di halaman 1dari 3

FUDHAIL BIN IYADH

Dan aku (tetangga Fudhail) mendengarnya mengatakan,

*“Kamu berhias untuk manusia, berdandan untuk mereka, dan kamu terus berbuat riya’,
sehingga mereka mengenalmu sebagai seorang yang shaleh. Mereka menunaikan
kebutuhanmu, melapangkan tempat dudukmu (menyambutmu), dan bermuamalah denganmu
karena mereka salah duga. Keadaanmu benar-benar buruk jika demikian adanya.”*

Aku juga mendengarnya mengatakan,

*“Jika kamu mampu untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Kamu tidak rugi walaupun
tidak dikenal, dan kamu tidak rugi walaupun kamu tidak dipuji. Kamu tidak rugi
walaupun kamu tercela di mata manusia, asalkan di mata Allah kamu selalu terpuji.”*

Pelajaran:

Seorang yang terbiasa melakukan perbuatan dosa, maka hatinya akan menghitam
sehingga sulit menerima hidayah. Namun terkadang, ada sedikit celah di hatinya yang
belum tertutup dengan gelapnya maksiat. Apabila ia gunakan bagian kecil ini untuk
merenungkan dan mengingat kekuasaan Allah, maka Allah akan bersihkan hatinya dari
noda-noda hitam dosa kemaksiatan. Sebaliknya, apabila ia tetap menuruti hawa
nafsunya, maka hati tersebut semakin menghitam dan lama-kelamaan akan mati dan
tidak menerima hidayah.

Mengenal Serial Keteladanan Para Salafus Shalih TOKOH TOKOH TABI'UT TABI'IN SERI 83

*🏆 MUTIARA HIKMAH Al-FUDHAIL BIN IYADH*

Beliau seorang tokoh terkemuka dari generasi tabi’ut tabi’in. Al-Fudail bin Iyadh
adalah sosok ahli ibadah yang banyak menghabiskan waktunya di Mekah dan Madinah.
Kehidupannya penuh dengan cahaya ilmu, amal serta istiqomah dalam membela
kebenaran. Dan salah satu kelebihannya yang dianugerahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla
kepadanya adalah di munculkan banyak hikmah melalui lisannya.

Dari Abdullah Ash-Shomad Mardawaih Ash-Sha’igh, dia berkata:

*“Ibnul Mubarok berkata kepadaku bahwa sesungguhnya Al-Fudhail merupakan bukti


kebenaran kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan dimunculkan hikmah melalui
lisannya. Dia termasuk manusia yang dikaruniai manfaat dari amal-amalnya.”*
(Siyar A’lam An Nubala 8/ 425).

Diantara mutiara hikmah yang diungkapkannya adalah:

*“Kosongkan hatimu untuk sedih dan takut, sampai keduanya dapat bersarang. Apabila
sedih dan takut bersarang dihatimu, maka keduanya akan membentengimu dari melakukan
maksiat dan menjauhkan dirimu dari api neraka.”*
(Siyar A’lam An-Nubala 8/ 438 ).

Rasa takut dan sedih akan siksanya membuat hatinya begitu memiliki harapan besar
untuk selalu dekat dengan Allah Ta’ala. Begitu pula saat disebut-sebut nama Allah
atau mendengar ayat-ayat-Nya, rasa takut dan sedih itu selalu memenuhi hati dan
pikirannya.

Dari Sufyan bin ‘Uyainah, dia berkata,

*“Aku belum pernah melihat seorangpun yang lebih takut kepada Allah daripada Al-
Fudhail dan ayahnya.”*
Dari Muhammad bin Thufail, dia berkata,

“Aku mendengar Al-Fudhail bin Iyadh berkata,

*“Sedih (karena Allah) di dunia menghilangkan keresahan di akhirat dan (terlalu)


gembira di dunia menghilangkan manisnya beribadah.”*

Perkataan beliau merupakan wujud nyata betapa beliau sosok yang bening hatinya,
dalam ilmunya serta mampu merealisasikan mutiara-mutiara hikmah yang sarat dengan
keagungan iman, dan penghambaan yang tulus kepada Rabb-nya yang begitu dicintainya.

Ada sebuah nasehat indah yang layak ditulis dengan tinta emas, dan menjadi renungan
kita bersama. Al-Fudhail bin Iyadh berkata (kepada dirinya)

*“Wahai, kasihannya engkau…..engkau berbuat buruk, tetapi engkau merasa berbuat


baik, engkau tidak tahu, tetapi merasa selevel dengan ‘ulama’, engkau kikir, tetapi
engkau merasa dermawan, engkau pandir, tetapi merasa berakal (cerdas), ajalmu
pendek , namun angan-anganmu panjang.”*
( Siyar A’lamin Nubala 8/ 440 ).

Subhanallah, dalam sekaligus penuh pesan moral yang luar biasa dari ungkapan-
ungkapan beliau, Allah memberinya kecerdasan batin hingga dengan karunia Allah
‘Azza wa Jalla kaum muslimin mampu mendapatkan faedah tak ternilai untuk menjadi
seorang mukmin yang ikhlas, qona’ah dan menjalani roda kehidupan selaras dengan
syari’at-Nya.

Hidupnya laksana cermin tak jauh beda dengan apa yang beliau katakan. Dan itulah
teladan yang konkret dan dijadikan aspirasi positif dalam membangun jatidiri
membentuk karakter Islami sebagai seorang mukmin sejati. Adz-Dzahabi berkata,
“Ditanyakan kepada Al-Fudhail bin Iyadh: “Apakah zuhud itu?” .

Dia menjawab, “Banyak qona’ah,”

lalu ditanyakan, “Apakah wara’ itu?”

Al-Fudhail menjawab, “Menjauh dari sesuatu yang dilarang Syari’at,” Dan ketika
ditanyakan, “Apakah ibadah itu?”

maka Al-Fudhail menjawab, “Melaksanakan sesuatu yang diwajibkan,” Lalu ditanyakan


pula, “Apa itu tawadhu‘?”

Al-Fudhail menjawab, “Anda tunduk kepada Yang Haq. Dan ketahuilah sesungguhnya
Wara’ terberat itu terletak pada lisan.”

Salah satu sifat menonjol beliau adalah sangat peduli dan perhatian terhadap murid-
muridnya. Sesuatu ketika ia mendatangi salah satu muridnya yang tengah sakaratul
maut. Beliau membimbingnya untuk bersyahadat tetapi lisannya tak mampu mengucapkan
bacaaan syahadat. Beliau mengulang-ulangi bacaan syahadat, namun muridnya
mengatakan,

“Saya tidak dapat mengucapkannya,” hingga Al-Fudhail berlepas diri darinya.

*Beliaupun menangis setelah kematian sang murid, beliau bermimpi dalam tidurnya
ternyata murid tersebut setiap tahun meminum segelas arak agar sembuh dari
penyakitnya.*

Demikianlah sekilas pandangan perkataan dan hikmah dari episode kehidupan Al-
Fudhail bin Iyadh, Semoga kita bisa mengambil ibrah berharga yang mampu menambah
nutrisi keimanan dan mewariskan energi positif untuk meneladaninya.
***

Referensi :
– Yang Aku Khawatirkan Atas Umatku, Abu Yahya Badrussalam,
Penerbit Nashirussunah, 2012
– Hiburan Orang-orang Shalih ( terjemah ) , Muhammad Amin Al-Jundhi , Pustaka
Arofah.
– 60 Biografi ‘Ulama Salaf (terjemah), Syaikh Ahmad Farid, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta 2006.

Anda mungkin juga menyukai