Disusun Oleh :
Kaharunia Oktaviana
Nim. P1337421019062
Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga yang tidak diketahui atau
tidak jelas
Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada risiko
jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.
Space Occupaying lesions
a. Tumor otak
b. Malformasi arteri vena (AVM)
c. Hematoma subdural
d. Neurofibromatosis
Infeksi Cerebral
Asidosis hipoksia
Riwayat keluarga
3. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang umum. Bentuk kejang
umum yang sering dijumpai adalah mata mendelik atau terkadang berkedip-kedip,
kedua tangan dan kaki kaku, terkadang diikuti kelojotan, dan saat kejang anak tidak
sadar tidak memberi respons apabila dipanggil atau diperintah. Setelah kejang anak
sadar kembali. Umumnya kejang demam akan berhenti sendiri dalam waktu kurang
dari 5 menit dan tidak berulang lebih dari satu kali dalam 24 jam (Soebadi, 2015).
4. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1℃ akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium. maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya.
Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang
kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai
ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
(Ngastiyah, 2007).
5. Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang
berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi
adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada
pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip
dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop
kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom
neurokutaneus seperti “ café au lait spots “ dan “ iris hamartoma” pada
neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen patches” , “ subungual fibromas” ,
“ adenoma sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarry
hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas
gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau
apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang,
kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian
obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat terlihat oleh
karena pemberian fenobarbital jangka lama.
Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis,
fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti
hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin
dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas.
Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat
anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin
terjadi pada waktu serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “ dan gangguan belajar
mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia,
mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan
neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di
lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan
kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik
ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum
elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen”
, kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang
sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya
dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse”
2. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan
perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan
stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan
laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa
alasan sebagai berikut. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk
mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan.
Hasil pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis,
mengklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom
epilepsi.
3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya
kelainan struktural diotak . CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada
kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan
prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan
lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi
kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma
kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2
weighted“ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan
saggital.
4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan
pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya
memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga
dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang
yang bukan epilepsi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016)
yaitu:.
a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
ABC (Airway, Breathing, Circulation.)
2. Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.
3. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus kasa
4. Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bias menyebabkan
bahaya.
5. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
6. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
7. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
8. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan dilepaskan
b. Penatalaksanaan medis
1. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam untuk
membrantas kejang secepat mungkin yang diberi secara IV (intravena), IM
(Intra muskular), dan rektal. Dosis sesuai BB:< 10 kg:0,5,0,75 mg/kg BB
dengan minimal dalam spuit 7,5 mg. > 20 kg; 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimal 5 mg pada anak berumur kurang
dari 5 tahun,dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
2. Untuk mencegah edema oták, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30
mg/kg BB/ hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid
misalnya deksametazon 0,5-1¹ ampul setiap 6 jam.
3. Setelah kejang teratasi dengan diazepam selama 45-60 menit disuntikan
antipileptik dengan daya kerja lama misalnya Fenoberbital, Defenilhidation,
diberikan secara intramuskuler.Dosis awal neonatus 30 mg: umur satu bulan
satu tahun 50 mg, umur satu tahun keatas 75 mg.
7. Komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah
a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
b. Epilepsi kerusakan pada neuron.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan
diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam
Daftar Pustaka
1. Guidelines for seizure Management. 2010
2. French, J.a. Pedley, T. A. Initial Management of Epilepsy. The new England Journal
of Medicine. 2008.
3. Winifred Karema, Gunawan Dimas P, dkk .'Gambaran Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Tentang Epilepsi Di Kelurahan Mahena Kecamatan Tahuna Kabupaten
Sangihe'. Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2008.
4. Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures.
Seizures : Medical Causesand Management. 2002.
5. Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines
Series.2009
6. Haurer Stephen L. Harrison”s Neurology In clinical Medicine. Usa : Mc Graw Hill
Education, 2013.
7. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta : Dian Rakyat.2007
8. Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes.
Novel Aspect On Epilepsy.2011
9. Type of Seizures. USA : Epilepsy Foundation of America. 2009
10. SDKI, SLKI, SIKI