Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KOMPLIKASI PERSALINAN KALA II

1.

KELOMPOK 2
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. DIAN ISLAMIYAH
2. LARAS AMIN SANI
3. MUARIFAH UMAROH
4. PUTRI PURNOMO
5. ZAKIYANTI ANUGRAHENI

SMK KESEHATAN MEDIKA FARMA PETARUKAN


TAHUN AJARAN 2016/2017
A.Latar belakang

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih
dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (sarwono,1)
Kala II persalinan adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan dan
piñata laksanaan kala pembukaan, batasan kala II dimulai ketika pembukaan servik sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II juga disebut sebagai pengeluaran
bayi. (Depkes RI  hal 79)

Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang pasien dan
keluarganya ,sangat penting untuk di ingat bahwa persalian adalah proses yang normal dan
merupakan kejadian yang sehat. Namun demikian, potensi terjadinya komplikasi yang
mengancam nyawa selalu ada sehingga bidan harus mengamati dengan ketat pasien dan bayi
sepanjang proses melahirkan. Dukungan terus menerus dan penatalaksanaan yang terampil dari
bidan dapat menyumbangkan suatu pengalaman melahirkan yang menyenangkan dengan hasil
persalinan yang sehat dan memuaskan.
1.Distosia bahu

A.      Pengertian

Distosia bahu adalah keadaan dimana salah satu bahu tersangkut pada tulang kemaluan dan
tertahan dalam jalan rahim. Jika tindakan untuk membebaskan bahu gagal, keadaan bayi dapat
didorong kembali kedalam vagina dan dilahirkan melalui operasi sesar.

B.     Penyebab (etiologi)

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat”
ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II
yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu
tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul
setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul

C.     Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi
yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir
mengikuti kepal

D.     Tanda – tanda dan Gejala

1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu
kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula
dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan
bahu.
E.  Komplikasi

1. Komplikasi Maternal
• Perdarahan pasca persalinan
• Fistula Rectovaginal
• Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
• Robekan perineum derajat III atau IV
• Rupture Uteri

2. Komplikasi Fetal
• Brachial plexus palsy
• Fraktura Clavicle
• Kematian janin
• Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
• Fraktura humerus

F.      Pemeriksaan Penunjang

1.   Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus uteri

2.   Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular

3.   X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting untuk
menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain

4.   Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh operatorberpengalaman dapat menentukan :

1. Presentasi janin

2. Ukuran

3. Jumlah kehamilan

4. Lokasi plasenta

5. Jumlah cairan amnion

6. Malformasi jaringan lunak atau tulang janin


G. Penatalaksanaan

Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.Pertama kali yang
harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu
untuk meneran.

 Lakukan episiotomy

Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari
simfsis pubis dengan berbagai maneuver :

 Tekanan ringan pada suprapubic


 Maneuver Mc Robert
 Maneuver Rubin
 Pematahan klavikula
 Maneuver Woods
 Persalinan bahu belakang
 Maneuver Zavanelli
 Kleidotomi
 Simfsiotomi

1. Tekanan ringan pada suprapubic


Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi
curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada
kepala janin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc
Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha
menempel pada abdomen ibu 
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala
maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi
cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

3.Maneuver Mc Robert

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat
pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray

Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior
terbebas dari simfisis pubis

3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )


Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang
terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.

Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian
diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

4.      Melahirkan bahu belakang

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi
fleksi siku

B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin

C. Lengan posterior dilahirkan

5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada
abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan
kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga
diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis 
Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu
mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui
SC. 
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah
terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam
vagina.

8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

9. Simfisiotomi. 
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu

Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.

Kosongkan vesica urinaria bila penuh.

Lakukan episiotomi mediolateral luas.

Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.

Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak,
maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :

Wood corkscrew maneuver

Persalinan bahu posterior

Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.

Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan
dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.

Penanganan umum distosia bahu :


- Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar.
- Siapkan beberapa orang untuk membantu.

“Distosia bahu tidak dapat diprediksi”


Diagnosis distosia bahu :
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
- Dagu tertarik dan menekan perineum.
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahhu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.

Penanganan distosia bahu :


1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
2. Inversio uteri

A. Pengertian

 Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk kedalam kavum uteri.
 Inversio uteri adalah suatu persalinan ketika bagian dari dinding rahim
bagian atas (fundus) terbalik kearah bawah bahkan terkadang sampai keluar
menonjol sampai mulut rahim (serviks) dan kedalam vagina .

B. ETIOLOGI

       Penyebab inversio uteri dapat secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan
terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya, adanya atonia uteri dan adanya kekuatan
yang menarik fundus kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia
uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah, kanalis servikalis yang longgar), dan
tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan dan batuk).

       Inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan karena perasat Crede yang berlebihan, tarikan tali
pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada dinding
rahim atau Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang berlebihan yang belum lepas dari dinding rahim.
inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk, bersin atau mengejan.

  Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun mungkin tidak ada penyebab
yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi meliputi: 

a.       Tali pusat yang pendek

b.      Traksi yang berlebihan pada tali pusat.

c.       Tekanan pada fundus yang berlebihan.

d.      Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta).

e.       Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan plasenta, terutama jika
plasenta melekat pada fundus.
f.        Endometritis kronis.

g.       Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.

h.       Cepat atau tenaga His yang panjang.

i.         Sebelumnya rahim inverse.

j.        Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama persalinan).

k.      Unicornuate rahim.

l.         Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.

m.     Inversio uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila
dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini
termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic.

 
          Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan kala III persalinan yang salah
meskipun faktor-faktor yang tercantum di ataspun memegang peranan penting dalam menimbulkannya,
Namun sering kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III persalinan, jika manajemen
aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat mengurangi resiko kejadian.

B. KLASIFIKASI

            Menurut perkembangannya inversio uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat :

a.    Inversio uteri ringan

            Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

b.   Inversio uteri sedang

            Fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.

c.    Inversio uteri berat

            Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian besar sudah terletak diluar vagina.
Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :

1)      Inversio inkomplit 

            Yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri atau serviks uteri.

2)      Inversio komplit
            Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri. 

3)      Inversio prolaps

            Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.

C. GEJALA KLINIS

               Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum. gejalanya pada permulaan tidak
selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa
nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus uteri menarik
adneksa serta ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam
terowongan inversio sehingga terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. 

               Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih melekat pada
uterus, hal ini dapat juga berakibat syok.

·              Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba
lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar
vulva, hal ini ialah fundus uteri yang terbalik.

·              Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus
uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

D.    DIAGNOSA

         Penegakan diagnosis sangat penting dan mungkin menyelamatkan nyawa ibu. Diagnosis tidak sukar
dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya inversio uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan,
dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai,
pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina,
sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. 

    Diagnose juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan beberapa tanda inversi uterus yang
mencakup:

·        Uterus menonjol dari vagina.

·        Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang tepat ketika dokter palpasi (meraba) perut ibu. 

·        Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak bergumpal. 

·        Tekanan darah ibu menurun (hipotensi). 


·        Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan darah) dan kesakitan.

·        Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.

·        Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik akan tetapi bila kejadian cukup lama maka
jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.

·        Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI) dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk
memperkuat diagnosis.

E.    PENANGANAN

90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-threatening”.

·        Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus intravena cairan   elektrolit
dan tranfusi darah.

·        Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera
dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.

·        Segera lakukan tindakan resusitasi.

·        Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan
hebat .

·        Lakukan tindakan resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari
tengah dimasukkan ke dalam cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut,
telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai
korpus uteri melewati serviks dan inversion. 

·        Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong
uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus
menarik uterus kembali ke posisi semula. 

·        Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah
fundus dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal. 

·        Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan
oksitosin atau Suntikkan intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan
tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar
inversio uteri tidak berulang.

·         Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi.

F.   PENCEGAHAN INVERSI SEBELUM TINDAKAN KOREKSI MANUAL


a.  Pasang sarung tangan DTT.

b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks. Gunakan tangan
lain untuk membantu menahan uterus didinding abdomen. Jika plasenta belum lepas, lakukan plasenta
manual setelah tindakan koreksi.

c.  Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatistik

       KOREKSI HIDROSTATIK

a.       Pasien dalam posisi terdelenbung dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum.

b.      Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi berupa selang 2m berujung penyemprot berlubang
besar, selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 l (atau Nacl / infus lain) dan dipasang
setinggi 2 m.

c.       Identifikasi forniks posterior.

d.      Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labla sekitar ujung selang
dengan tangan.

e.       Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus keposisi semula.

      KOREKSI MANUAL dengan ANASTESIA UMUM

Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anastesia umum haloton merupakan pilihan
untuk relaksasi uterus.

      KOREKSI KOMBINASI ABDOMINAL – VAGINAL

a.       Kaji ulang indikasi.

b.      Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif.

c.       Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak
uterus berupa lekukan.

d.      Dengan jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks.

e.       Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus.

f.        Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual melalui
vagina.
g.       Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di belakang untuk menghindari
resiko cedera kandung kemih. Ulang tindakan dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus.

h.       Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan.

i.         Jika ada infeksi, pasang drain karet.

        PERAWATAN PASCA TINDAKAN

a.       Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml IV (Nacl 0,9 % atau
Ringer Lactat) 10 tetes/menit :

1)      Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes permenit.

2)      Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prostaglandin.

b.      Berikan Antibiotika proflaksis dosis tunggal :

1)      Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol 500mg IV

2)      Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol 500 mg IV

c.       Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal.

d.      Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam : 

1)      Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam

2)      Gestamin 5 mg/kg berat badan IV setiap 24 jam

3)      Metranidazol 500mg IV setiap 8 jam

F.   KOMPLIKASI

            Komplikasi meliputi endomyometritis , kerusakan usus atau pelengkap rahim.

G.   PROGNOSIS

            Prognosis inversi uteri di pengaruhi oleh kecepatan penanganan, makin lambat keadaan ini di
ketahui dan di obati makin buruk prognosanya dan jika dikelola dengan benar maka akan membawa
prognosa yang baik pula
3. Pre-eklamsia

A. PENGERTIAN

Pre-eklamsi adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan


tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ,misalnya
kerusakan ginjal yang ditunjukan oleh tingginya kadar protein pada urine
(proteinuria)
B.       ETIOLOGI

Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsi/eklampsia belum diketahui. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya:

1.    Jumlah primigravi, terutama primigravida muda

2.    Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa

3.    Penyakit yang menyertai hamil : diadetes melitus, kegemukan

4.    Jumlah umur ibu diatas 35 tahun

5.    Pre eklampsia berkisar antara 3% sampai 5% dari kehamilan yang dirawat ( Ida Bagus. 1998).

C.      KLASIFIKASI

Dibagi dalam 2 golongan :

1.    Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :

a.    Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur berbaring,
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

b.    Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
c.    Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau
midstream ( Ida Bagus.1998).

2.    Pre-eklampsi berat:

a.    Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

b.    Proteinuria 5 gr atau lebih perliter

c.    Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

d.   Keluhan subjektif :

1)        Nyeri di epigastrium

2)        Gangguan penglihatan

3)        Nyeri kepala

4)        Edema paru dan sianosis

e.       Pemeriksaan :

1)      Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus

2)      Perdarahan pada retina

3)      Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).

D.      PATOFISIOLOGI

Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi
ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola
dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha
untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam.
proteinuri mungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:

1.    Perubahan pada otak

Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn ormal. Pada eklampsi,
resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada
otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut
dapat terjadi perdarahan.

2.    Perubahan  pada uri dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehinggaterjadi gangguan


pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi
sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus
prematurus.

3.    Perubahanp ada ginjal

Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium
melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

4.    Perubahan pada paru-paru

Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan
oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang
ditemukan abses paru.

5.    Perubahan pada mata

Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda
pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal
ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala
lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah
adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

6.    Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit

Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada metabolisme air, elektrolit,
kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn
atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara
asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium
dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan
alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 200
E.       MANIFESTASI KLINIS

Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan :

1.    Pertambahan berat badan yang berlebihan

2.    Diikuti edema

3.    Hipertensi

4.    Akhirnya proteinuria. 

Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat
didapatkan :

1.    Sakit kepala terutama di daerah front

2.    Gangguan mata, penglihatan kabur

3.    Rasa nyeri di daerah epigastrium

4.    Mual atau muntah

5.    Gangguan pernapasan sampai sianosis

6.    Terjadinya gangguan kesadaran.

Gejala – gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa eklampsia akan timbul.

F.       PENATALAKSANAAN

1.    Tes diagnostik dasar

Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus
uteri, pemeriksaan funduskopik.

2.    Tes laboratorium dasar:

a.         Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah
tepi).

b.         Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
c.       Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).

d.      Uji untuk meramalkan hipertensi

e.       Roll Over test

f.       Pemberian infus angiotensin II.

G.      PENCEGAHAN

Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang tentang dan berkaitan
dengan:

1.    Diet makanan

Makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garan apabila
berat badan bertanbah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk
meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau butir telur stiap hari. 

2.    Cukup istirahat

Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan disesuaikan dengan kmampuan.
Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan. 

3.    Pengawasan antenatal ( hamil)

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
Keadaan yang memerlukan perhatian:

a.    Uji kemampuan pre eklampsia:

1)        Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

2)        Pemriksaan tinggi fundus uteri

3)        Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

4)        Pemriksaan protin dalam urin

5)        Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjl, fungsi hati, gambaran darah umum,
pemeriksaan retina mata.
b.    Penilaian kondisi janin dalam rahim

1)      Pemantauan tinggi fundus uteri

2)      Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban

3)      Usulkan untuk melakukan pmeriksaan ultrasonografi

H.      PENANGANAN

Tujuan utama penanganan adalah :

1.    Untuk mencegahte rjadinyap re-eklampsdi an eklampsi

2.    Hendaknyaja nin lahir hidup

3.    Trauma padajanin seminimal mungkin.

Pre-eklampsi ringan Pengobatan adalah simtiomatis dan wanita dapat di :

1.    Rawat jalan dengan skemaa periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 x seminggu

2.    Rawat inap

3.    Penangan rawat jalan atau rawat inap :

a.    Istirahat di tempat tidur adalah istirahat pokok

b.    Diit rendah garam

c.    Berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3x sehari, atau tablet fenobarbital 30 mg
dengan dosis 3x sehari, diuretika dan antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat bahkan bisa menutupitanda dan gejala pre-eklampsi berat.

Dengan cara di atas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan
dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa. Bila pada beberapa kasus gejala masih menetap, penderita
tetap dirawat inap. Lakukan monitor keadaan janin : kadar estriol urin, amnioskopik dan ultrasografi dan
sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah padakehamilan minggu ke 37 ke atas dilakukan induksi
partus.
Pre-eklampsi berat

1.    Pre-eklampsi berat kehamilan dan 37 minggu :

a.    Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan
rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:

1)        Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi
tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).

2)        Jika da perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24
jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).

3)        Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti pre-
eklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi gejala.

4)        Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus atau
cara tindakan lain, melihat keadaan.

b.    Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan
kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.

I.     KOMPLIKASI

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antaralain:

1.    Pada ibu

a.    Eklampsia

b.    Solusio plasenta

c.    Pendarahan subkapsula hepar

d.   Kelainan pembekuan darah ( DIC )

e.    Sindrom HELPP ( Hemolisis, Elevated, Liver,Enzymes Dan Low Platelet Count )

f.     Ablasio retina

g.    Gagal jantung hingga syok dan kematian.


2.    Pada janin

a.    Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus

b.    Prematur

c.    Asfiksia neonatorum

d.   Kematian dalam uterus

e.    Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

4. Gawat janin (fetal distress)

A. Pengertian
 Gawat janin adalah suatu keadaan dimana janin tidak menerima
oksigen cukup sehingga mengalami sesak .
 Gawat janin adalah suatu keadaan bahaya dari janin yang secara
serius dapat mengancam kesehatan janin .
B. Etiologi
 Penyebab dari Fetal Distress yaitu:
 a. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam
waktu singkat)
 1) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin.
 2) Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
 3) Solusio plasenta.
 4) Plasenta previa dengan pendarahan.
 b. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta
dalam waktu lama)
 1. Penyakit hipertensi
 2. Diabetes melitus
 3. Postmaturitas atau imaturitas
 c. Kompresi (penekanan) tali pusat

 C. Patofisiologi
 Faktor yang mengakibatkan fetal distres terdapat tiga hal, yaitu :
 1. faktor ibu yang mengandung
 • anemi / kekurangan darah otomatis hb darah akan turun juga, sehingga
oksigenpun berkurang.
 • Hipertensi merupakan suatu pertanda adanya sumbatan pada vaskuler shingga
tubuh mengompensasi yaitu dengan berkontaksinya vaskuler sehingga
menimbulkan hipertensi. Dan sumbatan inilah yang dapat mengurangi aliran pada
vaskuler, dalam hal ini adalah pada plasenta, sehingga janin tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang cukup akan nurisi dan oksigen. 
 • dibetes militus (DM pada dasarnya gula dapat menjadikan suatu aliran darah
menjadi mengental(viskositas). Maka dari itu akan dapat menimbualkan sebuah
gangguan pada laju/aliran darah, terutama pada plasenta.

 2. faktor uteroplasental 
 1) kelainan tali pusat
 bentuk plasenta yang yang normal ialah ceper dan bulat. diameternya antara 15-
20 cm dan tebal 1,5-3 cm. panjang tali pusat adalah sektar 55 cm.
 a.Tali pusat pendek
 kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehingga perut anak berhubungan
dengan plasenta,dalam hal ini selalu disertai  umbelikalis.
 Tali psat harus lebih panjang dari 20-30m untuk memungkinkan kelahiran
anak ,bergantung  pada apakah plasenta terletak dibawah atau diatas.
 Tali psat yang terlalu pendek dapat menimbulkan  herniaumbilikalis,solusio
plasenta,persalinan tak maju dalam  pengeluaran dan karena tali pusat tertarik
mungkin bunyi jantung menjadi buruk dan inversio uteri.
 b.Tali pusat terlalu panjang
 Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, lilitan tali pusat
 biasanya terdapat pada leher anak. Lilitn tali pusat menyebabkan tali pusat
menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan  letak defleksi. setelah
kepala anak lahir, lilitan perlu di bebaskan melalui kepala atau di gunting antara 2
kocher.(obstetri patofisiologi,prof.Dr.D jamhoer martaadisoebrata, Dkk. 2004
Jakarta; EGC)
 2) trauma
 sperti benturan yang dapat menimbulkan edema pada plasenta sehingga
menyebabkan pada pelepasan sebagian atau semuanya.
 3. faktor pada janin
 • kompresi tali pusat sehingga menghambat aliran darah dari ibu kejanin bisa
karena puntiran tali pusat yang menghambat ataupun karena prolaps tali pusat
 • penurunan kemampuan janin membawa oksigen di karenakan hb yang turun
atau dari plasenta yang tidak berfungsi secara normal

 D. Klasifikasi
 Jenis Fetal Distress yaitu :
 a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
 b. Gawat janin iatrogenik
 Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau
kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung
janin
 E. Patway
 Terlampir

 F. Manifestasi Klinik
 Penyebab tanda-tanda gawat janin (Menurut Tuckor Martin 1997 Pemantauan
janin) 
 1. Hipoksia awal pada janin 
 Janin melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan
meningkatkan    stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin dari medulla
adrenal atau keduanya. 
 2. Demam pada maternal 
 Mempercepat metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan aktivitas kardia
akselerasi simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.
 1. Hipertensi pada ibu
 2. Saturasi oksigen;oksigen ibu berkurang:penyakit jantung
 3. Kelainan pasukan plasenta:solution plasenta,lilitan tali pusat

 G. Komplikasi
 Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :
 a. Asfiksia
 b. Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.

 H. Penatalaksnaan Medis 
 Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut: 
 1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian O2 8-12
l/menit membantu mengurangi demam pada maternal dengan hidrasi anti piretik
dan tindakan pendinginan. 
 2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu: 
 3. a. Istirahat baring 
 b. Banyak minum 
 c. Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu 
 4. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari
penyebab gawat janin: 
 a. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap,
pikirkan   kemungkinan solusio plasma. 
 b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan
anti biotik untuk amnionitis. 
 c. Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan penanganan
prolaps tali pusat. 
 5. 4. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan persalinan). 

 I. Penantalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
 Promotion 
 Memberikan pindidikan kepada  msyarakat, terutama dalam hal ini adalah para ibu
hamil tentang fetal distress, bagaimana mencegah terhadap suatu hal yang dapat
membahayakan kondisi kesehatan ibu dan anak. Terutama 
 Pemantauan dasar fisiologi pada: (pemantauan dan pengkajian janin susan
martin tucker edisi 4)
 1. Kemampuan plasenta untuk berdifusi
 Kemampuan plasenta untuk berdifusi mengatur laju pengiriman oksigen dan laju
aliran darah. Oksigen berdifusi dari darah ibu, yang memiliki tekanan persial lebih
tinggi, ke darh janin yang memiliki tekanan persial lebih rendah. Laju aliran darah
ibu dan janin
 2. Area permukaan plasenta
 Semakin banyak pembulu fdarah plasenta semakin besar jumlah zat yang dapat
disalurkan  antara ibu dan janin.
 3. Latihan fisik 
 Takik kardi yang terjadi setelah latihan fisik ibu dianggap sebagai akibat dari
periode transisi dari oksigen janin yang berkurang. Meskipun latihan fisik ibu
mengalirkan darah keotot yang jauh dari uterus, tetapi tidak ada bukti bahwa
latihan itu berbahaya apabila fungsi uteroplasenta masih normal.
 4. Kontraksi uterus
 Kontraksi uterus mengakibatkan penurunan laju perfusi darah ibu melalui ruang
antarvili. Kontraksi ini dapat terjadi akibat ketegangan  atau stres yang
berkepanjangan.  Untuk mencegah stress ini. Uterus sangat perlu rileks secara
adekuat agar berdilatasi.
 5. Hipertonus  uterus
 Hipertonus uterus-tekanan intrateurus tinggi yang berlebihan dapat menyebabkan
janin mengalami stress.
 6. Hipertensi 
 Mengakibatkan peningkatan ketahanan vaskular,yang mengakibatkan penurunan
aliran darah uterus

 J. Menejemen Diit
 Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh(minyak
goreng,santan,jeroham),makanan yang terlalu manis serta mengkonsumsi banyak
sayuran dan buah

 K.    Pemeriksaan Penunjang
 1. USG (Ultrasonographi)
 Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta
melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
 2. Sinar X
 Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian
tubuh dari janin.
 3. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan laborat yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor
pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
 4. Pengkajian vaginal
 Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di
ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
 5. Isotop Scanning
 Atau lokasi penempatan placenta. Yaitu untuk mengetahu letak atau posisi
plasenta.

5. Inersia uteri

Adalah kelainan his yang kekuatannnya tidak adekuat untuk melakukan


pembukaan serviks atau mendorong janin keluar .
Inersia uteri diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
 Inersia uteri primer
Merupakan kelainan kontraksi yang terdeteksi pada masa latent
kala 1 sehingga sulit memastikan kehamilan sudah memasuki masa
inpartu (persalina ) atau belum .
 Inersia uteri sekunder
Merupakan kelainan kontraksi yang terdetksi pada fase aktif kala 1
atau kala 2 ,sebelumnya kontraksi uterus baik namun selanjutnya
terdapat gangguan atau kelainan .

B.     Penyebab inersia uteri


Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi, regangan
dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda ) dan perasaan takut dari ibu.
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini  dijumpai pada
kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6. Kehamilan postmatur (postdatism)
7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia

6. Tali pusat menumbung (prolapsus foeniculi)

Adalah tali pusat teraba keluar atau berada disamping dan melewati
bagian terendah janin didalam jalan lahir ,tali pusat dapat prolaps
kedalam vagina atau bahkan diluar vagina setelah ketuban pecah.

2.1.3       Etiologi Tali Pusat Menumbung Menurut Harry Oxorn, 1996

1. Etiologi Fetal

a. Presentasi abnormal

Sebagian besar dari tali pusat menumbung terjadi pada presentasi kepala namun bisa juga karena letak
lintang dan letak sungsang/presentasi bokong, terutama bokong kaki.

b. Prematuritas

Seringnya kedudukan abnormal pada persalinan premature, yang salah satunya disebabkan karena bayi
yang kecil tidak tahan terhadap trauma dan anoksia.

c. Kehamilan ganda

Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi gangguan adaptasi, frekuensi presentasi abnormal yang
lebih besar, insidensi hydramnion yang tinggi dan pecahnya ketuban anak kedua.

d. Hydramnion

Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali pusat hanyut ke bawah.
2. Etiologi Maternal dan obstetrik

a. Disproporsi kepala panggul

 Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan kepala tidak dapat turun dan pecahnya ketuban
dapat diikuti tali pusat menumbung.

b. Bagian terendah yang tinggi

Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat terjadi meskipun panggul normal, terutama
pada multipara.

3. Etiologi Dari Tali pusat dan Plasenta

a.  Tali pusat yang panjang

Semakin panjang tali pusat maka semakin mudah menumbung

b.  Plasenta letak rendah

Jika plasenta dekat serviks maka ia akan menghalangi penurunan bagian terendah. Di samping itu insersi
tali pusat lebih dekat serviks.

4. Etiologi Iatrogenik

Sepertiga tali pusat menumbung terjadi selama tindakan obstetric.

1.      Pemecahan ketuban secara artificial. Bila kepala masih tinggi, atau bila ada presentasi abnormal
maka pemecahan ketuban dapat diikuti dengan tali pusat menumbung

2.      Pembebasan kepala dari PAP. Kepala di naikkan ke atas panggul untuk mempermudah putaran
paksi

3.      Fleksi kepala yang semula dalam keadaan ektensi.

4.      Versi ekstraksi.

5.      Pemasangan kantong (sekarang jarang dilakukan).

7.    Tali pusat terkemuka


a. Pengertian
 
 Tali pusat terdepan disebut juga  tali pusat terkemuka yaitu jika tali pusat
berada di samping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis servikalis,
atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban masih intak atau
belum pecah.
8. 2.3         Etiologi
9. 1.    Etiologi fetal
10. a.    Sebagian besar dari tali pusat menumbung terjadi pada presentasi:
11. 1)   Letak lintang
12. 2)   Letak sungsang presentasi bokong, terutama bokong kaki.
13. b.    Prematuritas
14. Seringnya kedudukan abnormal pada persalinan prematur, yang salah satunya disebabkan
karena bayi yang kecil.
15. c.    Gemeli
16. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi gangguan adaptasi,frekuensi presentasi
abnormal yang lebih besar.
17. d.    Polihidramnion
18. Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali pusat hanyut ke
bawah.
19. 2.    Etiologi Maternal
20. a.    Disproporsi kepala panggul
21. Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan kepala tidak dapat turun dan
pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat menumbung.
22. b.    Bagian terendah yang tinggi
23. Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat terjadi meskipun panggul normal.
24. 3.    Etiologi dari tali pusat dan plasenta
25. a.    Tali pusat yang panjang
26. Semakin panjang tali pusat, maka semakin mudah menumbung.
27. b.    Plasenta letak rendah
28. Jika plasenta dekat serviks maka akan menghalangi penurunan bagian terendah.
Disamping itu insersi tali pusat lebih dekat serviks.

8. Syok
a. pengertian

Adalah gangguan sirkulasi darah kejaringan sehingga kebutuhan oksigen


tidak terpenuhi .
Jenis-jenis syok berdasarkan etiologi :
 Syok hemoragik
Yaitu syok karena perdarahan yang banyak
 Syok neurogenik
Yaitu karena rasa sakit yang hebat .Penyebabnya berupa kehamilan
ektopik,solusio plasenta,persalinan dengan forsep
b. Etiologi
Etiologinya digolongkan dalam lima kategori :
1. Kategori sosioekonomi – termasuk keadaan yang tidak Kondusif
seperti usia muda,primiparitas,single-parent,pendidikan yang
rendah,solusio plasenta rekurens
2. Kategori fisik – trauma benda tumpul pada perut,umumnya karena
kekerasan dalam rumah tangga atau kecelakaan dalam
berkendaraan
3. Kategori kelainan pada rahim – contohya mioma seperti mioma
submukosum di belakang plasenta atau uterus berseptum
4. Kategori penyakit ibu – seperti tekanan darah tinggi dan kelainan
sistem pembekuan darah (trombofilia)
5. Kategori latrogenik – seperti merokok dan penggunaan kokain.

Klasifikasinya:

Plasenta previa totalis atau komplit→plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum.

Plasenta previa parsialis→plasenta yang menutupi bagian ostium uteri internum.

Plasenta previa marginalis→plasenta yang tepinya berada di pinggir ostium uteri internum.

Plasenta letak rendah→plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

Solusio plasenta, yaitu lepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak
lahir.
A.    Kesimpulan
Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari pembukaan lengkap sampai
bayi lahir Uterus dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan mendorong bayi
hingga lahir. Asuhan ini meliputi perubahan fisiologis pada kala  II, posisi meneran, pemantauan
kala II, mekanisme persalinan normal, menolong persalinan sesuai dengan APN, manufer tangan
dan langkah – langkah dalam persalinan.Selain itu juga dapat dilakukan tindakan Amniotomi dan
Episiotomi sesuai dengan indikasi.
Amniotomi/pemecahan selaput ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada
dorongan yang besar.
Selama selaput ketuban masih utuh janin akan terhindar dari infeksi dan afiksia . Cairan
amniotik berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan penuh dikarenakan
kontraksi . Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini pada kala I . Biasanya selaput
ketuban akan pecah secara spontan .
Episiotomi adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar
sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah. Di lakukan episiotomi dengan tujuan agar
supaya tidak terjadi robekan-robekan perineum yang tidak teratur dan robekan musculus princter
ani yang bila tidak di jahit dan dirawat dengan baik akan menyebabkan inkontinensia alvi.

Anda mungkin juga menyukai