Anda di halaman 1dari 11

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE DAN TUBO OVARIAL ABSCESS

1. Definisi

PID merupakan infeksi pada saluran genitalia bagian atas termasuk tuba fallopi,

endometrium, uterus, ovarium dan struktur bagian disekitarnya dan merupakan salah satu

komplikasi umum dari penyakit menular seksual (PMS) dan memiliki gejala yang

bervariasi tergantung lokasi dari PID. Gambaran penyakit dari PID meliputi gejala klinis

sebagai akibat penyebaran mikroorganisme secara asenden dari vagina menuju alat

genitalia bagian atas serta menimbulkan kerusakan jaringan.1,2 Saat ini berdasarkan data

epidemiologi, didapati bahwa 1 dari 7 wanita usia reproduksi muda (< 25 tahun) di

amerika menjalani perawatan karena infeksi ini dan sekitar 1 juta kasus baru terjadi per

tahun dengan sebagian besar kasus 90% terjadi karena infeksi asenden dan selebihnya

karena tindakan medis atau penyebaran secara limfogen dan hematogen.3

2. Etiologi dan Faktor Resiko

PID terjadi karena terdapat infeksi pada saluran genitalia bagian bawah kemudian

menyebar ke atas melalui serviks. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu seorang

wanita menderita PID. Penyebab tersering adalah Neisseria Gonorrhoeae dan chlamydia

trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan. Kedua bakteri ini

merupakan kuman penyebab IMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya

infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya

pertahanan dari uterus, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuham bakteri

(darah menstruasi).4

Penyebab lain ialah pertumbuhan bakteri yang secara alami ada di vagina (flora
normal) yang mengalami gangguan keseimbangan sehingga menjadi patogen dan

kebanyakan disebabkan oleh N. gonorrhoeae dan C. Trachomatis. Berdasarkan penelitian

dari Catherine, dkk, bakteri gram negatif Sneathia sanguinegens telah ditemukan pada

demam postpartum, endometritis dan abses tubo ovarium dan bakteri gram positif

Atopobium vaginae yang menyebabkan abses tubo ovarium, infertilitas faktor tuba

bahkan kematian janin. Selain itu yang termasuk penyebab dari PID adalah Gardnerella

vaginalis, streptococcus agalactiae, peptostreptococcus, bakteroides, mycoplasma

genetalia, mycobacterium tuberculosis dan actinomyces.sp.5

Faktor resiko dari PID terdiri dari beberapa namun yang utama yaitu aktifitas

seksual, terlebih pada wanita aktif secara seksual yang berusia dibawah 25 tahun. Hal ini

terjadi karena wanita muda cenderung berganti-ganti pasangan seksual, melakukan

hubungan seksual secara tidak aman (tidak memakai kontrasepsi). Faktor risiko lainnya

adalah wanita yang memiliki riwayat penyakit PID sebelumnya atau memiliki riwayat

PMS. Disamping itu dilaporkan dalam sebuah penelitian, penggunaan IUD (spiral)

meningkatkan resiko PID. Resiko tinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu

setelah pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi pada saluran reproduksi

sebelumnya.3

3. Patofisiologi

Perjalanan penyakit PID tergantung dari jenis dan organisme penyerang maupun

resistensi masing-masing pejamu terhadap mikroorganisme. Mekanisme pasti yang


bertanggung jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual

mekanis dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh. 6

Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap:

 Tahap pertama: melibatkan akuisisi dari vagina atau infeksi servikal.

Infeksi menular seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik

 Tahap kedua: timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme

dari vagina dan serviks.

Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran secara

asenden, namun efek dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan

hormonal yang timbul selama ovulasi dan menstruasi. Gangguan suasana servikovaginal

dapat timbul akibat terapi antibiotik dan infeksi menular seksual yang dapat menggagu

keseimbangan flora endogen. Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara

berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dengan aliran

menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari mikroorganisme.

Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden akibat dari kontraksi uterus

mekanis dan ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama sperma menuju uterus dan tuba.6

Organisme seperti C.tracomatis menginfeksi sel inang untuk bereproduksi,

dimana badam dasar yang ada pada C.tracomantis memasuki sel melalui mekanisme

fagositosis dan dalam 24 jam berikutnya badan-badan ini membelah dengan cepat

menjadi ribuan badan retikuler dan akhirnya dengan cepat menyebar ke endometrium,

tuba fallopi dan sekitarnya.7

New England Journal of Medicine menjelaskan perjalanan penyakit PID sebagai


berikut.2

Gambar 1. Patofisiologi PID, dikutip dari gynaecology - 4 th ed. 2011 p.945

● PID biasanya dimulai dengan masuknya bakteri di bagian serviks dan diikuti oleh

respon imun terhadap patogen di bagian serviks. (A)

● Kemudian diikuti perubahan kondisi mikroba pada vagina di serviks

● Mengakibatkan juga bakteri vaginosis menjadi patogen dan selanjutnya naik dan

menyerang ke traktus genitalia bagian atas. (bagian abu abu merupakan bagian

yang terkena).

4. Jenis Jenis PID


Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID yang sering ditemukan adalah:
1. Salpingitis
Mikroorganisme yang menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C
trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki pasangan seksual yang
multipel dan tidak menggunakan kontrasepsi.8

Gambar 2 Salpingitis, dikutip N Engl J Med Screening for chlamydia--a key to the
prevention of pelvic inflammatory disease
2. Abses tuba ovarium
Abses ini sering muncul setelah salfingitis namun lebih sering karena infeksi adneksa
yang berulang.pasian dalam keadaan asimtomatik atau dalam keadaan septic syok,
ditemukan 2 minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis dan abdomen, mual,
muntah, demam dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri. 8
Gambar 3. Abses tuba ovarium, dikutip N Engl J Med Screening for chlamydia--a key to

the prevention of pelvic inflammatory disease


5. Tanda dan Gejala

PID sering kurang terdiagnosis karena luasnya variasi dan tingkat keparahan

gejala bahkan pasien dapat menunjukan gejala yang asimtomatik. Gejala utama PID

adalah timbulnya nyeri perut bagian bawah atau pada daerah panggul yang tiba-tiba

dengan deskripsi seperti nyeri tumpul dengan intensitas terus menerus. Beberapa pasien

mengeluh terjadi saat beberapa hari setelah menstruasi terakhir dan diperparah dengan

aktivitas, gerakan bahkan nyeri saat berhubungan seksual. Gejala lain juga seperti

pendarahan atau bercak pada vagina, demam, menggigil, mual bahkan nafsu makan

berkurang.9

6. Diagnosis

Diagnosis untuk PID dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan karena gejala

seperti nyeri perut bagian bawah mengarah ke berbagai penyakit agar tidak salah

diagnosis. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah membuat suatu

kriteria diagnosis untuk PID:10

Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut: (ketiga tiganya harus
ada)
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifisitas kriteria
minimum dan mendukung diagnosis PID.
 Suhu oral > 38,30C
 Cairan serviks atau vagina tidak normal (mukopurulen)
 Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina
dengan salin
 Kenaikan laju endap darah
 Protein reaktif – C meningkat
 Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. gonorrhoeae atau C.
trachomatis
Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai:
 Nyeri gerak pada serviks
 Dapat teraba tumor karena pembentukan abses
 Di bagian belakang uterus terjadi penimbunan nanah
 Dalam bentuk menahun mungkin teraba tumor, perasaan tidak enak (Discomfort)
di bagain bawah abdomen
Keiteria diagnosis PID sangat spesifik meliputi:
 Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
 USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan
dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo – ovarial atau
ditemukan hiperemi tuba pada pemeriksaan Doppler.
 Hasil pemeriksaan laporoskopi yang konsisten dengan PID

Pemeriksaan tes kehamilan dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis

banding seperti kehamilan ektopik. Pemeriksaan kultur juga direkomendasi untuk tes N.

gonorrhoeae atau C.trachomatis yang sampelnya diambil melalui swab vagina dan

endoserviks.2

USG dapat dilakukan untuk membantu dalam diagnosis abses tubo ovarium dan

dapat ditemukan tuba berdinding tebal, berisi nana dan mengalami inflamasi. Selain itu

pemeriksaan USG transvaginal juga dapat membantu dalam penilaian anatomi dari

panggul.2,11
Gambar 4. USG transvaginal yang menunjukan fimbriae tuba fallopi, dikutip dari

gynaecology - 4 th ed. 2011 p.947

Laparoskopi sering digunakan untuk pemeriksaan emas untuk PID tetapi

laparoskopi tidak dapat menjamin sensitivitas diagnosis dari PID dan juga tidak ada bukti

korelasi antara temuan pada laparoskopi dan gejala jangka panjang dari penyakit.

Diagnosis klinis PID mempunyai nilai duga positif 65-90%. Laparoskopi dapat

menunjukkan salpingitis, abses, peritonitis dan perihepatitis.2

Gambar 5. Laparoskopi dengan salpingitis dan perihepatitis pada infeksi clamidia,

dikutip dari gynaecology - 4 th ed. 2011 p.948


7. Tatalaksana

A. Pengobatan

Center of disease control and prevention (CDC) merekomendasikan pengobatan

PID untuk pasien rawat inap dan rawat jalan. Indikasi pasien rawat jalan untuk PID

ringan sedangkan untuk kriteria indikasi rawat inap sebagai berikut:12

 Kedaruratan bedah (misalnya apensisitis) tidak dapat dikesampingkan.


 Pasien sedang hamil
 Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikroba oral
 Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan
 Pasien menderita sakit berat, mual, muntah, dan/atau demam tinggi
 Ada abses tubo ovarial .
Pengobatan yang digunakan untuk rawat inap dari CDC:

Lini 1 Sefotetan, 2 g IV tiap 12 jam +


Doksisiklin, 100 mg oral atau IV tiap 12 jam atau
Lini 2 Sefoksitin, 2 g iv tiap 6 jam +
Doksisiklin, 100 mg oral atau IV tiap 12 jam atau
Lini 3 Klindamisin, 900 mg IV tiap 8 jam +
Gentamicin, dosis pertama 2 mg/kg IV/IM diikuti dengan dosis
pemeliharaan 1,5 mg/kg tiap 8 jam.
Dosis harian 3-5 mg/kg.
Alternatif lain Levofloksasin 500 mg IV 1 kali sehari dengan atau tanpa
Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam atau
Ofloksasin 400 mg IV tiap 12 jam dengan atau tanpa
Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam atau
Ampicillin, 3 g IV tiap 2 jam +
Doksisiklin, 100 mg oral atau IV tiap 12 jam

Pengobatan yang digunakan untuk rawat jalan:

Seftriakson 250 mg IM dosis tunggal +


Doksisiklin, 100 mg oral 2x1 untuk 14 hari dengan atau tanpa
Metronidazole 500 mg oral x21 untuk 14 hari
Atau
Cefoksitin, 2 g IM dan probensoid 1 g oral diberikan bersamaan dalam dosis tunggal +
Doxycycline, 100 mg oral 2x1 untuk 14 hari dengan atau tanpa
Metronidazole 500 mg oral 2x1 untuk 14 hari
Atau
Sefalosporin generasi ketiga (misalnya seftizoksim atau sefotaksim) +
Doxycycline, 100 mg oral 2x1 untuk 14 hari dengan atau tanpa
Metronidazole 500 mg oral 2x1 untuk 14 hari

Pasien dilakukan pengobatan secara parenteral untuk setiap pasien rawat jalan

atau rawat inap pada PID berat atau ringan dan dapat dialihkan terapi parenteral ke oral

setelah 24 jam perbaikan klinis. Pasien yang diobati dengan dengan salah satu pilihan

yang direkomendasikan CDC harus dialihkan ke doksisiklin oral 100 mg tiap 12 jam.

Pasien yang diobati secara khusus dengan klindamisin dan gentamisin harus dialihkan ke

doksisiklin oral 100 mg tiap 12 jam atau klindamisin oral 450 mg setiap 6 jam. Jika

terdapat abses tubo-ovarium, selain konsultasi bedah harus dialihkan ke doksisiklin oral

100 mg tiap 12 jam.9,12

Untuk pengobatan rawat jalan CDC merekomendasikan mempertimbangkan

penambahan metronidazole dalam semua pengobatan rawat jalan dan pasien yang

memiliki trikomoniasis dan bacterial vaginosis.7


DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara L. Hoffman M, John O. Schorge M, Joseph I. Schaffer M, Lisa M. Halvorson M,


Karen D. Bradshaw M, F. Gary Cunningham M, editors. William Gynaecology Second
edition. 2012. 93–99 p.
2. Shaw Robert W, Luesley D, Monga A. Gynaecology - 4 th ed. 2011. 942–952 p.
3. Risser WL, Risser JM, Risser AL. Current perspectives in the USA on the diagnosis and
treatment of pelvic inflammatory disease in adolescents. Adolesc Health Med Ther.
2017;Volume 8:87–94.
4. Xiaojing zheng. Discovery of Blood Transcriptional Endotypes in Women with Pelvic
Inflammatory Disease. J Immunol. 2018;200:2941–2956.
5. Haggerty CL, Totten PA, Tang G, Astete SG, Ferris MJ, Norori J, et al. Identification of
novel microbes associated with pelvic inflammatory disease and infertility. Sex Transm
Infect. 2016;92(6):441–6.
6. Bjartling C, Osser S, Persson K. Mycoplasma genitalium in cervicitis and pelvic
inflammatory disease among women at a gynecologic outpatient service. Am J Obstet
Gynecol. 2012 Jun. 206(6):476.e1-8.

7. Sarah C Woodhall, PhD, Rachel J Gorwitz, MD, Stephanie J Migchelsen, MSc, Sami L
Gottlieb, MD, Patrick J Horner, MD, William M Geisler, MD, Catherine Winstanley,
PhD, Katrin Hufnagel Ms. Advancing the public health applications of Chlamydia
trachomatis serology. Lancet Infect Dis. 2018;399–407.
8. Hillis SD, Wasserheit JN. Screening for chlamydia--a key to the prevention of pelvic
inflammatory disease. N Engl J Med. 1996 May 23. 334(21):1399-401.

9. Curry A, Williams T, Penny ML. Pelvic inflammatory disease: Diagnosis, management,


and prevention. Am Fam Physician. 2019;100(6):357–64.
10. Workowski K, Bolan G. Sexually transmitted diseases treatment guidelines. Centers Dis
Control Prev. 2015; [published correction appears in MMWR Recomm Rep. 2015; 64(33):
924]. MMWR Recomm Rep. 2015; 64(RR-03): 1-137.
11. Revzin M V., Mathur M, Dave HB, Macer ML, Spektor M. Pelvic inflammatory disease:
Multimodality imaging approach with clinical-pathologic correlation. Radiographics.
2016;36(5):1579–96.
12. Savaris RF, Fuhrich DG, Maissiat J, Duarte R V., Ross J. Antibiotic therapy for pelvic
inflammatory disease. Cochrane Database Syst Rev. 2020;2020(8).

Anda mungkin juga menyukai