Anda di halaman 1dari 6

KEARIFAN BUDAYA LOKAL

DI

LINGKUNGAN SEKITAR

Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Konservasi

Dosen Pengampu : Andin Irsadi, S.Pd., M.Si.

Disusun oleh

Rahmat Bhurham Wiyardi 3101416022

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016
Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijakan yang didasari oleh nilai-
nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga
keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup la ( turun-temurun ) oleh
sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat
tinggal mereka. Hal tersebut dapat terwujud dalam beberapa bentuk seperti :

1. Pola pikir masyarakat yang berbudi pekerti baik.

2. Perasaan yang mendalam terhadap tanah kelahiran.

3. Bentuk tabiat masyarakat kebanyakan pada daerah tertentu yang


akan tetap melekat dan dibawa saa berbaur dengan kelompok
masyarakat pada lingkungan yang berbeda.

4. Filosofi hidup masyarakat tertentu yang mendarah daging dan lekat


meski telah lama hidup di perantauan.

5. Keinginan besar untuk menjalankan adat / tradisi yang telah


melekat secara turun temurun.

Kearifan lokal tumbuh dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat itu
sendiri, dimana beberapa hal yang akan berbperan penting dalam
perkembangannya, diantaranya : Bahasa, agama, kesenian, taraf pendidikan
masyarakat, perkembangan teknologi, dan lainnya.

Kearifan lokal tradisonal atau kearifan lokal lama yang mana kearifan lokal disini
adalah kearifan lokal yang telah dijalankan secara turun temurun dalam jangka
waktu yang sangat panjang. Sedangkan kearifan lokal kontemporer atau kearifan
lokal baru adalah kearifan yang muncul karena adanya pengaruh beberapa hal
seperti perkembangan teknologi dan masuknya budaya luar pada suatu daerah.

Pengertian kearifan lokal menurut UU no 32 tahun 2009 adalah nilai nilai luhur
yang berlaku didalam tata kehidupan masyarakat yag bertujuan untuk melindungi
sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari. Pendek kata, pengertian
kearifan lokal adalah sesuatu hal yang telah melekat pada masyarakat dan telah
menjadi ciri khas daerah tertentu secara turun temurun dan telah diakui
masyarakat luas.

 TRADISI RITUAL SURONAN

Masyarakat Jawa khususnya di Desa Susukan, Kecamatan Ungaran


Timur, Kabupaten Semarang masih memegang teguh ajaran yang diwarisi oleh
para leluhurnya. Salah satu ajaran yang masih dilakukan adalah menjalankan
tradisi malam satu Suro, malam tahun baru dalam kalender Jawa yang dianggap
sakral bagi masyakarat Jawa. Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman
Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645. Saat itu, masyarakat banyak mengikuti
sistem penanggalan tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Hal ini sangat
bertentangan dengan masa Sultan Agung yang menggunakan sistem kalender
Hijriah yang diajarkan dalam Islam. Sultan Agung kemudian berinisiatif untuk
memperluas ajaran Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode
perpaduan antara tradisi Jawa dan Islam. Sebagai dampak perpaduan tradisi
Jawa dan Islam, dipilihlah tanggal 1 Muharam yang kemudian ditetapkan
sebagai tahun baru Jawa. Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu
Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa. Malam satu Suro sangat lekat
dengan budaya Jawa. Iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa kita
sebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa kita lihat dalam ritual tradisiini.
Tradisi malam satu Suro menitik beratkan pada ketentraman batin dan
keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi
dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal
ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya
marabahaya. Selain itu, sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk
terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling disini memiliki arti manusia
harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan
Tuhan. Sementara, waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada
dari godaan yang menyesatkan. 
Kecamatan Ungaran Timur bisa dikatakan sebagai salah satu wilayah kecamatan
di Kabupaten Semarang yang sudah di masuki unsur-unsur modernitas dalam
kehidupan warganya. Namun walaupun begitu, pelestarian akar kebudayaan lokal
yang telah menjadi warisan adiluhung dari para leluhur, masih dipertahankan dan
diuri-uri oleh mayoritas warga di kecamatan ini, Dan salah satu wujud cinta warga
terhadap kebudayaan lokal tersebut dapat terwujud dalam pelaksanaan beberapa
prosesi tradisi budaya lokal di dalam menyambut tahun baru Islam 1435 Hijriah .
Dari berbagai macam prosesi yang ada pada setiap desa di kecamatan Ungaran
Timur ,  kali ini penulis akan memfokuskan pada acara penyambutan tahun baru
Islam atau yang dikenal tahun baru Jawa (suro) di Desa Susukan Ungaran Timur,
dan prosesi tradisi budaya lokal tersebut diantaranya :

Tradisi Lempar Ketupat


Di Desa Susukan yang terletak di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan
Ungaran Timur mempunyai suatu tradisi lokal yang unik berupa “ tradisi lempar
ketupat” di dalam menyambut tahun baru Jawa 1 Suro yang berbarengan pula
dengan perayaan tahun baru 1 Muharram dalam kalender penanggalan Islam. 
Acara tersebut diawali ketika bunyi suara tiang listrik di seluruh penjuru desa
Susukan dipukul secara bertalu-talu pada jam 18.00 , hal itu menandakan bahwa
saatnya bagi ratusan warga desa, dari usia muda hingga orang tua, laki-laki dan
perempuan untuk turun ke perempatan jalan desa dengan membawa kelengkapan
acara berupa ketupat lengkap dan sayur- mayurnya masing-masing.
Sebelum acara saling lempar ketupat dimulai, acara akan diawali dengan
melantunkan azan secara bersama-sama yang dilakukan oleh 4 orang berbeda
dengan menghadap ke empat penjuru arah mata angin yaitu utara, selatan, barat
dan timur . Menurut warga setempat bahwa prosesi azan menghadap empat arah
dan saling melempar ketupat itu merupakan suatu simbol agar segela hal yang
membuat sial masyarakat tidak mendatangi desa tersebut selama setahun kedepan.
Lalu, Setelah diawali dengan azan papat dan membacakan doa-doa untuk
memohon keselamatan bagi seluruh penduduk Desa Susukan, semua warga
diperbolehkan untuk menyantap hidangan ketupat dan sayur yang telah mereka
bawa dari rumah secara bersama-sama dengan warga yang lain ( dalam prosesi
santap malam ini, warga desa diperbolehkan untuk menukar atau membagikan
makananannya kepada warga lain sebagai tanda ucapan syukur atas rejeki yang
telah dilimpahkan kepada warga desa di tahun ini ). Acara santap malam diatas
merupakan acara yang baru-baru saja digelar pada tahun 2010 kemarin, karena
sebelum tahun 2010 , setelah warga berdoa , seluruh warga  langsung melempar
ketupat dengan sayur-mayur yang mereka bawa dari rumah ke warga lain tanpa
menyatapnya terlebih dahulu , Tetapi, hal itu kini dianggap sebagai aktivitas yang
menyia-nyiakan makanan dan terkesan mubazir, sehingga mulai tahun 2010,
warga desa diwajibkan untuk menyatap makanan yang telah dibawanya secara
bersama-sama terlebih dahulu agar yang dilempar pada prosesi “ perang ketupat”
nanti hanyalah berupa makanan sisa yang tidak disantap warga di acara makan
bersama.
Setelah acara santap malam usai, puncak acara yang telah ditunggu-tunggu
wargapun tiba, yaitu berupa acara perang ketupat yang disinyalir akan
berlangsung seru di setiap tahunnya. Dalam prosesi ini, Semua warga  desa
diperbolehkan untuk saling melempar ketupat  dan sisa makanan yang masih ada
ke warga lain yang ada di lokasi perhelatan, sebagai tanda membuang sial dan
menjauhkan bencana untuk seluruh warga Desa Susukan . Sebaliknya, apabila di
suatu hari nanti tradisi perang ketupat ini tidak digelar, maka warga percaya akan
terjadi bencana besar yang menimpa Desa Susukan . 
Ketika puncak acara saling serang ketupat usai, warga pun saling bermaaf-maafan
dan dilanjutkan dengan acara lek-lekan ( kumpul bersama dalam suasana guyub
rukun) sampai pagi menjelang. Hal itu menandakan tidak ada rasa permusuhan di
antara mereka. dan Sebaliknya, hal itu justru menandakan kebersamaan seluruh
warga untuk menghadapi segala masalah di tahun-tahun kedepan .
Daftar Pustaka :

Riky.”Perayaan Satu Suro, Tradisi Malam Sakral Masyarakat Jawa”.22


November 2016.
http://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/perayaan-satu-suro-
tradisi-malam-sakral-masyarakat-jawa

“Pengertian kearifan lokal secara umum”. 22 November 2016.


http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kearifan-lokal-secara-umum/

Anda mungkin juga menyukai