Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Salwah Nafatina

NIM : PO7120121005

PRODI : D3 Keperawatan Tingkat 1

MATKUL : Farmakologi

TUGAS FARMAKOLOGI

PERAN PERAWAT DALAM FARMAKOLOGI

Perawat berperan penting dalam memberikan obat-obatan sebagai hasil koPlaborasi


dengan dokter kepada pasien. Mereka bertanggung jawab dalam pemberian obat – obatan
yang aman. Untuk itu, perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian
obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang
diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika
mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut
merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Sekali obat telah diberikan, perawat
bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Agar dapat menyusun
perencanaan keperawatan atau intervensi yang tepat berkaitan dengan pemberian obat,
perawat hendaknya mempelajari tentang obat-obatan, meliputi konsep dasar farmasetika,
farmakodinamik, farmakokinetik, penggolongan obat berdasarkan sistem tubuh, meliputi dosis,
indikasi-kontra indikasi obat, efek samping dan pertimbangan pemberian obat pada pasien.
Selanjutnya, peran kolaboratif perawat dalam pelaksanaan prinsip farmakologi serta
penghitungan dosis, termasuk bagaimana implikasinya dalam keperawatan juga merupakan hal
penting yang harus dikuasai oleh perawat. Setelah mempelajari Bab ini, anda akan mampu ;

1) menjelaskan tentang konsep dasar farmasetika, farmakodinamikdan


farmakokinetik,
2) menjelaskan peran kolaboratif perawat dalam pelaksanaan pemberian obat dan
3) menjelaskan prinsip dalam pemberian obat .

Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut serta
bertanggungjawab dalam pengambilan keputusa tentang pengobatan bersama dengantenaga
kesehatan lain. Perawat dalam memberikan obat juga harus memperhatikan resepobat yang
diberikan harus tepat.

1. Sebagai Pendidikan Kesehatan atau Edukator

Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup informasitentang penyakit
kemajuan pasien, obat, cara merawat pasien. Pendidikan kesehatanyang berkaitan dengan
peberian obat yaitu informasi tentang obat efek samping caraminum obat waktu dan dosis.

2. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat

Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek terapeutik obat,
perawat harus mampu melakukan observasi untuk mengevaluasi efek obat danharus melakukan
upaya untuk meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang
sebagai pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapatterlaksana dengan pemberian
obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan dengan tindakan perawatan.Ada berbagai
pendekatan yang dapat dipakai dalam mengevaluasi keefektifitasanobat yang diberikan kepada
pasien. Namun, laporan langsung yang disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada
berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung kepada pasien tentang
keefektifitasan obat yang diberikan.

3. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat

Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien terhadapkemungkinan


terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal ini, perawat harusmengetahui obat yang
diberikan pada pasien serta kemungkinan efek samping yangdapat terjadi. Beberapa efek
samping obat khususnya yang menimbulkan keracunanmemerlukan tindakan segera misalnya
dengan memberikan obat-obatan emergensi,menghentikan obat yang diberikan dan
secepatnya memberitahu dokter.Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum
obat di rumah mengenaitanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus dilaporkan pada
dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap obat.
Beberapa pasien dapat mengalami alergi terhadap obat-obat tertentu. Perawat mempunyai
peran penting untuk mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat pemberian obat.
Datatentang alergi harus diperoleh sewaktu perawat melakukan pengumpulan data riwayat
kesehatan.
KATEGORI KEAMANAN OBAT-OBATAN TERHADAP WANITA HAMIL

Untuk mengantisipasinya, Food Drug Assosiation (FDA) mengeluarkan rilis kategori obat terkait
dengan potensi itu. FDA menetapkan kategori risiko lima huruf - A, B, C, D atau X - untuk
menunjukkan potensi obat yang bisa menyebabkan cacat lahir jika digunakan selama kehamilan.

Pemahaman mengenai penggunaan obat yang aman bagi ibu hamil dan menyusui belum
dimengerti dengan baik di masyarakat Indonesia. Dalam kalangan tenaga kesehatan sendiri pun
masih belum dapat memaksimalkan pemahaman penggunaan obat bagi ibu hamil dan
menyusui. Maklum karena pemerintah, dalam hal ini Kemenkes dan BPOM, memang belum
mengeluarkan regulasi mengenai hal ini. Secara umum patokan pada penggunaan dan
penggolongan keamanan obat pada ibu hamil dan menyusui masih mengarah pada panduan
FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat.

Berikut kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food and Drug
Administration):

Kategori A

Obat yang terkategori A merupakan obat-obat yang cukup aman dikonsumsi ibu hamil. Studi
menunjukkan bahwa obat kategori ini tidak menyebabkan risiko kehamilan atau malformasi
pada trimester pertama. kategori ini merupakan golongan obat yang aman untuk ibu hamil.
Obat ini diujikan pada wanita hamil dan tidak menimbulkan risiko pada janin di trimester
pertama maupun trimester lanjutan

Contoh obat atau zat: levothyroxine, asam folat, liothyronine.


Kategori B

Kategori ini meliputi obat-obat yang masih jarang dikonsumsi ibu hamil namun juga tidak
menunjukkan adanya efek malformasi bagi janin. Studi reproduksi hewan telah gagal
menunjukkan risiko pada janin. Penelitian yang dilakukan pada hewan uji tidak menunjukkan
efek samping pada janin, namun belum ada penelitian yang dilakukan pada wanita hamil atau
obat telah diuji pada hewan dan menunjukkan efek samping namun tidak dapat dikonfirmasi
secara klinis pada wanita hamil trimester pertama.

Contoh obat: metformin, hydrochlorothiazide, cyclobenzaprine, amoxicillin, pantoprazole.

Kategori C

Obat kategori ini bisa berdampak buruk pada janin namun biasanya dampaknya bisa membaik
kembali. Studi reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin, tetapi karena
manfaat potensial mungkin beberapa ibu hamil memerlukan penggunaan obat ini. Pada
percobaan dengan hewan uji, obat menunjukkan efek samping pada janin dan tidak ada
penelitian terkontrol pada ibu hamil atau tidak terdapat penelitian pada hewan uji dan ibu
hamil. Obat yang masuk ke kategori ini harus dikonsumsi dengan hati-hati dan hanya boleh
dikonsumsi apabila keuntungan yang didapat melebihi risiko yang dapat ditimbulkan.

Contoh obat: tramadol, gabapentin, amlodipine, trazodone.


Kategori D

Obat-obat golongan ini terbukti bisa menyebabkan malformasi dan berbahaya bagi janin. Risiko
bahayanya bersifat menetap atau tidak bisa membaik dengan sendirinya. Ada bukti positif risiko
janin manusia berdasarkan data reaksi yang merugikan dari pengalaman investigasi atau studi
pada manusia. Obat terbukti menimbulkan risiko berbahaya pada hewan uji maupun manusia.
Obat kategori ini masih dapat digunakan apabila benar-benar dibutuhkan dan keuntungannya
dapat melebihi risiko yang ditimbulkan, misalnya pada keadaan darurat yang membahayakan
nyawa.

Contoh obat: lisinopril, alprazolam, losartan, clonazepam, lorazepam


Kategori X

Studi pada hewan atau manusia telah menunjukkan kelainan janin dan dilarang untuk
dikonsumsi selama kehamilan. Obat ini memiliki efek negatif yang nyata dibandingkan
manfaatnya pada ibu hamil. Efek samping telah terbukti terjadi pada hewan uji maupun
manusia. Efek samping yang ditimbulkan terlalu besar sehingga tidak sepadan dengan
keuntungan yang akan di dapat. Obat ini tidak dapat diresepkan untuk wanita hamil maupun
yang akan merencanakan kehamilan.

Contoh obat: atorvastatin, simvastatin, warfarin, methotrexate, finasteride.

Doktrin atau kepercayaan yang umum dipakai adalah bahwa: “Tidak ada obat yang aman untuk
ibu hamil“. Namun, kemanjuran (benefit) VS. risiko (risk) adalah pertimbangan utama
menggunakan obat khususnya untuk kategori A dan B. Dan untuk obat yang masuk kategori C
dan D dianjurkan untuk benar-benar melalui pertimbangan dokter dengan mempertimbangkan
manfaat, keselamatan jiwa yang lebih besar dibandingkan resikonya. Untuk obat dengan
kategori X TIDAK BOLEH DIGUNAKAN pada masa kehamilan.

Kategori Penggunaan Obat pada Masa Menyusui

L1: Paling aman, contohnya: asetaminofen, ibuprofen, loratadin

L2: Aman, contohnya: cetrizin, dimenhidrinat, guaifenesin

L3: Cukup Aman, contohnya: pseudoefedrin, lorazepam, aspirin

L4: Kemungkinan berbahaya, contohnya: sibutramin, kloramfenikol

L5: Kontra-indikasi, contohnya: amiodaron, siklofosfamid


Pada umumnya hampir semua obat yang diminum dapat terdeteksi dalam ASI, namun dengan
konsentrasi yang umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu merupakan faktor utama
dalam transfer obat ke ASI. Bagaimana pun juga segera konsultasi dahulu kepada dokter
maupun apoteker untuk obat karena setiap tubuh akan memberikan respon yang berbeda
selama kehamilan sekalipun obat-obatan OTC (over the counter).

Dikutip dari CDC, kategori obat untuk ibu hamil yang cukup aman digunakan adalah kategori A,
B, dan C. Obat seperti asetaminofen atau yang biasa disebut dengan paracetamol (termasuk
dalam kategori B) dapat digunakan untuk membantu meredakan rasa sakit atau nyeri selama
kehamilan. Pastikan Anda telah berkonsultasi kepada dokter sebelum mengonsumsi obat
apapun selama kehamilan.

Obat yang aman untuk ibu hamil

Memang kehamilan benar-benar harus dijaga sehingga mengonsumsi obat pun perlu
diperhatikan keamanannya oleh ibu hamil.

Berikut beberapa pilihan obat-obatan yang aman untuk ibu hamil konsumsi.

 Obat penghilang rasa sakit (analgetik)


 Parasetamol
 Obat laksatif
 Antasida
 Antihistamin
 Dekongestan

Anda mungkin juga menyukai