Oleh :
Pembimbing :
2022
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus:
Yang disusun
oleh:
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
2
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada
anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare. ISK adalah keadaan adanya infeksi (ada
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih. Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi
dan tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga
ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Pada umur
lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang tinggi hingga dapat
menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar
gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal
saluran kemih berupa urin keruh serta berbaupolakisuria, disuria, urgency, frequency,
ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang
ditemukan.1 Escherichia coli (E. coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%)
pada ISK serangan pertama.1,2 Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM Jakarta
juga menunjukkan hasil yang sama.3 Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah
Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii,
Stafilokokus, dan Enterokokus.3
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK tergantung
pada umur dan jenis kelamin.1,2 Selama 1 tahun pertama kehidupan ISK terjadi pada 0,7%
bayi perempuan dan 2,7% bayi laki-laki. Setelah melewati usia 1 tahun, ISK lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki yaitu dengan presentase 11,3% : 3,6%. Hal
ini dipengaruhi dari uretra perempuan yang lebih pendek dibandingkan laki-laki. Di
daerah Asia, ISK lebih sering terjadi pada ras kaukasian dibandingkan dngan ras
mongoloid.1
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan
simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah,
dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks. ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK
yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik
maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik. Membedakan ISK atas
atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan urethritis) sangat perlu karena risiko
3
terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga
tata laksananya (pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda. 4
ISK juga dapat dibagi menjadi ISK simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK
kompleks (complicated UTI). ISK kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik
dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks)
urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali
saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya. ISK simpleks ialah ISK
tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih. 5
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian besar pemeriksaan
tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-
spesifk ISK atas.6 Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.6 Pemeriksaan penunjang meliputi urinalisis bisa
ditemukan leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan darah. Leukosituria
merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai
patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-
90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak
menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. 1,4,6,7 ISK
Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik antibiotik yang
diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat pada tabel 1 dan tabel 2 .
Tabel 1. Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih Jenis antibiotik Dosis per hari
Jenus Antibiotik Dosis per hari
4
Tabel 2. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.
Jenis antbiotik Dosis per hari
Seftriakson 75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidi m 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Demam Tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar
limfe usus, dan Peyer’s patch.8
5
adanya supresi sumsum tulang dan destruksi sel darah oleh toksin yang dihasilkan
bakteri. Selesai pemeriksaan darah rutin, uji serologi standar yang rutin digunakan untuk
mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji widal efektif dilakukan
setelah demam minggu pertama. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥
1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan
waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif,
96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan
diagnosis demam tifoid.11
Pemberian antibiotik golongan floroquinolon menjadi pilihan pertama terapi
empiris bakteri pada pasien demam tifoid. Chlorampenicol dengan dosis 500 mg per 6
jam selama 2-3 minggu menjadi terapi pilihan untuk pasien anak meskipun dalam
beberapa penelitian sudah membuktikan adanya resistensi. Pemberian anti piretik dan
obat simptomatik lainnya dapat diberikan sesuai dengan gejala klinis yang dialami
pasien.11,12
Sindrom nefritik akut (SNA) adalah suatu kumpulan gejala klinik berupa
proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi (PHAROH)
yang terjadi secara akut.13 Sedangkan glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu istilah
yang lebih bersifat umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa
proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Penggunaan istilah
SNA mengarah kepada keadaan klinis, sedangkan GNA mengarah kepada keadaan
histopatologis.13 Glomerulonefritis Akut Post Streptococcus (GNAPS) merupakan istilah
yang digunakan pada pasien dengan glomerulonefritis akut yang disbebakan oleh infeksi
bakteri streptococcus.13
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia
di bawah 2 tahun. Jumlah kematian gabungan yang dilaporkan karena sindrom nefritik,
sindrom nefrotik, dan penyakit ginjal adalah 50.633 dari total 2.813.503 kematian pada
tahun 2017. Angka kematian meningkat dengan bertambahnya usia. Kematian akibat
8
sindrom nefritik dan nefrotik lebih tinggi pada wanita, dibandingkan dengan pria
SiGNAPS didahului oleh infeksi bakteri streptococcus beta hemoliticus melalui infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2
minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. 8 Mekanisme penempelan kompleks
imun akibat infeksi bakteri pada subendotel, subepithelial, dan mesangial space
berdampak pada kerusakan gromerular filtration barrier (GFB) sehingga terjadi
kebocoran filtrasi yang mengakibatkan proteinuria.13
Gejala klinis GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala
yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik
maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin
terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS
simtomatik.8 Gejala yang paling sering ditemukan adalah edema palpebra atau
ekstremitas, hematuria, hipertensi dan oliguria. 13
Terapi utama adalah pemberian kortikosteroid sebagai agen anti inflamasi dan
antibiotik untuk eradikasi bakteri penyebab. Obat-obatan untuk menangani gejala seperti
antihipertensi, diuretik, dan immunosuppresive drugs juga dapat diberikan13
Tuberculosis Abdomen
Tuberkulosis (TB) telah menjadi masalah global kesehatan, dimana angka kasus
semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah pasien imunokompromais.
Penyebaran penyakit ini berbanding lurus dengan taraf ekonomi yang rendah, kepadatan
penduduk, dan resistensi obat. Abdominal Tuberculosis adalah infeksi bakteri
mycobacterium tuberculosis pada organ pencernaan. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
penyebaran Mycobacterium tuberculosis yang berasal dari organ paru, namun bisa juga
saluran cerna menjadi organ awal yang terinfeksi.14
Terjadinya infeksi Mycobacterium tuberculosis dari saluran pencernaan terjadi
melalui beberapa cara yakni: (i) Menelan sputum yang terinfeksi pada pasien dengan
penyakit paru aktif, (ii) Secara hematogen atau limfogen dari fokus yang jauh, (iii)
Ekstensi langsung dari situs yang bersebelahan dan (iv) konsumsi produk susu yang
terinfeksi Mycobacterium bovis. Berdasarkan lokasinya, tuberkulosis abdomen paling
sering terjadi di regio ileocaecal yaitu sebanyak 44-93%.15
Pada pasien tuberkulosis abdomen, didapatkan 91% mengalami nyeri perut dan
55% mengalami penurunan berat badan yang drastis akibat penurunan dari nafsu makan
pasien. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium, endoskopi,
biopsi jaringan dan pemeriksaan radiologi. Terapi yang direkomendasikan dari studi
retrospektif yang merekomendasikan durasi OAT dalam jangka pendek yakni selama
durasi 6 bulan dengan regimen 2HRZE + 4HR.16
Ektima
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada
orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,
ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan
infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus
dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan penyebab dari penyakit
kulit impetigo dan ektima18
Streptococcus β- hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi
secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti
ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes
dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Faktor-
faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau
lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan
penyakit kronik.19
b. Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas
maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%,
Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan
secara topical.1 Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif
yang tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit
minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga
menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam
air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki
efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif
dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal
dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini
12
penggunaannya secara topical dan oral.
c. Edukasi
Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan
badan dari lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit
kulit.12
Skabies
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei var. Hominis. Parasit ini sebagian besar hidup di tempat yang memiliki
kelembaban tinggi dan suhu yang rendah. Dalam 1 tahun terdapat 300 juta individu yang
mengalami skabies yang tersebar di Afrika, Amerika Selatan, Australia, dan Asia
Tenggara. Dari penelitian ditemukan negara tropis adalah endemik penyakit skabies
dengan prevalensi 5-10% pada anak-anak Penyebaran penyakit melalui kontak langsung
dan dari lingkungan yang terdapat banyak populasi tungau Sarcoptes scabiei var.
Hominis akan semakin cepat apabila didukung dengan kondisi status sosial rendah,
nutrisi yang buruk, tuna wisma, dan buruknya higenitas individu.21
Gejala yang paling sering muncul adalah rasa gatal yang berat terutama di malam
hari dan munculnya eflorosensi papul, pustul dan makula hiperpigmentasi dengan erosi
serta vesikel berbentuk terowongan di sela-sela jari sebagai jalan masuk awal tungau.
Predileksi lesi paling sering ditemukan pada tangan, sela-sela jari, kaki, siku, dan area
genital.21
Krim permetrin 5% menjadi pilihan terapi pertama pada anak karena lebih aman
digunakan dan memiliki efektifitas yang baik. Pemberian dilakukan cukup sekali dan
dibasuh setelah 10 jam pengunaan. Bila dalam pemberian terapi pertama pasien belum
memberikan respon yang maksimal maka pemberian permetrin 5% dapat diulangi
setelah seminggu kemudian. Kontraindikasi pemberian permetrin adalah pada bayi
dibawah usia 2 bulan.21
Gambar 4. Gambaran lesi skabies predileksi di daerah tangan dan sela jari
Identitas Pasien
Nama : An. I
Umur : 10 tahun 3 bln
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Cisadane
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 27 Januari 2022
Tanggal Keluar : 30 Januari 2022
No. RM : 53.12.XX
Pembiayaan : BPJS
Pekerjaan Orangtua : Pegawai Toko
Jumlah Saudara` :2
DATA DASAR
1. ANAMNESIS
Heteroanamnesis dengan pasien pada tanggal 27 Januari 2022 pukul 09.05 WITA di
IGD RSUD dr. Zainal Umar Sidiki
a. Keluhan utama : Nyeri perut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari SMRS, nyeri seperti di
tekan dan hilang timbul, nyeri dirasakan dari area uluhati hingga di bawah pusar
Nyeri perut belum membaik setelah pasien berobat ke mantri, pasien sempat 2-3
kali berobat ke mantri dan diberikan dexamethason, antacida dan obat injeksi
namun nyeri belum juga membaik. Keluarga pasien juga mengeluhkan demam
yang bersifat naik turun sejak 2 minggu SMRS, demam meningkat ketika
malam hari, demam membaik ketika pasien konsumsi obat pereda demam
namun beberapa saat tinggi kembali, pasien juga merasa mual dan muntah sejak
4 hari SMRS
4. DIAGNOSIS
ISK dd Demam Tifoid dd GNAPS dd Tuberculosis Abdomen
Bakterial Infection ec Ektima dd Skabies
5. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
- Infus RL 20 tpm
- Paracetamol Drips 500 gr/8 jam
- inj. Ranitidin 40mg/12 jam
- inj. Ondansetron 4mg/8 jam
- Gentamisin Zalf 2 dd ue aplic in loc doll
- Sucralfat syr 500 mg/8 jam
- Ceftriaxon 1gr/12 jam drips dalam NaCl 0,9% 100 cc
- Edukasi makan sayuran dan buah-buahan
FOLLOW UP
28 Januari 2022 (ruangan)
S : Demam, badan terasa lemas, keluarga mengeluhkan nafsu makan berkurang, pasien
belum BAB
O : KU tampak sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4V5M6
TD : 110/70 mmHg
N : 102 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 38,8 o C
Edema extremitas : -/-
A : ISK dd Demam Tifoid dd GNAPS dd Tuberculosis Abdomen
Bakterial Infection ec Ektima dd Skabies
P : - Infus RL 20tpm
- Ceftriaxon 1gr/12 jam drips dalam NaCl 0,9% 100 cc
- Paracetamol Drips 500 gr/8 jam
- inj. Ranitidin 40mg/12 jam
- inj. Ondansetron 4mg/8 jam
- Sucralfat syr 500mg/8 jam
- Elkana syr 3 dd I cth
- Gentamisin Zalf 2 dd ue aplic in loc doll
- Edukasi konsumsi sayuran dan buah-buahan
FOLLOW UP
29 Januari 2022 (ruangan)
S : Gatal di tangan dan kaki, pasien sudah BAB pagi ini
O : KU cukup
Kesadaran: composmentis, GCS E4V5M6
TD : 120/80 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36 o C
A : ISK dd Demam Tifoid dd GNAPS dd Tuberculosis Abdomen
Pada kasus ini, pasien dibawa keluarga dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS) yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS.
Nyeri perut yang dirasakan pasien tidak menetap hanya di 1 lokasi. Sejak 2 minggu
SMRS pasien sudah merasakan demam yang tidak kunjung membaik meskipun sudah
berobat di mantri 2-3 kali. Keluarga pasien hanya dapat menyebutkan dexamtehason
dan tidak dapat menyebutkan obat-obatan yang telah di konsumsi. Saat berkemih dan
buang air besar pasien hanya membersihkan menggunakan air, pasien juga beberapa
kali berkemih di sembarang tempat. 1 bulan SMRS muncul lenting kecil berisi nanah
di kaki kanan pasien yang kemudian pecah. Pasien sering menggaruk kaki yang
terdapat luka dan tidak langsung membersihkan kaki setelah beraktivitas. Untuk
aktivitas bermain di lapangan pasien sering tidak menggunakan alas kaki. Dalam satu
hari pasien mandi 2 kali dengan sabun mandi. Pasien tinggal di daerah yang tidak
terlalu padat namun di sekitar rumah pasien sering terdapat genangan lumpur saat
terjadi hujan. Faktor risiko yang dapat menyebabkan keluhan pada pasien adalah
kurangnya menjaga higenitas badan.
Infeksi saluran kemih (ISK) paling sering disebabkan oleh bakteri patogen
seperti Escherichia coli. Meskipun kejadian infeksi saluran kemih lebih sering terjadi
pada anak perempuan dibandingkan dengan laki-laki, pada kasus ini terjadi pada anak
laki-laki karena pasien kurang menjaga higenitas sehingga patogen dapat masuk
dengan metode ascending infection.4 Demam dan nyeri perut pada pasien ISK sering
di diagnosis banding dengan kelainan yang lain yang juga memiliki keterkaitan
dengan kurangnya higenitas individu dan lingkungan.
Manifestasi klinis ISK antara lain munculnya nyeri perut di daerah-daerah yang
ditempati dan dilewati tractus urinarius. Demam juga dapat muncul pada kasus ISK
terutama kasus ISK atas.4 Selain pada ISK, gejala nyeri perut disertai demam juga
dapat ditemukan pada pasien dengan demam tifoid, sindrom nefritik akut, dan
tuberculosis abdomen. Nyeri perut pada pasien demam tifoid biasanya disertai dengan
gangguan gastrointestinal lainnya seperti buang air besar dengan konsistensi cair
maupun konstipasi dan dapat pula ditemukan gejala seperti typhoid tongue maupun
munculnya ruam kemerahan di area tubuh. 8 sementara nyeri perut akibat tuberculosis
abdomen akan disertai dengan penurunan berat badan yang drastis. 14 Pada pasien ini
ditemukan nyeri di daerah epigastrium hingga suprapubik yang menetap dan hanya
membaik sedikit saat sedang istirahat, tidak didapatkan BAB cair serta penurunan
berat badan yang drastis namun didapatkan konstipasi
Ektima akan memberikan manifestasi klinis yang jelas berupa vesikel atau
pustul dengan tepi irreguler di atas kulit yang eritematosa, lama kelamaan membesar
dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) hingga beberapa hari kemudian terbentuk krusta
tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.18 Skabies akan ditandai munculnya
eflorosensi papul, pustul dan makula hiperpigmentasi dengan erosi serta vesikel
berbentuk terowongan di sela-sela jari.21 Pada pasien ini ditemukan pustul, makula
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi dengan central supurasi sebagian tertutup krusta
kekuningan dengan ukuran 0,5-1cm sehingga dapat diketahui bahwa ujud kelainan
kulit pada pasien ini mengarah ke diagnosis ektima
Diagnosis ISK dapat ditegakan dengan gejala polakisuria, disuria, urin yang
lebih berbau dan pada pemeriksaan penunjang urinalisis dapat menunjukan keadaan
bakteriuria dengan spesimen urin midstream (≥105 CFU/ml).6 Diagnosis demam tifoid
dapat ditegakan dengan gejala khas seperti demam, tifoid tongue, nyeri perut serta
hasil >1/40pada pemeriksaan widal serotipe O atau H. 13 Sementara diagnosis sindrom
nefritik akut dapat ditegakan dengan ditemukannya albuminuria atau proteinuria serta
hematuria mikroskopis pada pemeriksaan disertai dengan anamnesis gejala PHAROH
(proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi) yang
lainnya.13
Pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil limfositopenia relatif, hal ini
dapat terjadi ketika pasien sedang mengalami infeksi dan efek dari obat-obatan yang
telah dikonsumsi selama 2 minggu juga dapat menyebabkan supresi pada sumsum
tulang sehingga terjadi penurunan jumlah sel limfosit pasien.22 Hasil pemeriksaan lab
seperti ini juga dapat terjadi pada kasus demam tifoid. Peningkatan nilai NLR>5 dapat
menunjukan kondisi peradangan kronis pada tubuh pasien yang bisa didapatkan pada
pasien dengan ISK lama, demam tifoid, maupun tuberculosis abdomen. Pada hasil
pemeriksaan urinalisis pasien didapatkan hasil albuminuria tanpa abnormalitas hasil
urinalisa yang lainnya, hal ini dapat menandakan kerusakan pada proses filtrasi urin
pada ginjal yang paling sering diakibatkan oleh infeksi pada saluran kemih
terkhususnya oleh bakteri Escherichia coli.23 Meskipun didapatkan albuminuria pada
pemeriksaan urinalisis pasien, namun tidak didapatkan hematuria, hipertensi dan
oliguria sehingga diagnosis sindrom nefritik akut dapat disingkirkan.
Tabel 3. Perbandingan hasil pemeriksaan laboratorium pasien dengan diagnosis banding
A B C
Gambar 6. Perbandingan eflorosensi kulit pada pasien dengan diagnosis banding yang dicurigai
(A) Eflorosensi extremitas inferior pasien An. I (B) Eflorosensi kulit pada extremitas inferior
anak dengan ektima. (C) Eflorosensi kulit pada extremitas inferior anak dengan skabies.
Kesimpulan yang dapat diambil dari perbandingan eflorosensi lesi kulit yang
tampak (gambar 6) adalah pasien saat ini mengalami ektima namun karena belum
dapat dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dari spesimen luka dan urin pada pasien
sehingga bakteri yang menyebabkan kelainan pada pasien belum secara pasti
diketahui
Sesuai dengan pedoman penatalaksanaan ISK dan ektima, terapi utama yang
diberikan pada pasien adalah antibiotik. Dalam kasus ini digunakan antibiotik
sefalosporin generasi III yaitu ceftriaxon 1gr/12 jam sebagai first line terapi infeksi
saluran kemih.4 Untuk tatalaksana ektima, penggunaan antibiotik topikal menjadi
pilihan, dalam kasus ini digunakan golongan makrolid yaitu gentamisin sulfat salep
1%.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus infeksi saluran kemih (ISK) dan ektima pada pasien
anak laki-laki, berusia 10 tahun. Diagnosis ISK dan ektima ditegakkan berdasarkan
gejala klinis yang digali dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang. Keluhan utama pasien berupa nyeri perut disertai demam yang tidak
kunjung reda dan munculnya lenting berisi nanah yang pecah membentuk luka pada
ekstrimitas bawah mengarahkan pada diagnosis ektima. Pemeriksaan laboratorium
darah didapatkan hasil limfositopenia dengan neutrofilia tanpa peningkatan
leukosit. Urinalisis menunjukan hasil albuminuria tanpa peningkatan indikator yang
lain mengarahkan pada diagnosis ISK akibat infeksi Escerichia coli.
Penggunaan antibiotik yang sesuai dalam melakukan penatalaksanaan ISK
dan ektima akan memberikan dampak baik pada proses penyembuhan pasien.
Terapi antibiotik yang diawali dengan kultur spesimen dapat menentukan pemilihan
antibiotik yang tepat sehingga mencegah terjadinya resistensi. Namun dengan
terbatasnya fasilitas pemeriksaan yang ada di rumah sakit, pada kasus ini belum
dapat dilakukan pemeriksaan kultur. Prognosis penyakit pasien baik apabila
dilakukan tatalaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA