2
Classical Mechanics
The Theoretical Minimum
LEONARD SUSSKIND
Stanford University
GEORGE HRABOVSKY
MAST, Madison - Wisconsin
2 Gerak 15
2.1 Interlude Matematika: Kalkulus Diferensial (Turunan) . . . . 15
2.2 Gerak Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.3 Contoh-Contoh Gerak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
3 Dinamika 29
3.1 Hukum Gerak Aristoteles . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
3.2 Massa,Percepatan dan Gaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
3.3 Sebuah Interlude: Satuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
3.4 Beberapa Contoh Penyelesaian Persamaan-Persamaan Newton 38
5 Energi 51
5.1 Gaya dan Energi Potensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
5.2 Dimensi Lebih dari pada Satu . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
i
ii DAFTAR ISI
1
2 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK
hal yang sama, tetapi dengan masa lalu dan masa depan yang terbalik, maka
persamaan-persamaan tersebut akan menceritakan pada anda segala sesuatu
mengenai masa lalu. Sistem yang demikian disebut reversibel.
1-1.jpg
atau gangguan apapun. Sifat seperti ini disebut kontinu (malar). Sepertinya
anda tidak dapat bergerak diantara kepala dan ekor secara mulus. Perger-
akan, di dalam kasus ini, semestinya dalam lompatan-lompatan diskrit. Jadi
mari asumsikan bahwa waktu berjalan dalam langkah-langkah diskrit yang
dilabeli oleh bilangan-bilangan bulat. Suatu dunia (sistem) yang evolusinya
bersifat diskrit disebut stroboskopik.
Sebuah Sistem yang berubah seiring berjalannya waktu disebut sebuah
sistem dinamik. Sebuah sistem dinamik berisikan lebih dari pada sebuah
ruang keadaan. Sistem dinamik juga memerlukan suatu hukum gerak, atau
hukum dinamik. Hukum dinamik adalah suatu aturan yang memberitahukan
kita keadaan selanjutnya yang dihasilkan oleh keadaan saat ini.
Salah satu hukum dinamik yang sangat sederhana adalah apapun keadaan
pada beberapa waktu sesaat tertentu, keadaan berikutnya adalah tetap sama.
Dalam contoh yang kita miliki, sistem mempunyai dua kemungkinan cerita
(sejarah): H H H H H ..... dan T T T T T ......
Hukum dinamik yang lainnya mengatur bahwa apapun keadaan saat
ini, keadaan berikutnya adalah berlawanan dengannya. Kita bisa mem-
buat diagram-diagram untuk mengilustrasikan kedua hukum ini. Gambar 1.2
mengilustrasikan hukum yang pertama dimana anak panah dari H berputar
kembali hanya kepada H dan anak panah dari T juga hanya berputar kembali
hanya kepada T. Sekali lagi, adalah sangat mudah untuk memprediksi masa
depan sistem: jika anda memulainya dengan H, sistemnya tetaplah H; jika
anda memulainya dengan T, sistemnya tetaplah T.
Sebauh diagram untuk hukum yang mungkin yang kedua ditunjukkan
dalam Gambar 1.3, dimana anak panahbergerak dari H menuju T dan dari
T menuju H. Anda masih dapat memprediksi masa depan sistem. Sebagai
contoh, jika anda muali dengan H, sejarahnya akan menjadi H T H T H T H
T H T .... Jika anda memulainya dengan T, maka sejarahnya akan menjadi
4 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK
1-2.jpg
Gambar 1.2: Sebuah Hukum Dinamik untuk Sistem dengan dua keadaan
T H T H T H T H T H ....
1-3.jpg
Gambar 1.3: Sebuah Hukum Dinamik lainnya untuk Sistem dengan dua
keadaan
σ(n + 1) = −σ(n)
1-4.jpg
1-5.jpg
tersebut memberitahu anda untuk kembali pada angka 1 dan terus men-
gulang pola yang sama. Pola seperti ini yang terus berulang tanpa ujung
disebut siklus. Sebagai contoh, jika kita mulai dengan angka 3 maka sejarah-
nya adalah 3,4,5,6,1,2,3,4,5,6,1,2,· · · . Kita akan menyebut pola ini Hukum
Dinamik 1
1-6.jpg
1-7.jpg
1-8.jpg
1-9.jpg
Hukum fisika pada Gambar 1.9 memberitahu kita, dimanapun kita be-
rada, kemana selanjutnya kita pergi. JIka berada pada 1, pergilah kepada
2. Jika berada pada 2, pergilah kepada 3. Jika berada pada 3, pergilah
1.3. ATURAN YANG TIDAK DIIJINKAN: HUKUM MINUS PERTAMA9
kepada 2. Tidak terdapat ambigu mengenai masa depan. Tetapi masa lalu
adalah masalah yang berbeda. Anggaplah anda berada pada 2. Dimanakah
anda sebelumnya? Anda bisa saja datang dari 3 ataupun 1. Diagram terse-
but tidaklah secara pasti memberi tahu anda. Bahkan yang lebih buruk,
dalam pengertian ireversibilitas 1 , tidak ada keadaan yang menuntun pada 1;
keadaan 1 tidak mempunyai masa lalu. Hukum fisika yang digambarkan
melalui Gambar 1.9 adalah ireversibel. Hukum fisika tersebut mengilus-
trasikan jenis situasi yang dilarang oleh prinsip-prinsip fisika klasik.
Perhatikanlah bahwa jika kita membalikkan anak panah pada diagram
dalam Gambar 1.9 tersebut untuk menghasilkan Gambar 1.10, hukum yang
mirip tersebut gagal untuk memberi tahu pada anda kemanakah anda akan
pergi dimasa depan.
1-10.jpg
dua hukum yang pertama–hukum gerak pertama Newton dan hukum per-
tama termodinamika. Bahkan terdapat hukum ke-nol termodinamika. Jadi
kita harus kembali pada suatu hukum minus pertama utuk memperoleh pri-
oritas pada apa yang tidak bisa diragukan lagi merupakan hal yang paling
fundamental dari segala hukum fisika, kekekalan informasi. Kekekalan infor-
masi sederhananya adalah merupakan aturan bahwa setiap keadaan memiliki
satu anak panah masuk dan satu anak panah keluar. Aturan ini menjamin
bahwa kita tidak akan pernah kehilangan jejak dari mana kita mulai.
Kekekalan informasi bukanlah sebuah hukum kekekalan yang konven-
sional. KIta akan kembali pada topik ini setelah mempelajari sistem-sistem
dengan banyak keadaan yang tidak berhingga.
1-11.jpg
1-12.jpg
Hal ini bisa diijinkan karena tiap keadaan memiliki satu anak panah ma-
suk dan satu anak panah keluar. Kita bisa dengan mudah mengekspresikan
aturan ini dalam bentuk sebuah persamaan
N (n + 1) = N (n) + 1 (1.1)
Disini terdapat beberapa aturan yang mungkin, tapi tidak semuanya bisa
diijinkan.
N (n + 1) = N (n) − 1 (1.2)
N (n + 1) = N (n) + 2 (1.3)
N (n + 1) = N (n)2 (1.4)
N (n + 1) = (−1)N (n) N (n) (1.5)
1-13.jpg
yang ditunjukkan oleh Gambar 1.12. Pada sisi lain, jika kita memulai pada A
atau B, maka kita akan terus berputar diantara keduanya. Jadi kita memiliki
campuran dimana kita berputar secara teratur disekitar beberapa keadaan,
sementara ditempat lainnya kita bergerak menuju ketidakberhinggaan.
1-14.jpg
1-15.jpg
Gambar 1.15: Pemberian label siklus dengan nilai spesifik dari suatu kuan-
titas kekal.
Dalam contoh pada Gambar 1.15 tiga buah siklus dilabeli Q = +1, Q =
−1 dan Q = 0. Apapun harga Q, nilainya tetap sama pada segala waktu.
Karena hukum dinamik tersebut tidak mengijinkan lompatan dari satu siklus
ke siklus lainnya. Secara sederhana dikatakan Q adalah kekal.
Dalam bab-bab selanjutnya kita akan berhadapan dengan masalah gerak
kontinu4 yang mana baik ruang keadaan dan waktunya adalah kontinu. Segala
hal yang kita bahas untuk sistem diskrit yang sederhana memiliki analogi5
terhadap sistem-sistem yang lebih realistis, tetapi hal itu akan memerlukan
beberapa bab sebelum kita melihat bagaimana analogi-analogi tersebut berperan.
6
Presisi = Tingkat akurasi atau ketepatan.
7
Chaos = Keadaan Kacau yang disebabkan oleh derajat keacakan yang sangat tinggi
Kuliah 2
Gerak
lim li = L
i→∞
15
16 KULIAH 2. GERAK
mendekati suatu nilai, misalnya saja a. JIka f (t) secara acak mendekati L
saat t cenderung menuju a, maka kita mengatakan bahwa limit f (t) ketika t
cenderung menuju a adalah bilangan L. Secara simbolik,
lim f (t) = L
t→a
Misalkan f (t) adalah sebuah fungsi dari variabel t. saat t, maka f (t) juga
akan ikut berubah. Kalkulus diferensial berurusan dengan rate3 perubahan
dari fungsi-fungsi matematika. Idenya adalah untuk memulai dengan f (t)
pada suatu waktu sesaat tertentu dan kemudian dengan mengubah waktu
tersebut sedikit demi sedikit dan melihat bagaimana f (t) berubah. Rate
perubahan didefinisikan sebagai rasio perubahan dalam f terhadap peruba-
han dalam t. Kita melambangkan perubahan suatu kuantiitas atau besaran
dengan huruf kapital Yunani delta, ∆. Misalkan perubahan dalam t ditulis
∆t. (Ini bukanlah ∆ × t, tetapi ini adalah perubahan dalam t.) Terhadap
interval ∆t, f berubah dari f (t) menjadi f (t+∆t). Perubahan dalam f yang
dinotasikan oleh ∆f diberikan oleh
∆f = f (t + ∆t) − f (t)
Untuk mendefinisikan rate perubahan secara presisi pada waktu t, kita harus
membiarkan ∆t menyusut menuju nol. Tentu saja, ketika kita melakukan-
nya, ∆f juga menyusut mendekati nol, tetapi jika kita membagi ∆f dengan
∆t, rasionya akan mendekati suatu limit.Limit tersebut merupakan derivatif
(turunan) dari f (t) terhadap t,
df (t) ∆f f (t + ∆t) − f (t)
= lim = lim (2.1)
dt ∆t→0 ∆t ∆t→0 ∆t
Seorang Matematikawan yang kaku mungkin akan mengerutkan dahinya pada
ide bahwa dfdt(t) adalah rasio dari dua diferensial, tetapi anda akan hampir
tidak pernah membuat kesalahan dengan memakai cari ini. Dengan kata
lain, cara ini sangatlah akurat.
Marilah kita menghitung beberapa derivatif. Kita mulai dengan fungsi-
fungsi yang didefinisikan oleh pangkat t. Misalkan kita mengilustrasikan
metode ini dengan menghitung derivatif f (t) = t2 . Kita menerapkan Per-
samaan(2.1) dan dengan mendefinisikan f (t + ∆t):
f (t + ∆t) = (t + ∆t)2
Kita bisa menghitung (t + ∆t)2 dengan melakukan perkalian langsung, atau
kita bisa menggunakan Teorema Binomial. Kedua cara ini menghasilkan
f (t + ∆t) = t2 + 2t∆t + ∆t2
3
Rate adalah laju perubahan suatu kuantitas terhadap waktu.
2.1. INTERLUDE MATEMATIKA: KALKULUS DIFERENSIAL (TURUNAN)17
∆f = f (t + ∆t) − f (t)
n(n − 1) n−2 2
= tn + ntn−1 ∆t + t ∆t + · · · − tn
2
n(n − 1) n−2 2
= ntn−1 ∆t + t ∆t + · · ·
2
∆f n(n − 1) n−2
= ntn−1 + t ∆t + · · ·
∆t 2
dtn
= ntn−1
dt
Satu poin pentingnya adalah bahwa relasi ini berlaku bahkan bila n bukan-
lah sebuah bilangan bulat; n bisa berupa bilangan real ataupun bilangan
kompleks sembarang.
Disini terdapat beberapa kasus turunan. Jika n = 0 maka f (t) adalah
sama dengan 1. Turunannya adalah nol, ini adalah kasus untuk fungsi-fungsi
apapun yang tidak mengalami perubahan5 . Jika n = 1 maka f (t) = t dan
turunannya adalah 1, hal ini selalu benar untuk kasus ketika anda mengambil
turunan dari sesuatu terhadap dirinya sendiri. Disini terdapat beberapa
turunan dari fungsi berpangkat:
dt2
= 2t
dt
dt3
= 3t2
dt
dt4
= 4t3
dt
dtn
= ntn−1
dt
5
Atau bisa kita sebut sebagai konstanta.
2.1. INTERLUDE MATEMATIKA: KALKULUS DIFERENSIAL (TURUNAN)19
d sin t
= cos t
dt
d cos t
= − sin t
dt
det
= et (2.2)
dt
de±nt
= ±ne±nt
dt
d ln t 1
=
dt t
t
Satu penjelasan mengenai rumus ketiga dalam Persamaan(2.2), de dt
= et .
Makna dari et adalah sangat jelas jika t adalah sebuah bilangan bulat. Se-
bagai contoh, e3 = e × e × e. Pengertiannya untuk bukan bilangan bulat
tidaklah demikian. Secara dasar, et didefinisikan oleh sifat bahwa turunan-
nya sama dengan dirinya sendiri. Jadi rumus ketiga adalah sungguh-sungguh
sebuah definisi.
Terdapat beberapa aturan yang berguna untuk diingat mengenai tu-
runan. Anda bisa membuktikannya jika anda menginginkan latihan yang
menantang. Yang pertama adalah fakta bahwa turunan dari sebuah kon-
stanta adalah selalu nol. Hal ini masuk akal, karena turunan adalah rate6
perubahan dan konstanta tidak pernah berubah, jadi
dc
= 0.
dt
Turunan dari sebuah konstanta kali sebuah fungsi adalah konstanta terse-
but kali turunan dari fungsi tersebut:
dcf df
=c .
dt dt
Misalkan kita memiliki dua fungsi, f (t) dan g(t). Jika jumlah keduanya
juga merupakan fungsi, maka turunannya diberikan oleh
d(f + g) df dg
=. +
dt dt dt
Ini disebut aturan penjumlahan.
6
atau laju
20 KULIAH 2. GERAK
Perkalian kedua fungsi tersebut juga merupakan fungsi lainnya, dan tu-
runannya adalah
d(f g) dg df
= f (t) + g(t)
dt dt dt
Tidak mengejutkan, ini disebut aturan perkalian.
Selanjutnya, misalkan bahwa g(t) adalah sebuah fungsi t dan f (g) adalah
sebuah fungsi g. Hal ini menjadikan f sebagai sebuah fungsi implisit dari t.
Jika kita mau mengetahui berapakah f untuk beberapa t, pertama-tama hi-
tunglah g(t). Kemudian, dengan mengetahui g(t), hitunglah f (g). sangatlah
mudah menghitung turunan terhadap t dari f:
df df dg
=
dt dg dt
ini disebut aturan rantai (chain rule). Hal ini akan dengan jelas menjadi
benar jika turunan-turunannya adalah sungguh-sungguh merupakan rasio-
rasio; dalam kasus ini, elemen dg akan saling membatalkan pada pembilang
dan penyebut. Faktanya, ini adalah salah satu kasus dimana jawaban naif
sekalipun adalah benar. Hal pentinh untuk diingat mengenai penggunaan at-
uran rantai adalah bahwa anda menciptakan sebuah fungsi intermediet, g(t),
untuk menyederhanakan f (t) dengan menjadikannya f (g). Sebagai contoh,
jika
f (t) = ln t3
dan kita mau mencari dfdt
, maka elemen t3 di dalam logaritma natural mungkin
menjadi sebuah masalah. Oleh karena itu kita menciptakan sebuah fungsi
intermediet g = t3 , sehingga kita mempunyai f (g) = ln g. Maka kita bisa
menerapkan aturan rantai
df df dg
=
dt dg dt
df 1
Kita bisa menggunakan rumus-rumus turunan untuk mendapatkan dg
= g
dan dg
dt
= 3t2 , sehingga
df 3t2
=
dt g
Kita melakukan substitusi g = t3 untuk memperoleh
df 3t2 3
= 3 = .
dt t t
Inilah cara menggunakan aturan rantai.
Dengan menggunakan aturan-aturan ini, anda bisa menghitung banyak
derivatif. Secara mendasar, itu semua adalah fungsi dari kalkulus diferensial.
2.2. GERAK PARTIKEL 21
Posisi suatu objek8 bisa dipikirkan juga sebagai sebuah vektor ~r(t) yang
komponen-komponennya adalah x, y, z pada waktu t. Lintasan partikel,
yaitu trayektorinya, dispesifikasikan oleh ~r(t). Pekerjaan dari Mekanika Klasik
adalah untuk mencari ~r(t) dari beberapa kondisi (syarat) awal dan beberapa
hukum dinamik.
Selanjutnya, terhadap posisinya, hal yang paling penting mengenai par-
tikel adalah kecepatannya. Kecepatan juga merupakan sebuah kuantitas
(besaran) vektor. Untuk mendefinisikan kecepatan, kita membutuhkan be-
berapa konsep kalkulus. Berikut ini adalah bagaimana kita melakukannya.
Tinjaulah perpindahan partikel diantara waktu t dan waktu sesaat ke-
mudian t + ∆t. Selama interval waktu tersebut, partikel bergerak dari
x(t), y(t), z(t) menuju x(t + ∆t), y(t + ∆t), z(t + ∆t), atau dalam notasi
vektor, dari ~r(t) menuju ~r(t + ∆t). Perpindahan tersebut didefinisikan seba-
gai
∆x = x(t + ∆t) − x(t)
∆y = y(t + ∆t) − y(t)
∆z = z(t + ∆t) − z(t)
atau
∆~r = ~r(t + ∆t) − ~r(t)
Perpindahan ini adalah berjarak pendek, partikel bergerak di dalam waktu
yang sangat singkat ∆t. Untuk memperoleh kecepatan, kita membagi per-
pindahan dengan ∆t dan mengambil limit ketika ∆t menyusut mendekati
nol. Sebagai contoh
∆x
vx = lim
∆t→0 ∆t
Tentu saja ini adalah sebuah definisi dari turunan (derivatif) x terhadap t.
Hasil selengkapnya adalah
dx
vx = = ẋ
dt
dy
vy = = ẏ
dt
dz
vz = = ż
dt
Penempatan sebuah titik di atas simbol sebuah kuantitas adalah penyingkatan
penulisan standar bagi turunan suatu kuantitas terhadap waktu. Konvensi
8
Istilah objek bisa mengacu pada semua benda secara umum, baik planet-planet,
bintang-bintang, galaksi-galaksi yang berukuran sangat besar maupun partikel-partikel
yang berukuran sangat kecil dan dianggap tidak berstruktur sehingga menjadi benda titik.
2.2. GERAK PARTIKEL 23
ini bisa dipakai bagi turunan terhadap waktu dari kuantitas apapun, tidak
hanya posisi sebuah partikel. Sebagai contoh, jika T mewakili suhu dari
sebuah tabung air panas, maka Ṫ akan merepresentasikan rate9 perubahan
suhu terhadap waktu. Konvensi ini akan sangat sering digunakan, jadi ter-
biasalah dengannya.
Adalah hal yang melelahkan untuk terus-menerus menuliskan x, y, z se-
hingga kita akan seringkali menyingkatkan notasinya. Tiga koordinat x, y, z
secara kolektif dinotasikan dengan xi 10 dan komponen-komponen kecepatan-
nya oleh vi :
dxi
vi = = ẋi
dt
dimana i mengambil nilai-nilai 1 = x, 2 = y, 3 = z, atau dalam notasi vektor
d~ri ~
~v = = ṙi
dt
Vektor kecepatan memiliki magnitudo |~v |
|~v |2 = vx2 + vy2 + vz2
rumusan tersebut merepresentasikan seberapa cepat partikel sedang bergerak
tanpa memandang arah. Magnitudo |~v | disebut kelajuan.
Percepatan adalah kuantitas yang memberi tahu kita seberapa cepat ke-
cepatan sedang berubah atau bisa disebut sebagai laju perubahan kecepatan.
Jika sebuah objek sedang bergerak dengan suatu vektor kecepatan yang kon-
stan, objek tersebut tidak memiliki percepatan. Sebuah vektor kecepatan
yang konstan berimplikasi bahwa bukan hanya lajunya saja yang konstan,
tetapi arahnya juga konstan. Kita merasakan percepatan hanya ketika vek-
tor kecepatan berubah, baik dalam magnitudo (yaitu lajunya) atau pun arah.
Percepatan adalah turunan terhadap waktu dari kecepatan:
dvi
ai = = v̇i
dt
atau dalam notasi vektor
~a = ~v˙
Karena vi adalah turunan terhadap waktu dari xi dan ai adalah turunan
terhadap waktu dari vi , maka percepatan adalah turunan kedua terhadap
waktu dari xi ,
d 2 xi
ai = 2 = ẍi
dt
dimana notasi titik dua bermakna turunan kedua terhadap waktu.
9
atau laju
10
Didalam penulisan ini berlaku: x → x1 , y → x2 , z → x3 .
24 KULIAH 2. GERAK
2-1.jpg
2-2.jpg
Posisi dan percepatan juga terhubung, keduanya sebanding dengan sin ωt.
Tetapi perhatikanlah tanda negatif pada percepatan. Tanda negatif tersebut
menyatakan bahwa kapanpun x positif percepatannya adalah negatif, dan
bila x negatif maka percepatannya adalah positif. Dalam kata lain, kemana-
pun partikel bergerak, partikel tersebut akan mengalami percepatan kembali
ke titik asal (titik kesetimbangannya). Dalam pengeertian teknis, posisi dan
percepatan berlawanan fase 1800 .
Latihan 6: Berapa lamakah waktu yang diperlukan oleh partikel yang
sedang berosilasi untuk menempuh satu siklus penuh?
Selanjutnya, mari meninjau sebuah partikel yang sedang bergerak den-
gan gerak melingkar seragam disekitar titik asal. Ini berarti bahwa par-
tikel sedang bergerak dalam lintasan yang berbentuk lingkaran dengan kela-
juan konstan. untuk tujuan ini kita bisa mengabaikan sumbu z dan hanya
berfokus pada bidang x, y. Untuk mendeskripsikan hal ini, kita harus memi-
liki dua fungsi, yaitu x(t) dan y(t). Secara lebih spesifik lagi, kita akan
memilih arah pergerakan partikel dalam arah yang berlawanan arah putaran
jarum jam. Misalkan jari-jari orbitnya adalah R.
2.3. CONTOH-CONTOH GERAK 27
2-3.jpg
Hasil-hasil ini menampilkan sebuah sifat yang menarik dari fenomena gerak
melingkar yang Newton gunakan untuk menganalisis gerak Bulan: percepatan
dari sebuah orbit melingkar sejajar terhadap vektor posisinya, tetapi arahnya
adalah sepenuhnya berlawanan. Dalam kata lain, vektor percepatan secara
radial menuju ke dalam titik asal.
Latihan 7: Tunjukkanlah bahwa vektor posisi dan vektor kecepatan dari
sesi sebelumnya adalah orthogonal.
Latihan 8: Hitunglah kecepatan, kelajuan, dan percepatan untuk tiap
vektor berikut.
F~ = m~v
F~ adalah gaya yang digunakan atau dirasakan dan responnya (menurut Aris-
toteles) akan menjadi vektor kecepatan ~v . Faktor m yang menghubungkan
kedua faktor tersebut, adalah suatu kuantitas karakteristik yang mendeskrip-
sikan resistansi (perlawanan) dari benda yang digerakkan; untuk suatu gaya
tertentu, semakin besar m objek, semakin kecil kecepatannya. Dengan sedikit
refleksi, filsuf tua ini mungkin telah mengidentifikasikan m sebagai massa
objek. Telah menjadi jelas bahwa benda-benda yang lebih berat lebih sulit
digerakkan dibandingkan dengan benda-benda yang lebih ringan, sehingga
bagaimanapun juga massa sebuah benda harus ada di dalam persamaan
gerak tersebut.
29
30 KULIAH 3. DINAMIKA
Orang mencurigai bahwa Aristoteles tidak pernah berski es, atau ia akan
mengetahui bahwa sukar untuk memberhentikan suatu benda yang sedang
bergerak. Hukum gerak Aristoteles secara jelas keliru, akan tetapi adalah
layak untuk mempelajari sebuah contoh bagaimana persamaan-persamaan
gerak bisa menentukan masa depan suatu sistem. Dari sekarang kita menye-
but benda sebagai sebuah partikel.
Tinjaulah gerak satu dimensi dari sebuah partikel sepanjang sumbu x
dibawah pengaruh suatu gaya tertentu. Apa yang saya maksudkan den-
gan sebuah gaya tertentu adalah karena kita tahu gaya apa itu pada setiap
waktu. Kita menyebutnya F (t) (perlu diingat bahwa notasi vektor menjadi
tidak berarti dalam gerak satu dimensi). Dengan menggunakan fakta bahwa
kecepatan adalah turunan terhadap waktu dari posisi x, kita mendapatkan
hukum Aristoteles berbentuk
d(x(t)) F (t)
=
dt m
Sebelum menyelesaikan Persamaan tersebut, marilah melihat bagaimanakah
Persamaan tersebut dibandingkan dengan hukum-hukum deterministik pada
Kuliah 1. Uatu perbedaan yang jelas adalah bahwa Persamaan Aristote-
les1 tidaklah bersifat stroboskopik, yaitu baik x ataupun t tidaklah diskrit.
Dua variabel tidak berubah secara tiba-tiba di dalam tahapan-tahapan stro-
boskopik; keduanya berubah secara kontinu. Namun, kita menganggap bahwa
waktu dipecah ke dalam interval-interval berukuran ∆t dan mengganti tu-
runan dengan ∆x∆t
, menghasilkan
F (t)
x(t + ∆t) = x(t) + ∆t
m
Dalam kata lain, dimanapun partikel berada pada waktu t, pada waktu sesaat
berikutnya, posisinya akan bergeser sebesar suatu jumlah tertentu. Sebagai
contoh, jika gaya konstan dan positif, maka dalam tiap langkah berurutan
partikel bergerak maju sebesar Fm(t) ∆t. Hukum ini secara jelas adalah bersifat
deterministik. Dengan mengetahui bahwa partikel berada pada titik x(0)
pada waktu t = 0 (atau x0 ), kita dapat dengan mudah memprediksi dimana
partikel akan berada dimasa depan. Jadi dengan kriteria dari Kuliah 1,
Aristoteles tidaklah bersalah.
Sekarang kita kembali pada persamaan gerak eksak:
dx(t) F (t)
=
dt m
1
Tentu saja ini bukanlah Suatu persamaan yang diusulkan secara nyata, tetapi meru-
pakan pengandaian atau hasil imajenasi kita yang berdasar pada pernyataan Aristoteles.
3.1. HUKUM GERAK ARISTOTELES 31
gerak baru yang dihasilkan juga akan menjadi deterministik. Prosedur analogi
pembalikan anak panah saat waktu bersifat kontinu adalah sangat sederhana.
Di manapun anda melihat waktu di dalam Persamaan-persamaan, gantikan-
lah dengan waktu yang negatif. Hal tersebut akan memiliki efek dari dari
pertukaran masa depan dan masa lalu. Pengubahan t menjadi −t juga meli-
batkan pengubahan tanda beda waktu yang kecil. Dalam kata lain, setiap
∆t harus digantikan oleh −∆t. Faktanya, anda bisa melakukannya dengan
tepat pada tingkatan diferensial dt. Pembalikan arah anak panah berarti
mengubah diferensial dt menjadi −dt.
Sekarang mari kembali pada Persamaan imajinatif Aristoteles.
dx
F (t) = m
dt
dan mengubah tanda waktu. Hasilnya adalah
dx
F (−t) = −m
dt
Sisi kiri Persamaan tersebut adalah gaya, tetapi merupakan gaya yang dieval-
uasi pada waktu −t, bukan pada waktu t. Namun, jika F (t) adalah sebuah
fungsi yang diketahui, maka demikian juga F (−t). Dalam masalah yang
tanda waktunya dibalik tersebut, gaya juga merupakan sebuah fungsi waktu
terbalik yang dikenal.
Pada sisi kanan Persamaan tersebut kita mengganti dt dengan −dt, den-
gan cara demikian mengubah keseluruhan ekspresi. Faktanya, kita dapat
memindahkan tanda negatif ke sisi kiri Persamaan:
dx
−F (−t) = m
dt
Implikasinya sederhana: persamaan gerak yang dibalik tentunya serupa den-
gan yang aslinya, tetapi dengan aturan yang berbeda untuk gaya sebagai
fungsi waktu. Kesimpulannya jelas: Persamaan-Persamaan gerak imajinatif
Aristoteles bersifat deterministik baik dimasa depan maupun dimasa lalu.
Masalah yang terdapt pada Persamaan gerak Imajinatif Aristoteles ini adalah
ketidakkonsistenannya; Persamaan-persamaan tersebut adalah keliru.
Ada hal yang menarik bahwa Persamaan gerak imajinatif Aristoteles
tersebut memiliki sebuah terapan, tidak sebagai hukum dasar, tetapi se-
bagai pendekatan. Gaya gesekan ada, dan di dalam banyak kasus, gaya-gaya
gesekan sangat penting sehingga intuisi Aristoteles, bahwa benda berhenti
bergerak jika anda berhenti mendorongnya, adalah sesuatu yang hampir be-
nar. Gaya-gaya gesekan tidaklah bersifat fundamental. Gaya-gaya terse-
but adalah konsekuensi dari sebuah benda yang berinteraksi degan sejum-
lah besar benda-benda yang sangat kecil lainnya –atom-atom dan molekul-
molekul–yang sangat kecil dan sangat banyak untuk diidentifikasi. Jadi
3.2. MASSA,PERCEPATAN DAN GAYA 33
mantau posisi sebuah objek ketika objek tersebut sedang bergerak, seorang
pengamat yang cerdas, dengan sedikit skill matematika, bisa menentukan
percepatan objek tersebut. Massa adalah sebuah konsep yang baru yang
sebenarnya didefinisikan di dalam pengertian-pengertian dari gaya dan per-
cepatan. Tetapi sejauh ini kita belumlah mendefinisikan gaya. Hali ini ter-
dengar seperti kita sedang berada di dalam sebuah lingkaran logika, yang
mana gaya didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengubah keadaan
gerak sebuah massa tertentu, dan massa didefinisikan sebagai resistansi ter-
hadap perubahan tersebut. Untuk memecah lingkaran tersebut, mari melihat
bagaimanakah gaya didefinisikan dan diukur di dalam praktek.
Terdapat peralatan-peralatan yang sangat canggih untuk dapat men-
gukur gaya dengan akurasi yang sangat tinggi, akan lebih tepat untuk tujuan
kita dengan membayangkan sebuah peralatan yang sangat old-fashioned yang
dinamakan neraca pegas. Neraca pegas terdiri dari sebuah pegas dan sebuah
penggaris yang dipakai untuk mengukur seberapa panjang pegas telah ter-
tarik dari titik kesetimbangann alamiahnya (lihat Gambar 3.1).
3-1.jpg
Pegas memiliki dua kait, satu dikaitkan pada benda massif yang massanya
sedang diukur dan satunya lagi untuk digantungkan (atau ditarik). Faktanya,
sementara anda memilikinya, buatlah beberapa piranti yang identik.
Marilah kita mendefinisikan sebuah unit gaya dengan menarik salah satu
kait, sedangkan kait yang lainnya dikaitkan pada suatu objek A, sampai
penunjuk skala pada penggaris mengeluarkan detakan ”tik”. Jadi kita sedang
menerapkan suatu unit gaya pada objek A tersebut.
Untuk mendefinisikan dua unit gaya, kita bisa dengan hanya sekedar
menarik salah satu kait dengan cukup kuat sampai pegas terentang terden-
gar detakan sampai dua tik. Tetapi untuk hal ini kita harus mengasumsikan
bahwa pegas berkelakuan sama baik di dalam satu tik perentangan maupun
dalam dua tik perentangan. Hal ini akan membawa kita kembali pada sebuah
3.2. MASSA,PERCEPATAN DAN GAYA 35
lingkaran pemikiran yang liar dan membingungkan yang tidak kita kehen-
daki. Malahan, kita bisa mendefinisikan dua unit gaya dengan mengaitkan
dua neraca pegas pada objek A tersebut dan menarik kedua neraca tersebut
dengan sebuah unit gaya tunggal (lihat Gambar 2).
3-2.jpg
Dalam kata lain, kita menarik kedua kaitan sehingga mesing-masing pe-
nunjuk skala mencatat sebuah detakan tik tunggal. Tiga unit gaya akan
didefinisikan dengan menggunakan tiga neraca pegas, dan demikianlah seterus-
nya.
Ketika kita melakukan eksperimen ini di dalam sebuah ruang bebas, objek
berakselerasi sepanjang arah tarikan. Lebih tepatnya, percepatan sebanding
terhadap gaya–dua kali sebesar dua unit gaya, tiga kali sebesar tiga unit gaya
dan seterusnya.
3-3.jpg
Misalkan kita melakukan sesuatu dengan cara mengubah inersia dari ob-
jek A tersebut. Kita akan menggandakan inersia dengan mengaitkan kaitan
pada objek lainnya yang identik terhadap objek A seperti yang ditunjukkan
di dalam Gamabar 3.3.
36 KULIAH 3. DINAMIKA
Apa yang kita temukan adalah bahwa ketika kita menerapkan sebuah unit
gaya tunggal (dengan menarik kedua benda yang terkait pada pegas terse-
but sampai terentang dan terdengar bunyi satu detakan tik), percepatannya
hanya setengah dari apa yang sebelumnya terjadi ketika hanya satu objek A
tungggal yang dikaitkan pada neraca pegas tunggal tersebut. Inersia (massa)
sekarang menjadi dua kali dari pada yang sebelumnya. Eksperimen ini bisa
dengan jelas digeneralisasikan, kaitkanlah tiga benda bermassa identik dan
percepatannya akan menjadi hanya 13 dari percepatan yang hanya mengaitkan
satu massa saja, dan seterusnya.
Kita bisa melakukan lebih banyak lagi eksperimen yang mana kita bisa
mengaitkan berapapun pegas pada berapapun jumlah objek A. Pengamatan
ini diringkaskan di dalam sebuah perumusan tunggal, Hukum gerak Newton
yang kedua, yang memberitahukan kita bahwa gaya sama dengan massa kali
percepatan,
F~ = m~a (3.1)
Persamaan ini juga bisa dituliskan dalam bentuk
d~v
F~ = m (3.2)
dt
Dalam kata lain, gaya sama dengan massa dikalikan dengan laju perubahan
kecepatan: tidak ada gaya, maka tidak akan ada perubahan kecepatan. Perlu
diperhatikan bahwa Persamaan-Persamaan ini adalah persamaan-persamaan
vektor. Baik gaya maupun percepatan adalah besaran vektor, karena ked-
uanya tidak hanya memiliki magnitudo (besar atau harga atau nilai) tetapi
juga memiliki arah.
sekon. Bahkan yang lebih baik lagi adalah menggunakan Hukum Newton
F = ma.
Nampaknya, gaya memiliki satuan massa kali percepatan,
[F ] = [gaya]
= [ma]
massa × panjang
=
waktu2
kg × m
=
s2
= kgm/s2 .
Terdapat sebuah nama untuk satuan gaya ini dalam sistem SI. Satu kilo-
gram meter per sekon kuadrat adalah sama dengan satu Newton yang ditulis
1N . Newton sendiri adalah seorang berkewargaan Inggris yang mungkin saja
menyukai sistem satuan British, yang bernama pound. Satu pound adalah
sekitar 4, 4N . Dalam sistem cgs, 1N setara dengan
1erg = 1grcm/s2
= (10−3 )kg × (10−2 )m/s2
= 10−5 kgm/s2
= 10−5 N
ẋ = vx (0).
Ini adalah persamaan diferensial yang mungkin paling sederhana, yang so-
lusinya (untuk semua komponennya) adalah
x(t) = x0 + vx (0)t
y(t) = y0 + vy (0)t
z(t) = z0 + vz (0)t
Sebuah gerak yang lebih kompleks lagi berasal dari penerapan sebuah
gaya konstan. Pertama-taman, meri menyelesaikannya hanya pada arah z.
Dengan membaginya dengan m, persamaan geraknya adalah
Fz
v̇z =
m
3
Resultan adalah istilah bagi suatu hasil penjumlahan dari vektor-vektor.
40 KULIAH 3. DINAMIKA
Fx = −kx
ẍ = −ω 2 x (3.6)
3.4. BEBERAPA CONTOH PENYELESAIAN PERSAMAAN-PERSAMAAN NEWTON41
43
44 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL
Persamaan ini bermakna bahwa gaya pada partikel ke i adalah merupakan su-
atu fungsi dari posisi semua partikel lainnya. Simbol {~r} merepresentasikan
lokasi kolektif setiap partikel di dalam sistem. Dengan kata lain, simbol ini
merepresentasikan himpunan dari semua vektor posisi.
Sekali kita mengetahui gaya pada tiap partikel, sebagai contoh partikel
nomor 1, kita bisa menuliskan Persamaan gerak Newton untuk partikel terse-
but:
F~1 ({~r}) = m1 a~1
2
d r~1
F~1 ({~r}) = m1 2
dt
2
d r~2
F~2 ({~r}) = m2 2
dt
2
d r~3
F~3 ({~r}) = m3 2
dt
..
.
~ d2 r~N
FN ({~r}) = mN 2
dt
2
d r~i
F~i ({~r}) = mi 2
dt
4.2. RUANG KEADAAN DARI SUATU SISTEM PARTIKEL 45
d2 x~i
(F~x )i ({~x}) = mi
dt2
d2 y~i
(F~y )i ({~y }) = mi 2 (4.1)
dt
2
d z~i
(F~z )i ({~z}) = mi 2
dt
d~v
m = F~ .
dt
Karena tidak terdapat kecepatan disini, marilah kita menambahkan per-
samaan yang lainnya yang mengungkapkan fakta bahwa kecepatan adalah
laju perubahan posisi terhadap waktu
d~r
~v =
dt
Ketika kita melibatkan Persamaan ini, kita memiliki total enam komponen
yang memberitahu kita bagaimana enam koordinat ruang keadaan berubah
4.3. RUANG MOMENTUM DAN RUANG FASE 47
dvi
mi = Fi
dt
(4.2)
dri
= vi
dt
Jadi, di dalam jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan sebelumnya
adalah kita kehilangan sebagaian dari persamaannya.
Dimanapun kita berada di dalam ruang keadaan berdimensi 6N , Per-
samaan(4.2) akan memberitahu kita dimana kita akan berada selanjutnya.
Persamaan(4.2) juga memberitahukan kepada kita dimana kita berada pada
waktu sesaat yang lalu. Jadi Persamaan(4.2) adalah hukum dinamik yang
layak. Sekarang kita memiliki 6N persamaan untuk N partikel.
pi = mi vi
atau
p~ = m~v
Karena kecepatan dan momentum berhubungan sedemikian erat, kita
dapat menggunakan momentum dan posisi dari pada kecepatan dan po-
sisi untuk menandai titik-titik dari ruang keadaan. Ketika ruang keadaaan
dideskripsikan dengan cara ini, maka ruang keadaan ini meiliki nama khusus,
yaitu ruang fase. Ruang fase sebuah partikel adalah sebuah ruang enam di-
mensi dengan koordinat-koordinat xi dan pi (lihat Gambar 1).
48 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL
4-1.jpg
d~v
m = p~˙
dt
4.4. AKSI, REAKSI DAN KEKEKALAN MOMENTUM 49
p~˙ = Fi ({ri })
(4.3)
p
r˙i =
m
Himpunan Persamaan-persamaan yang sederhana dan elegan adalah apa
yang dibayangkan oleh Laplace mengenai hukum-hukum alam: untuk tiap-
tiap koordinat kita mempunyai sebuah persamaan tunggal untuk memberi-
tahukan pada kita bagaimana tiap-tiap koordinat tersebut berubah terhadap
suatu interval waktu yang kecil.
Untuk setiap aksi terdapat suatu reaksi yang sama namun berlawanan
arahnya.
Sisi kiri merepresentasikan gaya total pada pertikel i, dan sisi kanan adalah
jumlah dari seluruh gaya-gaya yang bekerja pada partikel i oleh karena selu-
ruh partikel lainnya yang berinteraksi dengannya.
Hukum aksi dan reaksi Newton adalah mengenai gaya diantara pasangan-
pasangan partikel, f~ij . Apa yang dikatakannya sederhana: gaya oleh karena
salah satu partikel j pada partikel yang lainnya adalah sama besar namun
berlawanan arah terhadap gaya oleh karena partikel i yang bekerja pada
50 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL
Dalam kata lain, perubahan momentum dari sebuah partikel adalah pen-
jumlahan gaya-gaya oleh karena seluruh partikel yang lainnya. Sekarang,
mari kita menjumlahkan seluruh Persamaan-Persamaan ini untuk melihat
bagaimana momentum total berubah
X XX
p~˙i = f~ij (4.7)
i i j
dV (x)
F (x) = − (5.1)
dx
Di dalam kasus satu dimensi, asas energi potensial sesungguhnya hanyalah
merupakan sebauh definisi dari V (x). Faktanya, energi potensial bisa di-
rekonstruksi dari gaya melalui pengintegralan Persamaan(5.1) :
Z
V (x) = − F (x)dx (5.2)
51
52 KULIAH 5. ENERGI
dV
Ė = Ṫ + V̇ = mva +
dx
Sekarang kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk membuktikan Hukum
kekekalan energi: Hukum Newton, F = ma, secara pasti adalah persyaratan
yang membuat faktor di dalam tanda kurung lenyap, yang pada akhirnya
memberitahu kita bahwa energi total adalah konstan.
Satu poin sebelyum kita menuju pada pembahasan mengenai gerak berdi-
mensi banyak. Kita telah melihat bahwa energi itu kekal, tetapi menga-
pakah momentumnya tidaklah kekal di dalam kasus ini? Setelah semuanya,
di dalam Bab sebelumnya kita melihat bahwa untuk suatu sistem partikel-
partikel terisolasi, hukum ketiga Newton berimplikasi bahwa momentum to-
tal tidaklah berubah. Jawabannya adalah kita telah meninggalkan sesuatu
diluar sistem, yaitu objek yang mengerahkan gaya pada partikel satu di-
mensi. Sebagai contoh, jika masalahnya memiliki hubungan dengan sebuah
partikel yang sedang mengalami jatuh bebas di dalam medan gravitasi, gaya
gravitasi dikerahkan oleh Bumi. Ketika partikel sedang jatuh momentum-
nya berubah, tetapi perubahan tersebut tentunya dikompensasi oleh sebuah
perubahan yang sangat kecil sekali oleh gerak Bumi.
54 KULIAH 5. ENERGI
Untuk tiap koordinat terdapat sebuah massa mi , dan sebuah komponen gaya
Fi . Tiap gaya bisa bergantung pada seluruh posisi {x}.
Kita telah melihat dalam kasus satu dimensi bahwa gaya adalah negatif
turunan dari energi potensial, seperti dalam Persamaan(5.1). Ini merupakan
sebuah definisi V , bukanlah sebuah syarat khusus untuk gaya. ketika ter-
dapat lebih dari pada satu dimensi, masalah menjadi lebih kompleks. Hal
tersebut tidaklah benar secara umum jika anda memiliki suatu himpunan
fungsi-fungsi Fi ({x}), yang seluruhnya bisa diturunkan melalui pendiferen-
sialan sebuah fungsi V ({x}) tunggal. Hal tersebut akan menjadi sebuah
brand prinsip yang baru jika kita menilai bahwa komponen-komponen gaya
dapat diuraikan sebagai turunan-turunan parsial dari sebuah fungsi energi
potensial tunggal.
Malahan prinsip ini tidaklah hipotetik. Prinsip (atau asas) ini adalah
sebuah ekspresi dasar matematika dari salah satu prinsip paling penting dari
ilmu fisika:
Untuk suatu sistem terdapat sebuah potensial V ({x}) sedemikian rupa
sehingga
∂V ({x})
Fi ({x}) = − (5.5)
∂xi
5.2. DIMENSI LEBIH DARI PADA SATU 55
Sekarang kita harus memanipulasi kedua sisi Persamaan ini dengan cara
yang sama yang telah kita lakukan dalam contoh untuk kasus satu dimensi.
Kita mendefinisikan energi kinetik sebagai penjumlahan dari seluruh energi
kinetik dari masing-masing koordinat:
1X
T = mi ẋi 2
2 i
Yang berikut ini adalah apa yang diberikan oleh kedua sisi Persamaan(5.7).
Yang pertama sisi kiri:
X dT
mi ẋi ẍi = .
i
dt
Sekarang sisi kanan:
X ∂V ({x}) dT
− ẋi =− .
i
∂xi dt
1
Peta Kontur adalah Peta yang menggambarkan kontur permukaan tanah suatu
wilayah tertentu yang menunjukkan ketinggian-ketinggian tertentu pada titik-titik ter-
tentu.
56 KULIAH 5. ENERGI
2
Mengkonservasikan berarti membuat kekal.
5.2. DIMENSI LEBIH DARI PADA SATU 57
• Panas,
• Energi Kimia,
• Energi Nuklir/atom,
• Energi Elektrostatik,
• Energi Magnetik,
• Energi Radiasi.
Beberapa, tetapi tidak semuanya, dari perbedaaan-perbedaan ini adalah
sedikit bermodel kuno. Energi Mekanik biasanya mengacu pada energi kin-
netik dan energi potensial dari objek yang besar dan bisa dilihat seperti
planet-planet, ataupun beban-beban yang digantung pada sebuah crane. Bi-
asanya sering mengacu pada energi potensial gravitasi.
Panas yang dimuatkan di dalam suatu gas atau kumpulan molekul-molekul
juga merupakan energi kinetik dan potensial. Satu-satunya perbedaan adalah
panas melibatkan gerak yang sangat cepat dan kaotik3 dari sekian banyak
partikel yang kita bahkan tidak bisa untuk meninjaunya secara rinci.
Energi kimia juga merupakan sebuah kasus khusus; energi yang tersim-
pan di dalam ikatan-ikatan kimia adalah sebuah kombinasi dari energi kinetik
dan potensial dari partikel-partikel penyusunnya yang membentuk molekul-
molekul. Ini lebih sulit dimengerti karena mekanika kuantum harus meng-
gantikan mekanika klasik untuk menjelaskannya, namun energinya adalah
energi potensial dan kinetik partikel. Hal yang sama juga berlaku bagi en-
ergi atom dan nuklir.
Energi Elektrostatik adalah sebuah kata lain untuk energi potensial yang
berhubungan dengan gaya tarik dan gaya tolak diantara partikel-partikel
bermuatan listrik. Kenyataannya, terpisah dari energi gravitasi, energi elek-
trostatik adalah bentuk primer dari energi potensial di dalam dunia klasik.
Itu adalah energi potensial diantara pertikel-partikel bermuatan listrik di
dalam atom-atom dan molekul-molekul.
Energi magnetik bersifat menjebak, tetapi gaya di antara kutub-kutub
magnet adalah suatu bentuk energi potensial. Bagian penjebak ketika kita
3
Dari bahasa Inggris chaotic yang berarti bersifat chaos atau kacau karena derajat
keacakan yang sangat tinggi.
58 KULIAH 5. ENERGI
59
60 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
6-1.jpg
6-2.jpg
1
T = mẋ2
2
V = V (x)
62 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
Simbol |n=8 adalah sebuah instruksi untuk mengevaluasi fungsi pada waktu
diskrit n = 8.
A
Untuk meminimalkan aksi terhadap variasi-variasi x8 , kita mengatur dx
sama dengan nol. Tetapi sebelum kita melakukannya, mari melihat apa
A
yang terjadi pada dx di dalam limit ketika ∆t menju nol. Mulai dengan suku
pertama,
1 ∂L ∂L
− |n=9 + |n=8
∆t ∂ ẋ ∂ ẋ
Suku ini memiliki bentuk perbedaan diantara sebuah kuantitas yang dieval-
uasi pada dua waktu yang berdekatan, n = 8 dan n = 9, dibagi dengan
pemisah yang kecil diantara keduanya. Ini tentu saja cenderung menuju
pada sebuah derivatif
1 ∂L ∂L ∂ ∂L
− |n=9 + |n=8 → −
∆t ∂ ẋ ∂ ẋ ∂t ∂ ẋ
d ∂L ∂L
− =0 (6.4)
dt ∂ ẋ ∂x
Latihan 1: Tunjukkanlah bahwa Persamaan(6.4) hanyalah merupakan ben-
tuk yang lain dari pada Persamaan gerak Newton F = ma.
66 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
Penurunan ini secara esensial sama untuk sistem dengan banyak dera-
jat kebebasan. Terdapat sebuah Persamaan Euler-Lagrange untuk tiap-tiap
koordinat xi :
d ∂L ∂L
− =0
dt ∂ ẋi ∂xi
Apa yang ditunjukkan oleh penurunan ini adalah bahwa tidak ada sihir
yang terlibat di dalam kemampuan partikel untuk merasakan keseluruhan
lintasan sebelum memutuskan lintasan yang manakah yang akan ditempuh.
Pada tiap tahapan disepanjang lintasan, partikel hanyalah harus memini-
malkan aksi diantara sebuah titik di dalam waktu suatu titik yang berdekatan
dengannya di dalam waktu. Prinsip aksi terkecil pastinya menjadi sebuah
Persamaan diferensial pada tiap waktu sesaat yang menentukan masa depan
sistem sesegera mungkin (pada waktu sesaat berikutnya).
d ∂L ∂L
= (6.6)
dt ∂ ẋi ∂xi
F = mω 2 ṙ
mẌ = mω 2 X − 2mω Ẏ
mŸ = mω 2 Y + 2mω Ẋ
FX = −2mω Ẏ
FY = 2mω Ẋ
bergantung bukan hanya pada posisinya saja, tetapi juga pada kecepatannya.
6.6. KOORDINAT-KOORDINAT UMUM DAN MOMENTUM UMUM 71
X = R cos θ
Y = R sin θ
Itulah, seluruh fisika klasik di dalam suatu kulit kacang 1 ! Jika kita menge-
tahui apa itu qi , dan jika kita juga mengetahui Lagrangian nya, maka kita
memiliki semuanya.
1
Dari ungkapan bahasa Inggris nutshell.
6.6. KOORDINAT-KOORDINAT UMUM DAN MOMENTUM UMUM 73
Mari melihat sedikit lebih dekat pada kedua sisi Persamaan(6.13). Kita
mulai dengan ekspresi ∂∂L
q˙i
. Anggaplah untuk suatu saat qi merupakan koordinat-
koordinat kartesius yang biasa dari sebuah partikel dan L adalah energi
kinetik minus energi potensial yang biasa. Di dalam kasus ini, Lagrangian
nya akan mengandung m2 ẋi dan kemudian ∂∂L q˙i
akan menjadi mẋi , yaitu kom-
ponen momentum dalam arah xi . Maka kita menyebut ∂∂L q˙i
sebagai momen-
tum konjugat umum terhadap qi atau bisa juga hanya menyebutnya sebagai
momentum konjugat terhadap qi .
Konsep momentum konjugat melampaui contoh sederhana pada yang
mana momentum berasal dari massa kali kecepatan. Dengan bergentung
pada Lagrangian, momentum konjugat bisa jadi tidak kita kenali, tetapi mo-
mentum konjugat selalu didefinisikan oleh
∂L
pi =
∂ q˙i
Notasi bagi momentum umum adalah pi .
Dengan notasi tersebut, Persamaan Euler-Lagrange menjadi
dpi ∂L
=
dt ∂qi
Mari kerjakan beberapa contoh yang dimulai dengan sebuah partikel di dalam
koordinat polar. Di dalam kasus ini qi adalah radius r dan sudutnya θ. Kita
bisa menggunakan hasil dari Latihan 4 untuk memperoleh Lagrangian:
m 2
L= ṙ + r2 θ̇2
2
Konjugat momentum umum untuk r (momentum r) adalah
∂L
pr = = mṙ
∂ ṙ
maka Persamaan gerak yang bersesuaian dengannya adalah
dpr ∂L
= = mṙθ̇2
dt ∂r
Dengan menggunakan ṗ = mr̈ dan membatalkan m pada kedua sisi, kita bisa
menuliskan Persamaan ini di dalam bentuk
r̈ = rθ̇2
Persamaan gerak bagi sudut θ adalah secara khusus menarik. Pertama,
tinjaulah momentum konjugat bagi θ:
∂L
pθ = = mr2 θ̇
∂ θ̇
74 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
Kuantitas ini harusnya familiar bagi kita. Ini adalah momentum sudut sudut
(momentum angular) partikel. Secara pasti dan tepat Momentum sudut dan
pθ adalah sama.
Sekarang tinjaulah Persamaan gerak untuk θ. Karena θ sendiri tidak
muncul di dalam Lagrangian, maka tidak ada sisi kanannya, dan kita mem-
peroleh
dpθ
=0 (6.14)
dt
Di dalam kata lain, momentum sudut adalah kekal. Cara lain untuk menuliskan
Persamaan(6.14) adalah
d 2
mr θ̇ = 0 (6.15)
dt
Kita bisa melihat bahwa r2 θ̇ adalah sebuah konstanta. Itulah mengapa ke-
cepatan sudut meningkat ketika partikel semakin mendekati titik asal.
Latihan 5: Gunakanlah hasil-hasil ini untuk memprediksi gerak dari
sebuah pendulum yang panjangnya l.
besar, tetapi ada yang khusus perihal kasus tersebut. Misalkan kita menyebut
posisi-posisi dari kedua partikel tersebut x1 dan x2 . Lagrangiannya adalah
1
l = m x˙1 2 + x˙2 2 − V (x1 − x2 )
(6.16)
2
Sekarang Lagrangiannya bergantung pada x1 dan x2 , dan tidak ada yang
siklis. Tidak ada satupun momentum yang kekal!
Tetapi hal tersebut kehilangan sebuah poin yang penting. Misalkan kita
membuat sebuah perubahan terhadap koordinat-koordinatnya. Kita mendefin-
isikan x+ dan x− sebagai
x1 + x 2
x+ =
2
x1 − x2
x− =
2
Kita dapat dengan mudah menuliskan ulang Lagrangiannya. Energi kinetiknya
adalah
T = m(ẋ2+ + ẋ2− )
Latihan 6: Jelaskanlah bagaimanakah kita menurunkan Persamaan ini.
Poin pentingnya adalah bahwa energi potensialnya hanya bergantung
pada x− . Maka Lagrangiannya adalah
Dalam kata lain, terdapat sebuah koordinat siklis tersembunyi, yaitu x+ . Ini
berarti bahwa momentum konjugat untuk x+ (kita sebut p+ ) adalah kekal.
Adalah hal yang mudah untuk melihat bahwa p+ bukanlah hal lain selain
dari momentum total
Poin sesungguhnya yang kita akan pelajari pada kuliah selanjutnya adalah
tidak terlalu banyak mengenai koordinat-koordinat siklis tetapi mengenai
simetri-simetri.
76 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
Kuliah 7
Simetri dan Hukum Kekekalan
7.1 Pendahuluan
1 2
q̇ 1 + q̇ 22 − V (q1 − q2 )
L= (7.1)
2
77
78 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN
persamaan geraknya:
ṗ1 = −V 0 (q1 − q2 )
(7.2)
ṗ2 = +V (q1 − q2 )
Latihan 1: Turunkanlah Persamaan(7.2) dan jelaskanlah perbedaan
tanda tersebut.
Sekarang jumlahkanlah kedua Persamaan tersebut secara bersama-sama
untuk melihat bahwa penjumlahan p1 + p2 adalah kekal.
Selanjutnya, marilah mengerjakan sesuatu agak sedikit lebih rumit. Dari
pada potensialnya berupa sebuah fungsi (q1 − q2 ), mari memisalkan potensial
tersebut manjadi suatu fungsi dari suatu kombinasi linear umum dari q1 dan
q2 . Kita menyebutnya kombinasi (aq1 − bq2 ). Sehingga potensial tersebut
akan berbentuk
V (q1 , q2 ) = V (aq1 − bq2 ) (7.3)
Untuk kasus ini, Persamaan geraknya adalah
ṗ1 = −aV 0 (aq1 − bq2 )
ṗ2 = +bV (aq1 − bq2 )
Dari hasil tersebut, terlihat bahwa kita telah menghilangkan hukum kekekalan;
penjumlahan dua persamaan tersebut tidak menghasilkan kekekalan bagi
p1 + p2 .
Tetapi hukum kekekalan tidaklah hilang, hanya sedikit berubah. Den-
gan mengalikan Persamaan pertama dengan b dan Persamaan kedua dengan
a dan kemudian menjumlahkannya, kita bisa menemukan bahwa bp1 + ap2
adalah bersifat kekal.
Latihan 2: Jelaskanlah kekekalan tersebut.
Disisi lain, anggaplah potensialnya adalah sebuah fungsi dari beberapa
kombinasi yang lebih umum lainnya dari q, seperti q1 + q22 . Maka tidak
terdapat kombinasi kekal dari p. Jadi, apa prinsipnya? Apakah yang menen-
tukan bahwa apakah terdapat hukum kekekalan atau tidak dan apakah itu?
Jawabannya telah dikenali hampir selama 100 tahun hasil pekerjaan seorang
Matematikawan Jerman bernama Emmy Noether.
oleh konfigurasi yang lainnya dalam yang mana q telah digeser (lihat Gambar
1)
7-1.jpg
Jika pergeseran δ tidak bergantung pada waktu (seperti yang akan kita
asumsikan), maka kecepatan q̇ tidaklah berubah, dan–yang paling penting–
demikian juga Lagrangiannya tidak berubah. Di dalam kata lain, berdasarkan
perubahan
q →q+δ (7.5)
perubahan di dalam Lagrangiannya adalah δL = 0.
Di dalam Persamaan(7.5) kuantitas δ bisa menjadi sembarang bilangan
(atau bilangan apa saja). Nanti ketika kita meninjau transformasi dengan
langkah-langkah kecil tak berhingga (infinitesimal), simbol δ akan digunakan
untuk merepresentasikan kuantitas-kuantitas kecil yang berhingga, tetapi un-
tuk sekarang itu bukanlah menjadi masalah yang penting.
Kita dapat meninjau sebuah Lagrangian yang lebih rumit dengan sebuah
energi potensial V (q). Kecuali potensialnya adalah sebuah konstanta yang
tidak bergantung pada q, maka Lagrangiannya akan berubah ketika q digeser.
Dalam kasus seperti ini tidak terdapat simetri. Simetri yang diperoleh dari
menggerakkan sebuah sistem di dalam ruang dengan penambahan sebuah
ataupun beberapa konstanta pada koordinat-koordinatnya disebut simetri
transformasi, dan kita akan menghabiskan banyak waktu untuk membahas-
nya.
Sekarang lihatlah Persamaan(7.2). Anggaplah kita menggeser q1 tetapi
tidak dengan q2 . Dalam kasus ini Lagrangiannya akan berubah karena energi
potensialnya berubah. Tetapi jika kita menggeser kedua koordinat tersebut
dengan besar pergeseran yang sama sehingga q1 − q2 tidaklah berubah, maka
nilai Lagrangian bersifat invarian terhadap perubahan
q1 → q1 + δ
(7.6)
q2 → q2 + δ
7.2. CONTOH-CONTOH SIMETRI 81
7-2.jpg
menggunakan δ untuk menotasikan suatu nilai yang sangat kecil sekali. Fak-
tanya, kita dapat membangun pergeseran aslinya x → x + 1 dengan menggu-
nakan banyak langkah kecil berukuran δ. Hal yang sama juga berlaku untuk
rotasi: kita bisa melakukan rotasi sebesar suatu sudut δ yang sangat kecil
dan, dengan mengulang proses ini, pada akhirnya kita memperoleh suatu
rotasi berhingga. Transformasi seperti ini disebut kontinu: transformasi-
transformasi seperti ini bergantung pada suatu parameter kontinu (sudut
rotasi), dan lebih lagi, kita bisa menjadikan parameter-parameter tersebut
menjadi infinitesimal. Hal ini akan terbukti menjadi sesuatu hal yang baik,
karena kita bisa mengeksplorasi seluruh konsekuensi dari simetri-simetri yang
kontinu dengan membatasi perhatian kita pada kasus yang infinitesimal.
Karena transformasi berhingga bisa dibentuk dari transformasi-transformasi
infinitesimal, di dalam mempelajari simetri-simetri adalah cukup meninjau
transformasi-transformasi dengan perubahan-perubahan koordinat-koordinatnya
yang sangat kecil, sehingga disebut transformasi infinitesimal . Jadi
mari meninjau apa yang terjadi pada Persamaan(7.9) ketika sudut θ digan-
tikan oleh sebuah sudut δ yang sangat kecil (infinitesimal). Untuk orde
pertama di dalam δ
cos δ = 1
sin δ = δ
x → x + yδ
(7.10)
y → y − xδ
7.3. SIMETRI-SIMETRI YANG LEBIH UMUM 83
ẋ → ẋ + ẏδ
(7.11)
ẏ → ẏ − ẋδ
δv x = yδ
(7.12)
δv y = −xδ
δv qi = fi (q)δ (7.13)
Dalam kata-kata yang lain, tiap koordinat bergeser sebesar suatu jumlah
yang sebanding dengan δ, tetapi faktor kesebandingan tersebut bergantung
pada dimana kita berada di dalam ruang konfigurasi (yaitu ruang posisi).
84 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN
fx = y
fy = −x
δv ẋ = ẏδ
(7.15)
δv ẏ = −ẋδ
Sekarang kita bisa menyatakan ulang pengertian dari suatu simetri untuk ka-
sus yang bersifat infinitesimal. Sebuah simetri yang bersifat kontinu adalah
sebuah transformasi infinitesimal koordinat-koordinat yang mana peruba-
han di dalam Lagrangiannya adalah nol. Hal ini secara khusus mudah
diperiksa apakah Lagrangian tersebut invarian menurut simetri yang kon-
tinu: segala hal yang harus kita lakukan adalah memeriksa apakah vari-
asi orde pertama dari Lagrangian adalah nol. Jika demikian, maka kita
memperoleh sebuah simetri. Sekarang marilah melihat apakah akibat-akibat
(konsekuensi-konsekuensi) dari suatu simetri.
l = ypx − xpy
Sekali lagi, seperti dalam kasus translasi, terdapat suatu hal yang lebih dalam
terlibat dari pada sekedar momentum sudut sebuah partikel tunggal:
Untuk sistem partikel apapun (semabarang), jika Lagrangiannya invarian
menurut rotasi yang simultan dari posisi-posisi seluruh partikel di sekitar
titik asal, maka momentum sudutnya adalah kekal.
Latihan 5: Tentukanlah Persamaan gerak untuk sebuah pendulum seder-
hana yang panjangnya l, yang sedang berayun melalui suatu busur pada
bidang x, y dari suatu sudut awal θ.
2
Simultan = serempak.
3
Sebagai Latihan, silahkan coba sendiri.
7.5. KEMBALI KE CONTOH-CONTOH 87
Sejauh ini contoh-contoh kita telah menjadi sangat trivial (tidak sig-
nifikan). Formulasi Lagrangian adalah cantik, elegan, dan sebagainya, tapi
apakah Formulasi Lagrangian tersebut sungguh-sungguh tepat untuk menye-
lesaikan masalah yang sulit? Tidak bisakah dengan hanya menggunakan
F = ma saja?
Cobalah itu. Terdapat sebuah contoh: pendulum ganda. Sebuah pen-
dulum berayun pada bidang x, y yang digantungkan pada sebuah titik asal.
Tangkai penduluum tersebut dianggap tidak bermassa, dan beban (benda
yang digantungkan pada salah satu ujung yang lain tangkai pendulum pen-
dulum tersebut) adalah M . Untuk menyederhanakan persoalan, misalkan
panjang tangkai tersebut 1 meter dan massanya 1 kg. Berikutnya, ambil pen-
dulum lain yang identik tetapi gantungkanlah pada beban pendulum yang
pertama tadi, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7.3. Kita bisa mem-
pelajari dua kasus: dengan dan tanpa medan gravitasi.
7-3.jpg
x1 = sin θ → r = 1
y1 = cos θ → r = 1
x2 = sin θ + sin(α + θ) → r = 1
y2 = cos θ + cos(α + θ) → r = 1
91
92KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI
L = L(qi , q̇ i , t) (8.1)
dimana ketergantungan terhadap waktu t ada karena variasi waktu dari selu-
ruh parameter yang mengendalikan perilaku sistem.
8.2. KONSERVASI (KEKEKALAN) ENERGI 93
∂L
q¨i = pi q¨i .
∂ q̇ i
Jika kita mengkombinasikan semuanya, kita memperoleh
dL X ∂L
= (ṗi q̇ i + pi q¨i ) +
dt i
∂t
untuk memperoleh
dL d X ∂L
= (pi q̇ i ) + (8.3)
dt dt i ∂t
dH ∂L
=− (8.5)
dt ∂t
1
L = mẋ2 − V (x) (8.6)
2
dan momentum kanoniknya adalah hanya merupakan momentum yang biasa
p = mẋ (8.7)
m 2
L= ẋ − (t)x
2
Sekarang energi partikel menjadi tidak kekal. Dengan bergantung pada lokasi
sesaat partikel, x, energinya berubah-ubah menurut
dH d
= x
dt dt
4
Atau sumber energi listrik.
8.3. PERSAMAAN RUANG FASE DAN PERSAMAAN HAMILTONIAN97
p = mẋ
1
H = mẋ2 + V (x)
2
p
Ketika kita menggantikan kecepatannya dengan m
, Hamiltoniannya menjadi
98KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI
itu. Kita mulai dengan sebuah Hamiltonian yang adalah merupakan sebuah
fungsi dari qi dan pi :
H = H(pi , qi )
∂H
ṗi = −
∂qi
(8.12)
∂H
q̇ i =
∂pi
Sehingga kita bisa melihat bahwa untuk tiap arah di dalam ruang fase, ter-
dapat sebuah persamaan tunggal orde pertama.
Mari berhenti untuk meninjau bagaimana Persamaan-persamaan ini ter-
hubung dengan Bab yang paling awal buku ini, yang mana kita mendeskrip-
sikan bagaimana hukum-hukum deterministik dari fisika memprediksikan
masa depan suatu sistem fisika. Apa yang dikatakan Persamaan(8.12) adalah
berikut:
”Jika pada suatu waktu anda mengetahui nilai-nilai eksak dari semua
koordinat dan semua momentum dan anda mengetahui bentuk Hamiltonian-
nya, Persamaan-persamaan Hamiltonnya akan memberitahu anda kuantitas-
kuantitas yang bersesuaian pada suatu waktu yang sangat singkat kemudian.
Dengan suatu proses update yang beruntun dan teratur, anda bisa menen-
tukan suatu trayektori yang melalui ruang fase tersebut.”
dimana V (0) dan c adalah konstanta. Alasan mengapa tidak terdapat suku
linear yang proporsional dengan q adalah bahwa turunan dV dq
haruslah nol
pada minimum. Kita bisa juga menghilangkan suku V (0) karena penamba-
han sebah konstanta pada energi potensial tidak memiliki efek.
Bentuk Persamaan(8.13) tidaklah sangat umum; V bisa saja mengandung
suku-suku dari semua orde, sebagai contoh q 3 ataupun q 4 . Tetapi sepanjang
sistem berdeviasi7 dari q = 0 dengan hanya suatu jumlah nilai penyimpangan
(deviasi) yang sangat kecil, suku-suku orde yang lebih tinggi ini akan bisa
diabaikan dibanding suku kuadratiknya. Alasan ini berlaku untuk seluruh
jenis sistem: pegas, pendulum, osilasi gelombang suara, gelombang elektro-
magnetik dan sebagainya.
Saya akan menuliskan Lagrangiannya di dalam bentuk yang mungkin ter-
lihat seperti sebuah bentuk khusus yang melibatkan sebuah bentuk khusus
yang melibatkan sebuah konstanta tunggal yang disebut ω:
1 2 ω 2
L= q̇ − q (8.14)
2ω 2
Latihan 1: Mulailah dengan Lagrangian
mẋ2 k 2
L= − x
2 2
dan tunjukkanlah bahwa jika anda membuat perubahan di dalam variabel-
variabel q = (km)1/4 x, Lagrangian tersebut memiliki bentuk yang diturunkan
dari Persamaan(8.14). Apakah hbungan di antara k, m dan ω?
Latihan 2: Mulailah dengan Persamaan(8.14), hitunglah Hamiltonian
di dalam suku-suku p dan q.
Hamiltonian yang bersesuaian dengan Persamaan(8.14) sangan sederhana
bentuknya, yaitu
ω
H = (p2 + q 2 ) (8.15)
2
Untuk memperoleh H di dalam bentuk sederhana seperti itu kita mengubah
variabel-variabel dari x menjadi q di dalam Latihan 1.
Salah satu kekhasan dari formulasi Hamiltonian adalah betapa simetrinya
Hamiltonian diantara q dan p. Di dalam kasus osilator harmonik, Hamilto-
niannya hampir sepenuhnya simetri. Satu-satunya ketidak simetrian (atau
6
Aproksimasi = tindakan pendekatan.
7
Berdeviasi = melenceng atau menyimpang menjauhi suatu garis tertentu.
8.4. HAMILTONIAN OSILATOR HARMONIK 101
ṗ = −ωq
(8.16)
q̇ = ωp
q̈ = −ω 2 q (8.17)
Kedua, ini adalah Persamaan orde kedua, yang bermakna yang bermakna
bahwa Persamaan ini melibatkan turunan kedua terhadap waktu. Di sisi
lain Persamaan-Persamaan Hamiltonian, tiap persamaannya adalah berorde
pertama. Bagaimanapun juga, ini bermakna bahwa dua Persamaan orde
pertama tersebut adalah setara (ekuivalen) terhadap satu persamaan orde
kedua. Kita bisa melihat hal ini dengan mendiferensialkan persamaan kedua
di dalam Persamaan(8.16) terhadap waktu,
q̈ = ω ṗ
dalam ruang fase adalah lingkaran konsentrik disekitar titik asal. Argumen-
nya sangat sederhana. Lihatlah kembali pada ekspresi Hamiltonian, Per-
samaan(8.15). Hamiltonian, yang adalah energi, kekal. Akibatnya, q 2 + p2
adalah konstan terhadap waktu. Di dalam kata lain, jarak dari titi asal
di dalam ruang fase adalah konstan dan titik fase bergerak pada sebuah
lingkaran berjari-jari tetap. Faktanya, Persamaan(8.16) adalah persamaan
untuk sebuah titik yang bergerak dengan kecepatan sudut ω yang konstan
disekitar titik asal. Hal yang menarik secara khusus adalah fakta bahwa
kecepatan sudut di dalam ruang fase adalah sama bagi semua orbit, tidak
bergantung pada energi osilator. Saat titik fase melingkari titik asal, anda
dapat memproyeksikan geraknya pada sumbu horizontal q, seperti yang di-
tunjukkan di dalam Gambar 8.1. Titik fase ini bergerak bolak-balik di dalam
8-1.jpg
suatu gerak osilasi, tepat seperti yang diharapkan. Namun, gerak melingkar
dua dimensi di dalam ruang fase adalah sebuah deskripsi gerak yang lebih
komprehensif. Dengan memproyeksikannya pada sumbu vertikal p, kita meli-
hat bahwa momentum juga berosilasi.
Osilator harmonik adalah sederhana secara khusus.Pada umumnya gerak
sebuah sistem di dalam ruang fase adalah lebih rumit dan kurang atau tidak
simetri. Tetapi fakta bahwa titik fase tetap pada sebuah kontur energi yang
konstan adalah sesuatu yang universal. Nantinya kita akan menemukan sifat-
sifat yang lebih umum dari gerak di dalam ruang fase.
8.5. PENURUNAN PERSAMAAN-PERSAMAAN HAMILTONIAN 103
Mari membandingkankan hasil ini dengan aturan umum untuk suatu pe-
rubahan yang kecil di dalam sebuah fungsi dari beberapa variabel:
X ∂H ∂H
δH = δpi + δqi
i
∂p i ∂q i
Oleh pencocokan suku-suku yang sebanding terhadap δqi dan δpi , kita tiba
pada
∂H
= q̇ i
∂pi
(8.18)
∂H ∂L
= −
∂qi ∂qi
Hanya tinggal satu langkah terakhir, dan itu adalah menuliskan Persamaan-
persamaan Lagrange di dalam bentuk
∂L
= ṗi
∂qi
104KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLAS
∂H
q̇ =
∂pi
(9.1)
∂H
ṗi = −
∂qi
sehingga fluida tersebut mengalir tanpa henti melalui ruang fase tersebut.
Salah satu contoh yang baik untuk memulai pembelajaran tentang hal ini
adalah osilator harmonik. Di dalam Kuliah 8 kita telah melihat bahwa tiap
105
106KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE
titik pada osilator harmonik bergerak di dalam satu orbit melingkar dengan
kecepatan sudut seragam. (Ingatlah kita sedang membicarakan mengenai
ruang fase, bukan ruang koordinat. Di dalam ruang koordinat, osilator berg-
erak bolak-balik di dalam satu dimensi.) Keseluruhan fluida bergerak di
dalam suatu gerak yang rigid 1 , secara seragam bersirkulasi disekitar titik
asal ruang fase.
Sekarang mari kembali ke kasus umum. Jika jumlah koordinat-koordinat-
nya N , maka ruang fasenya, dan fluidanya adalah berdimensi 2N . Fluida
mengalir, tetapi dalam suatu cara yang sangat khas2 . Ada fitur-fitur aliran
tertentu yang sungguh-sungguh sangat khas. Salah satu dari fitur-fitur khas
ini adalah bahwa jika sebuah titik mulai bergerak dengan suatu nilai energi
tertentu–suatu nilai tertentu dari H(q, p)–maka titik tersebut tetap memi-
liki nilai energi yang sama. Permukaan-permukaan dari energi yang tetap
(sebagai contoh, energi E) didefinisikan oleh Persamaan
H(q, p) = E (9.2)
9-1.jpg
Saya ingin kita berhenti sejenak untuk mengingat kembali tentang Kuliah
yang pertama, dimana saya membahas koin-koin, dadu-dadu, dan ide-ide pal-
ing sederhana dari suatu hukum gerak. Saya mendeskripsikan hukum-hukum
tersebut dengan suatu kumpulan anak-anak panah yang menghubungkan
titik-titik yang merepresentasikan keadaan-keadaan sistem. Saya juga men-
jelaskan bahwa terdapat hukum-hukum reversibel yang diijinkan. Apakah
yang mencirikan suatu hukum yang terijinkan? Jawabannya adalah bahwa
setiap ttik tersebut haruslah memiliki satu anak panah datang dan satu
anak pada pergi. Jika pada satu titik jumlah anak panah datang melebihi
jumlah anak panah pergi (situasi ini disebut konvergensi), maka hukumnya
bersifat irreversibel. Hal yang sama juga berlaku jika jumlah anak panah
yang pergi melebihi jumlah anak panah yang datang (situasi ini disebut di-
vergensi). Baik konvergensi ataupun divergensi melanggar reversibilitas dan
oleh karena itu terlarang. Sejauh ini kita belum kembali pada garis gagasan
tersebut. Sekarang adalah waktunya.
108KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE
9-2.jpg
X ∂vqi ∂vpi
∇ · ~v = + (9.5)
i
∂qi ∂pi
kecepatan sebuah partikel fiktif pada titik tersebut. Dalam kata lain,
vqi = q̇ i
vpi = ṗi
Selain itu, q̇ i dan ṗi secara tepat merupakan kuantitas-kuantitas yang Persamaan-
persamaan Hamilton, (9.1) berikan
∂H
vqi =
∂pi
(9.6)
∂H
vpi =
∂qi
Segala yang perlu dilakukan adalah masukanlah Persamaan(9.6) ke dalam
Persamaan(9.5) dan lihatlah apa yang kita dapatkan:
X ∂ ∂H ∂ ∂H
∇ · ~v = − (9.7)
i
∂qi ∂pi ∂pi ∂qi
∇ · ~v = 0.
akan tetap seperti pada permulaannya. Jadi kita bisa memfrasekan ulang
Teorema Liouville: volume yang ditempati oleh suatu tetesan fluida ruang
fase adalah kekal terhadap waktu.
Mari ambil contoh osilator harmonik yang padanya fluida bergerak sekitar
titik asal di dalam lingkaran-lingkaran. Jalas bahwa tetesan fluida tersebut
mempertahankan volumenya karena semua tetesan tersebut melakukan rotasi
yang rigid. Faktanya, bentuk tetesan tetaplah sama. Tetapi fakta yang
kemudian ini adalah khusus bagi osilator harmonik. Marilah ambil contoh
lainnya. Anggap Hamiltoniannya diberikan oleh
H = pq
q̇ = q
ṗ = −p
Saya tidak mengetahui secara pasti apa yang Poissson sednag lakukan ketika
dia menemukan kurungnya, tetapi saya menduga dia cuma sekedar kelela-
han menuliskan sisi kanan Persamaan(9.8) dan memutuskan untuk meny-
ingkat penulisannya dengan sebuah simbol baru. Ambilah dua fungsi apapun
5
Nubuatan adalah suatu ramalan atau prediksi yang dibuat mengenai peristiwa-
peristiwa dimasa depan yang pasti akan terjadi dan memiliki kuasa Ilahi.
114KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE
dari ruang fase, G(q, p) dan F (q, p). Jangan khawatirkan mengenai arti-arti
fisikanya atau apakah salah satunya adalah Hamiltonian. Kurung Poisson
dari F dan G didefinisikan sebagai
X ∂F ∂G ∂F ∂G
{F, G} = − (9.9)
i
∂qi ∂pi ∂pi ∂qi
Ḟ = {F, H} (9.10)
Hal yang luar biasa dari Persamaan(9.10) adalah bahwa Persamaan ini merang-
kum sangat banyak hal. Turunan terhadap waktu dari kuantitas apapun
diberikan oleh kurung Poisson6 dari kuantitas tersebut dengan Hamiltonian.
Persamaan(9.10) bahkan mengandung Persamaan-persaman Hamilton itu
sendiri. Untuk melihatnya, misalkan F (q, p) hanyalah menjadi salah satu
dari q:
q̇ k = {qk , H}
Sekarang, jika anda mengerjakan kurung Poisson dari qi dan H, anda akan
menemukan bahwa kurung Poisson tersebut hanya memiliki satu suku, satu
yang dimana anda mendiferensialkan qk terhadap dirinya sendiri. Karena
∂qk
∂qk
= 1, kita menemukan bahwa kurung Poisson {qk , H} adalah pasti sama
dengan ∂H
∂p
, dan kita kembali mendapatkan Persamaan-persamaan Hamilton
yang pertama. Persamaan yang kedua secara mudah terlihat setara dengan
ṗk = {pk , H}
6
Dari bahasa Inggrisnya Poisson Bracket yang ditulis singkat sebagai PB.
Kuliah 10
Kurung Poisson, Momentum Sudut dan Simetri
Secara khusus hal ini bermakna bahwa PB dari suatu fungsi dengan
dirinya sendiri adalah sama dengan nol.
{A, A} = 0 (10.3)
2. Sifat berikutnya adalah linearitas pada salah satu entri nya. Linearitas
melibatkan dua sifat. Yang pertama, jika anda mengalikan A (tetapi
tidak demikian dengan C) dengan sebuah konstanta k, PB memperoleh
hasil yang dikalikan dengan konstanta yang sama:
115
116KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI
{qi , qj } = 0
(10.7)
{pi , pj } = 0
Sekarang kita memiliki semua yang kita butuhkan untuk menghitung PB.
Kita bisa mengabaikan definisi dari PB dan memikirkan Persamaan(10.2)
sampai Persamaan(10.8) sebagai sautu himpunan aksioma1 bagi sebuah sis-
tem formal mekanika.
1
Aksioma adalah suatu pernyataan atau anggapan yang diterima, yang dianggap benar
dan dibuktikan oleh dirinya sendiri. Dalam Matematika, Aksioma merupakan suatu perny-
ataan atau proposisi pada yang mana sebuah bentuk yang terdefinisikan secara abstrak
didasarkan.
10.1. SEBUAH RUMUSAN AKSIOMATIK MEKANIKA 117
dF (q)
{F (q), p} = (10.13)
dq
Karena fungsi licin apapun bisa secara acak diaprosimasikan dengan baik oleh
sautu polinomial, ini membantu kita untuk membuktikan Persamaan(10.13)
bagi fungsi q apapun. Kenyataannya, bisa lebih jauh lagi. Untuk fungsi q
dan p apapun, adalah mudah untuk membuktikan bahwa
dF (q, p)
{F (q, p), pi } = (10.14)
dqi
∂F (q, p)
{F (q, p), qi } = − (10.15)
∂qi
δx = fx = −y
(10.16)
δy = fy = +x
Q = px f x + py f y
Sekarang saya mau melangkah menuju ruang tiga dimensi, dimana mo-
mentum sudut memiliki status sebagai sebuah vektor. Persamaan(10.16)
tetap berlaku, tetapi mengandung pengertian yang baru: Persamaan(10.16)
menjadi aturan bagi suatu sistem yang berotasi di sekitar sumbu z. Faktanya,
kita dapat mengisinya dengan sebuah Persamaan ketiga yang mengekspre-
sikan kenyataaan bahwa z tidak berubah oleh suatu rotasi disekitar sumbu
z:
δx = fx = −y
(10.18)
δy = fy = +x
δz = 0
Lz = xpy − ypx
Lx = ypz − zpy
Ly = zpx − xpz
Seperti yang mungkin anda harapkan, tiap komponen vektor L ~ adalah kekal
jika sistemnya memiliki simetri rotasi di sekitar setiap sumbu.
Sekarang marilah kita meninjau beberapa kurung Poisson yang meli-
batkan momentum sudut. Sebagai contoh, tinjaulah PB dari x, y dan z
120KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI
dengan Lz
{x, Lz } = {x, (xpy − ypx )}
(10.19)
{y, Lz } = {y, (xpy − ypx )}
{z, Lz } = {z, (xpy − ypx )}
Anda bisa menyelesaikan PB-PB ini menggunakan definisi Persamaan(10.1),
atau anda juga bisa menggunakan aksioma-aksiomanya.
Latihan 3: Dengan menggunakan kedua definisi PB dan aksioma-aksio-
manya,, selesaikanlah PB di dalam Persamaan-Persamaan(10.19).
Petunjuk: Di dalam tiap ekspresi, lihatlah untuk tiap entry yang di dalam
kurung yang memiliki PB bukan nol dengan koordinat-koordinat x, y atau
z. Sebagai contoh, di dalam PB yang pertama, x memiliki sebuah PB bukan
nol dengan px
Berikut adalah hasil-hasilnya:
{x, Lz } = −y
{y, Lz } = +x
{z, Lz } = 0
Jika kita membandingkan hasil-hasil ini dengan Persamaan(10.18) kita
menemukan sebuah pola yang sangat menarik. Dengan mengambil PB koordi-
nat-koordinat dengan Lz kita memproduksi ulang (terpisah dari ) ekspresi-
ekspresi untuk rotasi infinitesimal di sekitar sumbu z. Dalam kata lain,
{x, Lz } ∼ δy
{y, Lz } ∼ δx
{z, Lz } ∼ δz
dimana ∼ berarti ”terpisah dari faktor .”
Fakta bahwa pengambilan sebuah PB dengan suatu kuntitas kekal meng-
hasilkan transformasi sifat dari koordinat-koordinat di bawah sebuah simetri–
simetri yang berhubungan dengan suatu hukum kekekalan–bukanlah suatu
kebetulan. Hal tersebut adalah merupakan sesuatu yang sangat umum dan
memberi pada kita cara lain untuk memikirkan mengenai hubungan di an-
tara simetri dan kekekalan. Sebelum kita megejar hubungan ini lebih jauh,
mari mengeksplorasi PB-PB lainnya yang melibatkan momentum sudut. Per-
tama sekali, adalah mudah untuk menggeneralisasikannya ke komponen L
lainnya. Sekali lagi, anda dapat melakukannya dengan mensikluskan x →
y, y → z, z → x. Anda akan memperoleh enam buah Persamaan lagi, dan
anda mungkin membayangkan apakah ada suatu cara yang cantik untuk
merangkumnya. Faktsnys: ada.
10.3. MATEMATIKA INTERLUDE: SIMBOL LEVI-CIVITA 121
10-1.jpg
Mulailah pada salah satu dari ketiga bilangan tersebut dan melangkahlah
searah jarum jam. Anda memperoleh (123), (231) dan (312), bergantung
pada dari mana anda memulainya. Jika anda melakukan hal yang sama
dengan melangkah berlawan arah jarum jam, anda mendapatkan (132), (213)
dan (321). Aturan untuk simbol Levi-Civita adalah ijk = 1 untuk urutan
searah jarum jam, ijk = −1 untuk urutan yang berlawanan arah jarum jam
dan ijk = 0 jika terdapat minimal dua indeks yang sama.
{x2 , L1 } = −x3 .
Sebagai contoh,
{px , Lz } = −py
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa PB-PB dari p dan L memiliki
bentuk yang sama persis seperti PB-PB dari x dan L. Ini menarik karena p
dan x bertransformasi dengan cara yang sama dibawah pengaruh suatu rotasi
koordinat. Sama seperti δx ∼ −y di sekitar z, variasi px adalah sebanding
terhadap −py .
Makna dari hal ini sungguh dalam. Hal tersebut menyatakan bahwa
untuk menghitung perubahan di dalam sebuah kuantitas ketika koordinat-
koordinatnya dirotasikan, kita menghitung PB kuantitas tersebut dengan
momentum sudutnya. Untuk suatu rotasi di sekitar sumbu ke i,
δF = {F, Li } (10.21)
Persamaan(10.22) tersebut sangat cantik, tetapi apa yang bisa kita lakukan
dengannya? Untuk mengilustrasikan kekkuatan dari Persamaan(10.22) terse-
but, mari meninjau sebuah bola kecil yang sedang berspin sangat cepat di
luar angkasa. Kita menamakannya sebuah rotor. Pada waktu sesaat kapan-
pun terdapat sebuah sumbu rotasi, dan momentum sudutnya ada sepanjang
sumbu tersebut. Jika rotor tersebut diisolasi dari segala bentuk pengaruh
dari luar, maka momentum sudutnya akan menjadi kekal dan sumbu ro-
tasinya tidak akan berubah.
Sekarang anggaplah rotor tersebut memiliki beberapa muatan listrik.
Karena rotor tersebut berspin dengan cepat, rotor tersebut berkelakuan
seperti sebuah elektromegnetik dengan kedua kutubnya (utara dan selatan)
berada disepanjang sumbu rotasinya. Kekuatan dipolenya adalah sebanding
dengan rate (laju) rotasinya, atau yang lebih baik lagi, momentum sudutnya.
Ini tidak akan membuat perbedaan apapun, kecuali kalau kita meletakan ke-
seluruhan sistem di dalam suatu medan magnetik B. ~ Dalam kasus ini, akan
terdapat beberapa energi yang berhubungan dengan tiap pergeseran di an-
tara L~ dan B
~ (lihat Gambar 10.2)
10-2.jpg
Gambar 10.2: Sebuah rotor disejajarkan pada suatu sudut tertentu terhadap
sebuah medan magnetik.
L̇z = {Lz , H}
L̇x = {Lx , H}
L̇y = {Ly , H}
10.6. SIMETRI DAN KEKEKALAN 125
Apakah ada perubahan dalam F (x) dibawah pengaruh suatu translasi in-
finitesimal berjarak ? Jawabannya adalah
dF
δF =
dx
atau
δF = {F (x), p}
Berikut ini adalah salah satu contoh yang lainnya: Jika suatu sistem memiliki
invariansi translasi waktu, maka Hamiltoniannya kekal. Apakah ada peruba-
han kecil pada sebuah kuantitas dibawah pengaruh suatu translasi waktu?
Anda menebaknya, PB kuntitas tersebut dengan H.2
Mari lihat apakah kita dapat menggeneralisasi hubungan tersebut. Mis-
alkan G(q, p) adalah fungsi sembarang dari koordinat dan momentum dari
sebuah sistem. Saya menggunakan G karana saya akan menyebutnya gener-
ator. Apa yang dihasilkan olehnya adalah suatu pergeseran kecil titik-titik
ruang fase. Oleh definisi, kita akan menggeser setiap titik pada ruang fase
dengan besar pergeseran δqi , δpi , dimana
δqi = {qi , G}
(10.25)
δpi = {pi , G}
Persamaan(10.25) menghasilkan salah satu transformasi infinitesimal dari
ruang fase. Transformasi yang dihasilkan oleh G mungkin ataupun tidak
mungkin menjadi sebuah simetri dari sistem tersebut. Apa tepatnya maksud
tersebut bermakna bahwa itu adalah sebuah simetri? Itu bermakna bahwa
tidak masalah di mana pun anda memulainya, transformasi tersebut tidak
mengubah energi. Dengan kata lain, jika δH = 0 dibawah pengaruh trans-
formasi yang dihasilkan oleh G, maka transformasi tersebut adalah sebuah
simetri. Oleh karena itu kita bisa menuliskan persyaratan bagi sebuah simetri
adalah
{H, G} = 0 (10.26)
Tetapi Persamaan(10.26) bisa dibaca dengan cara lainnya. Karena per-
tukaran urutan dari dua fungsi di dalam PB hanya mungubah tanda, Per-
samaan(10.26) boleh diekspresikan sebagai
{G, H} = 0 (10.27)
yang mana secara tepat adalah merupakan persyaratan bahwa G adalah
kekal. Kita bisa menyatakan hal tersebut demikian: Kurung Poisson yang
2
Yaitu dengan Hamiltoniannya.
10.6. SIMETRI DAN KEKEKALAN 127
129
130 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK
~
A(X). Divergensi A~ adalah perkalian titik ∇
~ dan A,
~ dalam hal ini ∇
~ · A.
~
Pengertian simbol ini bisa ditebak dengan mudah menggunakan analoginya
dengan perkalian titik yang biasa:
Sekarang mari meninjau perkalian silang (cross product) dua buah vek-
tor V~ dan A~ yang menghasilkan vektor lainnya. Komponen-komponen dari
perkalian silang tersebut adalah
(V~ × A)
~ x = Vy Az − Vz Ay
(V~ × A)
~ y = Vz Ax − Vx Az
(V~ × A)
~ z = Vx Ay − Vy Ax
~ × A)
~ i=
XX ∂Ak
(∇ ijk
j k
∂xj
~ × A)
~ x = ∂Az ∂Ay
(∇ −
∂y ∂z
~ × A)
~ y ∂Ax ∂Az
(∇ = −
∂z ∂x
~ × A)
~ z ∂Ay ∂Ax
(∇ = −
∂x ∂y
Apa yang telah kita lakukan adalah untuk memulai dengan sebuah medan
~
vektor A(X) dan menghasilkan medan vektor ∇~ ×A~ lainnya dengan men-
~ di dalam sebuah cara khusus. Medan vektor ∇
diferensialkan A ~ ×A~ yang
~
baru ini disebut curl (rotasi) A.
132 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK
lokal bisa dideteksi. Dalam kata lain, jika kita ingin mengetahui apakah
terdapat sebuah medan listrik ataupun magnetik di dalam suatu wilayah
atau ruang yang kecil, kita bisa melakukan suatu eksperimen pada wilayah
yang sama tersebut untuk mencari tahu. Eksperimen tersebut biasanya men-
gandung kegiatan pengamatan apakah terdapat gaya-gaya tertentu apa saja
yang dikerahkan oleh partikel-partikel bermuatan listrik di dalam wilayah
tersebut. Tetapi potensial vektor tidak bisa dideteksi secara lokal. Yang per-
tama, potensial-potensial vektor tidak secara unik didefinisikan oleh medan
magnetik yang merepresentasikannya.
Anggap B~ diberikan oleh sebuah potensial vektor, seperti di dalam Per-
samaan(11.5). Kita bisa selalu menambahkan sebuah gradien pada A ~ un-
tuk mendefinisikan sebuah potensial vektor yang baru tanpa mengubah B. ~
Alasannya adalah bahwa curl dari suatu gradien adalah selalu nol. Jadi, jika
dua potensial vektor dihubungkan oleh
~0 = A
A ~ + ∇S
Energi potensial tidaklah unik: anda bisa selalu menambahkan sebuah kons-
tanta tanpa mengubah gaya yang dihasilkannya. Ini berarti bahwa anda
tidak akan pernah bisa secara langsung mengukur potensial, tetapi hanya
turunannya saja. Situasinya sama dengan potensial vektor, itulah mengapa
disebut sebauh potensial.
Mari meninjau sebuah contoh dari sebuah medan magnetik dan potensial-
potensial vektor yang terhubung dengannya. Kasus yang paling sederhana
adalah sebuah pointing medan magnetik seragam, katakanlah, sepanjang
sumbu z:
Bx = 0
By = 0 (11.7)
Bz = b
Ax = 0
AY = bx (11.8)
Az = o
Ketika curl A ~ dihitung, hanya terdapat satu suku yang bukan nol, yakni
∂Ay
∂x
= b. Jadi satu-satunya komponen medan magnetiknya adalah komponen
z, dan nilai dari komponen tersebut adalah b.
Sekarang, ada satu hal yang lucu pada Persamaan(11.8). Medan mag-
netik seragamnya terlihat menjadi sepenuhnya simetrik terhadap rotasi-rotasi
pada bidang x, y. Tetapi potensial vektornya hanya memiliki sebuah kom-
ponen y. Namun, kita bisa saja menggunakan sebuah potensial vektor A ~0
yang berbeda, satu dengan hanya sebuah komponen x, untuk menghasilkan
medan magnetik yang sangat serupa:
A0 x = −by
A0 (y) = 0 (11.9)
A0 (z) = 0
11.5 Lagrangian
Semua ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah mengekspresikan gaya-
gaya magnetik di dalam Perinsip (asas) aksi, atau Lagrangian, yaitu mem-
bentuk mekanika? Salah satu sumber yang membuat bingung adalah simbol
untuk aksi dan simbol untuk potensial vektor adalah kedua-duanya diwak-
ili oleh simbol yang sama, yaitu huruf A. Dalam pemamparan selanjutnya
kita akan menggunakan A untuk aksi dan A ~ atau Ai untuk potensial vektor.
Mari abaikan atau set ke nol nilai dari medan listrik dan berkonsentrasi pada
medan magnet, atau gaya Lorentz.
Memulai dengan aksi untuk sebuah partikel bebas tanpa gaya-gaya apapun:
Z t1
A+ L(x, ẋ)dt
t0
dengan
1
L = m(ẋi )2
2
Di sini indeks i mengacu pada arah ruang dan tanda penjumlahan untuk
melakukan penjumlahan terhadap x, y, z telah ditinggalkan menjadi implisit.
Terbiasalah dengannya.
Apakah yang bisa kita tambahkan pada aksi atau Lagrangian untuk
menghasilkan sebuah gaya Lorentz? Jawabannya tidak terlalu jelas. Na-
mun, kita tahu bahwa apapun bahan tambahannya, bahan tersebut haruslah
sebanding dengan muatan listrik dan harus juga melibatkan beberapa bentuk
medan magnet.
Anda dapat bereksperimen dengan hal tersebut dan mulai dibuatnya frus-
tasi. Tidak ada apapun yang bisa anda lakukan yang secara langsung meli-
batkan B~ yang akan menghasilkan gaya Lorentz. Kuncinya adalah potensial
vektor. Hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan dengan potensial
vektor adalah melakukan perkalian dot (skalar) potensial vektor tersebut den-
gan vektor kecepatan partikel. Ingatlah bahwa Lagrangian hanya melibatkan
posisi-posisi dan kecepatan-kecepatan. Anda mungkin mencoba melakukan
~ tetapi hal tersebut tidak bekerja dengan
perkalian dot vektor posisi denganA,
11.5. LAGRANGIAN 137
Di dalam Persamaan ini, AL adalah bagian aksi yang sedang kita tam-
bahkan untuk mencoba menghitung gaya Lorentz, oleh karena itu diberi
~ dengan menambahkan ∇S.
indeks bawah L. Anggap kita mengubah A ~ Pada
pandangan pertama, pengubahan ini akan terlihat mengubah AL dengan
penambahan suku
e t1 X ∂S dxi
∈ dt
c t0 i ∂xi dt
Jika anda melihat dengan teliti pada suku ini, anda akan menemukan bahwa
suku ini bisa disederhanakan. Elemen dt pada pembilang dan penyebut saling
meniadakan
e t1 X ∂S
∈ dxi
c t0 i ∂xi
Dan, maka keseluruhan hal lainnya adalah hanyalah perbedaan nilai S pada
permulaan dan akhir dari trayektorinya. Dalam kata lain, transformasi gauge
138 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK
menambahkan sebuah suku S1 −S0 pada aksi, dimana S0 dan S1 adalah nilai-
nilai S pada posisi awal dan akhir trayektori. Dalam kata lain, perubahan
dalam aksi oleh karena transformasi gauge adalah
S1 − S0 (11.15)
Apakah perubahan tersebut menghasilkan sebuah perbedaan pada Persama-
an-persamaan geraknya? Mari mengingat kembali tepatnya apakah yang
asas aksi sebenarnya katakan. Diberikan dua titik sembarang di dalam
ruang dan waktu, x0 , t0 dan x1 , t1 , ada banyak trayektori (lintasan) yang
menghubungkan kedua titik tersebut, tetapi hanya satu saja trayektori yang
sebenarnya diambil oleh sebuah partikel. Trayektori sesungguhnya adalah
salah satu trayektori yang meminimalkan atau membuat aksi menjadi sta-
sioner. Jadi yang kita lakukan adalah mengeksplorasi trayektori-trayektori
yang menghubungkan titik-titik tersebut sampai kita menemukan solusi aksi
stasionernya. Dari asas tersebut kita telah menurunkan Persamaan gerak
Euler-Lagrange.
Seperti yang kita temukan dalam Persamaan(11.15), sebuah transfor-
masi gauge mengubah aksi, tetapi hanya jika kita memvariasikan titik-titik
ujungnya. Jika titik-titik ujungnya dijaga tetap,perubahan pada aksi tidak
memiliki efek. Yang dilakukan oleh titik stasioner hanyalah mengubah trayek-
torinya tanpa sedikitpun menggeser titik-titik ujungnya. Meskipun aksinya
berubah, Persamaan-persamaan geraknya tidak berubah, demikian juga solu-
si-solusinya. Kita katakan bahwa Persamaan-persamaan gerak dan solusi-
solusinya adalah invarian gauge.
Satu lagi jargon: karena ada banyak kemungkinan potensial vektor yang
mendeskripsikan situasi fisika yang sama, sebuah pilihan spesifiknya secara
sederhana disebut gauge. Sebagai contoh, Persamaan-persamaan(11.8) dan
Persamaan-persamaan(11.9) merupakan dua gauge berbeda yang mendeskrip-
sikan medan magnetik seragam yang sama. Asas fisika bahwa hasil eksperi-
men apapun seharusnya tidak bergantung pada pilihan gauge disebut invar-
iansi gauge.
11.7 Hamiltonian
Sebelum membahas Hamiltonian sebuah partikel bermuatan listrik di dalam
sebuah medan magnetik, mari kembali pada definisi dari momentum partikel.
Anda mungkin masih menemukan hal tersebut membingungkan. Alasan-
nya adalah terdapat dua konsep terpisah: momentum mekanik dan mo-
mentum kanonik. Momentum mekanik adalah apa yang anda pelajari di
dalam mekanika dasar (momentum sama dengan massa kali kecepatan) dan
di dalam mekanika mekanika lanjutan (momentum kanonik sama dengan
turunan Lagrangian terhadap kecepatan). Di dalam situasi yang paling
sederhana dimana Lagrangian adalah hanya merupakan sekedar beda energi
kinetik dan energi potensial, kedua jenis momentum tersebut adalah sama.
Hal tersebut karena satu-satunya ketergantungan terhadap kecepatan adalah
1
2
mv 2 .
Tetapi ketika Lagrangian menjadi lebih kompleks, kedua jenis momen-
tum tersebut bisa jadi tidak lagi sama. Di dalam Persamaan(11.18) kita
melihat contoh tersebut. Momentum kanonik adalah momentum mekanik
tambah sebuah suku yang sebanding dengan potensial vektor. Kita dapat
menuliskannya di dalam notasi vektor:
e
p~ = m~v + A(x) (11.21)
c
Momentum mekanik tidak hanya terkenal; Momentum mekanik adalah bersi-
fat invarian gauge. Momentum mekanik dapat diamati secara langsung
dan di dalam pengertian tersebut momentum mekanik adalah ”real”. Mo-
mentum kanonik kurang dikenal dan kurang ”real”; Momentum kanonik
11.7. HAMILTONIAN 141
Seperti biasa, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari hukum-
hukum kekekalan. Kita telah mengetahui salah satunya: Hukum Kekekalan
energi. Seperti yang telah kita lihat, energinya adalah merupakan energi
kinetik bergaya lama3 21 mv 2 . Ini menyebabkan magnitudo kecepatannya
menjadi konstan.
Berikutnya, perhatikanlah bahwa satu-satunya koordinat yang muncul di
dalam H adalah x. Ini berarti bahwa ketika kita menyelesaikan Persamaan-
persamaan Hamilton, kita akan menemukan bahwa px tidak kekal, hanya
py dan pz saja yang kekal. Mari lihat apa implikasinya. Pertama Kompo-
nen z. Karena Az = 0, pz = mvz dan kekekalan pz mengindikasikan bahwa
komponen z kecepatan adalah konstan.
2
Dalam hal ini bukan energi kinetik 12 mv 2 yang biasanya.
3
Atau istilah terkenalnya adalah old fashioned.
11.8. GERAK DI DALAM SEBUAH MEDAN MAGNETIK SERAGAM143
eb
ax = vy (11.26)
mc
~ ·B
∇ ~ =0
12-1.jpg
sional, tidak ada apa pun yang khusus mengenai gaya sentral dari sudut
pandang matematika. Tetapi peran gaya sentral di dalam ilmu fisika dan se-
jarah fisika adalah sangat spesial. Masalah-masalah yang pertama kali disele-
saikan oleh Newton–masalah-masalah orbit-orbit planet–adalah merupakan
masalah yang berhubungan dengan gaya sentral. Gerak sebuah elektron yang
mengorbit sebuah inti atom hidrogen adalah sebuah masalah gaya sentral.
Dua buah atom yang saling mengorbit satu sama lain untuk membentuk
sebuah molekul sederhana bisa direduksikan ke dalam sebuah masalah gaya
sentral yang mana pusatnya adalah pusat massa sistem molukul sederhana
tersebut.
147
148KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Marilah fokus pada gerak Bumi ketika mengitari Matahari yang lebih
masif. Menurut hukum-hukum Newton, gaya yang dikerahkan oleh Mata-
hari terhadap Bumi adalah sama besar dan berlawanan arah terhadap gaya
yang dikerahkan oleh Bumi terhadap Matahari. Sebagai tambahan, arah
gaya-gaya tersebut adalah sepanjang garis penghubung kedua benda angkasa
tersebut. Karena Matahari jauh lebih berat dari pada Bumi, gerak Mata-
hari bisa diabaikan, dan posisi Matahari bisa dianggap sebagai sebuah lokasi
yang tetap (diam). Kita bisa memilih koordinat-koordinat yang sesuai agar
Matahari berada pada titik asal, yaitu x = y = z = 0. Sebaliknya, Bumi
bergerak di dalam suatu orbit yang mengelilingi titik asal tersebut. Mis-
alkan kita menuliskan lokasi Bumi dengan vektor ~r yang memiliki komponen-
komponen x, y, z. Karena Matahari diletakkan pada titik asal, gaya pada
Bumi mengarah menuju titik asal seperti yang ditunjukkan di dalam Gam-
bar 12.1. Magnitudo gaya tersebut hanya bergantung pada jarak r dari titik
asal. Sebuah gaya dengan sifat-sifat ini, yang menuju titik asal dan yang
hanya bergantung pada jarak disebut sebagai sebuah gaya sentral.
Misalkan kita menulis ulang vektor satuan dari Interlude 1:
~r
r̂ =
r
Di dalam bentuk Persamaan, definisi sebuah gaya sentral adalah
F~ = f (~r)r̂
dimana f (~r) menentukan dua hal, yang pertama, magnitudo f (~r) adalah
magnitudo gaya ketika Bumi berada pada jarak r terhadap Matahari yang
berada pada titik asal. Yang kedua, tanda dari f (~r) menentukan apakah
gayanya menuju ataukah menjauh dari Matahari sebagai pusat, dengan kata
lain, apakah gayanya saling tarik-menarik ataukah saling tolak-menolak.
Dalam kasus tertentu, jika f (~r) positif gayanya menjauhi Matahari (repulsif
atau tolak-menolak ), dan jika f (~r) negatif gayanya menuju Matahari (atraktif
atau tarik-menarik ).
Gaya diantara Matahari dan Bumi tentu saja adalah gaya gravitasi.
Menurut Hukum gravitasi Newton, gaya gravitasi diantara dua buah objek
bermassa m1 dan m2 memiliki sifat-sifat berikut:
N1: Gaya gravitasi bersifat tarik-menarik dan sebanding dengan perkalian
massa kedua objek dan dengan sebuah konstanta G. Hari ini kita men-
gacu pada G sebagai konstanta gravitasional universal Newton yang
nilainya adalah G = 6, 67 × 10−11 N m2 kg −2 .
N2: Gaya gravitasi berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak diantara
kedua objek tersebut.
12.2. ENERGI POTENSIAL GRAVITASI 149
~ = −G M m r̂
F~grav = W
r2
Persamaan gerak orbit BUmi adalah F = ma yang biasa, atau, dengan
menggunakan gaya gravitasi
d2~r Mm
m2
= −G 2 r̂
dt r
Perhatikanlah terdapat sebuah fakta menarik: massa Bumi pada kedua sisi
Persamaan di atas saling meniadakan, sehingga persamaan geraknya tidak
tergantung pada massa Bumi2 :
d2~r M
2
= −G 2 r̂ (12.1)
dt r
Sebuah objek yang massanya sangat berbeda, seperti satelit atau Bulan, bisa
mengorbit Matahari dalam orbit yang sama seperti Bumi. Satu peringatan
mengenai fakta ini: gerak Matahari bisa diabaikan hanya jika massanya
sedemikian masif jika dibandingkan dengan massa planet atau pun satelit
yang mengorbitnya.
Tidak sulit untuk menerka bentuk dari V untuk kasus gravitasi. Pertama,
karena gaya adalah proporsional (berbanding lurus) dengan konstanta GM m,
kita boleh mengharapkan bahwa energi potensial juga memiliki faktor ini.
Selanjutnya, karena gaya hanya bergantung pada jarak r, kita bisa meng-
harapkan energi potensial V (r) juga bergantung hanya pada r. Yang ter-
akhir, karena kita harus mendiferensialkan V (r) untuk memperoleh gaya dan
karena gaya proporsional terhadap r12 , energi potensial haruslah proporsional
terhadap − 1r . Sehingga pada akhirnya kita memperoleh
Mm
V (r) = −G
r
12-2.jpg
~ vektor posisi ~r dan
Gambar 12.2: Hubungan diantara Momentum sudut L,
vektor kecepatan ~v .
bahwa vektro L ~ tidak akan pernah berubah. Dari hal tersebut bisa kita
simpulkan bahwa bidang orbital tidak pernah berubah. Untuk menyeder-
hanakannya, orbit Bumi dan Matahari secara permanen berada pada suatu
bidang tetap yang tidak berubah. Dengan mengetahui hal ini, kita boleh
merotasikan koordinat-koordinatnya sehingga orbitnya berada pada bidang
x, y. Keseluruhan masalahnya adalah dibendingkan dengan dua dimensional,
koordinat ketiga z tidak memiliki peran apapun.
dVefektif
Fefektif = −
dr
Untuk segala tujuan yang bersifat aplikatif, kita bisa menganggap gerak r
hanyalah sebuah partikel yang energi kinetiknya memiliki bentuk yang biasa,
1
2
mṙ2 , yang energi potensialnya adalah Vefektif , dan Lagrangiannya adalah
mṙ2 p2 GM m
Lefektif = − θ2+ (12.13)
2 2mr r
yang sama tepat, kecuali kalau kita menerapkannya pada potensial efektif.
Pertama plot dua suku dalam Vefektif secara terpisah seperti yang ditunjukkan
di dalam Gambar 12.3. Perlu dicatat bahwa kedua suku tersebut berlawanan
tanda; suku sentrifugal positif dan suku gravitasional negatif. Alasannya
adalah bahwa gaya gravitasi bersifat atraktif dengan menarik partikel menuju
titik asal, sementara gaya sentrifugal mendorong partikel menjauhi titik asal.
12-3.jpg
Mendekati titik asal, suku sentrifugal adalah yang paling penting, tetapi
pada nilai-nilai r yang besar suku gravitasional memiliki magnitudo yang
lebih besar3 . Kita dapat menggabungkan kedua suku gaya tersebut sehingga
memperoleh grafik Vefektif seperti yang terlihat dalam Gambar 12.4. Catatlah
bahwa ketika dua suku tersebut digabungkan, grafiknya memiliki sebuah min-
imum. Hal tersebut mungkin terlihat aneh; kita tidak mengharapkan suatu
titik kesetimbangan dimana Bumi bisa bertahan. Tetapi kita harus mengin-
gat bahwa kita sedang hanya membahas sifat-sifat r dan mengabaikan sudut
θ. Poinnya adalah bahwa untuk masing-masing momentum sudut,terdapat
orbit-orbit tertentu yang mempertahankan suatu jarak radial yang konstan
ketika Planet-Planet bergerak mengelilingi Matahari. Orbit-orbit tersebut
melingkar. Pada grafik Vefektif , sebuah orbit melingkar direpresentasikan oleh
sebuah partikel fiktif yang sedang menempati keadaan diam pada titik min-
imum.
Mari menghitung nilai r pada minimum. Semua yang harus kita lakukan
adalah mendiferensialkan Vefektif terhadap r dan menset nilai turunan terse-
3
Lihat besar nilainya dan bukan pada tanda ±nya.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 155
12-4.jpg
but sama dengan nol. Ini adalah kalkulasi yang mudah, yang akan saya
tinggalkan untuk anda. Hasilnya adalah bahwa minimum terjadi pada
pθ
r= (12.14)
GM m2
Persamaan(12.14) menghasilkan jari-jari orbit Bumi (dengan mengasumsikan-
nya sirkular, yang mana tidak sungguh-sungguh tepat) yang diberikan oleh
momentum sudutnya.
Kita mulai dengan K1, Hukum Elips orbit Planet. Awal sebelumnya kita
mempelajari bahwa orbit-orbit melingkar yang bersesuaian berada di dalam
kesetimbangan pada minimum dari potensial efektifnya. Tetapi terdapat
gerak-gerak sistem efektif satu dimensi yang berosilasi bolak-balik dekat,
tetapi bukan pada minimumnya. Sebuah gerak jenis ini membuat Bumi se-
cara periodik semakin mendekat pada dan menjauh dari Matahari. Semen-
tara itu, karena Bumi mempunyai momentum sudut L, Bumi haruslah juga
bergerak mengelilingi Matahari. Dalam kata lain, sudut θ meningkat seir-
ing berjalannya waktu. Trayektori yang dihasilkan, pada yang mana jarak
berosilasi dan posisi sudut berubah adalah eliptikal.5 Gambar 12.5 menun-
jukkan orbit eliptikal tersebut. Jika anda mengikuti orbit dan menjaga hanya
jarak radialnya saja, posisi Bumi secara periodik bergerak masuk dan keluar
seperti jika Bumi sedang berosilasi di dalam potensial efektif. Untuk mebuk-
tikan orbit tersebut secara pasti berbentuk sebuah elips adalah sedikit sukar
dilakukan, dan kita tidak akan membuktikannya sekarang.
Mari alihkan perhatian kita pada sebuah partikel di dalam potensial efek-
tif. Bayangkanlah sebuah partikel dengan sedemikian besar energi sehingga
akan sepenuhnya terlepas dari cekungan energi potensial. Dalam orbit terse-
but partikel datang dari ketidakberhinggaan, memantul pada potensial di
dekat r = 0 dan terus bergerak bolak-balik, tidak pernah kembali ke keti-
dakberhinggaan tersebut. Orbit-orbit tersebut dikenal sebagai orbit-orbit
hiperbolik tidak terikat.
Sekarang mari kita bergerak menuju K2. Menurut Hukum Kedua Kepler,
saat vektor radial menyapu elips, luas area yang disapunya persatuan waktu
adalah selalu sama. Ini terdengar seperti sebuah hukum Kekekalan, dan
4
Atau yang juga terkenal sebagai Hukum Gravitasi Universal Newton.
5
Atau berbentuk elips.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 157
12-5.jpg
12-6.jpg
Akhirnya, kita tiba pada K3: Kuadrat periode orbital sebuah planet
adalah berbanding lurus dengan pangkat tiga jari-jari orbitnya.
Formulasi Kepler adalah sangat umum, tetapi kita akan mengerjakannya
hanya untuk orbit-orbit sirkular. Terdapat sejumlah cara yang menolong kita
untuk bisa melakukannya, tetapi yang tersederhana adalah dengan hanya
menggunakan Hukum Newton, F = ma. Gaya pada Bumi yang sedang
mengorbit adalah hanya gaya gravitasi saja, yang magnitudonya adalah
Mm
Fgravitasi = w = −G
r2
Disisi lain pada Kuliah 2 kita menghitung percepatan sebuah benda yang
bergerak dalam sebuah orbit sirkular (atau melingkar)
a = ω2r (12.17)
dimana ω adalah kecepatan sudut.
Latihan 1: Tunjukkanlah bahwa Persamaan(12.17) di atas adalah se-
buah konsekuensi dari Persamaan(12.3) dalam Kuliah 2.
Hukum Newton menjadi
Mm
G = mω 2 r.
r2
Kita dengan mudah bisa menyelesaikannya untuk ω 2
M
ω2 = G
r2
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 159
Langkah terakhir adalah untuk mencatat bahwa periode orbit, yaitu waktu
untuk menumpuh satu putaran elips penuh, adalah secara sederhana ter-
hubung dengan kecepatan sudut. Dengan menuliskan periode dengan meng-
gunakan huruf Yunani tau , τ , kita memiliki
2π
τ= .
ω
Secara tradisional kita akan menggunakan T untuk periode, tetapi kita telah
menggunakan T untuk energi kinetik. Dengan meletakan semuanya secara
bersama-sama kita memperoleh
2 4π 2 3
τ = r
GM
Terbukti, kuadrat periodenya adalah sebanding dengan pangkat tiga jari-
jarinya.
160KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Interlude I: Ruang-Ruang,
Trigonometri dan Vektor
Koordinat-Koordinat
Untuk mendeskripsikan titik-titik secara kuantitatif, kita membutuhkan se-
buah sistem koordinat. Pengkonstruksian suatu sistem koordinat dimulai
dengan pemilihan dan penetapan sebuah titik ruang sebagai titik asal (ori-
gin point). Sering kali titik asal tersebut dipilih untuk menyederhanakan
persamaan-persamaan matematika dari sistem yang dikaji. Sebagai con-
toh, teori Sistem Tata Surya kita akan menjadi lebih kompleks apabila kita
menetapkan titik asal di tempat lain selain dari pada Matahari. Singkatnya,
lokasi titik asal bisa dimana saja, tetapi setelah titik asal tersebut ditetapkan,
bertahanlah dengan pilihan tersebut (konsistenlah).
A1-1.jpg
Langkah selanjutnya adalah memilih tiga buah sumbu yang saling tegak
lurus. Sekali lagi, lokasi sumbu-sumbu tersebut bisa sembarang, asalkan
saling tegak lurus. Sumbu-sumbu yang biasa digunakan adalah x, y, dan z,
tetapi kita bisa juga memakai x1 , x2 , dan x3 . Sistem koordinat seperti ini
disebut sistem koordinat Kartesius (Cartesian coordinates system), seperti
terlihat dalam Gambar 1.
161
162KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
A1-2.jpg
A1-3.jpg
Kristus, atau awal dari sebuah eksperimen. Yang mana saja boleh, tetapi
sekali kita memilih titik asal tersebut, kita jangan mengubahnya.
selanjutnya kita perlu menetapkan arah waktu. Konvensi (kesepakatan)
yang biasa dipakai adalah bahwa waktu positif merupakan masa depan dari
titik asal dan waktu negatif merupakan masa lalunya. Kita bisa melakukan-
nya dengan cara yang lain tapi kita tidak akan melakukannya.
Langkah terakhir, kita membutuhkan satuan standar untuk waktu. Sekon
(detik) merupakan satuan standar yang biasa digunakan oleh para fisikawan,
tetapi jam, nanosekon, atau bahkan tahun juga memungkinkan untuk di-
pakai, tergantung pada konteks kebutuhannya. Sekali kita telah menetapkan
satuan dan titik asal, kita bisa memberi label pada setiap waktu dengan
suatu bilangan t.
Ada dua anggapan yang bersifat implisit dalam mekanika klasik. Yang
pertama adalah bahwa waktu berjalan secara seragam–suatu interval 1 sekon
memiliki makna yang pastinya sama pada segala waktu, seperti pada waktu-
waktu lainnya. Sebagai contoh, nilai tersebut memiliki jumlah detik bagi
sebuah benda yang jatuh dari atas Menara Pisa pada zaman Galileo, seperti
juga pada masa kita saat ini. Satu sekon (atau detik) memiliki arti (jumlah
laju waktu) yang sama pada masa lalu seperti juga pada masa sekarang.
Anggapan lainnya adalah bahwa waktu bisa diperbandingksn pada lokasi-
lokasi yang berbeda. Ini berarti bahwa jam-jam yang ditempatkan ditempat-
tempat yang berbeda bisa disinkronisasikan7 . Asumsi-asumsi ini memberikan
hasil empat buah koordinat–x, y, z, t–mendefinisikan sebuah kerangka acuan.
Setiap event (kejadian) di dalam kerangka acuan tersebut haruslah ditandai
dengan suatu nilai untuk masing-masing koordinat.
A1-4.jpg
A1-5.jpg
Trigonometri
Dalam fisika kita memanfaatkan trigonometri hampir disetiap saat. Subyek
ini ada dimana-dimana. Jadi anda perlu untuk menjadi lebih familiar dengan
beberapa ide, simbol dan metode yang digunakan dalam trigonometri. untuk
memulainya, di dalam ilmu fisika kita secara umum menggunakan derajat
sebagai sebuah ukuran sudut. Kadang kala kita menggunakan radian. Kita
o
katakan bahwa 2π radian = 3600 , atau 1 radian = 180 π
, sehingga 90o = π2
radian. Jadi 1 radian (disingkat 1 rad) bernilai sekitar 57o (lihat Gambar 6)
Fungsi-fungsi trigonometri didefinisikan dalam gagasan-gagasan dari sifat-
sifat segitiga siku-siku. Gambar 7 mengilustrasikan sebuah segitiga siku-siku
dengan unsur-unsur hypotenusa8 c, sisi dasar b dan ketinggian a. Huruf
Yunani θ adalah sudut yang menghadapi ketinggian a dan huruf Yunani φ
ditetapkan sebagai sudut yang berhadapan dengan sisi dasar b.
8
Hypotenusa adalah garis miring sebuah segitiga siku-siku yang menghubungkan dua
sisi tegak lainnya.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 165
A1-6.jpg
Gambar 12.12: Radian sebagai sudut yang diapit oleh suatu tali busur yang
panjangnya sama dengan jari-jari lingkaran.
A1-7.jpg
A1-8.jpg
A1-9.jpg
A1-10.jpg
sisi tinggi segitiga siku-siku tersebut. Posisi sebuah titik bisa diuraikan den-
gan dua buah koordinat, x dan y, dimana
x = c cos θ
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 167
A1-11.jpg
dan
y = c sin θ
Ini adalah sebuah relasi yang sangat penting diantara segitiga siku-siku dan
lingkaran tersebut.
Misalkan suatu sudut θ tertentu merupakan jumlah atau beda dari dua
buah sudut lainnya yang dituliskan dengan menggunakan huruf-huruf Yunani
α dan β, kita bisa menuliskan sudut θ ini sebagai kombinasi α ± β. Fungsi-
fungsi trigonometri dari α ± β bisa diekspresikan di dalam suku-suku dari
fungsi-fungsi trigonometri dari α dan β,
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β
sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
Sebuah identitas terakhir yang sangat penting adalah
sin2 θ + cos2 θ = 1 (12.18)
(Perhatikanlah bahwa notasi yang dipakai disini adalah sin2 θ = sin θ sin θ).
Persamaan ini adalah sebuah Teorema Pythagoras yang disamarkan. Jika
kita memilih jari-jari lingkaran pada Gambar 11 menjadi 1, maka sisi a
dan b adalah sinus dan kosinus dari θ dan hypotenusanya adalah 1. Per-
samaan(12.25) adalah merupakan relasi yang familiar diantara tiga sisi se-
gitiga siku-siku:
a2 + b2 = c2
168KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Vektor
Notasi vektor adalah merupakan subyek matematika yang sering kali dipela-
jari paling awal dalam setiap pembelajaran ilmu fisika. Dalam bahasan kali
ini kita akan sedikit mereview metode vektor di dalam ruang tiga dimensi
biasa.
Sebuah vektor bisa dipikirkan sebagai sebuah objek yang memiliki pan-
jang (atau magnitudo) dan sebuah arah di dalam ruang. Salah satu con-
tohnya adalah perpindahan. Jika sebuah objek digerakkan atau dipindahkan
dari suatu atau beberapa lokasi awal tertentu, maka tidaklah cukup hanya
mengetahui seberapa jauh objek tersebut berpindah supaya kita tahu kemana
objek tersebut berakhir. Kita harus mengetahui juga arah perpindahannya.
Perpindahan adalah contoh paling sederhana dari sebuah kuntitas (besaran)
vektor. Secara grafis, sebuah vektor digambarkan sebagai sebuah anak panah
dengan panjang dan arah tertentu seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
12.
A1-12.jpg
dengan bilangan positif akan melipat gandakan panjang dari vektor sebesar
bilangan positif tersebut. Tetapi kita juga bisa mengalikan vektor dengan
sebuah bilangan negatif, yang mana akan membalik arah vektor serta meli-
pat gandakan panjang vektor tersebut sebesar nilai bilangan negatif terse-
but. Sebagai contoh, −2~r adalah dua kali panjang ~r tapi dengan arah yang
berlawanan.
Vektor-vektor bisa dijumlahkan. Untuk menjumlahkan A ~ dan B,
~ letakkan-
lah kedua vektor tersebut seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 13 untuk
membentuk sebuah bujur sangkar (dengan cara ini arah dari vektor-vektor
akan terjaga). Jumlah vektornya adalah panjang dan sudut dari diagonal
bujur sangkar tersebut.
A1-13.jpg
A1-14.jpg
Kita bisa mengalikan sebuah vektor V~ dengan sebuah skalar α, dalam suku-
suku komponen-komponennya dengan memperkalikan tiap-tiap komponen-
nya dengan α.
α · V~ = (αVx , αVy , αVz )
Kita menuliskan jumlah dari dua vektor sebagai jumlah dari komponen-
komponennya yang saling bersesuaian.
~ + B)
(A ~ x = (Ax + Bx )
~ + B)
(A ~ y = (Ay + By )
~ + B)
(A ~ z = (Az + Bz )
Bisakah kita mengalikan sebuah vektor dengan vektor lainnya? Ya, Bisa,
dan terdapat lebih dari satu buah cara. Salah satu jenis perkalian vektor
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 171
yang disebut produk vektor adalah perkalian silang vektor (cross produk, dari
bahasa Inggrisnya cross product) yang menghasilkan vektor lainnya. Untuk
saat ini kita tidak akan mengkhawatirkan mengenai cross produk dan hanya
meninjau metode yang lainnya, dot produk 9 . Dot produk (perkalian titik
atau perkalian skalar) dari dua buah vektor menghasilkan sebuah bilangan
biasa, yang biasa disebut sebuah skalar. Untuk A ~ dan B ~ dot product nya
didefinisikan sebagai berikut
~·B
A ~ = |~a||B|
~ cos θ
disini θ adalah sudut apit diantara dua buah vektor tersebut. Dalam ba-
hasa yang biasa, dot produk adalah perkalian dari magnitudo-magnitudo
dua buah vektor dan kosinus sudut apit kedua buah vektor tersebut.
Perkalian titik (dot produk) bisa juga didefinisikan dalam suku komponen-
komponennya dalam bentuk
~·B
A ~ = Ax Bx + Ay By + Az Bz
rumus ini memudahkan kita untuk menghitung perkalian titik dari komponen-
komponen vektor.
Latihan 3: Tunjukkanlah bahwa magnitudo sebuah vektor memenuhi
~ 2
|A| = A ~ · A.
~
Latihan 4: Misalkan (Ax = 2, Ay = −3, Az = 1) dan (Bx = 2, By = −3,
Bz = 1), hitunglah magnitudo dari A ~ dan B,~ perkalian titik keduanya dan
sudut apit diantara keduanya.
Sebuah sifat penting dari perkalian titik adalah bahwa jika hasil perkalian
titik dua buah vektor adalah nol maka kedua vektor tersbut adalah or-
thogonal (saling tegak lurus). Hal ini penting untuk diingat karena kita
akan memiliki kesempatan untuk menggunakannya dan menunjukkan bahwa
vektor-vektor adalah orthogonal.
Latihan 5: Tentukan yang manakah pasangan vektor-vektor berikut
yang orthogonal. (1, 1, 1), (2, -1, 3), (3, 1, 0), (-3, 0, 2)
Latihan 6: Bisakah anda menjelaskan mengapa perkalian skalar dua
buah vektor yang orthogonal adalah nol?
9
Dalam bahasa Inggris disebut dot product.
172KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Interlude 2: Kalkulus Integral
A2-1.jpg
Untuk melihat hal tersebut, mari kita mulai dengan grafik sebuah fungsi
seperti yang ada di dalam Gambar 1. Masalah sentral dari kalkulus integral
adalah untuk menghitung luas wilayah di bawah kurva yang didefinisikan
oleh f (t). Untuk membuat masalah tersebut terdefinisikan dengan baik, kita
meninjau fungsi diantara dua nilai yang kita sebut limit (batas) integrasi,
t = a dan t = b. Luas yang ingin kita hitung adalah wilayah yang ditutupi
bayangan pada Gambar 2.
173
174KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
A2-2.jpg
A2-3.jpg
persegi panjang tersebut menjadi sangat kecil sekali atau cenderung mendekati
nol. Untuk melakukan prosedur ini, pertama-tama kita membagi interval di
antara t = a dan t = b menjadi suatu jumlah N subinterval, yang masing-
masingnya memiliki lebar ∆t yang sama.
Tinjaulah persegi panjang yang berlokasi pada suatu nilai t yang spesifik.
Lebarnya adalah |Deltat dan tingginya adalah nilai lokal10 dari f (t). Hal ini
akan menghasilkan luas dari tiap persegi panjang tunggal δA adalah
δA = f (t)∆t
Sekarang kita menjumlahkan seluruh luasan persegi-persegi panjang individ-
ual tersebut untuk memperoleh suatu nilai pendekatan terhadap luas wilayah
yang sedang kita cari. Jawaban penaksirannya adanya adalah
X
A= f (ti )∆t
i
P
dimana i mengindikasikan sebuah penjumlahan beruntun nilai-nilai yang
didefinisikan oleh i. Jadi jika N = 3 maka
3
X
A = f (ti )∆t
i
= f (t1 )∆t + f (t2 )∆t + f (t3 )∆t
disini ti adalah posisi dari persegi panjang ke i sepanjang sumbu t.
Untuk memperoleh jawaban yang eksak (pasti), Kita mengambil limit
yang mana ∆t menyusut menuju nol11 dan jumlah persegi panjang meningkat
menjadi menuju tidak berhingga. Hal tersebut mendefinisikan integral tentu
dari fungsi f (t) diantara limit-limit t = a dan t = b. Kita menuliskannya
sebagai Z b X
A= f (t)dt = lim f (ti )∆t.
a ∆t→0
i
R
Tanda yang disebut summa, menggantikan tanda penjumlahan dan seperti
di dalam kalkulus diferensial, ∆t digantikan oleh dt. Fungsi f (t) disebut
integrand.
Sekarang, marilah kita membuat sedikit perubahan dengan mengganti
salah satu notasi limit integrasi dengan T . Secara khusus, kita mengganti b
dengan T dan meninjau integral
Z T
f (t)dt
a
10
Nilai lokal adalah nilai dari suatu fungsi pada titik tertentu.
11
Nilai ∆t menyusut menuju nol tetapi bukanlah menjadi ∆t = 0.
176KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
dimana kita akan memperlakukan T sebagai sebuah variabel dari pada hanya
sekedar sebuah nilai tertentu dari t. Di dalam kasus ini, integral ini mendefin-
isikan sebuah fungsi T , yang mana bisa mengambil sembarang12 nilai dari t.
Integral ini adalah sebuah fungsi T karena integral ini memiliki sebuah nilai
tertentu untuk tiap nilai T .
Z T
F (T ) = f (t)dt
a
Jadi suatu fungsi f (t) tertentu mendefinisikan sebuah fungsi F (T ) yang ke-
dua. Kita bisa juga membuat suatu variasi, tetapi kita tidak akan melakukan-
nya. Fungsi F (T ) disebut integral tak tentu dari f (t). Integral ini disebut tak
tentu karena dari pada melakukan integral dari sebuah nilai tetap ke nilai
tetap lainnya, kita justru mengintegralkan fungsi tersebut menjadi sebuah
variabel. Kita biasanya menuliskan integral seperti itu tanpa limit integrasi,
Z
F (t) = f (t)dt (12.21)
Teorema dasar kalkulus adalah salah satu dari hasil-hasil yang paling
sederhana dan cantik dalam matemtika. Teorema ini menyatakan bahwa ter-
dapat sebuah hubungan yang dalam dan kuat diantara integral dan turunan
(diferensial atau disebut juga sebagai derivatif). Teorema ini menyatakan
bahwa jika Z
F (T ) = f (t)dt
maka
dF (T )
f (t) =
dt
Untuk melihat hal ini, tinjaulah sebuah perubahan gradual13 yang kecil
dalam T , dari T menjadi T + ∆T . Maka kita memiliki sebuah integral yang
baru, Z T +∆t
F (T + ∆t) = f (t)dt
a
Dalam kata lain kita telah menambahkan satu persegi panjang lagi berlebar
∆t pada t = T pada wilayah yang diarsir dalam Gambar 3.
Faktanya, beda F (T + ∆t) − F (T ) adalah merupakan luasan dari persegi
panjang tambahan tersebut, yang mana terjadi pada f (T )∆t, sehingga
F (T + ∆t) − F (T ) = f (T )∆t
12
Istilah sembarang mengacu pada kebebasan dalam memilih nilai atau fungsi apapun.
13
Yaitu perubahan yang berangsur-angsur dan bertahap secara teratur.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 177
dtn+1
= tn
(n + 1)dt
tn+1
Jadi kita menemukan bahwa tn adalah merupakan turunan dari n+1
. Dengan
mensubstitusikan nilai-nilai yang relevan, kita memperoleh
tn+1
Z
F (t) = tn dt =
n+1
Satu-satunya hal yang masih kurang adalah konstanta yang tidak tentu yang
bisa kita tambahkan pada F (t). Kita seharusnya menuliskan
tn+1
Z
tn dt = +c
n+1
Berikut ini terdapat beberapa rumus integral yang sangat penting untuk
diingat:
Z
cdt = ct
Z Z
cf (t)dt = c f (t)dt
t2
Z
tdt = +c
2
tn+1
Z
tn dt = +c
n+1
Z
sin tdt = − cos t + c
Z
cos tdt = sin t + c
Z
et dt = et + c
Z
dt
= ln t + c
t
Z Z Z
[f (t) ± g(t)]dt = f (t)dt ± g(t)dt
f (t) = t4
f (t) = cos t
f (t) = t2 − 2
Integral Parsial
Terdapat beberapa trik untuk melakukan integral-integral yang rumit. Salah
satunya triknya adalah dengan melihat pada Tabel Integral. Cara lainnya
adalah menggunakan software Mathematica. Tetapi jika anda mau men-
dorong diri anda sendiri untuk lebih maju dan menyukai tantangan, ada
sebuah trik paling tua yang terdapat di dalam buku-buku text matematika.
Trik tersebut adalah Teknik Integral Parsial. Trik ini hanyalah merupakan
pembalikan dari aturan turunan hasil perkalian. Ingat kembali dari Kuliah
2 bahwa untuk mendiferensialkan sebuah fungsi, yang mana fungsi terse-
but merupakan sebuah produk (atau perkalian) dari dua fungsi lainnya, kita
menggunakan aturan berikut
d[f (x)g(x)] dg(x) df (x)
= f (x) + g(x)
dx dx dx
Sekarang mari integralkan kedua sisi persamaan tersebut diantara batas-
batas a dan b
Z b Z b Z b
d[f (x)g(x)] dg(x) df (x)
= f (x) + g(x)
a dx a dx a dx
Sisi kiri Persamaan diatas mudah diselesaikan; Integral suatu derivatif (derivatif
f g) adalah fungsi itu sendiri (f g). sisi kirinya adalah
f (b)g(b) − f (a)g(a)
yang mana seringkali ditulis dalam bentuk
f (x)g(x)|ba
Sekarang mari kurangkan salah satu dari dua integral pada sisi kanan dan
geser (pindahkan) menuju sisi kiri
Z b Z b
b dg(x) df (x)
f (x)g(x)|a − f (x) = g(x) (12.24)
a dx a dx
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 181
Misalkan kita memilih beberapa integral yang tidak kita kenali, tetapi kita
memperhatikan bahwa integrannya ternyata merupakan perkalian dari suatu
fungsi f (x) dengan turunan dari fungsi lainnya, g(x). Dalam kata lain, sete-
lah melakukan beberapa pemeriksaan, kita melihat bahwa integral memiliki
bentuk seperti pada Persamaan(12.24) , tetapi kita tidak tahu bagaimanakah
melakukannya. Kadang-kadang kita beruntung dan mengenal integral pada
sisi kiri dari suatu persamaan.
Marilah kita mengerjakan sebuah contoh. Misalkan integral yang ingin
kita kerjakan adalah
Z π
2
x cos xdx
0
Tetapi bentuk ini tidak ada di dalam daftar yang kita miliki. Tetapi per-
hatikanlah bahwa
d sin x
cos x =
dx
sehingga integralnya adalah
Z π
2 d sin x
x dx
0 dx
Turunan-Turunan Parsial
Kalkulus Fungsi Multivariabel adalah sebuah generalisasi yang langsung dari
kalkulus variabl tunggal. Dari pada hanya sekedar sebuah fungsi bervariabel
tunggal t, tinjaulah sebuah fungsi dengan beberapa variabel. Untuk menglus-
trasikannya,dengan kembali memakai variabel-variabel x, y, z, walaupun variabel-
variabel tersebut tidak harus mewakili koordinat-koordinat dari ruang yang
biasa. Lebih lagi, bisa terdapat lebih banyak lagi koordinat atau pun ku-
rang dari pada tiga buah koordinat. Misalkan kita juga meninjau sebuah
fungsi dari variabel-variabel ini, V (x, y, z). Untuk setiap nilai x, y, z, terda-
pat sebuah nilai tunggal (unik) dari V (x, y, z) yang kita asumsikan berubah
secara smooth(licin atau mulus), ketika kita memvariasikan nilai-nilai dari
koordinat-koordinatnya.
Kalkulus diferensial multivariabel berputar disekitar konsep derivatif (yaitu
turunan) parsial. Anggaplah kita sedang menguji titik-titik yang berdekatan
dari sebuah titik x, y, z dan kita ingin mengetahui rate pada yang mana
V berubah ketika kita mengubah x sedangkan y dan z dijaga tetap. KIta
pasti dapat membayangkan bahwa y dan z adalah parameter-parameter yang
tetap, sehingga satu-satu variabelnya adalah x. Turuna dari V didefinisikan
oleh
dV ∆V
= lim (12.25)
dx ∆x→0 ∆x
x x2 +y 2
• y
e
• ex cos y
14
Atau bisa disebut juga turunan dengan orde yang lebih tinggi atau juga turunan
campuran.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 185
A3-1.jpg
A3-2.jpg
Untuk masing-masing lokal minimum, ketika anda menuju salah satu arah
sepanjang sumbu y, anda mulai untuk mengangkat ke atas titik pada F (y).
186KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Masing-masing titik tersebut berada pada bagian terbawah dari suatu daerah
terendah yang sempit. Global minimum (minimum global) adalah merupakan
tempat terandah yang mungkin pada kurva.
Salah satu syarat bagi suatu lokal minimum adalah bahwa turunan fungsi
tersebut terhadap variabel bebasnya pada titik tersebut adalah nol. Ini
adalah syarat yang diperlukan, tetapi bukanlah sebuah syarat yang men-
cukupi. Persyaratan ini mendefinisikan sembarang titik stasioner
dF (y)
= 0.
dy
Persyaratan yang kedua menguji untuk mencari tahu apakah karakter dari
suatu titik stasioner adalah dengan menguji turunan keduanya. JIka turunan
keduanya lebih besar dari pada nol, maka seluruh titik-titik didekatnya akan
berada di atas titik stasioner, dan kita memiliki sebuah lokal minimum:
dF 2 (y)
> 0.
dy 2
Jika turunan keduanya kurang dari pada nol, maka seluruh titik-titik didekat
titik tersebut berada dibawah titik stasioner, dan kita memiliki sebuah lokal
maksimum:
dF 2 (y)
< 0.
dy 2
Lihat Gambar 3 untuk contoh lokal maksimal (local maxima).
A3-3.jpg
Jika turunan keduanya sama dengan nol, maka turunannya berubah dari
positif menjadi negatif pada titik stasioner, yang mana kita menyebutnya
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 187
dF 2 (y)
= 0.
dy 2
A3-4.jpg
Ini adalah hasil-hasil secara kolektif yang didapat dari suatu pengujian
turunan kedua dari suatu fungsi.
A3-5.jpg
A3-6.jpg
∂A
= 0. (12.27)
∂xi
untuk semua xi .
Terdapat suatu cara singkat merangkum Persamaan-Persamaan ini. In-
gat bahwa perubahan dalam sebuah fungsi ketika titik x divariasikan sedikit
diberikan oleh
X ∂A
δA = δxi . (12.28)
i
∂xi
δA = 0 (12.29)
∂ 2A
,
∂x2
∂ 2A
,
∂y 2
∂ 2A
,
∂x∂y
∂ 2A
,
∂y∂x
Kedua turunan yang paling terakhir adalah sama karena untuk kasus turunan
campuran, urutan diferensialnya tidaklah penting.
Turunan-turunan parsial ini sering kali diatur ke dalam sebuah matriks
khusus yang disebut matriks Hessian
2 2
!
∂ A ∂ A
∂x2 ∂x∂y
H = ∂2A ∂2A (12.30)
∂y∂x ∂y 2
∂ 2A ∂ 2A ∂ 2A ∂ 2A
det H = − (12.31)
∂x2 ∂y 2 ∂y∂x ∂x∂y
∂ 2A ∂ 2A
TrH = + (12.32)
∂x2 ∂y 2
Matriks, determinan dan trace mungkin tidaklah berarti banyak bagi anda
saat ini, khususnya hal-hal yang melampaui definisi-definisi ini, tetapi jika
anda mengikuti kuliah-kuliah ini sampai pada topik yang berikutnya, Mekanika
Kuantum, istilah-istilah tersebut akan menjadi sangat penting. Untuk saat
ini yang anda butuhkan adalah definisi-definisi dan aturan-aturan yang berikut:
• Jika determinan dan trace dari Hessian adalah positif maka titiknya
adalah sebuah lokal minimum.
16
Trace
P adalah istilah bagi penjumlahan elemen-elemen diagonal utama sebuah matriks,
yaitu i aii .
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 191
Pendiferensialan menghasilkan
∂F ∂F
= cos x; = cos y
∂x ∂y
Ambilah titik x = π2 , y = π2 . Karena cos π2 = 0, kedua turunannya adalah nol
dan titik tersebut adalah sebuah titik stasioner.
Sekarang, untuk mencari jenis dari titik stasioner tersebut, kita menghi-
tung turunan keduanya:
∂ 2F
= − sin x,
∂x2
∂ 2F
= − sin y,
∂y 2
∂ 2F ∂ 2F
= = 0.
∂x∂y ∂y∂x
Karena sin π2 = 1, kita melihat bahwa determinannya adalah
−1 0
|H| = =1
0 −1
adalah positif. Trace-nya:
adalah negatif, sehingga kita memiliki sebuah determinan yang positif dan
trace negatif, maka titik tersebut adalah sebuah titik maksimum.
Latihan 2: Tinjaulah titik-titik (x = π2 , y = − π2 ), (x = − π2 , y = π2 ), (x =
− 2 , y = − π2 ). Apakah titik-titik ini stasioner dari fungsi-fungsi berikut?
π
192KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET