Anda di halaman 1dari 200

1

2
Classical Mechanics
The Theoretical Minimum

LEONARD SUSSKIND
Stanford University

GEORGE HRABOVSKY
MAST, Madison - Wisconsin

Di Terjemahkan oleh: Meky Yuda Pa Radja


Jurusan Fisika, Universitas Nusa Cendana, Kupang,

February 13, 2021


2
Daftar Isi

1 SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK 1


1.1 Apa Itu Fisika Klasik? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Sistem Dinamik Sederhana dan Ruang Keadaan . . . . . . . . 2
1.3 Aturan yang Tidak diijinkan: Hukum Minus Pertama . . . . . 8
1.4 Sistem Dinamik dengan Jumlah Keadaan Tidak Berhingga . . 10
1.5 Siklus-Siklus dan Hukum Kekekalan . . . . . . . . . . . . . . . 12
1.6 Batas-Batas Presisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

2 Gerak 15
2.1 Interlude Matematika: Kalkulus Diferensial (Turunan) . . . . 15
2.2 Gerak Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.3 Contoh-Contoh Gerak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

3 Dinamika 29
3.1 Hukum Gerak Aristoteles . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
3.2 Massa,Percepatan dan Gaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
3.3 Sebuah Interlude: Satuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
3.4 Beberapa Contoh Penyelesaian Persamaan-Persamaan Newton 38

4 Sistem Multi Partikel 43


4.1 Sistem-Sistem Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.2 Ruang Keadaan dari Suatu Sistem Partikel . . . . . . . . . . . 45
4.3 Ruang Momentum dan Ruang Fase . . . . . . . . . . . . . . . 47
4.4 Aksi, Reaksi dan Kekekalan Momentum . . . . . . . . . . . . 49

5 Energi 51
5.1 Gaya dan Energi Potensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
5.2 Dimensi Lebih dari pada Satu . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54

6 Prinsip (Asas) Aksi Terkecil 59


6.1 Transisi Menuju Mekanika Tingkat Lanjut . . . . . . . . . . . 59

i
ii DAFTAR ISI

6.2 Aksi dan Lagrangian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61


6.3 Penurunan Persamaan Euler-Lagrange . . . . . . . . . . . . . 63
6.4 Lebih Banyak Partikel dan Lebih Banyak Dimensi . . . . . . . 66
6.5 Apa yang Baik dari Asas Aksi Terkecil? . . . . . . . . . . . . . 67
6.6 Koordinat-Koordinat Umum dan Momentum Umum . . . . . 71
6.7 Koordinat-Koordinat Siklis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 74

7 Simetri dan Hukum Kekekalan 77


7.1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
7.2 Contoh-Contoh Simetri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
7.3 Simetri-Simetri yang Lebih Umum . . . . . . . . . . . . . . . 83
7.4 Konsekuensi-Konsekuensi dari Simetri . . . . . . . . . . . . . 84
7.5 Kembali ke Contoh-Contoh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 86

8 Mekanika Hamiltonian dan Invariansi Translasi Waktu 91


8.1 Simetri Translasi Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
8.2 Konservasi (Kekekalan) Energi . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93
8.3 Persamaan Ruang Fase dan Persamaan Hamiltonian . . . . . . 97
8.4 Hamiltonian Osilator Harmonik . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
8.5 Penurunan Persamaan-Persamaan Hamiltonian . . . . . . . . 103

9 Ruang Fase Fluida dan Teorema Gibbs-Liouville 105


9.1 Ruang Fase Zat Alir (Phase Space Fluid) . . . . . . . . . . . . 105
9.2 Suatu Pengingat Cepat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107
9.3 Aliran dan Divergensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108
9.4 Teorema Liouville . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110
9.5 Kurung Poisson (Poisson Bracket) . . . . . . . . . . . . . . . . 112

10 Kurung Poisson, Momentum Sudut dan Simetri 115


10.1 Sebuah Rumusan Aksiomatik Mekanika . . . . . . . . . . . . . 115
10.2 Momentum Sudut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118
10.3 Matematika Interlude: Simbol Levi-Civita . . . . . . . . . . . 121
10.4 Kembali ke Momentum Sudut . . . . . . . . . . . . . . . . . . 121
10.5 Rotor dan Presesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
10.6 Simetri dan Kekekalan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 125

11 Gaya Listrik dan Gaya Magnetik 129


11.1 Medan-Medan Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 129
11.2 Interlude Matematika: Del . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130
11.3 Medan Magnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 132
11.4 Gaya Pada Sebuah Partikel Bermuatan . . . . . . . . . . . . . 135
DAFTAR ISI iii

11.5 Lagrangian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 136


11.6 Persamaan-Persamaan Gerak . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
11.7 Hamiltonian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 140
11.8 Gerak di dalam Sebuah Medan Magnetik Seragam . . . . . . . 142
11.9 Invariansi Gauge . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 144

12 Gaya Sentral dan Orbit-Orbit Planet 147


12.1 Gaya Sentral Gravitasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 147
12.2 Energi Potensial Gravitasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 149
12.3 Gerak Bumi pada Suatu Bidang . . . . . . . . . . . . . . . . . 150
12.4 Koordinat-Koordinat Polar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
12.5 Persamaan-Persamaan Gerak . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
12.6 Diagram Energi Potensial Efektif . . . . . . . . . . . . . . . . 153
12.7 Hukum-Hukum Kepler . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 155
iv DAFTAR ISI
Kuliah 1
SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

1.1 Apa Itu Fisika Klasik?


Istilah fisika klasik merujuk pada ilmu fisika sebelum kelahiran mekanika
kuantum. Fisika klasik meliputi hukum-hukum Newton bagi gerak partikel-
partikel, teori medan elektromagnetik Faraday-Maxwell, dan teori relativitas
umum Einstein. Tetapi fisika klasik adalah lebih dari pada sekedar teori dari
fenomena tertentu semata, fisika klasik adalah kumpulan asas-asas, prinsip-
prinsip dan aturan-aturan yang melandasi pemikiran-pemikiran yang logis
yang mengatur segala fenomena yang mana ketidakpastian kuantum tidaklah
menjadi masalah. Aturan-aturan umum itu disebut mekanika klasik.
Tugas mekanika klasik adalah untuk memprediksi masa depan. Salah
satu Fisikawan besar abad ke 18, Pierre-Simon de Laplace, melandaskan hal
tersebut dalam sebuah kutipan terkenal:
”Kita bisa menganggap keadaan alam semesta saat ini sebagai efek dari
keadaaan masa lalunya dan penyebab dari keadaannya dimasa depan. Se-
orang pemikir yang pada momen tertentu telah mengetahui semua gaya-
gaya yang mengatur alam untuk untuk bergerak, posisi-posisi dari segala
sesuatu yang olehnya alam dibentuk, jika pemikir ini juga cukup bijak un-
tuk menganalisis data-data tersebut, maka ia akan dapat merangkumkannya
dalam sebuah rumusan tunggal pergerakan dari benda-benda terbesar di alan
semesta dan juga atom-atom yang terkecil; untuk seorang pemikir seperti itu
tidak akan ada ketidak pastian dan masa depan hanyalah seperti masa lalu
yang akan menjadi masa kini didepan matanya.”
Dalam fisika klasik, jika kita mengetahui segala sesuatu mengenai suatu
sistem sesaat saja, dan kita juga mengetahui persamaan-persamaan yang
mengatur bagaimana sistem tersebut berubah, maka kita akan bisa mem-
prediksi masa depan sistem tersebut. Itulah mengapa kita mengatakan bahwa
hukum-hukum fisika klasik adalah deterministik. Jika kita bisa mengatakan

1
2 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

hal yang sama, tetapi dengan masa lalu dan masa depan yang terbalik, maka
persamaan-persamaan tersebut akan menceritakan pada anda segala sesuatu
mengenai masa lalu. Sistem yang demikian disebut reversibel.

1.2 Sistem Dinamik Sederhana dan Ruang Keadaan


Suatu kumpulan objek, partikel-partikel, medan-medan, atau apapun itu,
disebut sebuah sistem. Sebuah sistem, yaitu apakah keseluruhan alam semesta
ataupun sesuatu yang sedemikian terisolasi dari segela sesuatu yang lainnya
yang berkelakuan seperti jika tidak ada hal yang lainnya adalah merupakan
suatu sistem tertutup.
Latihan 1: Karena pengertian ini sangatlah penting dalam fisika teori,
pikirkanlah mengenai apa itu suatu sistem tertutup dan spekulasikanlah
apakah sistem-sistem tertutup bisa benar-benar ada. Asumsi-asumsi implisit
apakah dalam penetapan suatu sistem tertutup?
Untuk memperoleh gambaran dari apa makna deterministik dan reversibel,
kita akan mulai meninjaunya dengan beberapa sistem tertutup yang san-
gat sederhana. Sistem-sistem ini lebih sederhana dari pada hal-hal yang
biasanya kita pelajari dalam ilmu fisika, tapi sistem-sistem ini memenuhi
aturan-aturan yang merupakan versi paling sederhana dari hukum-hukum
mekanika klasik.
Kita memulainya dengan sebuah contoh yang sangat sederhana dan san-
gat remeh. Bayangkanlah sebuah objek abstrak yang hanya memiliki satu
keadaan. Misalkan sebuah koin yang terekat pada sebuah meja yang sela-
manya akan selalu menunjukkan kepala (misalkan masing-masing dari dua
sisi koin tersebut adalah kepala (H) dan ekor (T)). Dalam istilah khusus fisika,
kumpulan dari seluruh keadaan yang ditempati oleh suatu sistem adalah ru-
ang keadaan.
Ruang keadaan bukanlah ruang biasa; ruang keadaan adalah suatu him-
punan matematika yang elemen-elemennya melabeli (menandai) keadaan-
keadaan sistem yang mungkin. Di dalam contoh ini ruang keadaannya terdiri
dari satu poin tunggal, yaitu kepala (H), karena sistem hanya memiliki satu
keadaan. Memprediksi masa depan sistem ini sangatlah sederhana, tidak ada
hal lain apapun yang akan terjadi, hasil observasinya selalu H.
Sistem paling sederhana berikutnya memiliki sebuah ruang keadaan yang
berisikan dua poin; dalam kasus ini kita mempunyai satu objek abstrak den-
gan dua keadaan yang mungkin. Bayangkanlah sebuah koin yang bisa berupa
kepala atau ekor (H atau T). Lihat Gambar 1.1
Dalam mekanika klasik kita menganggap bahwa sistem berevolusi (berubah
terhadap waktu secara teratur) secara mulus (smoothly), tanpa lompatan
1.2. SISTEM DINAMIK SEDERHANA DAN RUANG KEADAAN 3

1-1.jpg

Gambar 1.1: Ruang dari dua keadaan

atau gangguan apapun. Sifat seperti ini disebut kontinu (malar). Sepertinya
anda tidak dapat bergerak diantara kepala dan ekor secara mulus. Perger-
akan, di dalam kasus ini, semestinya dalam lompatan-lompatan diskrit. Jadi
mari asumsikan bahwa waktu berjalan dalam langkah-langkah diskrit yang
dilabeli oleh bilangan-bilangan bulat. Suatu dunia (sistem) yang evolusinya
bersifat diskrit disebut stroboskopik.
Sebuah Sistem yang berubah seiring berjalannya waktu disebut sebuah
sistem dinamik. Sebuah sistem dinamik berisikan lebih dari pada sebuah
ruang keadaan. Sistem dinamik juga memerlukan suatu hukum gerak, atau
hukum dinamik. Hukum dinamik adalah suatu aturan yang memberitahukan
kita keadaan selanjutnya yang dihasilkan oleh keadaan saat ini.
Salah satu hukum dinamik yang sangat sederhana adalah apapun keadaan
pada beberapa waktu sesaat tertentu, keadaan berikutnya adalah tetap sama.
Dalam contoh yang kita miliki, sistem mempunyai dua kemungkinan cerita
(sejarah): H H H H H ..... dan T T T T T ......
Hukum dinamik yang lainnya mengatur bahwa apapun keadaan saat
ini, keadaan berikutnya adalah berlawanan dengannya. Kita bisa mem-
buat diagram-diagram untuk mengilustrasikan kedua hukum ini. Gambar 1.2
mengilustrasikan hukum yang pertama dimana anak panah dari H berputar
kembali hanya kepada H dan anak panah dari T juga hanya berputar kembali
hanya kepada T. Sekali lagi, adalah sangat mudah untuk memprediksi masa
depan sistem: jika anda memulainya dengan H, sistemnya tetaplah H; jika
anda memulainya dengan T, sistemnya tetaplah T.
Sebauh diagram untuk hukum yang mungkin yang kedua ditunjukkan
dalam Gambar 1.3, dimana anak panahbergerak dari H menuju T dan dari
T menuju H. Anda masih dapat memprediksi masa depan sistem. Sebagai
contoh, jika anda muali dengan H, sejarahnya akan menjadi H T H T H T H
T H T .... Jika anda memulainya dengan T, maka sejarahnya akan menjadi
4 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

1-2.jpg

Gambar 1.2: Sebuah Hukum Dinamik untuk Sistem dengan dua keadaan

T H T H T H T H T H ....

1-3.jpg

Gambar 1.3: Sebuah Hukum Dinamik lainnya untuk Sistem dengan dua
keadaan

Kita bahkan dapat menuliskan hukum-hukum dinamik ini dalam bentuk


persamaan. Jumlah variabel-variabel yang mendeskripsikan sistem disebut
derajat kebebasan (degree of freedom). Koin yang kita punya memiliki satu
derajat kebebasan, yang mana kita bisa menuliskannya dengan menggunakan
huruf Yunani sigma, σ. Sigma hanya mempunyai dua nilai yang mungkin;
σ = 1 = H dan σ = −1 = T .
Kita juga menggunakan sebuah simbol untuk menandai waktu. Ketika
sedang meninjau suatu evolusi kontinu (malar) terhadap waktu, kita bisa
menyimbolkannya dengan t. Disini kita memiliki suatu evolusi diskrit dan
akan menggunakan n. Keadaan pada waktu n dideskripsikan oleh simbol
1.2. SISTEM DINAMIK SEDERHANA DAN RUANG KEADAAN 5

σ(n), yang mana menandakan σ pada saat n.


Marilah kita menuliskan persamaan-persamaan evolusi bagi kedua hukum.
Hukum pertama menyatakan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi. Dalam
bentuk persamaan,
σ(n + 1) = σ(n)
Dalam kata-kata yang lain, apapun nilai σ pada langkah ke n, akan selalu
memiliki nilai yang sama pada langkah-langkah selanjutnya.
Persamaan evolusi yang kedua memiliki bentuk

σ(n + 1) = −σ(n)

yang mengimplikasikan bahwa keadaan berbalik pada tiap-tiap langkah.


Karena pada tiap kasus perilaku sistem dimasa depan secara lengkap
ditentukan oleh keadaan awal, hukum ini bersifat deterministik. Seluruh
hukum-hukum dasar mekanika klasik bersifat deterministik.
Untuk menjadikannya lebih menarik, marilah kita menggeneralisasi sis-
tem dengan meningkatkan jumlah keadaannya. Dari pada menggunakan se-
buah koin, kita bisa menggunakan sebuah kubus bersisi enam, dimana kita
memiliki enam keadaan yang mungkin (lihat Gambar 1.4).

1-4.jpg

Gambar 1.4: Sebuah Sistem dengan enam keadaan

Sekarang terdapat banyak hukum-hukum yang mungkin dan hukum-hukum


ini tidaklah terlalu mudah untuk dijelaskan dengan kata-kata atau bahkan
persamaan-persamaan. Cara paling sederhana adalah dengan berpegang
pada diagram-diagram seperti pada Gambar 1.5. Gambar 1.5 menyatakan
bahwa keadaan berangka yang diberikan kepada kubus pada waktu n, mem-
buat kita meningkatkan satu unit pada waktu sesaat n+1 berikutnya. Hal ini
bekerja dengan baik sampai kita memperoleh angka 6, yang mana diagram
6 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

1-5.jpg

Gambar 1.5: Hukum Dinamik 1

tersebut memberitahu anda untuk kembali pada angka 1 dan terus men-
gulang pola yang sama. Pola seperti ini yang terus berulang tanpa ujung
disebut siklus. Sebagai contoh, jika kita mulai dengan angka 3 maka sejarah-
nya adalah 3,4,5,6,1,2,3,4,5,6,1,2,· · · . Kita akan menyebut pola ini Hukum
Dinamik 1

1-6.jpg

Gambar 1.6: Hukum Dinamik 2

Gambar 1.6 menunjukkan hukum lainnya, Hukum Dinamik 2. Hukum


ini terlihat sedikit lebih tidak beraturan dari pada yang terjadi pada kasus
sebelumnya, tapi secara logis adalah identik, dalam tiap-tiap kasus sistem
bersiklus (berputar) tanpa ujung melalui enam kemungkinan. Jika kita mela-
beli ulang keadaan-keadaannya, Hukum Dinamik 2 menjadi identik dengan
Hukum Dinamik 1.
1.2. SISTEM DINAMIK SEDERHANA DAN RUANG KEADAAN 7

1-7.jpg

Gambar 1.7: Hukum Dinamik 3

1-8.jpg

Gambar 1.8: Hukum Dinamik 4

Tidak seluruh hukum secara logika sama. Sebagai contoh, tinjaulah


hukum yang ditunjukkan dalam Gambar 1.7. Hukum Dinamik 3 memiliki
dua siklus. Jika anda memulainya pada salah satu siklus, anda tidak da-
pat memperoleh siklus lainnya. Walaupun begitu, hukum ini secara lengkap
bersifat deterministik. Dimana pun kita memulai, masa depan sistem bisa
ditentukan. Sebagai contoh, jika anda mulai dengan angka 2, sejarahnya
akan menjadi 2,6,1,2,6,1,· · · dan anda tidak akan pernah memperoleh 5 atau
pun 4 dan juga 3. Jika anda memulai dengan 5 maka sejarahnya adalah
5,3,4,5,3,4,· · · dan anda pun tidak akan memperoleh baik 6, atau pun 2 dan
juga 1.
Gambar 1.8 menunjukkan Hukum Dinamik 4 yang memiliki tiga buah
siklus. Akan memakan waktu yang panjang untuk menuliskan seluruh ke-
8 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

mungkinan hukum-hukum dinamik bagi sebuah sistem yang memiliki enam


keadaan.
Latihan 2: Bisakah anda memikirkan sebuah cara yang umum untuk
mengklasifikasikan hukum-hukum yang mungkin untuk sebuah sistem dengan
enam keadaan?

1.3 Aturan yang Tidak diijinkan: Hukum Mi-


nus Pertama
Menurut aturan-aturan fisika klasik tidak semua hukum berlaku secara le-
gal atau sah. Tidaklah cukup bagi suatu hukum dinamik untuk menjadi
deterministik saja, tetapi hukum tersebut haruslah juga bersifat reversibel.
Pengertian reversibel dalam konteks fisika dapat dijelaskan dalam be-
berapa cara yang berbeda. Penjelasan yang paling lengkap adalah dengan
menyatakan jika kita membalikkan semua semua arah anak panah, hukum-
hukum yang dihasilkan masihlah tetap deterministik. Cara lainnya adalah
dengan menyatakan hukum-hukum fisika adalah deterministik menuju masa
lalu sebagaimana hal nya menuju masa depan. Ingatlah kembali pada kesim-
pulan yang dibuat oleh Laplace, ”bagi pemikir seperti itu tidak ada apapun
yang menjadi tidak pasti dan masa depan hanyalah seperti masa lalu yang
akan menjadi masa kini di depan matanya.” Bisakah kita membayangkan
hukum-hukum fisika yang deterministik menuju masa depan namun tidak
deterministik menuju masa lalu? Dengan kata lain, bisakah kita merumuskan
hukum-hukum fisika yang ireversibel ? Tentu saja kita bisa melakukannya.
Tinjaulah Gambar 1.9

1-9.jpg

Gambar 1.9: Subuah Sistem yang Ireversibel

Hukum fisika pada Gambar 1.9 memberitahu kita, dimanapun kita be-
rada, kemana selanjutnya kita pergi. JIka berada pada 1, pergilah kepada
2. Jika berada pada 2, pergilah kepada 3. Jika berada pada 3, pergilah
1.3. ATURAN YANG TIDAK DIIJINKAN: HUKUM MINUS PERTAMA9

kepada 2. Tidak terdapat ambigu mengenai masa depan. Tetapi masa lalu
adalah masalah yang berbeda. Anggaplah anda berada pada 2. Dimanakah
anda sebelumnya? Anda bisa saja datang dari 3 ataupun 1. Diagram terse-
but tidaklah secara pasti memberi tahu anda. Bahkan yang lebih buruk,
dalam pengertian ireversibilitas 1 , tidak ada keadaan yang menuntun pada 1;
keadaan 1 tidak mempunyai masa lalu. Hukum fisika yang digambarkan
melalui Gambar 1.9 adalah ireversibel. Hukum fisika tersebut mengilus-
trasikan jenis situasi yang dilarang oleh prinsip-prinsip fisika klasik.
Perhatikanlah bahwa jika kita membalikkan anak panah pada diagram
dalam Gambar 1.9 tersebut untuk menghasilkan Gambar 1.10, hukum yang
mirip tersebut gagal untuk memberi tahu pada anda kemanakah anda akan
pergi dimasa depan.

1-10.jpg

Gambar 1.10: Sebuah sistem yang tidak deterministik dimasa depan.

Terdapat sebuah aturan yang sangat sederhana yang menjelaskan kapan


sebuah diagram merepresentasikan suatu hukum fiska yang reversibel dan
deterministik. Jika setiap keadaan memiliki sebuah anak panah berarah
tunggal yang mengarah pada masing-masing keadaan dan sebuah anak panah
yang mengarah keluar dari masing-masing keadaan tersebut, maka itu adalah
suatu hukum reversibel deterministik yang sah. Inilah slogannya:
”Haruslah ada satu anak panah untuk memberi tahu anda kemanakah
anda akan pergi dan satu anak panah untuk memberi tahu anda dari mana
anda datang.”
Aturan bahwa hukum-hukum dinamik haruslah deterministik dan re-
versibel sangatlah sentral bagi fisika klasik yang kadang-kadang kita lupa
untuk menyebutkannya ketika mengajarkan subjek fisika klasik. Kenyataan-
nya hukum-hukum dinamik tersebut bahkan tidak memiliki nama. Kita bisa
saja menyebutnya hukum yang pertama, tetapi sayangnya telah terdapat
1
Ireversibilitas = ketidakterbalikkan.
10 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

dua hukum yang pertama–hukum gerak pertama Newton dan hukum per-
tama termodinamika. Bahkan terdapat hukum ke-nol termodinamika. Jadi
kita harus kembali pada suatu hukum minus pertama utuk memperoleh pri-
oritas pada apa yang tidak bisa diragukan lagi merupakan hal yang paling
fundamental dari segala hukum fisika, kekekalan informasi. Kekekalan infor-
masi sederhananya adalah merupakan aturan bahwa setiap keadaan memiliki
satu anak panah masuk dan satu anak panah keluar. Aturan ini menjamin
bahwa kita tidak akan pernah kehilangan jejak dari mana kita mulai.
Kekekalan informasi bukanlah sebuah hukum kekekalan yang konven-
sional. KIta akan kembali pada topik ini setelah mempelajari sistem-sistem
dengan banyak keadaan yang tidak berhingga.

1.4 Sistem Dinamik dengan Jumlah Keadaan


Tidak Berhingga
Sampai sejauh ini seluruh contoh yang telah kita pelajari memiliki ruang
keadaan yang jumlah keadaannya berhingga. Tidak terdapat alasan mengapa
kita tidak bisa memiliki sebuah sistem dinamik dengan jumlah keadaan yang
tidak berhingga. Sebagai contoh, bayangkanlah sebuah garis dengan jumlah
titik-titik diskrit yang tidak berhingga yang membentuknya–seperti sebuah
rel kereta api dengan jumlah urutan stasiun yang tak berhingga dalam ke-
dua arahnya. Misalkan sebuah penanda dari beberapa jenis penanda yang
dipilah, bisa melompat dari satu titik ke titik lainnya yang berdasarkan pada
beberapa aturan. Untuk menjelaskan sistem tersebut kita bisa melabeli titik-
titik sepanjang garis lurus dengan bilangan-bilangan bulat sama seperti kita
melabeli waktu-waktu sesaat diskrit pada contoh-contoh sebelumnya.
Karena kita telah menggunakan notasi n untuk tapak-tapak waktu diskrit,
marilah kita menggunakan N untuk tiap titik pada lintasan (rel). Sejarah
dari penanda jalan tersebut akan berisikan sebuah fungsi N (n), yang mem-
beritahu anda tempat-tempat sepanjang lintasan N pada setiap waktu n
Versi pendek ruang keadaan ini ditunjukkan di dalam Gambar 1.11.

1-11.jpg

Gambar 1.11: Ruang keadaan suatu sistem tak berhingga


1.4. SISTEM DINAMIK DENGAN JUMLAH KEADAAN TIDAK BERHINGGA11

Sebuah hukum dinamik yang sangat sederhana untuk sistem tersebut


ditunjukkan dalam Gambar 1.12, adalah untuk menggeser penanda tersebut
satu satuan dalam arah positif pada tiap waktu.

1-12.jpg

Gambar 1.12: Ruang keadaan suatu sistem tak berhingga

Hal ini bisa diijinkan karena tiap keadaan memiliki satu anak panah ma-
suk dan satu anak panah keluar. Kita bisa dengan mudah mengekspresikan
aturan ini dalam bentuk sebuah persamaan

N (n + 1) = N (n) + 1 (1.1)

Disini terdapat beberapa aturan yang mungkin, tapi tidak semuanya bisa
diijinkan.

N (n + 1) = N (n) − 1 (1.2)
N (n + 1) = N (n) + 2 (1.3)
N (n + 1) = N (n)2 (1.4)
N (n + 1) = (−1)N (n) N (n) (1.5)

Latihan 3: Tentukanlah yang manakah dari hukum-hukum dinamik


yang ditunjukkan dalam Persamaan(1.2)-(1.5) yang bisa diijinkan.
Di dalam Persamaan(1.1), dimanapun kita memulai, kita pada akhirnya
akan sampai pada setiap titik lainnya entah apakah kita bergerak menuju
masa depan ataupun menuju masa lalu. Kita katakan bahwa terdapat se-
buah siklus tak berhingga tunggal. Dengan Persamaan(1.3) pada sisi lainnya
jika kita memulai pada nilai N ganjil, kita tidak akan pernah memperoleh
sebuah nilai genap, dan begitu juga sebalikmya, jika kita memulai dengan
nilai N genap maka kita tidak akan pernah memperoleh nilai ganjil. Jadi
kita katakan terdapat siklus tak berhingga.
Secara kualitatif, kita bisa juga menambahkan keadaaan-keadaan yang
berbeda pada sistem untuk menciptakan lebih banyak siklus, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 1.13
Jika kita memulai dengan dengan sebuah bilangan, maka kita tentunya
akan terus melanjutkan seperti sebelumnya pada baris paling atas, seperti
12 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

1-13.jpg

Gambar 1.13: Pemecahan suatu konfigurasi Ruang keadaan tak berhingga


menjadi siklus berhingga dan tak berhingga

yang ditunjukkan oleh Gambar 1.12. Pada sisi lain, jika kita memulai pada A
atau B, maka kita akan terus berputar diantara keduanya. Jadi kita memiliki
campuran dimana kita berputar secara teratur disekitar beberapa keadaan,
sementara ditempat lainnya kita bergerak menuju ketidakberhinggaan.

1.5 Siklus-Siklus dan Hukum Kekekalan


Ketika ruang keadaan dipisahkan menjadi beberapa siklus, sistem tetap be-
rada dalam sembarang siklus yang dimulai olehnya. Tiap siklus memiliki
aturan dinamiknya tersendiri, tetapi siklus-siklus ini merupakan bagian dari
ruang keadaan yang sama karena siklus-siklus tersebut mendeskripsikan sis-
tem dinamik yang sama. Misalkan kita meninjau sebuah sistem yang memi-
liki tiga buah siklus. Masing-masing keadaan 1 dan 2 secara individual adalah
kepunyaan siklusnya sendiri. sementara keadaan 3 dan 4 kepunyaan siklus
yang ketiga (lihat Gambar 1.14).

1-14.jpg

Gambar 1.14: Pemisahan ruang keadaan menjadi siklus-siklus

Kapanpun sebuah hukum dinamik membagi ruang keadaan ke dalam


siklus-siklus terpisah, terdapat suatu memori dari siklus yang dimulainya.
1.6. BATAS-BATAS PRESISI 13

Memori tersebut disebut sebuah hukum kekekalan2 ; hukum kekekalan3 mem-


beritahu kita tentang sesuatu yang dijaga utuh setiap waktu. Untuk mem-
buat hukum kekekalan menjadi kuantitatif, kita memberi setiap siklus sebuah
nilai numerik Q.

1-15.jpg

Gambar 1.15: Pemberian label siklus dengan nilai spesifik dari suatu kuan-
titas kekal.

Dalam contoh pada Gambar 1.15 tiga buah siklus dilabeli Q = +1, Q =
−1 dan Q = 0. Apapun harga Q, nilainya tetap sama pada segala waktu.
Karena hukum dinamik tersebut tidak mengijinkan lompatan dari satu siklus
ke siklus lainnya. Secara sederhana dikatakan Q adalah kekal.
Dalam bab-bab selanjutnya kita akan berhadapan dengan masalah gerak
kontinu4 yang mana baik ruang keadaan dan waktunya adalah kontinu. Segala
hal yang kita bahas untuk sistem diskrit yang sederhana memiliki analogi5
terhadap sistem-sistem yang lebih realistis, tetapi hal itu akan memerlukan
beberapa bab sebelum kita melihat bagaimana analogi-analogi tersebut berperan.

1.6 Batas-Batas Presisi


Laplace mungkin telah terlampau optimistik mengenai betapa bisa diprediksinya
dunia ini, bahkan dalam fisika klasik. Ia tentunya akan setuju bahwa mem-
prediksi masa depan akan memerlukan sebuah pengetahuan yang lengkap
dari hukum-hukum dinamik yang mengatur dunia, sebagaimana juga daya
perhitungan yang dahsyat–apa yang ia sebut sebagai seorang ”pemikir yang
sangat bijak untuk mempresentasikan data-data tersebut untuk dianalisis.”
Tetapi ada satu elemen lain yang mungkin ia pandang remeh: kemampuan
2
conservation law = hukum kekekalan.
3
Kekekalan adalah sama dengan konservasi.
4
Istilah lain dari kontinu adalah malar.
5
atau kemiripan.
14 KULIAH 1. SIFAT ALAMIAH FISIKA KLASIK

untuk mengetahui kondisi-kondisi awal dengan presisi6 yang hampir sem-


purna. Bayangkanlah sebuah dadu yang memiliki jutaan muka, masing-
masing darinya dilabeli dengan suatu simbol yang serupa dalam penampilan-
nya dengan bilangan bulat berdigit tunggal biasa, tetapi dengan perbedaan-
perbedaan yang cukup kecil sehingga terdapat jutaan label yang bisa dibedakan.
Jika kita mengetahui hukum dinamiknya, dan jika kita mempu untuk men-
genali label awalnya, kita bisa memprediksi sejarah masa depan dadu terse-
but. Namun, jika pemikir Laplace yang bijak tersebut menderita kecacatan
penglihatan yang amat kecil saja, sehingga dia tidak mampu membedakan
label-label yang serupa, kemampuan memprediksinya akan menjadi terbatas.
Di dalam dunia nyata, bahkan lebih parah lagi, ruang-ruang keadaan
tidak hanya besar dalam jumlah titik-titiknya, titik-titik tersebut tidak berhingga
secara kontinu. Dengan kata lain, titik-titik tersebut dilabeli dengan suatu
himpunan bilangan-bilangan real sebagai koordinat-koordinat lokasi partikel.
Bilangan real adalah sedemikian padat sehingga setiap satu bilangan darinya
secara acak dekat dalam nilainya menuju suatu jumlah tak berhingga dari
bilangan-bilangan tetangganya. Kemampuan untuk membedakan nilai-nilai
yang berdekatan dari bilangan-bilangan ini merupakan ”daya pemecahan”
dari eksperimen apapun dan untuk pengamatan real apapun hal tersebut
terbatas. Pada dasarnya kita tidak dapat mengetahui kondisi-kondisi awal
dengan tingkat ketelitian yang tidak berhingga.
Dalam banyak kasus, perbedaan-perbedaan terkecil pada kondisi-kondisi
awal–keadaan yang dimulai–menghasilkan perbedaan yang besar pada hasil-
nya. Fenomena ini disebut chaos 7 . Jika sebuah sistem bersifat chaos (chaotic)
(kebanyakkan sistem memang demikian), maka hal tersebut menandakan
bahwa betapapun baiknya daya pemecahan yang mungkin dimiliki, waktu
terhadap yang mana sistem bisa diprediksi adalah terbatas. Kemampuan
prediksi yang sempurna tidak dapat diperoleh, sederhananya karena kita
terbatas dalam daya pemecahan yang kita punyai.

6
Presisi = Tingkat akurasi atau ketepatan.
7
Chaos = Keadaan Kacau yang disebabkan oleh derajat keacakan yang sangat tinggi
Kuliah 2
Gerak

2.1 Interlude Matematika: Kalkulus Diferen-


sial (Turunan)
Dalam buku ini kita akan sangat sering berhadapan dengan bagaimana berba-
gai kuantitas berubah terhadap waktu. Kebanyakan masalah fisika klasik
berhubungan dengan kuantitas-kuantitas yang berubah secara mulus1 –istilah
matematikanya secara kontinu– ketika waktu berubah secara kontinu. Hukum-
hukum dinamik yang mengupdate suatu sistem haruslah melibatkan peruba-
han kontinu dari waktu, tidak seperti perubahan stroboskopik pada bahasan-
bahasan kuliah yang pertama. Jadi perhatian kita akan terfokus pada fungsi-
fungsi yang tidak tergantung pada variabel t.
Untuk mengantisipasi2 hal tersebut, secara matematika, perubahan-peru-
bahan kontinu tersebut, kita menggunakan Matematika Kalkulus. Kalku-
lus adalah mengenai limit-limit, jadi mari kita memulainya dengan ide ini.
Anggap kita memiliki suatu barisan bilangan l1 , l2 , l3 , . . . yang terus mendekati
suatu nilai L tententu. Sebagai contoh, 0, 9; 0, 99; 0, 999; 0, 9999; . . . Limit
dari barisan ini adalah 1. Tidak ada satupun dari anggota barisan tersebut
sama dengan 1, tetapi anggota-anggota barisan tersebut semakin mendekati
1. Untuk menunjukkan hal tersebut kita menuliskannya dengan

lim li = L
i→∞

Dalam kata-kata, L adalah limit dari li ketika i menuju tak berhingga.


Kita bisa menerapkan ide yang sama terhadap fungsi-fungsi matematika
lainnya. Misalkan kita memliki sebuah fungsi f (t) dan kita ingin memper-
oleh gambaran bagaimana nilai-nilai fungsi tersebut berubah saat t semakin
1
Dari bahasa Inggris Smoothly yang artinya secara mulus
2
Atau mempersiapkan sesuatu yang pasti akan terjadi nanti.

15
16 KULIAH 2. GERAK

mendekati suatu nilai, misalnya saja a. JIka f (t) secara acak mendekati L
saat t cenderung menuju a, maka kita mengatakan bahwa limit f (t) ketika t
cenderung menuju a adalah bilangan L. Secara simbolik,
lim f (t) = L
t→a

Misalkan f (t) adalah sebuah fungsi dari variabel t. saat t, maka f (t) juga
akan ikut berubah. Kalkulus diferensial berurusan dengan rate3 perubahan
dari fungsi-fungsi matematika. Idenya adalah untuk memulai dengan f (t)
pada suatu waktu sesaat tertentu dan kemudian dengan mengubah waktu
tersebut sedikit demi sedikit dan melihat bagaimana f (t) berubah. Rate
perubahan didefinisikan sebagai rasio perubahan dalam f terhadap peruba-
han dalam t. Kita melambangkan perubahan suatu kuantiitas atau besaran
dengan huruf kapital Yunani delta, ∆. Misalkan perubahan dalam t ditulis
∆t. (Ini bukanlah ∆ × t, tetapi ini adalah perubahan dalam t.) Terhadap
interval ∆t, f berubah dari f (t) menjadi f (t+∆t). Perubahan dalam f yang
dinotasikan oleh ∆f diberikan oleh
∆f = f (t + ∆t) − f (t)
Untuk mendefinisikan rate perubahan secara presisi pada waktu t, kita harus
membiarkan ∆t menyusut menuju nol. Tentu saja, ketika kita melakukan-
nya, ∆f juga menyusut mendekati nol, tetapi jika kita membagi ∆f dengan
∆t, rasionya akan mendekati suatu limit.Limit tersebut merupakan derivatif
(turunan) dari f (t) terhadap t,
df (t) ∆f f (t + ∆t) − f (t)
= lim = lim (2.1)
dt ∆t→0 ∆t ∆t→0 ∆t
Seorang Matematikawan yang kaku mungkin akan mengerutkan dahinya pada
ide bahwa dfdt(t) adalah rasio dari dua diferensial, tetapi anda akan hampir
tidak pernah membuat kesalahan dengan memakai cari ini. Dengan kata
lain, cara ini sangatlah akurat.
Marilah kita menghitung beberapa derivatif. Kita mulai dengan fungsi-
fungsi yang didefinisikan oleh pangkat t. Misalkan kita mengilustrasikan
metode ini dengan menghitung derivatif f (t) = t2 . Kita menerapkan Per-
samaan(2.1) dan dengan mendefinisikan f (t + ∆t):
f (t + ∆t) = (t + ∆t)2
Kita bisa menghitung (t + ∆t)2 dengan melakukan perkalian langsung, atau
kita bisa menggunakan Teorema Binomial. Kedua cara ini menghasilkan
f (t + ∆t) = t2 + 2t∆t + ∆t2
3
Rate adalah laju perubahan suatu kuantitas terhadap waktu.
2.1. INTERLUDE MATEMATIKA: KALKULUS DIFERENSIAL (TURUNAN)17

Kita sekarang mengurangkan hasil tersbut dengan f (t)


f (t + ∆t) − f (t) = t2 + 2t∆t + ∆t2 − t2 = 2t∆t + ∆t2
langkah selanjutnya adalah membagi hasil tersbut dengan ∆t:
f (t + ∆t) − f (t) 2t∆t + ∆t2
= = 2t + ∆t
∆t ∆t
Adalah hal yang mudah untuk mengambil limit ∆t → 0. Suku Pertama tidak
bergantung pada ∆t, oleh karena itu tetap, tetapi suku kedua cenderung
menuju nol dan menghilang. Ini adalah sesuatu yang harus diingat: suku-
suku berorde lebih tinggi dalam ∆t bisa diabaikan ketika anda menghitung
derivatif. Jadi
f (t + ∆t) − f (t)
lim = 2t
∆t→0 ∆t
Sehingga derivatif (turunan) dari t2 adalah
d(t2 )
= 2t
dt
Selanjutnya, marilah kita meninjau sebuah fungsi pangkat yang umum,
f (t) = tn . Untuk menghitung derivatifnya (derivatif = turunan), kita harus
menghitung f (t + ∆t) = (t + ∆t)n . Disini, aljabar sekolah menengah atas
akan menanganinya: hasilnya diberikan oleh Teorema Binomial. Diberikan
dua bilangan a dan b, kita akan menghitung (a + b)n . Teorema Binomial
menghasilkan
n(n − 1) n−2 2 n(n − 1)(n − 2) n−3 3
(a + b)n = an + nan−1 b + a b + a b + ···
2 3
· · · + bn
Seberapa panjangkah ekspresi ini berlanjut? Jika n adalah sebuah bilangan
bulat, deret tersebut pada akhirnya berhenti setelah suku n + 1. Tetapi Teo-
rema Binomial lebih umum dari pada hal tersebut. Faktanya, n bisa berupa
bilangan real ataupun bilangan kompleks sembarang4 . Jika n bukanlah suatu
bilangan bulat, ekspresi tersebut tidak akan pernah berhenti, namun meng-
hasilkan suatu deret tak berhingga. Untungnya, untuk tujuan kita, hanya
dua suku pertama yang penting.
Untuk menghitung (t + ∆t)n , yang harus kita lakukan adalah mengatur
a = t dan b = ∆t untuk mendapatkan
f (t + ∆t) = (t + ∆t)n
= tn + ntn−1 ∆t + · · ·
4
Istilah sembarang disini mengacu pada pengertian bisa bilangan kompleks apa pun.
18 KULIAH 2. GERAK

Semua suku yang direpresentasikan oleh titik-titik menyusut menjadi nol


dalam limit, sehingga kita bisa mengabaikan suku-suku tersebut.
Sekarang kurangkan f (t) (atau tn ),

∆f = f (t + ∆t) − f (t)
n(n − 1) n−2 2
= tn + ntn−1 ∆t + t ∆t + · · · − tn
2
n(n − 1) n−2 2
= ntn−1 ∆t + t ∆t + · · ·
2

Sekarang, hasil tersebut dibagi dengan ∆t;

∆f n(n − 1) n−2
= ntn−1 + t ∆t + · · ·
∆t 2

dan biarkanlah ∆t → 0, maka turunannya (derivatifnya) adalah

dtn
= ntn−1
dt

Satu poin pentingnya adalah bahwa relasi ini berlaku bahkan bila n bukan-
lah sebuah bilangan bulat; n bisa berupa bilangan real ataupun bilangan
kompleks sembarang.
Disini terdapat beberapa kasus turunan. Jika n = 0 maka f (t) adalah
sama dengan 1. Turunannya adalah nol, ini adalah kasus untuk fungsi-fungsi
apapun yang tidak mengalami perubahan5 . Jika n = 1 maka f (t) = t dan
turunannya adalah 1, hal ini selalu benar untuk kasus ketika anda mengambil
turunan dari sesuatu terhadap dirinya sendiri. Disini terdapat beberapa
turunan dari fungsi berpangkat:

dt2
= 2t
dt
dt3
= 3t2
dt
dt4
= 4t3
dt
dtn
= ntn−1
dt
5
Atau bisa kita sebut sebagai konstanta.
2.1. INTERLUDE MATEMATIKA: KALKULUS DIFERENSIAL (TURUNAN)19

Sebagai acuan dimasa mendatang, terdapat beberapa derivatif lainnya:

d sin t
= cos t
dt
d cos t
= − sin t
dt
det
= et (2.2)
dt
de±nt
= ±ne±nt
dt
d ln t 1
=
dt t
t
Satu penjelasan mengenai rumus ketiga dalam Persamaan(2.2), de dt
= et .
Makna dari et adalah sangat jelas jika t adalah sebuah bilangan bulat. Se-
bagai contoh, e3 = e × e × e. Pengertiannya untuk bukan bilangan bulat
tidaklah demikian. Secara dasar, et didefinisikan oleh sifat bahwa turunan-
nya sama dengan dirinya sendiri. Jadi rumus ketiga adalah sungguh-sungguh
sebuah definisi.
Terdapat beberapa aturan yang berguna untuk diingat mengenai tu-
runan. Anda bisa membuktikannya jika anda menginginkan latihan yang
menantang. Yang pertama adalah fakta bahwa turunan dari sebuah kon-
stanta adalah selalu nol. Hal ini masuk akal, karena turunan adalah rate6
perubahan dan konstanta tidak pernah berubah, jadi

dc
= 0.
dt
Turunan dari sebuah konstanta kali sebuah fungsi adalah konstanta terse-
but kali turunan dari fungsi tersebut:

dcf df
=c .
dt dt

Misalkan kita memiliki dua fungsi, f (t) dan g(t). Jika jumlah keduanya
juga merupakan fungsi, maka turunannya diberikan oleh

d(f + g) df dg
=. +
dt dt dt
Ini disebut aturan penjumlahan.
6
atau laju
20 KULIAH 2. GERAK

Perkalian kedua fungsi tersebut juga merupakan fungsi lainnya, dan tu-
runannya adalah
d(f g) dg df
= f (t) + g(t)
dt dt dt
Tidak mengejutkan, ini disebut aturan perkalian.
Selanjutnya, misalkan bahwa g(t) adalah sebuah fungsi t dan f (g) adalah
sebuah fungsi g. Hal ini menjadikan f sebagai sebuah fungsi implisit dari t.
Jika kita mau mengetahui berapakah f untuk beberapa t, pertama-tama hi-
tunglah g(t). Kemudian, dengan mengetahui g(t), hitunglah f (g). sangatlah
mudah menghitung turunan terhadap t dari f:
df df dg
=
dt dg dt
ini disebut aturan rantai (chain rule). Hal ini akan dengan jelas menjadi
benar jika turunan-turunannya adalah sungguh-sungguh merupakan rasio-
rasio; dalam kasus ini, elemen dg akan saling membatalkan pada pembilang
dan penyebut. Faktanya, ini adalah salah satu kasus dimana jawaban naif
sekalipun adalah benar. Hal pentinh untuk diingat mengenai penggunaan at-
uran rantai adalah bahwa anda menciptakan sebuah fungsi intermediet, g(t),
untuk menyederhanakan f (t) dengan menjadikannya f (g). Sebagai contoh,
jika
f (t) = ln t3
dan kita mau mencari dfdt
, maka elemen t3 di dalam logaritma natural mungkin
menjadi sebuah masalah. Oleh karena itu kita menciptakan sebuah fungsi
intermediet g = t3 , sehingga kita mempunyai f (g) = ln g. Maka kita bisa
menerapkan aturan rantai
df df dg
=
dt dg dt
df 1
Kita bisa menggunakan rumus-rumus turunan untuk mendapatkan dg
= g
dan dg
dt
= 3t2 , sehingga
df 3t2
=
dt g
Kita melakukan substitusi g = t3 untuk memperoleh

df 3t2 3
= 3 = .
dt t t
Inilah cara menggunakan aturan rantai.
Dengan menggunakan aturan-aturan ini, anda bisa menghitung banyak
derivatif. Secara mendasar, itu semua adalah fungsi dari kalkulus diferensial.
2.2. GERAK PARTIKEL 21

Latihan 1: Hitunglah turunan-turunan (derivatif) dari tiap-tiap fungsi


berikut:

f (t) = t4 + 3t3 + 12t2 + t − 6


g(x) = sin x − cos x
θ(α) = eα + α ln α
x(t) = sin2 t − cos t

Latihan 2: Turunan dari suatu turunan disebut turunan kedua, dan


2
dituliskan d dtf 2(t) . Ambilah turunan kedua dari tiap fungsi yang didaftarkan
pada Latihan 1.
Latihan 3: Gunakanlah aturan rantai untuk mencari turunan-turunan
dari masing-masing fungsi berikut:

g(t) = sin t2 − cos t2


θ(α) = e3α + 3α ln(3α)
x(t) = sin2 (t2 ) − cos(t2 )

Latihan 4: Buktikanlah aturan penjumlahan, aturan perkalian dan at-


uran rantai.
Latihan 5: Buktikanlah tiap-tiap rumus dalam Persamaan(2.2). Petun-
juk: Lihat identitas trigonometri dan sifat-sifat limit dalam sebuah buku
referensi.

2.2 Gerak Partikel


Konsep partikel titik adalah merupakan sebuah konsep yang bersifat pengide-
alan. Tidak ada benda yang sedemikian kecil sehingga menjadi sebuah titik,
bahkan elektron sekalipun tidaklah demikian. Tetapi di dalam banyak situ-
asi kita dapat mengabaikan struktur besar dari objek-objek tersebut dan
memperlakukannya sebagai sebuah titik. Sebagai contoh, planet Bumi se-
cara jelas bukanlah sebuah titik, tetapi di dalam menghitung orbitnya dalam
mengelilingi Matahari, kita dapat mengabaikan ukuran Bumi sampai suatu
derajat ketelitian yang tinggi.
Posisi sebuah partikel dispesifikasikan melalui pemberian suatu harga bagi
masing-masing dari tiga koordinat spasialnya7 , dan gerak partikel didefin-
isikan oleh posisinya pada setiap waktu. Secara matematika kita dapat men-
spesifikasikan posisi suatu partikel ataupun objek lainnya dengan pemberian
tiga tiga koordinat spasialnya sebagai fungsi t: x(t), y(t), z(t).
7
Spasial = Keruangan
22 KULIAH 2. GERAK

Posisi suatu objek8 bisa dipikirkan juga sebagai sebuah vektor ~r(t) yang
komponen-komponennya adalah x, y, z pada waktu t. Lintasan partikel,
yaitu trayektorinya, dispesifikasikan oleh ~r(t). Pekerjaan dari Mekanika Klasik
adalah untuk mencari ~r(t) dari beberapa kondisi (syarat) awal dan beberapa
hukum dinamik.
Selanjutnya, terhadap posisinya, hal yang paling penting mengenai par-
tikel adalah kecepatannya. Kecepatan juga merupakan sebuah kuantitas
(besaran) vektor. Untuk mendefinisikan kecepatan, kita membutuhkan be-
berapa konsep kalkulus. Berikut ini adalah bagaimana kita melakukannya.
Tinjaulah perpindahan partikel diantara waktu t dan waktu sesaat ke-
mudian t + ∆t. Selama interval waktu tersebut, partikel bergerak dari
x(t), y(t), z(t) menuju x(t + ∆t), y(t + ∆t), z(t + ∆t), atau dalam notasi
vektor, dari ~r(t) menuju ~r(t + ∆t). Perpindahan tersebut didefinisikan seba-
gai
∆x = x(t + ∆t) − x(t)
∆y = y(t + ∆t) − y(t)
∆z = z(t + ∆t) − z(t)
atau
∆~r = ~r(t + ∆t) − ~r(t)
Perpindahan ini adalah berjarak pendek, partikel bergerak di dalam waktu
yang sangat singkat ∆t. Untuk memperoleh kecepatan, kita membagi per-
pindahan dengan ∆t dan mengambil limit ketika ∆t menyusut mendekati
nol. Sebagai contoh
∆x
vx = lim
∆t→0 ∆t

Tentu saja ini adalah sebuah definisi dari turunan (derivatif) x terhadap t.
Hasil selengkapnya adalah
dx
vx = = ẋ
dt
dy
vy = = ẏ
dt
dz
vz = = ż
dt
Penempatan sebuah titik di atas simbol sebuah kuantitas adalah penyingkatan
penulisan standar bagi turunan suatu kuantitas terhadap waktu. Konvensi
8
Istilah objek bisa mengacu pada semua benda secara umum, baik planet-planet,
bintang-bintang, galaksi-galaksi yang berukuran sangat besar maupun partikel-partikel
yang berukuran sangat kecil dan dianggap tidak berstruktur sehingga menjadi benda titik.
2.2. GERAK PARTIKEL 23

ini bisa dipakai bagi turunan terhadap waktu dari kuantitas apapun, tidak
hanya posisi sebuah partikel. Sebagai contoh, jika T mewakili suhu dari
sebuah tabung air panas, maka Ṫ akan merepresentasikan rate9 perubahan
suhu terhadap waktu. Konvensi ini akan sangat sering digunakan, jadi ter-
biasalah dengannya.
Adalah hal yang melelahkan untuk terus-menerus menuliskan x, y, z se-
hingga kita akan seringkali menyingkatkan notasinya. Tiga koordinat x, y, z
secara kolektif dinotasikan dengan xi 10 dan komponen-komponen kecepatan-
nya oleh vi :
dxi
vi = = ẋi
dt
dimana i mengambil nilai-nilai 1 = x, 2 = y, 3 = z, atau dalam notasi vektor
d~ri ~
~v = = ṙi
dt
Vektor kecepatan memiliki magnitudo |~v |
|~v |2 = vx2 + vy2 + vz2
rumusan tersebut merepresentasikan seberapa cepat partikel sedang bergerak
tanpa memandang arah. Magnitudo |~v | disebut kelajuan.
Percepatan adalah kuantitas yang memberi tahu kita seberapa cepat ke-
cepatan sedang berubah atau bisa disebut sebagai laju perubahan kecepatan.
Jika sebuah objek sedang bergerak dengan suatu vektor kecepatan yang kon-
stan, objek tersebut tidak memiliki percepatan. Sebuah vektor kecepatan
yang konstan berimplikasi bahwa bukan hanya lajunya saja yang konstan,
tetapi arahnya juga konstan. Kita merasakan percepatan hanya ketika vek-
tor kecepatan berubah, baik dalam magnitudo (yaitu lajunya) atau pun arah.
Percepatan adalah turunan terhadap waktu dari kecepatan:
dvi
ai = = v̇i
dt
atau dalam notasi vektor
~a = ~v˙
Karena vi adalah turunan terhadap waktu dari xi dan ai adalah turunan
terhadap waktu dari vi , maka percepatan adalah turunan kedua terhadap
waktu dari xi ,
d 2 xi
ai = 2 = ẍi
dt
dimana notasi titik dua bermakna turunan kedua terhadap waktu.
9
atau laju
10
Didalam penulisan ini berlaku: x → x1 , y → x2 , z → x3 .
24 KULIAH 2. GERAK

2.3 Contoh-Contoh Gerak


Misalkan sebuah partikel mulai bergerak pada waktu t = 0 menurut persamaan-
persamaan berikuut:
x(t) = 0
y(t) = 0
1
z(t) = z(0) + v(0)t − gt2
2
Partikel ini secara jelas tidak bergerak dalam arah x dan y, tetapi bergerak
sepanjang sumbu z. Konstanta-konstanta z(0) dan v(0) merepresentasikan
nilai-nilai awal posisi dan kecepatan sepanjang arah z pada t = 0. Kita juga
memperhatikan g sebagai sebuah konstanta.
Sekarang kita menghitung kecepatan dengan menurunkan z(t) terhadap
waktu
vx (t) = 0
vy (t) = 0
vz (t) = v(0) − gt
Komponen-komponen kecepatan x dan y selalu nol. Komponen kecepatan z
yang mulai pada t = 0 menjadi sama dengan v(0). Dengan kata lain, v(0)
adalah kecepatan awal (initial velocity).
Seiring berjalannya waktu, suku gt menjadi tidak nol. Pada akhirnya
suku gt akan menyusul nilai dari kecepatan awal dan partikel akar bergerak
sepanjang arah z negatif.
Sekarang kita menghitung percepatan dengan menurunkannya sekali lagi
terhadap waktu.
ax (t) = 0
ay (t) = 0
az (t) = −g
Percepatan sepanjang sumbu z adalah konstan dan negatif. Jika sumbu z
merepresentasikan ketinggian, partikel akan mengalami percepatan kearah
bawah seperti dalam kasus benda jatuh.
Selanjutnya, tinjaulah sebuah partikel yang sedang berosilasi, yang berg-
erak maju-mundur sepanjang sumbu x. Karena tidak ada gerak ke arah
sumbu-sumbu lainnya, maka kita akan mengabaikan gerak pada sumbu-
sumbu tersebut. Sistem ini dinamakan osilator sederhana. Gerak osilator
sederhana menggunakan fungsi trigonometri:
x(t) = sin ωt
2.3. CONTOH-CONTOH GERAK 25

dimana ω adalah sebuah konstanta. Semakin besar ω, semakain cepat osilasi


terjadi. Gerak ini dinamakan gerak harmonik sederhana (lihat Gambar 2.1)

2-1.jpg

Gambar 2.1: Gerak Harmonik Sederhana

Sekarang kita menghitung kecepatan dan percepatannya. Untuk melakukan-


nya, kita perlu menurunkan x(t) terhadap waktu. Hasil turunan pertamanya
terhadap waktu adalah
d
vx = sin ωt
dt
Kita memiliki sinus dari sebuah perkalian. Kita bisa melabeli ulang perkalian
ini sebagai b = ωt, sehingga
d
vx = sin b
dt
Dengan menerapkan aturan rantai
d db
vx = sin b
db dt
atau
d dωt
vx = cos b
dt dt
atau
vx = ω cos ωt
Kita memperoleh percepatannya dengan menggunakan cara yang sama pada
hasil dari vx tersebut
ax = −ω 2 sin ωt
Perhatikanlah beberapa hal yang menarik ketika x berada pada posisi mak-
simum atau minimumnnya, kecepatannya adalah nol. Hal sebaliknya ketika
26 KULIAH 2. GERAK

posisinya pada x = 0, kecepatannya adalah maksimum ataupun minimum.


kita mengatakan bahwa posisi dan kecepatan berlawanan fase 900 . Anda
dapat melihat hal ini dalam Gambar 2.2 yang merepresentasikan x(t) dan
Gambar 2.3 yang merepresentasikan v(t)

2-2.jpg

Gambar 2.2: Representasi Posisi Partikel.

Posisi dan percepatan juga terhubung, keduanya sebanding dengan sin ωt.
Tetapi perhatikanlah tanda negatif pada percepatan. Tanda negatif tersebut
menyatakan bahwa kapanpun x positif percepatannya adalah negatif, dan
bila x negatif maka percepatannya adalah positif. Dalam kata lain, kemana-
pun partikel bergerak, partikel tersebut akan mengalami percepatan kembali
ke titik asal (titik kesetimbangannya). Dalam pengeertian teknis, posisi dan
percepatan berlawanan fase 1800 .
Latihan 6: Berapa lamakah waktu yang diperlukan oleh partikel yang
sedang berosilasi untuk menempuh satu siklus penuh?
Selanjutnya, mari meninjau sebuah partikel yang sedang bergerak den-
gan gerak melingkar seragam disekitar titik asal. Ini berarti bahwa par-
tikel sedang bergerak dalam lintasan yang berbentuk lingkaran dengan kela-
juan konstan. untuk tujuan ini kita bisa mengabaikan sumbu z dan hanya
berfokus pada bidang x, y. Untuk mendeskripsikan hal ini, kita harus memi-
liki dua fungsi, yaitu x(t) dan y(t). Secara lebih spesifik lagi, kita akan
memilih arah pergerakan partikel dalam arah yang berlawanan arah putaran
jarum jam. Misalkan jari-jari orbitnya adalah R.
2.3. CONTOH-CONTOH GERAK 27

2-3.jpg

Gambar 2.3: Representasi Kecepatan Partikel.

Adalah bermanfaat untuk memvisualisasikan gerak ini dengan memproyek-


sikannya kepada dua sumbu yang tersedia. Ketika partikel bergerak mel-
ingkari titik asal, x berosislasi di antara x = −R dan x = R. Hal yang sama
juga berlaku bagi koordinat y. Tetapi kedua koordinat terpisah fase sebesar
900 ; ketika x maksimum, y sama dengan nol, dan demikian pula sebaliknya.
Gerak melingkar seragam (yang berlawanan arah putaran jarum jam)
yang paling umum disekitar titik asal memiliki bentuk matematika

x(t) = R cos ωt (2.3)


y(t) = R sin ωt (2.4)

Disini parameter ω disebut frekuensi sudut (frekuensi angular ), yang didefin-


isikan sebagai jumlah radian yang ditempuh sudut pada satu satuan waktu.
Frekuensi angular juga memiliki peran terhadap seberapa lama waktu par-
tikel menempuh satu revolusi11 penuh, yaitu periode gerak, yang sama seperti
yang kita temukan di dalam Latihan 6:

T = (2.5)
ω
Sekarang adalah hal yang mudah untuk menghitung komponen-komponen
11
Revolusi disini bermakna jumlah putaran penuh partikel terhadap sebuah pusat orbit
atau titik asalnya.
28 KULIAH 2. GERAK

kecepatan dan percepatannya dengan menggunakan pendiferensialan:

vx = −Rω sin ωt (2.6)


vy = Rω cos ωt (2.7)
ax = −Rω 2 cos ωt (2.8)
ay = −Rω 2 sin ωt (2.9)

Hasil-hasil ini menampilkan sebuah sifat yang menarik dari fenomena gerak
melingkar yang Newton gunakan untuk menganalisis gerak Bulan: percepatan
dari sebuah orbit melingkar sejajar terhadap vektor posisinya, tetapi arahnya
adalah sepenuhnya berlawanan. Dalam kata lain, vektor percepatan secara
radial menuju ke dalam titik asal.
Latihan 7: Tunjukkanlah bahwa vektor posisi dan vektor kecepatan dari
sesi sebelumnya adalah orthogonal.
Latihan 8: Hitunglah kecepatan, kelajuan, dan percepatan untuk tiap
vektor berikut.

~r = (cos ωt, eωt )


~r = (cos(ωt − φ), sin(ωt − φ))
~r = (c cos3 ωt, c sin3 (ωt))
~r = (c(t − sin t), c(1 − cos t))
Kuliah 3
Dinamika

3.1 Hukum Gerak Aristoteles


Aristoteles hidup di dalam sebuah dunia yang didominasi oleh gaya gesekan.
Sebagai contoh, untuk membuat apapun bergerak, seperti sebuah gerobak
yang berat beroda kayu, anda harus mendorongnya, anda harus menerapkan
gaya kepadanya. Semakin kuat anda mendorongnya, semakin cepat benda
tersebut bergerak; tetapi jika anda berhenti mendorong, gerobak tersebut
dengan sangat cepat akan berhenti bergerak. Aristoteles sampai pada kes-
impulan yang keliru karena dia tidak mengerti bahwa gesekan adalah sebuah
gaya. Tetapi tetap saja, adalah sesuatu yang layak untuk mengeksplorasi
gagasan-gagasannya dalam bahasa yang modern. Jika saja ia telah menge-
tahui Kalkulus, ia mungkin telah mengusulkan hukum gerak berikut: Ke-
cepatan dari tiap objek adalah sebanding dengan gaya total yang diterapkan
pada objek tersebut.
Jika saja ia telah mengenal bagaimana menuliskan persamaan-persamaan
vektor, hukumnya akan terlihat seperti ini:

F~ = m~v

F~ adalah gaya yang digunakan atau dirasakan dan responnya (menurut Aris-
toteles) akan menjadi vektor kecepatan ~v . Faktor m yang menghubungkan
kedua faktor tersebut, adalah suatu kuantitas karakteristik yang mendeskrip-
sikan resistansi (perlawanan) dari benda yang digerakkan; untuk suatu gaya
tertentu, semakin besar m objek, semakin kecil kecepatannya. Dengan sedikit
refleksi, filsuf tua ini mungkin telah mengidentifikasikan m sebagai massa
objek. Telah menjadi jelas bahwa benda-benda yang lebih berat lebih sulit
digerakkan dibandingkan dengan benda-benda yang lebih ringan, sehingga
bagaimanapun juga massa sebuah benda harus ada di dalam persamaan
gerak tersebut.

29
30 KULIAH 3. DINAMIKA

Orang mencurigai bahwa Aristoteles tidak pernah berski es, atau ia akan
mengetahui bahwa sukar untuk memberhentikan suatu benda yang sedang
bergerak. Hukum gerak Aristoteles secara jelas keliru, akan tetapi adalah
layak untuk mempelajari sebuah contoh bagaimana persamaan-persamaan
gerak bisa menentukan masa depan suatu sistem. Dari sekarang kita menye-
but benda sebagai sebuah partikel.
Tinjaulah gerak satu dimensi dari sebuah partikel sepanjang sumbu x
dibawah pengaruh suatu gaya tertentu. Apa yang saya maksudkan den-
gan sebuah gaya tertentu adalah karena kita tahu gaya apa itu pada setiap
waktu. Kita menyebutnya F (t) (perlu diingat bahwa notasi vektor menjadi
tidak berarti dalam gerak satu dimensi). Dengan menggunakan fakta bahwa
kecepatan adalah turunan terhadap waktu dari posisi x, kita mendapatkan
hukum Aristoteles berbentuk
d(x(t)) F (t)
=
dt m
Sebelum menyelesaikan Persamaan tersebut, marilah melihat bagaimanakah
Persamaan tersebut dibandingkan dengan hukum-hukum deterministik pada
Kuliah 1. Uatu perbedaan yang jelas adalah bahwa Persamaan Aristote-
les1 tidaklah bersifat stroboskopik, yaitu baik x ataupun t tidaklah diskrit.
Dua variabel tidak berubah secara tiba-tiba di dalam tahapan-tahapan stro-
boskopik; keduanya berubah secara kontinu. Namun, kita menganggap bahwa
waktu dipecah ke dalam interval-interval berukuran ∆t dan mengganti tu-
runan dengan ∆x∆t
, menghasilkan

F (t)
x(t + ∆t) = x(t) + ∆t
m
Dalam kata lain, dimanapun partikel berada pada waktu t, pada waktu sesaat
berikutnya, posisinya akan bergeser sebesar suatu jumlah tertentu. Sebagai
contoh, jika gaya konstan dan positif, maka dalam tiap langkah berurutan
partikel bergerak maju sebesar Fm(t) ∆t. Hukum ini secara jelas adalah bersifat
deterministik. Dengan mengetahui bahwa partikel berada pada titik x(0)
pada waktu t = 0 (atau x0 ), kita dapat dengan mudah memprediksi dimana
partikel akan berada dimasa depan. Jadi dengan kriteria dari Kuliah 1,
Aristoteles tidaklah bersalah.
Sekarang kita kembali pada persamaan gerak eksak:
dx(t) F (t)
=
dt m
1
Tentu saja ini bukanlah Suatu persamaan yang diusulkan secara nyata, tetapi meru-
pakan pengandaian atau hasil imajenasi kita yang berdasar pada pernyataan Aristoteles.
3.1. HUKUM GERAK ARISTOTELES 31

Persamaan-persamaan untuk fungsi-fungsi yang tidak diketahui yang meli-


batkan turunan-turunan disebut persamaan diferensial. Persamaan di atas
adalah sebuah Persamaan Diferensial orde pertama, karena hanya mengan-
dung turunan pertama. Persamaan-persamaan seperti ini mudah untuk dis-
elesaikan. Triknya adalah mengintegralkan kedua sisi Persamaan tersebut:
Z Z
dx(t) F (t)
dt = dt
dt m
Sisi kirinya adalah integral dari suatu derivatif. Itulah mengapa Teorema
Dasar Kalkulus bisa dipakai. Sisi kiri hanyalah menghasilkan x(t) + c.
Pada sisi yang lain,sisi kanan merupakan integral dari suatu fungsi ter-
tentu dan terpisah dari sebuah konstanta, juga ditentukan. Sebagai contoh,
jika F konstan, maka sisi kanannya adalah
Z
F F
dt = t + c
m m
Perlu diperhatikan bahwa kita menyertakan sebuah konstanta tambahan
pada Persamaan diatas. Dengan menaruh sembarang konstanta pada ke-
dua sisi Persmaan tersebut maka Persamaan tersebut menjadi berlebihan.
Dalam kasus ini Persamaan geraknya dipenuhi oleh
F
x(t) = t+c
m
Bagaimanakah kita menetapkan konstanta c tersebut? Jawabannya adalah
dengan menerapkan syarat-syarat awal. Sebagai contoh, jika kita mengetahui
bahwa partikel mulai bergerak pada x = 1 saat t = 3, kita akan memasukan
nilai-nilai ini ke dalam Persamaan gerak tersebut dan memperoleh
F
1= 3+c
m
sehingga penyelesaiannya bagi c adalah
3F
c=1−
m
Latihan 1: Sebuah gaya tertentu yang berubah terhadap waktu menurut
F = 2t2 , dan dengan kondisi awal pada waktu nol, x(0) = π, gunakanlah
hukum gerak Aristoteles untuk mencari x(t) pada segala waktu.
Persamaan gerak Aristoteles bersifat deterministik, tetapi apakah Per-
samaan tersebut reversibel? Pada Kuliah 1, saya telah menjelaskan apa
yang dimaksud dengan reversibel, yaitu jika semua anak panah dibalik,hukum
32 KULIAH 3. DINAMIKA

gerak baru yang dihasilkan juga akan menjadi deterministik. Prosedur analogi
pembalikan anak panah saat waktu bersifat kontinu adalah sangat sederhana.
Di manapun anda melihat waktu di dalam Persamaan-persamaan, gantikan-
lah dengan waktu yang negatif. Hal tersebut akan memiliki efek dari dari
pertukaran masa depan dan masa lalu. Pengubahan t menjadi −t juga meli-
batkan pengubahan tanda beda waktu yang kecil. Dalam kata lain, setiap
∆t harus digantikan oleh −∆t. Faktanya, anda bisa melakukannya dengan
tepat pada tingkatan diferensial dt. Pembalikan arah anak panah berarti
mengubah diferensial dt menjadi −dt.
Sekarang mari kembali pada Persamaan imajinatif Aristoteles.
dx
F (t) = m
dt
dan mengubah tanda waktu. Hasilnya adalah
dx
F (−t) = −m
dt
Sisi kiri Persamaan tersebut adalah gaya, tetapi merupakan gaya yang dieval-
uasi pada waktu −t, bukan pada waktu t. Namun, jika F (t) adalah sebuah
fungsi yang diketahui, maka demikian juga F (−t). Dalam masalah yang
tanda waktunya dibalik tersebut, gaya juga merupakan sebuah fungsi waktu
terbalik yang dikenal.
Pada sisi kanan Persamaan tersebut kita mengganti dt dengan −dt, den-
gan cara demikian mengubah keseluruhan ekspresi. Faktanya, kita dapat
memindahkan tanda negatif ke sisi kiri Persamaan:
dx
−F (−t) = m
dt
Implikasinya sederhana: persamaan gerak yang dibalik tentunya serupa den-
gan yang aslinya, tetapi dengan aturan yang berbeda untuk gaya sebagai
fungsi waktu. Kesimpulannya jelas: Persamaan-Persamaan gerak imajinatif
Aristoteles bersifat deterministik baik dimasa depan maupun dimasa lalu.
Masalah yang terdapt pada Persamaan gerak Imajinatif Aristoteles ini adalah
ketidakkonsistenannya; Persamaan-persamaan tersebut adalah keliru.
Ada hal yang menarik bahwa Persamaan gerak imajinatif Aristoteles
tersebut memiliki sebuah terapan, tidak sebagai hukum dasar, tetapi se-
bagai pendekatan. Gaya gesekan ada, dan di dalam banyak kasus, gaya-gaya
gesekan sangat penting sehingga intuisi Aristoteles, bahwa benda berhenti
bergerak jika anda berhenti mendorongnya, adalah sesuatu yang hampir be-
nar. Gaya-gaya gesekan tidaklah bersifat fundamental. Gaya-gaya terse-
but adalah konsekuensi dari sebuah benda yang berinteraksi degan sejum-
lah besar benda-benda yang sangat kecil lainnya –atom-atom dan molekul-
molekul–yang sangat kecil dan sangat banyak untuk diidentifikasi. Jadi
3.2. MASSA,PERCEPATAN DAN GAYA 33

kita merata-ratakan seluruh derajat kebebasan yang tersembunyi. Hasil-


nya adalah: gaya gesekan. Ketika gaya gesekan sangat kuat seperti di dalam
kasus sebuah batu yang sedang bergerak didalam lumpur, maka Persamaan
imajinatif Aristoteles merupakan suatu pendekatan yang baik, tetapi den-
gan sebuah persyaratan. Bukanlah massa yang menentukan kesebandingan
diantara gaya dan kecepatan, tetapi adalah suatu kuantitas yang disebut
sebagai koefisien viskositas seretlah yang menjadi penentu kesebandingan
tersebut. Tapi hal tersebut bisa jadi lebihdari pada yang ingin anda ketahui.

3.2 Massa,Percepatan dan Gaya


Kekeliruan yang dibuat oleh Aristoteles adalah karena ia berpikir bahwa se-
buah gaya ”terapan” bersih diperlukan untuk menjaga agar sebuah objek
yang sedang bergerak tetap terus bergerak. Gagasan yang benar adalah
bahwa salah satu gaya–gaya terapan–diperlukan untuk mengalahkan pen-
garuh gaya yang lainnya–gaya gesekan. Sebuahobjek yang terisolasi yang
sedang bergerak di dalam sebuah ruang yang bebas, tanpa ada gaya yang
bekerja padanya, tidak membutuhkan apapun untuk menjaganya tetap berg-
erak. Namun, untuk menghentikannya diperlukan gaya. Ini adalah hukum
inersia (kelembaman). Apa yang dilakukan oleh gaya adalah mengubah
keadaan gerak dari sebuah benda. Jika pada mulanya benda diam, maka
diperlukan gaya minimum tertentu untuk membuatnya bergerak. Jika benda
tersebut sedang bergerak, maka diperlukan juga gaya minimum tertentu un-
tuk menghentikan gerakannya. Jika benda sedang bergerak ke arah tertentu,
maka diperlukan gaya minimum tertentu untuk mengubah arah gerakannya.
Seluruh contoh ini melibatkan perubahan kecepatan pada suatu objek, dan
perubahan kecepatan itulah yang dinamakan sebagai percepatan.
Dari pengalaman sehari-hari kita mengetahui bahwa beberapa objek memi-
liki inersia2 yang lebih besar dari pada objek lainnya; diperlukan gaya yang
lebih besar untuk mengubah kecepatannya. Contoh nyata objek yang memi-
liki inersia besar adalah seperti lokomotif kereta api dan contoh dari objek
yang memiliki inersia kecil adalah bola ping-pong. Ukuran kuantitatif inersia
suatu objek adalah massa-nya.
HUkum gerak Newton melibatkan tiga kuantitas: percepatan, massa
dan gaya. Percepatan telah kita pelajari di dalam Kuliah 2. Dengan me-
2
Inersia atau disebut juga kelembaman adalah kecenderungan suatu objek untuk tetap
mempertahankan keadaan geraknya, jika benda sedang bergerak dengan kecepatan ter-
tentu, maka sifat kelembamannya cenderung menjaga agar benda tetap bergerak dengan
kecepatan yang sama. Jika benda dalam keadaan diam, maka sifat kelembamannya akan
cenderung menjaga agar benda tetap diam.
34 KULIAH 3. DINAMIKA

mantau posisi sebuah objek ketika objek tersebut sedang bergerak, seorang
pengamat yang cerdas, dengan sedikit skill matematika, bisa menentukan
percepatan objek tersebut. Massa adalah sebuah konsep yang baru yang
sebenarnya didefinisikan di dalam pengertian-pengertian dari gaya dan per-
cepatan. Tetapi sejauh ini kita belumlah mendefinisikan gaya. Hali ini ter-
dengar seperti kita sedang berada di dalam sebuah lingkaran logika, yang
mana gaya didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengubah keadaan
gerak sebuah massa tertentu, dan massa didefinisikan sebagai resistansi ter-
hadap perubahan tersebut. Untuk memecah lingkaran tersebut, mari melihat
bagaimanakah gaya didefinisikan dan diukur di dalam praktek.
Terdapat peralatan-peralatan yang sangat canggih untuk dapat men-
gukur gaya dengan akurasi yang sangat tinggi, akan lebih tepat untuk tujuan
kita dengan membayangkan sebuah peralatan yang sangat old-fashioned yang
dinamakan neraca pegas. Neraca pegas terdiri dari sebuah pegas dan sebuah
penggaris yang dipakai untuk mengukur seberapa panjang pegas telah ter-
tarik dari titik kesetimbangann alamiahnya (lihat Gambar 3.1).

3-1.jpg

Gambar 3.1: Sebuah neraca pegas.

Pegas memiliki dua kait, satu dikaitkan pada benda massif yang massanya
sedang diukur dan satunya lagi untuk digantungkan (atau ditarik). Faktanya,
sementara anda memilikinya, buatlah beberapa piranti yang identik.
Marilah kita mendefinisikan sebuah unit gaya dengan menarik salah satu
kait, sedangkan kait yang lainnya dikaitkan pada suatu objek A, sampai
penunjuk skala pada penggaris mengeluarkan detakan ”tik”. Jadi kita sedang
menerapkan suatu unit gaya pada objek A tersebut.
Untuk mendefinisikan dua unit gaya, kita bisa dengan hanya sekedar
menarik salah satu kait dengan cukup kuat sampai pegas terentang terden-
gar detakan sampai dua tik. Tetapi untuk hal ini kita harus mengasumsikan
bahwa pegas berkelakuan sama baik di dalam satu tik perentangan maupun
dalam dua tik perentangan. Hal ini akan membawa kita kembali pada sebuah
3.2. MASSA,PERCEPATAN DAN GAYA 35

lingkaran pemikiran yang liar dan membingungkan yang tidak kita kehen-
daki. Malahan, kita bisa mendefinisikan dua unit gaya dengan mengaitkan
dua neraca pegas pada objek A tersebut dan menarik kedua neraca tersebut
dengan sebuah unit gaya tunggal (lihat Gambar 2).

3-2.jpg

Gambar 3.2: Menggandakan gaya.

Dalam kata lain, kita menarik kedua kaitan sehingga mesing-masing pe-
nunjuk skala mencatat sebuah detakan tik tunggal. Tiga unit gaya akan
didefinisikan dengan menggunakan tiga neraca pegas, dan demikianlah seterus-
nya.
Ketika kita melakukan eksperimen ini di dalam sebuah ruang bebas, objek
berakselerasi sepanjang arah tarikan. Lebih tepatnya, percepatan sebanding
terhadap gaya–dua kali sebesar dua unit gaya, tiga kali sebesar tiga unit gaya
dan seterusnya.

3-3.jpg

Gambar 3.3: Penggandaan Massa

Misalkan kita melakukan sesuatu dengan cara mengubah inersia dari ob-
jek A tersebut. Kita akan menggandakan inersia dengan mengaitkan kaitan
pada objek lainnya yang identik terhadap objek A seperti yang ditunjukkan
di dalam Gamabar 3.3.
36 KULIAH 3. DINAMIKA

Apa yang kita temukan adalah bahwa ketika kita menerapkan sebuah unit
gaya tunggal (dengan menarik kedua benda yang terkait pada pegas terse-
but sampai terentang dan terdengar bunyi satu detakan tik), percepatannya
hanya setengah dari apa yang sebelumnya terjadi ketika hanya satu objek A
tungggal yang dikaitkan pada neraca pegas tunggal tersebut. Inersia (massa)
sekarang menjadi dua kali dari pada yang sebelumnya. Eksperimen ini bisa
dengan jelas digeneralisasikan, kaitkanlah tiga benda bermassa identik dan
percepatannya akan menjadi hanya 13 dari percepatan yang hanya mengaitkan
satu massa saja, dan seterusnya.
Kita bisa melakukan lebih banyak lagi eksperimen yang mana kita bisa
mengaitkan berapapun pegas pada berapapun jumlah objek A. Pengamatan
ini diringkaskan di dalam sebuah perumusan tunggal, Hukum gerak Newton
yang kedua, yang memberitahukan kita bahwa gaya sama dengan massa kali
percepatan,
F~ = m~a (3.1)
Persamaan ini juga bisa dituliskan dalam bentuk
d~v
F~ = m (3.2)
dt
Dalam kata lain, gaya sama dengan massa dikalikan dengan laju perubahan
kecepatan: tidak ada gaya, maka tidak akan ada perubahan kecepatan. Perlu
diperhatikan bahwa Persamaan-Persamaan ini adalah persamaan-persamaan
vektor. Baik gaya maupun percepatan adalah besaran vektor, karena ked-
uanya tidak hanya memiliki magnitudo (besar atau harga atau nilai) tetapi
juga memiliki arah.

3.3 Sebuah Interlude: Satuan


Seorang Matematikawan mungkin akan puas untuk mengatakan bahwa pan-
jang sebuah segmen garis adalah 3. Tetapi seorang Fisikawan atau Insinyur
atau bahkanorang awam, menginginkan untuk mengetahui ”tiga apa?” Tiga
inchi, tiga centimeter, ataukah tiga tahun cahaya?
Hal yang mirip, ada pernyataan yang tidak mengandung informasi yang
jelas saat mengatakan bahwa massa sebuah objek adalah 7 atau 12. Untuk
memberi makna pada bilangan, kita haruslah menyertakan satuan apa yang
sedang kita gunakan sebagai referansi atau acuan. Mari kita mulai dengan
panjang.
Disebuah tempat di Paris, Prancis, tersimpan sebatang tongkat platinum
yang mendefinsikan meter standar. Tongkat platinum tersebut disimpan di
dalam sebuah kontainer tersegel pada temperatur tertentu dan terhindar
3.3. SEBUAH INTERLUDE: SATUAN 37

dari kondisi-kondisi lain yang mungkin akan mempengaruhi panjang tongkat


platinum tersebut. Dari sini dan seterusnya, kita akan mengadopsi meter
sebagai satuan panjang.
Jadi kita menuliskan

[x] = [panjang] = meter

Walaupun penampilannya demikian, persamaan di atas bukanlah sebuah per-


samaan di dalam pengertian yang biasa. Cara untuk membacanya adalah x
memiliki satuan panjang dan diukur dalam meter.
Hal yang serupa, t memiliki satuan waktu dan diukur dalam satuan
sekon (detik). Definsi dari sebuah sekon bisadiberikan oleh jumlah waktu
yang diperlukan oleh sebuah pendulum tertentu untuk membuat satu ayu-
nan tunggal:
[t] = [waktu] = sekon atau detik
Satuan dari meter dan sekon secara berurutan disingkat dengan m dan s.
Ketika kita memiliki satuan untuk panjang dan waktu, kita bisa mengkon-
struksikan satuan untuk kecepatan dan percepatan. Untuk menghitung ke-
cepatan sebuah objek, kita membagi suatu jarak perpindahan posisi dengan
suatu waktu tertentu. Hasilnya kita memiliki satuan panjang per waktu, di
dalam satuan–meter per sekon.
panjang m
[v] = [ ]=
waktu s
Serupa dengannya, percepatan adalah rate perubahan kecepatan, dan sat-
uannya adalah kecepatan per satuan waktu, atau panjang persatuan waktu
per satuan waktu:
panjang 1 panjang m
[a] = [ ][ ]= 2
= 2
waktu waktu waktu s
Satuan Massa yang akan kita pakai adalah kilogram; Satuan massa ini
didefinsikan sebagai massa dari suatu bongkahan platinum yang juga disim-
pan disebuah tempat di Paris, Prancis.

[m] = [massa] = kilogram = kg

Sekarang marilah kita meninjau satuan gaya. Kita bolah mendefinisikan-


nya di dalam kaitan-kaitannya dengan beberapa pegas tertentu yang dibuat
dari logam khusus, yang direntangkan sejauh 0, 01 meter atau sesuatu yang
sejenis dengannya. Tetapi pada kenyataannya, kita tidak membutuhkan se-
buah satuan gaya yang baru. Kita sudah memilikinya–yaitu gaya yang mem-
percepat benda bermassa satu kilogram sejauh satu meter per sekon per
38 KULIAH 3. DINAMIKA

sekon. Bahkan yang lebih baik lagi adalah menggunakan Hukum Newton
F = ma.
Nampaknya, gaya memiliki satuan massa kali percepatan,
[F ] = [gaya]
= [ma]
 
massa × panjang
=
waktu2
 
kg × m
=
s2
= kgm/s2 .
Terdapat sebuah nama untuk satuan gaya ini dalam sistem SI. Satu kilo-
gram meter per sekon kuadrat adalah sama dengan satu Newton yang ditulis
1N . Newton sendiri adalah seorang berkewargaan Inggris yang mungkin saja
menyukai sistem satuan British, yang bernama pound. Satu pound adalah
sekitar 4, 4N . Dalam sistem cgs, 1N setara dengan
1erg = 1grcm/s2
= (10−3 )kg × (10−2 )m/s2
= 10−5 kgm/s2
= 10−5 N

3.4 Beberapa Contoh Penyelesaian Persamaan-


Persamaan Newton
Contoh yang paling sederhana dari semua contoh yang ada adalah partikel
dengan tidak ada gaya yang beraksi padanya. Persamaan geraknya adalah
Persamaan(3.2), tetapi dengan gayanya yang diset ke nol:
d~v
m =0
dt
atau dengan menggunakan notasi titik untuk turunan terhadap waktu,
m~v˙ = 0.
Kita bisa mengeluarkan faktor massa dan menuliskan persamaan tersebut
dalam bentuk komponen-komponennya:
v̇x = 0
v̇y = 0
v̇z = 0
3.4. BEBERAPA CONTOH PENYELESAIAN PERSAMAAN-PERSAMAAN NEWTON39

Solusi Persamaan tersebut sangat sederhana: komponen-komponen kecepatan-


nya konstan dan bisa cukup dengan hanya diatur menjadi sama dengan nilai-
nilai awalnya,
vx (t) = vx (0) (3.3)
Hal yang sama berlaku juga bagi dua komponen-komponen kecepatan yang
lainnya. Hal ini sering diacu sebagai Hukum gerak Newton yang pertama:
Setiap objek yang dalam sebuah keadaan gerak yang seragam cenderung untuk
mempertahankan keadaan geraknya, kecuali bila terdapat suatu resultan3 gaya
luar yang diterapkan kepadanya.
Persamaan(3.1) dan Persamaan(3.2) disebut Hukum gerak Newton yang
kedua,
Hubungan antara sebuah objek bermassa m, berpercepatan a dan gaya yang
beraksi padanya F adalah
F = ma
Tapi seperti yang telah kita lihat, hukum yang pertama merupakan kasus
khusus dari hukum yang kedua ketika resultan gaya yang bekerja pada benda
adalah nol.
Karena kecepatan adalah turunan dari posisi, kita bisa mengekspresikan
Persamaan(3.3) dalam bentuk

ẋ = vx (0).

Ini adalah persamaan diferensial yang mungkin paling sederhana, yang so-
lusinya (untuk semua komponennya) adalah

x(t) = x0 + vx (0)t
y(t) = y0 + vy (0)t
z(t) = z0 + vz (0)t

atau, di dalam notasi vektor

~r(t) = ~r0 + ~v0 t

Sebuah gerak yang lebih kompleks lagi berasal dari penerapan sebuah
gaya konstan. Pertama-taman, meri menyelesaikannya hanya pada arah z.
Dengan membaginya dengan m, persamaan geraknya adalah

Fz
v̇z =
m
3
Resultan adalah istilah bagi suatu hasil penjumlahan dari vektor-vektor.
40 KULIAH 3. DINAMIKA

Latihan 2:Integralkanlah persamaan ini. Petunjuk: gunakanlah integral


tentu.
Dari hasil ini kita deduksikan
Fz
vz (t) = vz (0) + t
m
atau
Fz
ż(t) = vz (0) +
t
m
Persamaan ini mungkin merupakan Persamaan diferensial paling sederhana
yang kedua. Persamaan ini mudah untuk diselesaikan, hasilnya adalah
Fz 2
z(t) = z0 + vz (0)i + t (3.4)
2m
Latihan 3: Tunjukkanlah dengan diferensial bahwa Persamaan(3.4) memenuhi
persamaan geraknya.
Kasus sederhana yang berikut ini telah familiar dengan kita. JIka z
merepresentasikan ketinggian di atas permukaan Bumi, dan Fmz digantikan
dengan percepatan gravitasi, Fmz = −g, maka Persamaan(3.4) adalah per-
samaan yang menjelaskan gerak dari sebuah objek yang sedang jatuh dari
ketinggian z0 dengan suatu kecepatan awal vz (0):
1
z(t) = z0 + vz (0)i + gt2 (3.5)
2
Sekarang, marilah kita meninjau contoh mengenai osilator harmonik seder-
hana. Untuk mengkaji sistem ini, cara yang paling terbaik adalah dengan
menganggapnya sebagai sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu
x, yang patuh terhadap sebuah gaya yang menariknya menuju titik asal.
Hukum gayanya adalah Hukum Hooke:

Fx = −kx

Tanda negatif mengindikasikan bahwa apapun nilai x (panjang simpangan-


nya), gaya tersebut akan menariknya kembali menuju x = 0 (titik kese-
timbangannya). Jadi, ketika x positif, gayanya negatif dan demikian juga
sebaliknya. Persamaan geraknya bisa dituliskan dalam bentuk
k
ẍ = − x
m
k
atau dengan mendefinisikan m
= ω2,

ẍ = −ω 2 x (3.6)
3.4. BEBERAPA CONTOH PENYELESAIAN PERSAMAAN-PERSAMAAN NEWTON41

Latihan 4: Tunjukkanlah dengan diferensial bahwa solusi umum untuk


Persamaan(3.6) diberikan dalam suku-suku dari dua konstanta A dan B oleh

x(t) = A cos ωt + B sin ωt

Tentukanlah posisi awal dan kecepatannya pada t = 0 dalam suku-suku A


dan B.
Osilator harmonik adalah suatu sistem yang sangat penting yang ter-
jadi di dalam konteks yang membentang dari gerak pendulum sampai os-
ilasi medan magnetik dan medan listrik dalam sebuah gelombang cahaya.
Adalah sungguh-sungguh sangat bermanfaat untuk mempelajarinya secara
keseluruhan.
42 KULIAH 3. DINAMIKA
Kuliah 4
Sistem Multi Partikel

4.1 Sistem-Sistem Partikel


Jika seperti yang dipercaya oleh Laplace, bahwa sistem-sistem alamiah ter-
sususun dari partikel-partikel, maka hukum-hukum alam haruslah meru-
pakan hukum-hukum gerak dinamik yang menentukan gerak dari sistem-
sistem partikel tersebut. Sekali lagi, Laplace:”Seorang intelektual yang mana
pada suatu momen tertentu akan mengetahui semua gaya . . . dan semua po-
sisi . . . ” Apakah ada yang menentukan gaya pada suatu partikel tertentu?
Itu adalah posisi dari seluruh partikel lainnya.
Terdapat banyak jenis gaya, seperti gesekan, gaya hambatan angin, dan
gaya normal yang dikerahkan oleh lantai yang menjaga kita agar tidak ter-
jatuh ke dalam basement, yang bukanlah merupakan gaya-gaya fundamen-
tal1 . Gaya-gaya ini berasal dari interaksi mikroskopik antara atom-atom dan
molekul-molekul.
Gaya-gaya fundamental adalah gaya-gaya yang bekerja diantara partikel-
partikel, seperti gaya gravitasi dan gaya listrik. Gaya-gaya ini bergantung
pada sejumlah hal: gaya gravitasi antara partikel adalah sebanding den-
gan perkalian antara massa partikel-partikel yang saling berinteraksi dan
gaya listrik sebanding dengan perkalian antara muatan-muatan listrik dari
partikel-partikel yang saling berinteraksi. Muatan listrik dan massa dipan-
dang sebagai sifat intrinsik dari sebuah partikel, dan menspesifikasikannya
adalah bagian dari menspesifikasikan sistem itu sendiri.
Diluar dari pada sifat-sifat intrinsik, gaya-gaya bergantung pada lokasi
(yaitu posisi relatif) partikel. Sebagai contoh, jarak diantara objek-objek
menentukan gaya listrik dan gaya gravitasi yang dikerahkan oleh satu partikel
1
Sampai saat ini para ilmuwan percaya bahwa terdapat empat gaya (atau interaksi)
fundamental di Alam semesta,yaitu gravitasi, elektromagnetik, gaya nuklir lemah dan gaya
nuklir kuat.

43
44 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL

terhadap partikel-partikel lain disekelilingnya. Misalkan lokasi dari semua


partikel dideskripsikan oleh koordinat-koordinatnya: x1 , y1 , z1 untuk partikel
pertama, x2 , y2 , z2 untuk partikel kedua, x3 , y3 , z3 untuk partikel ketiga dan
seterusnya sampai pada xN , yN , zN untuk partikel ke N . Maka gaya pada
salah satu partikel apapun merupakan fungsi dari lokasinya, sebagaimana
juga lokasi dari partikel lainnya. Kita dapat menuliskannya dalam bentuk

F~i = F~i ({~r})

Persamaan ini bermakna bahwa gaya pada partikel ke i adalah merupakan su-
atu fungsi dari posisi semua partikel lainnya. Simbol {~r} merepresentasikan
lokasi kolektif setiap partikel di dalam sistem. Dengan kata lain, simbol ini
merepresentasikan himpunan dari semua vektor posisi.
Sekali kita mengetahui gaya pada tiap partikel, sebagai contoh partikel
nomor 1, kita bisa menuliskan Persamaan gerak Newton untuk partikel terse-
but:
F~1 ({~r}) = m1 a~1

dimana m1 dan a1 adalah massa dan percepatan partikel 1. Ketika kita


mengekspresikan percepatan sebagai turunan kedua dari posisi, persamaan-
nya menjadi
d2 r~1
F~1 ({~r}) = m1 2
dt
Pada kenyataannya, kita bisa menuliskan persamaan seperti itu untuk tiap
partikel:

2
d r~1
F~1 ({~r}) = m1 2
dt
2
d r~2
F~2 ({~r}) = m2 2
dt
2
d r~3
F~3 ({~r}) = m3 2
dt
..
.
~ d2 r~N
FN ({~r}) = mN 2
dt

atau dalam bentuk yang dipadatkan,

2
d r~i
F~i ({~r}) = mi 2
dt
4.2. RUANG KEADAAN DARI SUATU SISTEM PARTIKEL 45

Kita dapat juga menuliskan Persamaan tersebut ke dalam bentuk komponen-


komponennya:

d2 x~i
(F~x )i ({~x}) = mi
dt2
d2 y~i
(F~y )i ({~y }) = mi 2 (4.1)
dt
2
d z~i
(F~z )i ({~z}) = mi 2
dt

Di dalam himpunan Persamaan-persamaan tersebut, (Fx )i , (Fy )i , (Fz )i bermakna


sebagai komponen-komponen gaya pada partikel ke i dan simbol {x}, {y}, {z}
merepresentasikan himpunan dari semua koordinat x, koordinat y dan koor-
dinat z dari semua partikel.
Himpunan Persamaan-persamaan yang terakhir membuat jelas bahwa
terdapat sebuah persamaan untuk tiap koordinat dari setiap partikel, yang
akan memberitahu pada Laplace bagaimana setiap partikel bergerak jika
kondisi-kondisi awalnya diketahui. Berapa banyakkah persmaan yang ada
untuk semuanya? Jawabannya adalah tiga untuk setiap partikel, sehingga
jika terdapat N partikel, maka jumlah persamaannya adalah sebanyak 3N .

4.2 Ruang Keadaan dari Suatu Sistem Par-


tikel
Pengertian formal dari keadaan sebuah sistem adalah ”segala hal yang perlu
diketahui (dengan akurasi sempurna) untuk memprediksi masa depan su-
atu sistem berdasarkan hukum-hukum dinamiknya.” Mengingat kembali apa
yang dipelajari dari Kuliah 1, ruang keadaan biasanya adalah kumpulan dari
kemungkinan-kemungkinan (peluang-peluang) diskrit: H atau T untuk koin,
1 sampai 6 untuk dadu, dan seterusnya. Di dalam mekanika Aristotelian2 ,
yang menganggap bahwa gaya-gaya pada suatu objek diketahui, keadaan-
nya dicirikan dengan mengetahui lokasi objek secara sederhana. Faktanya,
dari hukum Aristoteles tersebut,gaya menentukan kecepatan, dan kecepatan
tersebut memberitahu kita dimana partikel akan ada pada waktu sesaat
berikutnya.
Tetapi hukum Newton berbeda dari hukum Aristoteles: Hukum Newton
memberi tahu kita percepatan, bukan kecepatan. Ini berarti bahwa untuk
memulainya, kita perlu mengetahui bukan hanya dimana partikel berada,
2
Mekanika yang bersumber dari filsafat alamiah Aristoteles.
46 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL

tetapi juga percepatannya pun perlu diketahui. Dengan mengetahui per-


cepatan, kita akan mengetahui dimana partikel akan ada pada waktu sesaat
berikutnya, dan dengan mengetahui percepatan, kita akan mengetahui bera-
pakah kecepatan partikel tersebut.
Semua ini berarti bahwa keadaan suatu sistem partikel mengandung lebih
dari pada hanya sekedar lokasi-lokasi tersebut pada waktu saat ini; tetapi
juga melibatkan kecepatannya saat ini. Sebagai contoh, jika sistemnya adalah
sebuah partikel tunggal, keadaannya terdiri dari enam kepingan data: tiga
komponen posisi, dan tiga komponen kecepatan. Kita boleh mengungkap-
kan hal ini dengan pernyataan bahwa keadaannya adalah sebuah titik di
dalam sebuah ruang keadaan enam dimensi yang dilabeli dengan sumbu-
sumbu x, y, z, vx , vy , vz .
Sekarang, marilah kita meninjau gerak partikelnya. Pada setiap waktu
sesaat, keadaannya dicirikan oleh nilai-nilai dari enam variabel x(t), y(t), z(t), vx (t), vy (t), vz (t)
Sejarah pergerakan partikel bisa digambarkan sebagai suatu trayektori yang
bergerak di dalam ruang enam dimensi.
Selanjutnya, tinjaulah ruang keadaan dari suatu sistem N partikel. Untuk
menspesifikasikan keadaan sistem, kita perlu menspesifikasikan keadaan tiap
partikel. Hal ini secara jelas bermakna bahwa ruang keadaannya adalah enam
dimensi: tiga komponen posisi dan tiga komponen kecepatan untuk masing-
masing dari N partikel tersebut. Kita bahkan boleh mengatakan bahwa gerak
sistem adalah suatu trayektori di dalam sebuah ruang berdimensi 6N .
Tetapi tunggu sebentar. Jika ruang keadaannya adalah berdimensi 6N ,
mengapa ruang keadaan yang komponennya 3N di dalam Persamaan(4.1)
cukup untuk menentukan bagaimana sistem berubah terhadap waktu? Apakah
kita telah menghilangkan sebagian persamaannya? Mari meninjau ulang sis-
tem sebuah partikel tunggal dengan gaya yang terspesifikasikan dan menuliskan
Persamaan-persamaan Newton, dengan menggunakan fakta bahwa percepatan
adalah laju perubahan kecepatan terhadap waktu

d~v
m = F~ .
dt
Karena tidak terdapat kecepatan disini, marilah kita menambahkan per-
samaan yang lainnya yang mengungkapkan fakta bahwa kecepatan adalah
laju perubahan posisi terhadap waktu

d~r
~v =
dt
Ketika kita melibatkan Persamaan ini, kita memiliki total enam komponen
yang memberitahu kita bagaimana enam koordinat ruang keadaan berubah
4.3. RUANG MOMENTUM DAN RUANG FASE 47

terhadap waktu. Gagasan yang sama diterapkan pada masing-masing par-


tikel individual, memberikan kita 6N persamaan yang mengatur gerak di
dalam ruang keadaan:

dvi
mi = Fi
dt
(4.2)
dri
= vi
dt
Jadi, di dalam jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan sebelumnya
adalah kita kehilangan sebagaian dari persamaannya.
Dimanapun kita berada di dalam ruang keadaan berdimensi 6N , Per-
samaan(4.2) akan memberitahu kita dimana kita akan berada selanjutnya.
Persamaan(4.2) juga memberitahukan kepada kita dimana kita berada pada
waktu sesaat yang lalu. Jadi Persamaan(4.2) adalah hukum dinamik yang
layak. Sekarang kita memiliki 6N persamaan untuk N partikel.

4.3 Ruang Momentum dan Ruang Fase


Bila anda ditabrak oleh sebuah objek yang sedang bergerak, hasilnya bergan-
tung tidak hanya pada kecepatan objek tersebut tetapi juga pada massanya.
Jelasnya, sebuah bola ping-pong yang bergerak dengan kecepatan 30 mill per
jam (kira-kira 13 m/s) akan mempunyai efek mekanik yang sangat kurang
dibandingkan dengan sebuah lokomotif yang bergerak dengan kecepatan yang
sama. Faktanya, efek tabrakan tersebut adalah sebanding dengan momentum
objek, yang sekarang kita akan mendefinisikannya sebagai perkalian massa
dan kecepatan. Karena kecepatan adalah sebuah vektor, maka demikian
halnya momentum, yang dilambangkan dengan huruf p. Jadi

pi = mi vi

atau
p~ = m~v
Karena kecepatan dan momentum berhubungan sedemikian erat, kita
dapat menggunakan momentum dan posisi dari pada kecepatan dan po-
sisi untuk menandai titik-titik dari ruang keadaan. Ketika ruang keadaaan
dideskripsikan dengan cara ini, maka ruang keadaan ini meiliki nama khusus,
yaitu ruang fase. Ruang fase sebuah partikel adalah sebuah ruang enam di-
mensi dengan koordinat-koordinat xi dan pi (lihat Gambar 1).
48 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL

4-1.jpg

Gambar 4.1: Sebuah titik di dalam ruang fase.

Mengapa kita tidak menyebut ruang ini ruang konfigurasi? Mengapa


harus istilah baru ruang fase? Alasannya adalah bahwa istilah ruang kon-
figurasi telah digunakan untuk sesuatu yang lain, yaitu ruang posisi tiga di-
mensi: cuma sekedar ri saja. Istilah ruang konfigurasi ini bisa disebut ruang
posisi; maka kita bisa mengatakan: ”ruang posisi tambah ruang momen-
tum sama dengan ruang fase.” Kenyataannya, kita sungguh-sungguh men-
gatakannya tetapi kita juga menggunakan istilah ruang konfigurasi bergan-
tian dengan ruang posisi, oleh karena itu slogannya adalah

Ruang konfigurasi tambah ruang momentum sama dengan ruang


fase.

Anda mungkin membayangkan mengapa kita menuju kesulitan dengan


penggantian konsep intuitif kecepatan dengan konsep momentum yang lebih
abstrak di dalam pendeskripsian keadaan sebuah partikel. Jawaban seharus-
nya akan menjadi jelas saat kita mengembangkan kerangka dasar mekanika
klasik di dalam Bab-bab selanjutnya. Untuk sekarang, marilah kita mengek-
spresikan ulang Persamaan(4.2) di dalam suku-suku momentum dari pada
kecepatan. Untuk melakukan hal tersebut, pertama-tama kita mencatat
bahwa
d~v
m
dt
dp
bukanlah apa-apa selain dari pada laju perubahan momentum, yaitu dt
atau

d~v
m = p~˙
dt
4.4. AKSI, REAKSI DAN KEKEKALAN MOMENTUM 49

Himpunan lengkap Persamaan-persamaannya menjadi

p~˙ = Fi ({ri })
(4.3)
p
r˙i =
m
Himpunan Persamaan-persamaan yang sederhana dan elegan adalah apa
yang dibayangkan oleh Laplace mengenai hukum-hukum alam: untuk tiap-
tiap koordinat kita mempunyai sebuah persamaan tunggal untuk memberi-
tahukan pada kita bagaimana tiap-tiap koordinat tersebut berubah terhadap
suatu interval waktu yang kecil.

4.4 Aksi, Reaksi dan Kekekalan Momentum


Asas kekekalan momentum adalah sebuah konsekuensi yang dalam dari asas-
asas umum abstrak mekanika klasik yang kita masih harus merumuskannya.
Tetapi hal tersebut juga bisa dimengerti pada suatu level dasar dari Hukum
gerak ketiga Newton:

Untuk setiap aksi terdapat suatu reaksi yang sama namun berlawanan
arahnya.

Cara paling sederhana untuk memikirkan Hukum ketiga Newton adalah


pertama-tama dengan menganggap bahwa partikel-partikel saling berinter-
aksi dalam pasangan-pasangan. Tiap partikel j mengerahkan suatu gaya
tertentu pada tiap partikel i lainnya, dan jumlah gaya pada suatu partikel
adalah penjumlahan gaya-gaya pada partikel tersebut yang dikerahkan oleh
seluruh partikel lainnya. Jika kita menuliskan gaya pada partikel i oleh
karena partikel j oleh simbol f~ij , maka gaya total yang bekerja pada partikel
i adalah X
F~i = f~ij (4.4)
j

Sisi kiri merepresentasikan gaya total pada pertikel i, dan sisi kanan adalah
jumlah dari seluruh gaya-gaya yang bekerja pada partikel i oleh karena selu-
ruh partikel lainnya yang berinteraksi dengannya.
Hukum aksi dan reaksi Newton adalah mengenai gaya diantara pasangan-
pasangan partikel, f~ij . Apa yang dikatakannya sederhana: gaya oleh karena
salah satu partikel j pada partikel yang lainnya adalah sama besar namun
berlawanan arah terhadap gaya oleh karena partikel i yang bekerja pada
50 KULIAH 4. SISTEM MULTI PARTIKEL

partikel j. Sebagai sebuah Persamaan, Hukum Ketiga Newton mengatakan


bahwa untuk setiap i dan j,
f~ij = −f~ji (4.5)
Misalkan kita menuliskan ulang Persaman-Persamaan(4.3), dengan mema-
sukkan Persamaan(4.4) ke dalamnya
X
p~˙i = f~ij (4.6)
j

Dalam kata lain, perubahan momentum dari sebuah partikel adalah pen-
jumlahan gaya-gaya oleh karena seluruh partikel yang lainnya. Sekarang,
mari kita menjumlahkan seluruh Persamaan-Persamaan ini untuk melihat
bagaimana momentum total berubah
X XX
p~˙i = f~ij (4.7)
i i j

Sisi kiri Persamaan(4.7) adalah penjumlahan dari laju perubahan seluruh


momentum. Dalam kata lain, itu adalah laju perubahan dari momentum
total. Sisi kanan Persamaan(4.7) adalah nol. Hal ini karena ketika anda
menuliskannya,tiap pasangan partikel menyumbangkan dua suku: gaya pada
i oleh karena j, dan gaya pada j oleh karena i. Hukum aksi-reaksi Per-
samaan(4.5) menjamin bahwa gaya-gaya tersebut saling meniadakan. Jadi
kita ditinggalkan dengan sebuah Persamaan yang kita bisa menuliskan di
dalam bentuk
d X
p~i = 0 (4.8)
dt i
Secara presisi, Persaaan ini adalah ekspresi matematika dari hukum kekekalan
momentum: momentum total dari sebuah sistem terisolasi tidak akan pernah
berubah.
Marilah meninjau ulang ruang berdimensi enam dari p dan x. Pada
setiap titik, himpunan dari momentum-momentumnya dispesifikasikan, se-
hingga setiap titik di dalam ruang fase (secara parrsial) dikarakterisasikan
oleh sebuah nilai dari momentum total. Kita bisa menjalani keseluruhan
ruang fase dengan hanya menandai tiap titik beserta dengan momentum
totalnya.
Sekarang bayangkanlah dengan memulai sistem partikel pada beberapa
titik. Seiring berjalannya waktu, titik fase menyapu sebuah lintasan di dalam
ruang fase. Setiap titik pada lintasan tersebut ditandai dengan nilai total
momentum yang sama; titik-titik tersebut tidak akan pernah melompat dari
satu nilai ke nilai lainnya. Secara menyeluruh, ini serupa dengan ide dari
sebuah hukum kekekalan yang telah kita pelajari pada Kuliah 1.
Kuliah 5
Energi

5.1 Gaya dan Energi Potensial


Kita sering kali mendengar dan bahkan mempelajari bahwa terdapat banyak
bentuk-bentuk energi (kinetik, potensial, panas, kimia, nuklir, . . . ) dan
bahwa total penjumlahan energi ini adalah kekal. Tetapi ketika direduksi
menjadi gerak partikel-partikel, fisika klasik sesungguhnya hanya memiliki
dua bentuk energi: kinetik dan potensial. Cara terbaik untuk menderivasi
prinsip (atau asas) kekekalan energi adalah dengan melompat langsung ke
dalam asas-asas formal matematika dan kemudian melangkah mundur dan
melihat apa yang kita punyai.
Prinsip dasarnya, yang kita menyebutnya prinsip energi potensial, mene-
gaskan bahwa seluruh gaya diturunkan dari sebuah fungsi energi potensial
yang dituliskan dengan V ({x}). Ingatlah bahwa {x} merepresentasikan ke-
seluruhan himpunan koordinat-koordinat ruang konfigurasi 3N dari seluruh
partikel di dalam sistem. Untuk mengilustrasikan asas ini, marilah mem-
ulainya dengan kasus yang paling sederhana, yaitu sebuah partikel tunggal
yang sedang bergerak sepanjang sumbu x dibawah pengaruh dari sebuah
gaya F (x). Menurut prinsip energi potensial, gaya pada partikel terhubung
dengan turunan energi potensial, V (x):

dV (x)
F (x) = − (5.1)
dx
Di dalam kasus satu dimensi, asas energi potensial sesungguhnya hanyalah
merupakan sebauh definisi dari V (x). Faktanya, energi potensial bisa di-
rekonstruksi dari gaya melalui pengintegralan Persamaan(5.1) :
Z
V (x) = − F (x)dx (5.2)

51
52 KULIAH 5. ENERGI

Kita dapaat mengartikan Persamaan(5.1) sebagai berikut: Gaya selalu memi-


liki arah yang mendorong partikel menuju tingkat energi potensial yang lebih
rendah (perhatikanlah tanda minusnya). Tambahan lagi, semakin terjal
V (x), semakin kuat gayanya. Slogan yang sesuai dengan gagasan ini adalah
Gaya mendorong kita menuruni bukit.
Oleh dirinya sendiri energi potensial tidaklah kekal. Ketika partikel berg-
erak, V (x) berubah. Apa yang kekal adalah penjumlahan energi potensial
dan energi kinetik. Secara kasar, ketika partikel bergerak menuruni lembah
(dengan kata lain ketika partikel bergerak menuju tingkat energi potensial
yang lebih rendah), partikel tersebut meningkatkan lajunya. Ketika partikel
bergerak mendaki bukit, partikel kehilangan lajunya. Ada sesuatu yang men-
jadi kekal.
Energi kinetik didefinisikan di dalam suku-suku kecepatan v dan massa
m dari partikel. Energi kinetik dirumuskan dengan T :
1
T = mv 2
2
Energi total partikel adalah penjumlahan dari energi kinetik dan energi
potensial:
1
E = mv 2 + V (x)
2
Ketika partikel sedang berguling sepanjang sumbu x, kedua energi ini berubah
secara sendiri-sendiri, tetapi di dalam suatu cara yang membuat penjumla-
han keduanya kekal. Mari buktikan hal tersebut dengan menunjukkan bahwa
turunan terhadap waktu dari E adalah sama dengan nol.
Pertama-tama, kita menghitung laju perubahan energi kinetik. Massanya
dianggap konstan, tetapi v 2 bisa berubah-ubah. Turunan terhadap waktu
dari dari v 2 adalah
dv 2 dv 2 dv dv
= = 2v = 2v v̇ (5.3)
dt dv dt dt
Latihan 1: Buktikanlah Persamaan(5.3). Petunjuk: gunakan aturan
turunan perkalian d(uv) = udv + vdu.
Hal tersebut menghasilkan turunan terhadap waktu dari energi kinetik
adalah
Ṫ = mv v̇ = mva
dimana turunan kecepatan terhadap waktu telah digantikan oleh percepatan.
Selanjutnya kita hitung laju perubahan energi potensial. Kuncinya adalah
dengan menyadari bahwa V (x) berubah seiring berjalannya waktu karena x
berubah terhadap waktu. Ada rumus yang mengekspresikan hal ini:
dV dV dx
=
dt dx dt
5.1. GAYA DAN ENERGI POTENSIAL 53

(Tidak masalah untuk memikirkan turunan sebagai pecahan dan membat-


alkan faktor-faktor dx pada pembilang dan penyebut.) Cara lain untuk
menuliskan persamaan ini adalah dengan menggantikan dx
dt
dengan kecepatan
v:
dV dV
= v
dt dx
(Hati-hati, jangan bingung dengan V dan v.)
Sekarang kita dapat menghitung laju perubahan energi total:

dV
Ė = Ṫ + V̇ = mva +
dx

Perlu diperhatikan bahwa karena kedua suku mengandung sebuah faktor v,


kita bisa memfaktorkannya keluar:
 
dV
Ė = v ma +
dx

Sekarang lihatlah pada ekspresi di dalam kurung. Gunakan fakta bahwa


turunan dari V terhubung dengan gaya. Dengan mengingat tanda negatif
pada Persamaan(5.1), kita mendapati bahwa laju perubahan E diberikan
oleh
Ė = v(ma − F (x))

Sekarang kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk membuktikan Hukum
kekekalan energi: Hukum Newton, F = ma, secara pasti adalah persyaratan
yang membuat faktor di dalam tanda kurung lenyap, yang pada akhirnya
memberitahu kita bahwa energi total adalah konstan.
Satu poin sebelyum kita menuju pada pembahasan mengenai gerak berdi-
mensi banyak. Kita telah melihat bahwa energi itu kekal, tetapi menga-
pakah momentumnya tidaklah kekal di dalam kasus ini? Setelah semuanya,
di dalam Bab sebelumnya kita melihat bahwa untuk suatu sistem partikel-
partikel terisolasi, hukum ketiga Newton berimplikasi bahwa momentum to-
tal tidaklah berubah. Jawabannya adalah kita telah meninggalkan sesuatu
diluar sistem, yaitu objek yang mengerahkan gaya pada partikel satu di-
mensi. Sebagai contoh, jika masalahnya memiliki hubungan dengan sebuah
partikel yang sedang mengalami jatuh bebas di dalam medan gravitasi, gaya
gravitasi dikerahkan oleh Bumi. Ketika partikel sedang jatuh momentum-
nya berubah, tetapi perubahan tersebut tentunya dikompensasi oleh sebuah
perubahan yang sangat kecil sekali oleh gerak Bumi.
54 KULIAH 5. ENERGI

5.2 Dimensi Lebih dari pada Satu


Komponen-komponen gaya merupakan turunan-turunan dari energi poten-
sial, walaupun itu bukanlah sebuah definisi. Inilah yang terjadi ketika ada
lebih dari satu x yang dipertimbangkan, karena ruang memiliki dimensi lebih
dari satu, atau karena terdapat lebih dari partikel, atau keduanya. Adalah
sungguh mungkin untuk membayangkan hukum-hukum gaya yang bukan be-
rasal dari pendiferensialan sebuah fungsi energi potensial, tetapi alam tidak
memanfaatkan gaya-gaya nonkonservatif tersebut.
Marilah mempelajari sesuatu yang sedikit lebih abstrak dari pada yang
telah kita pelajari sejauh ini. Panggillah koordinat-koordinat ruang kon-
figurasi xi (ingatlah bahwa ruang konfigurasi adalah sama dengan ruang
posisi). Untuk sekarang, indeks bawah i tidak akan mengacu pada partikel
apapun yang sedang kita tinjau atau pun arah ruang apapun. Indeks terse-
but bekerja terhadap keseluruhan kemungkiknan-kemungkinan ini. Dalam
kata lain, untuk suatu sistem N partikel, terdapat 3N nilai dari i. Mari
lupakan dari mana asalnya; kita hanya secara sederhana meninjau sistem
koordinat-koordinat abstrak yang diberi label i.
Sekarang misalkan kita menuliskan persamaan-persamaan gerak

mi ẍi = Fi ({x}) (5.4)

Untuk tiap koordinat terdapat sebuah massa mi , dan sebuah komponen gaya
Fi . Tiap gaya bisa bergantung pada seluruh posisi {x}.
Kita telah melihat dalam kasus satu dimensi bahwa gaya adalah negatif
turunan dari energi potensial, seperti dalam Persamaan(5.1). Ini merupakan
sebuah definisi V , bukanlah sebuah syarat khusus untuk gaya. ketika ter-
dapat lebih dari pada satu dimensi, masalah menjadi lebih kompleks. Hal
tersebut tidaklah benar secara umum jika anda memiliki suatu himpunan
fungsi-fungsi Fi ({x}), yang seluruhnya bisa diturunkan melalui pendiferen-
sialan sebuah fungsi V ({x}) tunggal. Hal tersebut akan menjadi sebuah
brand prinsip yang baru jika kita menilai bahwa komponen-komponen gaya
dapat diuraikan sebagai turunan-turunan parsial dari sebuah fungsi energi
potensial tunggal.
Malahan prinsip ini tidaklah hipotetik. Prinsip (atau asas) ini adalah
sebuah ekspresi dasar matematika dari salah satu prinsip paling penting dari
ilmu fisika:
Untuk suatu sistem terdapat sebuah potensial V ({x}) sedemikian rupa
sehingga
∂V ({x})
Fi ({x}) = − (5.5)
∂xi
5.2. DIMENSI LEBIH DARI PADA SATU 55

Hukum alam apakah yang direpresentasikan oleh Persamaan(5.5)? Anda


mungkin telah menebaknya bahwa itu adalah hukum kekekalan energi. KIta
dengan singkat akan melihatnya, tetapi pertama-tama marilah coba mem-
bayangkan untuk memvisualisasikan apa maknanya.
Bayangkanlah suatu permukaan tanah dengan fungsi V ({x}) yang merep-
resentasikan ketinggiannya pada setiap titik. Pertama-tama, tenda negatif
pada Persamaan(5.5) bermakna bahwa gaya menunjuk pada arah kebawah
bukit. Persamaan(5.5) juga menyatakan bahwa gayanya semakin besar sep-
anjang arah dimana kemiringannya semakin curam. Sebagai contoh, pada
sebuah peta kontur1 , tidak terdapoat gaya dorong sepanjang garis-garis kon-
tur. Titik-titik vektor gaya tegak lurus terhadap kontur.
Sekarang mari kita kembali dan menurunkan hukum kekekalan energi.
Untuk melakukannya, kita memasukkan Persamaan(5.5) ke dalam Persama-
an(5.4):
∂V ({x})
mẍi = − (5.6)
∂xi
Langkah selanjutnya adalah dengan mengalikan tiap persamaan-persamaan
terpisah di dalam Persamaan(5.6) dengan kecepatan ẋi yang bersesuaian
dengannya dan menjumlahkannya;
X X ∂V ({x})
mi ẋi ẍi = − ẋi (5.7)
i i
∂xi

Sekarang kita harus memanipulasi kedua sisi Persamaan ini dengan cara
yang sama yang telah kita lakukan dalam contoh untuk kasus satu dimensi.
Kita mendefinisikan energi kinetik sebagai penjumlahan dari seluruh energi
kinetik dari masing-masing koordinat:
1X
T = mi ẋi 2
2 i

Yang berikut ini adalah apa yang diberikan oleh kedua sisi Persamaan(5.7).
Yang pertama sisi kiri:
X dT
mi ẋi ẍi = .
i
dt
Sekarang sisi kanan:
X ∂V ({x}) dT
− ẋi =− .
i
∂xi dt
1
Peta Kontur adalah Peta yang menggambarkan kontur permukaan tanah suatu
wilayah tertentu yang menunjukkan ketinggian-ketinggian tertentu pada titik-titik ter-
tentu.
56 KULIAH 5. ENERGI

Jadi, kita bisa menuliskan Persamaan(5.7) sebagai


dT dV
+ =0 (5.8)
dt dt
secara tepat, seperti didalam kasus satu dimensi, Persamaan(5.8) meny-
atakan bahwa turunan terhadap waktu dari energi total adalah nol, energi
kekal.
Untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi, bayangkan bahwa per-
mukaan tanah tersebut memiliki sebuah bola yang sedang menggelinding
tanpa sedikitpun kehilangan energi akibat gesekan. Kapanpun bola menggelin-
ding menuju ketinggian yang lebih rendah, kelajuannya bertambah, kapan-
pun bola menggelinding ke atas kelajuannya berkurang. Perhitungan mem-
beritahu kita hal ini terjadi di dalam sebuah cara tertentu yang mengkon-
servasikan2 penjumlahan energi kineti dan energi potensial.
Anda mungkin bertanya, mengapa gaya-gaya alam selalu merupakan gradi-
en-gradien (derivatif-derivatif) dari sebuah fungsi tunggal. Di dalam Bab
berikutnya kita akan merumuskan ulang mekanika klasik dengan menggu-
nakan prinsip least action (aksi terkecil). Di dalam formulasi ini, dari san-
gat awal sekali prinsip ini ”dibangun” bahwa terdapat sebuah fungsi energi
potensial. Tetapi kemudian,mengapa prinsip aksi terkecil? Pada akhirnya,
jawabannya bisa dilacak sampai pada hukum-hukum Mekanika Kuantum
dan asal-usul gaya di dalam Teori Medan, subjek-subjek yang sampai saat
ini masih diluar jamgkauan kita. Jadi mengapa Teori Medan Kuantum?
Pada beberapa poin kita haruslah menyerah dan menyatakan bahwa hanya
cara itu saja. Atau tidak menyerah dan terus mendorong maju.
Latihan 2: Tinjaulah sebuah partikel di pada bidang dua dimensi, x
dan y. Partikel bermassa m. Energi potensialnya adalah V = 12 k(x2 + y 2 ).
Carilah persamaan-persamaan geraknya. Tunjukkanlah bahwa terdapat or-
bit melingkar dan bahwa semua orbait tersebut memiliki periode yang sama.
Buktikanlah secara eksplisit bahwa energi totalnya kekal.
Latihan 3: Kerjakan ulang Latihan 2 untuk potensial V = 2(x2k+y2 ) .
Apakah orbitnya melingkar? Jika ya, apakah orbit-orbit tersebut memiliki
periode yang sama? Apakah energi totalnya kekal?
Sebelum melangkah munuju prinsip least action, saya ingin memberikan
daftar beberapa jenis energi yang berbeda yang kita membicarakannya di
dalam ilmu Fisika dan mereview bagaimanakah energi-energi tersebut cocok
ke dalam gambaran mekanika klasik. Merilah tinjau
• Energi Mekanik,

2
Mengkonservasikan berarti membuat kekal.
5.2. DIMENSI LEBIH DARI PADA SATU 57

• Panas,

• Energi Kimia,

• Energi Nuklir/atom,

• Energi Elektrostatik,

• Energi Magnetik,

• Energi Radiasi.
Beberapa, tetapi tidak semuanya, dari perbedaaan-perbedaan ini adalah
sedikit bermodel kuno. Energi Mekanik biasanya mengacu pada energi kin-
netik dan energi potensial dari objek yang besar dan bisa dilihat seperti
planet-planet, ataupun beban-beban yang digantung pada sebuah crane. Bi-
asanya sering mengacu pada energi potensial gravitasi.
Panas yang dimuatkan di dalam suatu gas atau kumpulan molekul-molekul
juga merupakan energi kinetik dan potensial. Satu-satunya perbedaan adalah
panas melibatkan gerak yang sangat cepat dan kaotik3 dari sekian banyak
partikel yang kita bahkan tidak bisa untuk meninjaunya secara rinci.
Energi kimia juga merupakan sebuah kasus khusus; energi yang tersim-
pan di dalam ikatan-ikatan kimia adalah sebuah kombinasi dari energi kinetik
dan potensial dari partikel-partikel penyusunnya yang membentuk molekul-
molekul. Ini lebih sulit dimengerti karena mekanika kuantum harus meng-
gantikan mekanika klasik untuk menjelaskannya, namun energinya adalah
energi potensial dan kinetik partikel. Hal yang sama juga berlaku bagi en-
ergi atom dan nuklir.
Energi Elektrostatik adalah sebuah kata lain untuk energi potensial yang
berhubungan dengan gaya tarik dan gaya tolak diantara partikel-partikel
bermuatan listrik. Kenyataannya, terpisah dari energi gravitasi, energi elek-
trostatik adalah bentuk primer dari energi potensial di dalam dunia klasik.
Itu adalah energi potensial diantara pertikel-partikel bermuatan listrik di
dalam atom-atom dan molekul-molekul.
Energi magnetik bersifat menjebak, tetapi gaya di antara kutub-kutub
magnet adalah suatu bentuk energi potensial. Bagian penjebak ketika kita
3
Dari bahasa Inggris chaotic yang berarti bersifat chaos atau kacau karena derajat
keacakan yang sangat tinggi.
58 KULIAH 5. ENERGI

berpikir mengenai gaya-gaya diantara magnet-magnet dan partikel-partikel


bermuatan listrik. Gaya-gaya magnetik pada partikel-partikel bermuatan
merupakan suatu ”hewan buas” yang baru yang disebut gaya bergantung
pada kecepatan. Kita akan mempelajarinya nanti di dalam buku ini.
Terakhir, ada energi yang tersimpan di dalam radiasi elektromegnetik.
Energi tersebut bisa berupa panas dari matahari, atau energi yang tersim-
pan di dalam gelombang radio, cahaya laser, ataupun bentuk-bentuk radiasi
lainnya. Di dalam beberapa pengertian yang sangat umum, energi radi-
asi merupakan sebuah kombinasi dari energi potensial dan energi kinetik,
tetapi energi radiasi bukanlah energi partikel-partikel (tidak sampai ketika
kita mempelajari Teori Medan Kuantum) tetapi energi dari medan-medan.
Jadi, kita akan mengabaikan energi elektromagnetik sampai pada buku yang
kemudian.
Kuliah 6
Prinsip (Asas) Aksi Terkecil

6.1 Transisi Menuju Mekanika Tingkat Lan-


jut
Aksi selalu stasioner. Prinsip (asas) aksi terkecil (least action principle)–
prinsip aksi stasioner yang sesungguhnya–adalah merupakan bentuk yang
paling ringkas dan padat dari hukum-hukum fisika klasik. Aturan sederhana
(yang bisa ditulis di dalam sebuah baris tunggal) merangkum segala hal!
Tidak hanya prinsip-prinsip mekanika klasik, tetapi elktromagnetisme, rel-
ativitas umum, mekanika kuantum, segala pengetahuan akan ikatan kimia–
sampai pada pembentuk materi yang paling utama yang diketahui, partikel-
partikel elementer.
Marilah kita mulai dengan sebuah observasi umum tentang masalah dasar
mekanika klasik, yaitu masalah menentukan trayektori (orbit atau lintasan)
sistem dari persamaan-persamaan geraknya. Biasanya kita mengekspresikan
masalah dengan mempostulatkan tiga hal: massa partikel, suatu himpunan
gaya-gaya F ({x}) (atau yang lebih baik lagi adalah suatu rumusan energi
potensialnya), dan suatu kondisi awal. Sistem mulai dengan beberapa ni-
lai koordinat-koordinat, kecepatan-kecepatan dan kemudian bergerak menu-
rut hukum kedua Newton dibawah pengaruh dari gaya-gaya tertentu. Jika
terdapat suatu total N koordinat (x1 , x2 , x3 , . . . , xN ), maka kondisi-kondisi
awal terdiri dari 2N posisi dan 2N kecepatan yang telah dispesifikasikan.
Sebagai contoh, kita bisa menspesifikasikan posisi-posisi {x} dan kecepatan-
kecepatan {ẋ} dan kemudian menyelesaikan persamaan-persamaan geraknya
untuk mencari posisi-posisi dan kecepatan-kecepatan pada waktu-waktu t1
selanjutnya. Di dalam proses tersebut, biasanya kita akan menentukan trayek-
tori diantara t0 dan t1 (lihat Gambar 6.1).
Tetapi kita bisa merumuskan masalah mekanika klasik di dalam cara
yang lain yang juga menspesifikasikan 2N item-item informasi tersebut. Dari

59
60 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

6-1.jpg

Gambar 6.1: Sebuah trayektori dari waktu t0 menuju waktu t1

pada dengan menyediakan posisi-posisi dan kecepatan-kecepatan mulal-mula,


kita menyediakan posisi awal dan akhirnya. Ini adalah cara memikirkannya:
Anggaplah bahwa seseorang pemain outfield ingin melemparkan sebuah bola
baseball (dari posisi x0 pada waktu t0 ) dan ia ingin bola itu sampai pada
base kedua (x1 ) tepat setelah 1,5 detik (t1 ). Bagaimanakah bola bergerak
diantara kedua posisi tersebut? Bagian dari persoalan di dalam kasus ini yang
akan ditentukan adalah berapa seaharusnya kecepatan awal bola tersebut.
Kecepatan awal bukanlah bagian dari data yang harus dimasukan di dalam
cara pengajuan pertanyaan ini; kecepatan awal adalah solusinya.
Marilah kita menggambar sebuah gambaran ruang-waktu untuk mengilus-
trasikan poin tersebut (lihat Gambar 6.2). Sumbu horizontal menampilkan
posisi suatu partikel (atau bola baseball tersebut), dan sumbu vertikal menan-
dakan waktu. Titik permulaan dan titik ujung trayektori merupakan suatu
pasangan titik-titik pada diagram ruang-waktu dan trayektori itu sendiri
adalah sebuah kurva yang menghubungkan titik-titik tersebut.
Dua cara untuk mengajukan permasalahan geraak tersebut analog den-
gan dua cara perumusan masalah penetapan sebuah garis lurus di dalam
ruang. Satu hal yang kita bisa mintakan adalah untuk mengkonstruksikan
sebuah garis lurus dari titik asal yang mulai dalam beberapa arah tertentu.
Ini seperti menanyakan posisi dan kecepatan awal trayektori yang diberikan.
Disisi yang lain, kita bisa meminta untuk mengkonstruksikan sebuah garis
lurus yang menghbungkan dua titik tertentu. Ini seperti pencarian trayek-
tori yang mulai pada satu posisi dan tiba pada posisi lainnya setelah suatu
waktu yang dispesifikasikan. Di dalam bentuk ini, masalahnya serupa den-
gan menanyakan bagaimanakah kita harus mengarahkan sebuah garis dari
sebuah titik awal supaya melewati titik yang lainnya. Jawabannya: car-
ilah lintasan terpendek diantara titik-titik tersebut. Di dalam masalah
6.2. AKSI DAN LAGRANGIAN 61

6-2.jpg

Gambar 6.2: Sebuah trayektori bola baseball.

mekanika klasik, jawabannya adalah mencari lintasan dari aksi sta-


sioner.

6.2 Aksi dan Lagrangian


Perumusan Prinsip Aksi pastinya melibatkan parameter-parameter yang sama
seperti perumusan Persamaan-Persamaan Newton. Kita haruslah menge-
tahui massa partikel-partikel dan kita haruslah mengetahui energi potensial-
nya. Aksi bagi suatu trayektori adalah sebuah integral dari titik permulaan
trayektori pada t0 sampai pada ujung trayektori pada t1 . Saya akan menje-
laskan pada anda, tanpa latar belakang integral seperti apa itu dan saya akan
mengeksplorasikan konsekuensi dari peminimumannya. Kita mengakhirinya
dengan Persamaan-Persaman Newton. Ketika kita suda mengerti hal ini dan
melihat bagaimana cara kerjanya, latar belakang yang lebih jauh tidak lagi
diperlukan. Jika hal tersebut setara dengan Persamaan-Persamaan Newton,
latar belakang apa lagi yang kita perlukan?
Sebelum menjadi lebih umum, misalkan kita mengilustrasikan gagasan ini
untuk sebuah partikel tunggal yang sedang bergerak pada sbuah garis. Posisi
partikel pada waktu t adalah x(t) dan kecepatannya adalah ẋ(t). Energi
kinetik dan potensialnya secara berurutan adalah

1
T = mẋ2
2
V = V (x)
62 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

Trayektori aksinya adalah


Z t1
A = (T − V )dt
t
Z 0t1  
1 2
= mẋ − V (x) dt (6.1)
t0 2

Anda mungkin berpikir bahwa terdapat kesalahan di dalam Persamaan(6.1).


Energi adalah penjumlahan dari T dan V , tetapi integralnya melibatkan
selisih. Mengapa selisih dan bukannya penjumlahan? Anda bisa mencoba
penuruanan dengan T + V , tetapi anda akan memperoleh jawaban yang
salah. Kuantitas T − V disebut Lagrangian sistem, dan dinotasikan oleh
simbol L. Hal yang kita butuhkan untuk menspesifikasikan L adalah massa
partikel (untuk energi kinetik) dan energi potensial V (x). Hal tersebut tentu
saja bukanlah kebetulan; hal-hal ini sama dengan yang dibutuhkan untuk
diketahui untuk menuliskan persamaan gerak Newton.
Pikirkanlan Lagrangian sebagai fungsi posisi x dan kecepatan ẋ. La-
garangian adalah sebuah fungsi posisi karena energi potensialnya bergantung
pada x, fungsi kecepatan karena energi kinetiknya bergantung pada ẋ. Jadi
kita tuliskan
L = L(x, ẋ).
Kita bisa menuliskan ulang Aksi sebagai integral dari Lagrangian:
Z t1
A= L(x, ẋ) (6.2)
t0

Prinsip aksi stasioner sungguh-sungguh luar biasa. Hampir terlihat bahwa


partikel sepertinya memiliki kekuatan supernatural untuk merasakan seluruh
trayektori yang mungkin dan memilih salah satu trayektori (lintasan) yang
menjadikan aksinya stasioner. Mari berhenti sejenak untuk meninjau apa
yang sedang kita lakukan dan kemana kita akan melangkah.
Proses meminimumkan aksi adalah dari sebuah generalisasi peminimu-
man sebuah fungsi. Aksi bukanlah suatu fungsi yang terdiri dari hanya be-
berapa variabel. Aksi bergantung pada suatu ketidak berhinggaan variabel:
semua koordinat pada setiap waktu sesaat. Bayangkanlah dengan menggan-
tikan lintasan kontinu dengan sebuah lintasan stroboskopik yang mengan-
dung jutaan titik. Tiap titik dispesifikasikan oleh sebuah koordinat x, tetapi
keseluruhan lintasan dispesifikasikan hanya ketika jutaan x dispesifikasikan.
Aksi merupakan sebuah fungsi dari keseluruhan trayektori (lintasan), se-
hingga aksi adalah sebuah fungsi dari jutaan variabel. Peminimuman aksi
melibatkan jutaan persamaan.
6.3. PENURUNAN PERSAMAAN EULER-LAGRANGE 63

Waktu tidak sungguh-sungguh stroboskopik, dan sebuah lintasan yang


real adalah sebuah fungsi dari sejumlah variabel yang tidak terhingga. Trayek-
tori (lintasan) dispesifikasikan oleh sebuah fungsi x(t) dan aksi adalah sebuah
fungsi dari sebuah fungsi. Sebuah fungsi dari sebuah fungsi, sebuah kuantitas
yang bergantung pada keseluruhan fungsi, disebut sebuah fungsional. Mem-
inimumkan sebuah fungsional adalah subjek dari sebuah cabang matematika
yang disebut kalkulus variasi.
Walaupun demikian, dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan dari fungsi-
fungsi yang biasa, persyaratan untuk suatu aksi stasioner sangat menyeru-
pai persyaratan untuk sebuah titik stasioner dari sebuah fungsi. Faktanya,
syarat tersebut memiliki bentuk yang sama dengan Persamaan(12.29) dalam
Interlude 3,
δA = 0
Sekarang, bagaimanapun, variasi-variasi bukanlah hanya sekedar pergeseran-
pergeseran kecil dari beberapa koordinat, tetapi seluruh kemungkinan variasi-
variasi kecil dari keseluruhan lintasan.
Nanti di dalam Kuliah ini kita akan mengerjakan persamaan-persamaan
untuk meminimumkan aksi. Persamaan ini disebut Persamaan Euler-Lagrange.
Untuk kasus derajat kebebasan tunggal, terdapat satu persamaan pada masing-
masing titik sepanjang lintasan. Faktanya, persamaan-persamaan ini men-
jadi persamaan-persamaan diferensial yang mengatur bagaimana sistem berpin-
dah dari suatu waktu sesaat ke waktu sesaat berikutnya. Jadi partikel tidak-
lah memiliki kekuatan supernatural untuk menguji seluruh lintasan masa
depan–paling kurang tidak lebih dari pada yang diperlukan untuk mengikuti
Persamaan-Persamaan gerak Newton.
Kita akan menurunkan persamaan-persamaan Euler-Lagrange nanti di
dalam kuliah ini. Untuk memudahkan anda, saya akan menliskan bentuknya
bagi anda. JIka anda adalah tipe orang yang independen, anda bisa mencoba
memasukan Lagrangian nya dan menyaksikan jika anda dapat menuliskan
Persamaan-Persmaan gerak Newton. Persamaan Euler-Lagrange untuk se-
buah sistem dengan derajat kebebasan tunggal adalah
d ∂L ∂L
− =0
dt ∂ ẋ ∂x

6.3 Penurunan Persamaan Euler-Lagrange


Sekarang kita akan mencoba untuk menurunkan Persamaan Euler-Lagrange
bagi sistem dengan satu derajat kebebasan. Kita memulainya dengan meng-
gantikan waktu kontinu dengan waktu stroboskopik. Waktu sesaat dapat
dilabeli dengan bilangan bulat n. Waktu diantara waktu-waktu sesaat yang
64 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

berdekatan adalah sangat singkat, kita menyebutnya ∆t. Aksinnya adalah


sebuah integral, tetapi seperti biasanya, integral adalah limit dari suatu pen-
jumlahan. Di dalam kasus ini kita akan meinjau penjumlahan yang sedang
dilakukan terhadap interval-interval diantara waktu-waktu sesaat yang beru-
rutan.
Inilah penggantian yang kita lakukan ketika mengaproksimasikan (melaku-
kan pendekatan) integral dengan penjumlahan
Z X
Ldt = L∆t
xn+1 − xn
ẋ =
∆t
Penggantian yang pertama hanyalah sebuah aproksimasi biasa dari penggan-
tian integral oleh suku-suku penjumlahan diskrit, masing-masing dimuatkan
pada interval waktu ∆t yang kecil. Penggantian yang kedua juga famil-
iar bagi kita. Kecepatan digantikan dengan perbedaan posisi-posisi yang
berdekatan yang dibagi dengan interval waktu yang kecil.
Penggantian yang terakhir sedikit lebih tidak terlihat. Karena kita akan
meninjau penjumlahan yang dilakukan terhadap interval-interval yang kecil
diantara waktu-waktu sesaat yang berdekatan, kita membutuhkan sebuah
ekspresi untuk setengah posisi diantara waktu-waktu sesaat. Ini adalah hal
yang mudah, hanya mengganti x(t) dengan posisi rata-rata diantara waktu-
waktu sesaat:
xn + xn+1
x(t) =
2
Perlu diperhatiakan bahwa dimanapun ẋ terjadi di dalam Lagrangian, saya
menggantikannya dengan xn+1∆t+xn dan dimanapun x terjadi, saya mensubsti-
tusinya dengan xn +x2 n+1 .
Aksi total dicari dengan menjumlahkan seluruh kontribusi-kontribusi ke-
cil:
X  xn+1 − xn xn + xn+1 
A= L , ∆t (6.3)
n
∆t 2
Dengan sangat eksplisit saya telah mengambil aksi terpisah kedalam komponen-
komponennya, sama seperti dengan menuliskan sebuah program kommputer
untuk mengevaluasikannya.
Sekarang, anggaplah kita menginginkan untuk meminimalkan aksi den-
gan memvariasikan salah satu dari sembarang xn dengan mengatur hasilnya
sama dengan nol. Misalkan kita memilih salah satu darinya, katakanlah x8 .
(Tiap salah satu dari yang lainnya akan menjadi sama baiknya juga.) Ini
kedengarannya sangat rumit, tapi perhatikanlah bahwa x8 hanya muncul di
6.3. PENURUNAN PERSAMAAN EULER-LAGRANGE 65

dalam suku di dalam Persamaan(6.3). Dua suku yang mengandung x8 adalah


   
x9 − x8 x8 + x9 x8 − x7 x7 + x8
A=L , ∆t + L , ∆t
∆t 2 ∆t 2

Sekarang yang harus kita lakukan adalah mendiferensialkannya terhadap x8 .


Perhatikanlah bahwa x8 muncul di dalam dua cara pada tiap suku. x8 muncul
lewat ketergantungan pada kecepatan dan ketergantungan pada x. Turunan
A terhadap x8 adalah
   
∂A 1 ∂L ∂L 1 ∂L ∂L
= − |n=9 + |n=8 + − |n=8 + |n=9
∂x8 ∆t ∂ ẋ ∂ ẋ 2 ∂x ∂x

Simbol |n=8 adalah sebuah instruksi untuk mengevaluasi fungsi pada waktu
diskrit n = 8.
A
Untuk meminimalkan aksi terhadap variasi-variasi x8 , kita mengatur dx
sama dengan nol. Tetapi sebelum kita melakukannya, mari melihat apa
A
yang terjadi pada dx di dalam limit ketika ∆t menju nol. Mulai dengan suku
pertama,  
1 ∂L ∂L
− |n=9 + |n=8
∆t ∂ ẋ ∂ ẋ
Suku ini memiliki bentuk perbedaan diantara sebuah kuantitas yang dieval-
uasi pada dua waktu yang berdekatan, n = 8 dan n = 9, dibagi dengan
pemisah yang kecil diantara keduanya. Ini tentu saja cenderung menuju
pada sebuah derivatif
 
1 ∂L ∂L ∂ ∂L
− |n=9 + |n=8 → −
∆t ∂ ẋ ∂ ẋ ∂t ∂ ẋ

Suku yang kedua,  


1 ∂L ∂L
− |n=8 + |n=9
2 ∂x ∂x
juga memiliki sebuah limit yang sederhana. Suku ini adalah setengah pen-
jumlahan dari ∂L
∂x
yang dievaluasi pada waktu-waktu yang berurutan. Ketika
pemisah diantara titik-titik menyusut menuju nol, kita pasti memperoleh ∂L
∂x
.
∂A
Persyaratan bahwa ∂x8 = 0 menjadi Persamaan Euler-Lagrange,

d ∂L ∂L
− =0 (6.4)
dt ∂ ẋ ∂x
Latihan 1: Tunjukkanlah bahwa Persamaan(6.4) hanyalah merupakan ben-
tuk yang lain dari pada Persamaan gerak Newton F = ma.
66 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

Penurunan ini secara esensial sama untuk sistem dengan banyak dera-
jat kebebasan. Terdapat sebuah Persamaan Euler-Lagrange untuk tiap-tiap
koordinat xi :
d ∂L ∂L
− =0
dt ∂ ẋi ∂xi
Apa yang ditunjukkan oleh penurunan ini adalah bahwa tidak ada sihir
yang terlibat di dalam kemampuan partikel untuk merasakan keseluruhan
lintasan sebelum memutuskan lintasan yang manakah yang akan ditempuh.
Pada tiap tahapan disepanjang lintasan, partikel hanyalah harus memini-
malkan aksi diantara sebuah titik di dalam waktu suatu titik yang berdekatan
dengannya di dalam waktu. Prinsip aksi terkecil pastinya menjadi sebuah
Persamaan diferensial pada tiap waktu sesaat yang menentukan masa depan
sistem sesegera mungkin (pada waktu sesaat berikutnya).

6.4 Lebih Banyak Partikel dan Lebih Banyak


Dimensi
Misalkan terdapat N koordinat yang semuanya bersama-sama kita sebut xi .
Gerak sistem dideskripsikan oleh suatu lintasan, atau orbit, melalui suatu ru-
ang berdimensi N . Untuk sebuah penggambaran yang lebih baik, kita bisa
menambahkan waktu, dengan menganggap orbit tersebut sebagai lintasan
yang melalui ruang berdimensi N + 1. Titik permulaan lintasan adalah him-
punan titik-titik xi (t0 ), dan titik ujungnya adalah himpunan titik-titik xi (t1 )
yang lainnya. Orbit yang melewati ruang berdimensi N + 1 dideskripsikan
dengan memberikan seluruh koordinat sebagai fungsi waktu xi (t).
Prinsip aksi terkecil bagi sistem dengan banyak derajat kebebasan secara
esensi tidaklah berbeda dari pada sistem yang hanya memiliki satu dera-
jat kebebasan.Lagrangiannya adalah energi kinetik sistem dikurangi dengan
energi potensial sistem:
X 1 
2
L= mi ẋi − V ({x}).
i
2

Aksinya juga sama seperti sebelumnya, integral dari Lagrangian


Z
A = t0 ]t1 L({x}, {ẋ})dt (6.5)
[

dan aksi terkecilnya (stasioner) adalah lintasan tersebut yang meminimalkan


aksi ini.
6.5. APA YANG BAIK DARI ASAS AKSI TERKECIL? 67

Ketika terdapat banyak variabel, kita bisa memvariasikan lintasannya di


dalam banyak cara, sebagai contoh kita bisa memvariasikan x1 (t) atau x2 (t),
dan seterusnya. Itu seperti meminimalkan sebuah fungsi dengan banyak
variabel: Terdapat satu persamaan untuk masing-masing variabel. Hal yang
sama juga benar bagi Persamaan Euler-Lagrange: Terdapat satu persamaan
untuk tiap-tiap variabel xi . Tiap-tiap variabel memiliki bentuk umum yang
sama seperti Persamaan(6.4)

d ∂L ∂L
= (6.6)
dt ∂ ẋi ∂xi

Latihan 2: Tunjukkanlah bahwa Persamaan(6.6) hanyalah merupakan


bentuk lain dari Persamaan gerak Newton Fi = mi xi .

6.5 Apa yang Baik dari Asas Aksi Terkecil?


Ada dua alasan utama menggunakan Prinsip aksi terkecil. Yang pertama,
Prinsip aksi terkecil ”mempaketkan” segala sesuatunya mengenai sebuah sis-
tem dalam suatu cara yang sangat ringkas. Semua parameter (seperti massa
dan gaya), dan semua persamaan gerak dibungkus di dalam sebuah fungsi
tunggal, Lagrangian. Saat kita mengetahui Lagrangian, satu-satunya hal
yang tersisa untuk merinci sistem adalah kondisi mula-mula sistem terse-
but. Ini sesungguhnya merupakan sebuah kemajuan: Sebuah fungsi tunggal
merangkum perilaku dari berapapun jumlah derajat kebebasan yang dimiliki
oleh sebuah sistem. Di dalam volume-volume selanjutnya kita akan mencari
keseluruhan teori tersebut–Teori elektrodinamika Maxwell, Teori gravitasi
Einstein, Model standar partikel-partikel elementer–yang masing-masingnya
dideskripsikan dengan sebuah Lagrangian.
Alasan kedua penggunaan Prinsip aksi terkecil adalah keuntungan prak-
tis formulasi mekanika Lagrangian. Kita akan mengilustrasikannya dengan
sebuah contoh. Misalkan kita ingin menliskan Persamaan-persamaan New-
ton di dalam beberapa koordinat lainnya, atau di dalam beberapa kerangka
acuan yang sedang bergerak atau berakselerasi. Ambilah kasus sebuah par-
tikel dalam satu dimensi yang dari sudut pandang seseorang yang sedang
berdiri dalam keadaan diam memenuhi Hukum-Hukum Newton. Fisikawan
pada keadaan diam, Lenny namanya, menggunakan koordinat x untuk menen-
tukan posisi objek.
Fisikawan yang kedua, George, sedang bergerak tanpa rotasi relatif ter-
hadap Lenny, dan ia ingin mengetahui bagaimanakah mendeskripsikan ob-
jek tersebut relatif terhadap koordinat-koordinat miliknya. Pertama-tama,
68 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

apakah makna hal tersebut untuk membicarakan mengenai koordinat-koordi-


nat milik George? Karena George bergerak relatif terhadap Lenny, titik asal
kerangka acuan koordinat-koordinatnya bergerak relatif terhadap titik asal
kerangka acuan koordinat-koordinat milik Lenny. Hal ini dengan mudah
dideskripsikan dengan mengubah koordinat-koordinat x miliki Lenny men-
jadi sistem koordinat X milik George.
Berikutnya adalah bagaimana kita melakukannya. Pada suatu waktu t,
Lenny menentukan posisi asal George pada x + f (t), dimana f adalah suatu
fungsi yang mendeskripsikan bagaimana George bergerak relatif terhadap
Lenny. Suatu event(pada waktu t) yang Lenny menandai sebuah koordinat
x, George menandainya koordinat X dimana
X = x − f (t)
Ketika Lenny melihat sebuah partikel yang sedang bergerak pada lintasan
x(t), George melihat partikel yang sama sedang bergerak pada lintasan X =
x(t) − f (t). Jika George tidak ingin untuk terus menerus bertanya pada
Lenny mengenai lintasan partikel tersebut, maka ia menginginkan hukum ger-
aknya sendiri untuk mendeskripsikan objek tersebut dari koordinat-koordinat
miliknya. Cara termudah untuk melakukan hal ini adalah dengan men-
transformasikan Persamaan-persamaan gerak dari satu sistem koordinat ke
sistem koordinat lainnya dengan memanfaatkan Prinsip aksi terkecil, atau
Persamaan-persamaan Euler-Lagrange.
Menurut Lenny, aksi lintasan tersebut adalah
Z t1  
1 2
A= mẋ − V (x) dt (6.7)
t0 2
Tetapi kita bisa juga menuliskan aksi tersebut di dalam suku-suku koordinat
milik George. Semua yang harus kita lakukan adalah mengekspresikan suku
ẋ di dalam suku-suku Ẋ:
ẋ = Ẋ + f,
sehingga kita memasukkannya ke dalam Persamaan(6.7) untuk memperoleh
Z t1  
1
A= m(ẋ + f˙) − V (X) dt
2
t0 2
Energi potensial V (X) secara sederhana bermakna energi potensial yang
akan Lenny gunakan, yang dievaluasi pada lokasi objek, tetapi yang diek-
spresikan di dalam koordinat-koordinat milik George, titik yang sama, label
berbeda. Dan sekarang kita mengetahui Lagrangiannya di dalam kerangka
acuan X,
1
L = m(ẋ + f˙)2 − V (X)
2
6.5. APA YANG BAIK DARI ASAS AKSI TERKECIL? 69

dimana kita bisa mengekspansikan kuadratnya:


1  
L = m ẋ2 + f˙2 + 2f˙ẋ − V (X) (6.8)
2
Apa yang George lakukan dengan Persamaa(6.8)? Dia menuliskan Per-
samaan Euler-Lagrange nya yang berbentuk
dV
mẌ + mf¨ = − ,
dX
atau dengan sedikit pengaturan ulang
dV
mẌ+ = − − mf¨.
dX
Hasil ini tidaklah mengejutkan. George menemukan suatu gaya ”fiktif” tam-
bahan pada objek sama dengan −mf¨. Apa yang menarik adalah prose-
durnya: dari pada mentransformasikan Persamaan-persamaan geraknya, kita
bekerja secara langsung dengan menggunakan Lagrangian.
Mari kerjakan contoh yang lainnya. Kali ini George berada di atas sebuah
komedi putar. Koordinat milik Lenny adalah x dan y. Koordinat George
adalah X dan Y , dan berotasi bersama-sama dengan komedi putar tersebut.
Hubungan diantara kedua kerangka acuan tersebut adalah:
x = X cos ωt + Y sin ωt
(6.9)
y = −X sin ωt + Y cos ωt
Kedua pengamat ini melihat sebuah partikel yang sedang bergerak pada
sebuah bidang. Kita asumsikan bahwa Lenny mengamati partikel tersebut
bergerak tanpa gaya yang bekerja pada partikel tersebut. Ia mendeskripsikan
gerak tersebut menggunakan Prinsip aksi dengan Lagrangian
1
L = m ẋ2 + ẏ 2

(6.10)
2
Apa yang kita ingin kerjakan adalah mengekspresikan aksi tersebut di
dalam kerangka berputar George dan kemudian memanfaatkan Persamaan-
persamaan Euler-Lagrange untuk mencari persamaan geraknya. Karena kita
telah mengetahui aksi di dalam kerangka Lenny, yang perlu kita lakukan
adalah mengekspresikan kecepatan di dalam suku-suku variabel kerangka
acuan milik George. Pendiferensialan Persamaan(6.9) terhadap waktu
ẋ = Ẋ cos ωt − ωX sin ωt + Ẏ sin ωt + ωY cos ωt
ẏ = −Ẋ sin ωt − ωX cos ωt + Ẏ cos ωt − ωY sin ωt
70 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

Setelah melakukan sedikit trik aljabar menggunakan identitas trigonometri


sin2 θ + cos2 θ = 1, maka kita memperoleh

ẋ2 + ẏ 2 = Ẋ 2 + Ẏ 2 + ω 2 (x2 + Y 2 ) + 2ω(ẊY − Ẏ X) (6.11)

Sekarang yang harus kita lakukan adalah memasukan Persamaan(6.11) ke


dalam Lagrangian milik Lenny, Persamaan(6.10), untuk memperoleh La-
grangian milik George. Ini adalah Lagrangian yang sama diekspresikan di
dalam koordinat-koordinat milik George:
m 2  mω 2 2
L= ẋ + ẏ 2 + (x + Y 2 ) + mω(ẊY − Ẏ x) (6.12)
2 2
Mari menguji variasi variasi suku-sukunya. Suku pertama, m2 (ẋ2 + ẏ 2 ), adalah
sangat kita kenal, itu adalah energi kinetiknya George. Perlu diperhatikan
bahwa bila kecepatan sudut nol, maka hanya tersisa suku ini. Suku berikut-
2
nya, mω
2
(X 2 + Y 2 ), adalah sesuatu yang baru oleh karena rotasi. Bagi
George itu adalah energi potensial
mω 2
X2 + Y 2

V =−
2
yang mana bisa dengan mudah terlihat menghasilkan suatu gaya yang be-
rarah keluar yang sebanding dengan jarak terhadap pusat rotasi

F = mω 2 ṙ

Ini adalah gaya sentrifugal.


Suku terakhir di dalam Persamaan(6.12), mω(ẊY − Ẏ x), merupakan
sebuah suku yang agak kurang dikenal. Suku ini disebut gaya koriolis. Un-
tuk melihat bagaimana kesemua suku ini bekerja, kita bisa mengerjakan
Persamaan-persamaan Euler-Lagrange nya. Berikut adalah hasilnya:

mẌ = mω 2 X − 2mω Ẏ
mŸ = mω 2 Y + 2mω Ẋ

Hasil ini terlihat dengan tepat seperti Persamaan-persamaan Newton dengan


gaya sentrifugal dan koriolis. Perhatikanlah bahwa terdapat suatu hal yang
baru di dalam bentuk hukum gaya. Komponen-komponen gaya koriolis

FX = −2mω Ẏ
FY = 2mω Ẋ

bergantung bukan hanya pada posisinya saja, tetapi juga pada kecepatannya.
6.6. KOORDINAT-KOORDINAT UMUM DAN MOMENTUM UMUM 71

Latihan 3: Gunakanlah Persamaan-persamaan Euler-Lagrange untuk


menurunkan Persamaan-persamaan gerak dari Lagrangian di dalam Per-
samaan(6.12).
Poin utama dari Latihan ini bukanlah untuk menurunkan sedemikian
banyak gaya sentrifugal dan koriolis, tetapi untuk menunjukkan pada anda
bagaimanakah melakukan transformasi sebuah Soal mekanika dari satu sis-
tem koordinat ke sistem koordinat lainnya dengan secara sederhana menuliskan
ulang Lagrangian nya di dalam koordinat-koordinat yang baru. Sejauh ini,
ini adalah cara termudah untuk melakukan transformasi, jauh lebih mudah
dari pada mencoba melakukan transformasi Persamaan-persamaan Newton
secara langsung.
Contoh yang lainnya, yang mana akan saya tinggalkan bagi anda seba-
gai latihan mandiri, adalah mentransformasikan Persamaan-persamaan milik
George ke koordinat Polar:

X = R cos θ
Y = R sin θ

Latihan 4: Kerjakanlah Lagrangian milik George dan Persamaan-persamaan


Euler-Lagrange nya di dalam koordinat-koordinat Polar.

6.6 Koordinat-Koordinat Umum dan Momen-


tum Umum
Sesungguhnya tidak ada hal yang sangat umum mengenai koordinat-koordinat
kartesius. Terdapat banyak sistem koordinat yang bisa kita pilih untuk
merepresentasikan sembarang sistem mekanika (atau sistem mekanika apa
pun). Sebagai conroh, misalkan kita ingin mempelajari sebuah objek yang
sedang bergerak pada suatu permukaan berbentuk seperti bola, misalnya per-
mukaan Bumi. Di dalam kasus ini, koordinat-koordinnat natural nya adalah
dua sudut, garis bujur dan garis lintang. Bahkan yang lebih umum lagi
akan menjadi seperti sebuah objek yang berguling pada sebuah permukaan
berbentuk kurva yang umum, seperti permukaan tanah yang berbukit-bukit.
Di dalam kasus seperti ini, mungkin tidak ada himpunan koordinat-koordinat
khususnya. Itulah mengapa adalah penting untuk mengatur persamaan-
persamaan mekanika klasik di dalam suatu cara yang bisa diterapkan pada
sistem koordinat apapun.
Tinjaulah suatu problem abstrak pada yang mana sebuah sistem di-
spesifikasikan oleh koordinat-koordinat yang umum. Kita biasanya menye-
diakan notasi xi untuk koordinat-koordinat kartesius. Notasi bagi sebuah
72 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

sistem koordinat yang umum adalah qi . qi bisa menjadi koordinat-koordinat


kartesius, atau koordinat-koordinat polar, atau koordinat sembarang lain-
nya yang bisa kita pikirkan. Kita juga butuh untuk menspesifikasikan ke-
cepatan, yang dalam situasi abstrak bermakna turunan terhadap waktu dari
koordinat-koordinat umum qi . Suatu kondisi awal mengandung himpunan
dari koordinat-koordinat umum dan kecepatan-kecepatan umum, (qi , q˙i ).
Di dalam sebuah sistem koordinat umum, Persamaan-persamaan ger-
aknya mungkin menjadi rumit, tetapi Prinsip aksi selalu berguna. Seluruh
sistem fisika klasik, bahkan gelombang dan medan sekalipun, dideskripsikan
dengan sebuah Lagrangian. Kadang-kadang Lagrangian dihitung dari be-
berapa pengetahuan sebelumnya. Sebagai contoh adalah dengan menghi-
tung Lagrangian milik George, Lagrangian milik Lenny diketahui. Kadang-
kadang Lagrangian ditebak yang berbasiskan pada beberapa praanggapan
atau prinsip-prinsip teoritik, dan kadang-kadang kita mendeduksikannya dari
eksperimen-eksperimen. Tetapi kita memperoleh Lagrangian yang dengan el-
egan merangkum seluruh Persamaan-persamaan gerak di dalam suatu paket
yang sederhana.
Mengapakah seluruh sistem dideskripsikan dengan menggunakan Prinsip
aksi dan Lagrangian? Tidak mudah untuk mengatakannya, tetapi alasan-
nya sangat berhubungan erat dengan asal-usul kuantum dari fisika klasik.
Alasan lainnya juga berhubungan sangat erat dengan Prinsip kekekalan en-
ergi. Untuk saat ini, kita akan menuju kesana dengan mengambil asumsi
bahwa seluruh sistem fisika klasik yang diketahui bisa dideskripsikan di dalam
gagasan-gagasan Prinsip aksi.
Lagrangian selalu merupakan sebuah fungsi dari koordinat-koordinat dan
kecepatan-kecepatan, L = L(qi , q˙i ), dan Prinsip aksi selalu
Z t1
δA = δ L(qi , q˙i )dt = 0.
t0

Hal ini bermakna bahwa persamaan-persamaannya berasal dari Persamaan


Euler-Lagrange. Jadi, ini adalah bentuk paling umum dari persamaan-
persamaan gerak klasik. Terdapat sebuah Persamaan bagi tiap-tiap qi
 
d ∂L ∂L
= (6.13)
dt ∂ q˙i ∂qi

Itulah, seluruh fisika klasik di dalam suatu kulit kacang 1 ! Jika kita menge-
tahui apa itu qi , dan jika kita juga mengetahui Lagrangian nya, maka kita
memiliki semuanya.
1
Dari ungkapan bahasa Inggris nutshell.
6.6. KOORDINAT-KOORDINAT UMUM DAN MOMENTUM UMUM 73

Mari melihat sedikit lebih dekat pada kedua sisi Persamaan(6.13). Kita
mulai dengan ekspresi ∂∂L
q˙i
. Anggaplah untuk suatu saat qi merupakan koordinat-
koordinat kartesius yang biasa dari sebuah partikel dan L adalah energi
kinetik minus energi potensial yang biasa. Di dalam kasus ini, Lagrangian
nya akan mengandung m2 ẋi dan kemudian ∂∂L q˙i
akan menjadi mẋi , yaitu kom-
ponen momentum dalam arah xi . Maka kita menyebut ∂∂L q˙i
sebagai momen-
tum konjugat umum terhadap qi atau bisa juga hanya menyebutnya sebagai
momentum konjugat terhadap qi .
Konsep momentum konjugat melampaui contoh sederhana pada yang
mana momentum berasal dari massa kali kecepatan. Dengan bergentung
pada Lagrangian, momentum konjugat bisa jadi tidak kita kenali, tetapi mo-
mentum konjugat selalu didefinisikan oleh
∂L
pi =
∂ q˙i
Notasi bagi momentum umum adalah pi .
Dengan notasi tersebut, Persamaan Euler-Lagrange menjadi
dpi ∂L
=
dt ∂qi
Mari kerjakan beberapa contoh yang dimulai dengan sebuah partikel di dalam
koordinat polar. Di dalam kasus ini qi adalah radius r dan sudutnya θ. Kita
bisa menggunakan hasil dari Latihan 4 untuk memperoleh Lagrangian:
m 2 
L= ṙ + r2 θ̇2
2
Konjugat momentum umum untuk r (momentum r) adalah
∂L
pr = = mṙ
∂ ṙ
maka Persamaan gerak yang bersesuaian dengannya adalah
dpr ∂L
= = mṙθ̇2
dt ∂r
Dengan menggunakan ṗ = mr̈ dan membatalkan m pada kedua sisi, kita bisa
menuliskan Persamaan ini di dalam bentuk
r̈ = rθ̇2
Persamaan gerak bagi sudut θ adalah secara khusus menarik. Pertama,
tinjaulah momentum konjugat bagi θ:
∂L
pθ = = mr2 θ̇
∂ θ̇
74 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL

Kuantitas ini harusnya familiar bagi kita. Ini adalah momentum sudut sudut
(momentum angular) partikel. Secara pasti dan tepat Momentum sudut dan
pθ adalah sama.
Sekarang tinjaulah Persamaan gerak untuk θ. Karena θ sendiri tidak
muncul di dalam Lagrangian, maka tidak ada sisi kanannya, dan kita mem-
peroleh
dpθ
=0 (6.14)
dt
Di dalam kata lain, momentum sudut adalah kekal. Cara lain untuk menuliskan
Persamaan(6.14) adalah
d  2 
mr θ̇ = 0 (6.15)
dt
Kita bisa melihat bahwa r2 θ̇ adalah sebuah konstanta. Itulah mengapa ke-
cepatan sudut meningkat ketika partikel semakin mendekati titik asal.
Latihan 5: Gunakanlah hasil-hasil ini untuk memprediksi gerak dari
sebuah pendulum yang panjangnya l.

6.7 Koordinat-Koordinat Siklis


Seperti yang baru saja kita lihat, kadang-kadang terjadi bahwa beberapa
koordinat tidak muncul dalam Lagrangian walaupun kecepatannya muncul.
Koordinat-koordinat tersebut dinamakan siklis (cyclic).
Apa yang kita sungguh-sungguh tahu adalah bahwa Lagrangian tidak
berubah ketika kita menggeser koordinat siklis. Ketika sebuah koordimat
bersifat siklis, momentum konjugatnya kekal. Momentum sudut adalah salah
satu contohnya. Contoh lainnya adalah momentum (linear) yang biasa. Mis-
alkan terdapat suatu kasus dari sebuah partikel tunggal dengan Lagrangian
m 2
ẋ + ẏ 2 + ż 2

L=
2
Tidak ada satupun koordinat-koordinat posisi yang muncul di dalam La-
grangian tersebut, sehingga koordinat-koordinat tersebut semuanya bersifat
siklis. Tidak ada apapun yang secara khusus bersifat siklis secara harafiah
tentang koordinat-koordinat tersebut, itu hanyalah sekedar sebuah kata.
Oleh karena itu, seluruh komponen momentumnya kekal. Hal ini akan men-
jadi tidak benar apabila terdapat energi potensial yang bergantung pada
koordinat.
Mari ambil contoh lainnya; dua buah partikel yang sedang bergerak pada
sebuah garis dengan energi potensial yang bergantung pada jarak diantara
keduanya. Untuk penyederhanaan, kita membuat keduanya bermassa sama
6.7. KOORDINAT-KOORDINAT SIKLIS 75

besar, tetapi ada yang khusus perihal kasus tersebut. Misalkan kita menyebut
posisi-posisi dari kedua partikel tersebut x1 dan x2 . Lagrangiannya adalah
1
l = m x˙1 2 + x˙2 2 − V (x1 − x2 )

(6.16)
2
Sekarang Lagrangiannya bergantung pada x1 dan x2 , dan tidak ada yang
siklis. Tidak ada satupun momentum yang kekal!
Tetapi hal tersebut kehilangan sebuah poin yang penting. Misalkan kita
membuat sebuah perubahan terhadap koordinat-koordinatnya. Kita mendefin-
isikan x+ dan x− sebagai
x1 + x 2
x+ =
2
x1 − x2
x− =
2
Kita dapat dengan mudah menuliskan ulang Lagrangiannya. Energi kinetiknya
adalah
T = m(ẋ2+ + ẋ2− )
Latihan 6: Jelaskanlah bagaimanakah kita menurunkan Persamaan ini.
Poin pentingnya adalah bahwa energi potensialnya hanya bergantung
pada x− . Maka Lagrangiannya adalah

L = m(ẋ2+ + ẋ2− ) − V (2x− ) (6.17)

Dalam kata lain, terdapat sebuah koordinat siklis tersembunyi, yaitu x+ . Ini
berarti bahwa momentum konjugat untuk x+ (kita sebut p+ ) adalah kekal.
Adalah hal yang mudah untuk melihat bahwa p+ bukanlah hal lain selain
dari momentum total

p+ = 2mx˙+ = mx˙1 + mx˙2

Poin sesungguhnya yang kita akan pelajari pada kuliah selanjutnya adalah
tidak terlalu banyak mengenai koordinat-koordinat siklis tetapi mengenai
simetri-simetri.
76 KULIAH 6. PRINSIP (ASAS) AKSI TERKECIL
Kuliah 7
Simetri dan Hukum Kekekalan

7.1 Pendahuluan

Hubungan antara simetri dan hukum kekekalan adalah merupakan salah


satu tema besar utama Fisika Modern. Kita mulai pembahasan topik ini
dengan meninjau beberapa contoh hukum kekekalan untuk beberapa sis-
tem sederhana: Pertama-tama, fakta bahwa beberapa kuantitas bersifat
kekal akan terlihat sebagai sesuatu yang agaknya kebetulan–hampir tidak
ada hal prinsip yang dalam. Walaupun demikian, tujuan kita yang sebe-
narnya bukan untuk mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang kebetulan
kekal tersebut, tetapi untuk mengidentifikasi suatu himpunan prinsip-prinsip
yang menghubungkan kuantitas-kuantitas tersebut dengan sesuatu yang lebih
dalam.
Kita akan memulai dwngan sistem yang telah kita pelajari pada akhir
Kuliah 6 di dalam Persamaan(6.16), tetapi mari kita membebaskannya dari
interpretasi partikel yang sedang bergerak pada suatu garis. Sistem tersebut
bisa menjadi sistem apapun dengan dua koordinat: partikel-partikel, medan-
medan, benda-benda tegar yang berotasi, atau apapun. Untuk mempertegas
konteks yang lebih luas, marilah kita memakai koordinat q dari pada meng-
gunakan koordinat x, dan menliskan Lagrangian yang serupa, tetapi tidak
sungguh-sungguh identik, yang berbentuk

1 2
q̇ 1 + q̇ 22 − V (q1 − q2 )

L= (7.1)
2

Potensialnya adalah sebuah fungsi dari salah satu kombinasi variabel-variabel,


yaitu (q1 −q2 ). Mari menuliskan turunan dari V dengan V 0 . Inilah Persamaan-

77
78 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

persamaan geraknya:
ṗ1 = −V 0 (q1 − q2 )
(7.2)
ṗ2 = +V (q1 − q2 )
Latihan 1: Turunkanlah Persamaan(7.2) dan jelaskanlah perbedaan
tanda tersebut.
Sekarang jumlahkanlah kedua Persamaan tersebut secara bersama-sama
untuk melihat bahwa penjumlahan p1 + p2 adalah kekal.
Selanjutnya, marilah mengerjakan sesuatu agak sedikit lebih rumit. Dari
pada potensialnya berupa sebuah fungsi (q1 − q2 ), mari memisalkan potensial
tersebut manjadi suatu fungsi dari suatu kombinasi linear umum dari q1 dan
q2 . Kita menyebutnya kombinasi (aq1 − bq2 ). Sehingga potensial tersebut
akan berbentuk
V (q1 , q2 ) = V (aq1 − bq2 ) (7.3)
Untuk kasus ini, Persamaan geraknya adalah
ṗ1 = −aV 0 (aq1 − bq2 )
ṗ2 = +bV (aq1 − bq2 )
Dari hasil tersebut, terlihat bahwa kita telah menghilangkan hukum kekekalan;
penjumlahan dua persamaan tersebut tidak menghasilkan kekekalan bagi
p1 + p2 .
Tetapi hukum kekekalan tidaklah hilang, hanya sedikit berubah. Den-
gan mengalikan Persamaan pertama dengan b dan Persamaan kedua dengan
a dan kemudian menjumlahkannya, kita bisa menemukan bahwa bp1 + ap2
adalah bersifat kekal.
Latihan 2: Jelaskanlah kekekalan tersebut.
Disisi lain, anggaplah potensialnya adalah sebuah fungsi dari beberapa
kombinasi yang lebih umum lainnya dari q, seperti q1 + q22 . Maka tidak
terdapat kombinasi kekal dari p. Jadi, apa prinsipnya? Apakah yang menen-
tukan bahwa apakah terdapat hukum kekekalan atau tidak dan apakah itu?
Jawabannya telah dikenali hampir selama 100 tahun hasil pekerjaan seorang
Matematikawan Jerman bernama Emmy Noether.

7.2 Contoh-Contoh Simetri


Misalkan kita meninjau suatu perubahan koordinat dari qi menjadi himpunan
koordinat-koordinat qi0 yang baru. Tiap qi0 merupakan fungsi dari koordinat-
koordinat qi yang asli:
qi0 = qi0 (qi )
7.2. CONTOH-CONTOH SIMETRI 79

Ada dua cara untuk memikirkan mengenai sebuah perubahan koordinat.


Cara yang pertama disebut pasif. Kita tidak melakukan apapun pada sistem,
hanya melabeli ulang titik-titik dari ruang konfigurasi.
Sebagai contoh, anggaplah bahwa sumbu x dilabeli dengan tanda-tanda
ketik, x = · · · , −1, 0, 1, 2, · · · dan terdapat sebuah partikel pada x = 1.
Sekarang anggaplah kita diminta untuk melakukan transformasi koordinat
x0 = x + 1 (7.4)
Berdasarkan pada cara berpikir pasif, transformasi tersebut terdiri dari peng-
hapusan seluruh label yang lama dan menggantikannya dengan label-label
yang baru. Titik yang sebelumnya dikenal sebagai x = 0, sekarang menjadi
x0 = 1. Titik yang sebelumnya x = 1 sekarang menjadi x0 = 2, dan demikian-
lah seterusnya. Tetapi partikel tetap berada di tempat dimana ia partikel
tersebut berada sebelumnya (Jika sebelumnya pada x = 1, maka pemberian
label yang baru meletakkannya pada x = 2); hanya labelnya saja yang telah
diganti.
Di dalam cara berpikir yang kedua tentang transformasi koordinat, yang
disebut aktif, kita tidak melabeli ulang seluruh titik-titik yang ada. Trans-
formasi x0 = x + 1 ditafsirkan sebagai suatu instruksi: dimanapun partikel
berada, gerakkanlah partikel tersebut satu satuan ke kanan. Dalam kata lain,
itu adalah sebuah instruksi untuk secara aktual menggerakkan sistem menuju
sebuah titik yang baru di dalam ruang konfigurasi.
Di dalam bahasan yang selanjutnya, kita akan mengadopsi sudut pan-
dang aktif tersebut. Kapanpun saya membuat perubahan koordinat, itu
berarti sistem sebenarnya bergeser ke titik yang baru di dalam ruang konfig-
urasi. Pada umumnya, ketika kita membuat sebuah transformasi, sistem
sebenarnya berubah. Sebagai contoh, jika kita menggerakan sebuah ob-
jek, maka energi potensialnya–dan oleh karena itu juga Lagrangiannya–bisa
berubah.
Sekarang saya bisa menjelaskan apa arti simetri. Sebuah simetri adalah
sebuah transformasi koordinat aktif yang tidak mengubah nilai dari La-
grangian dari sistem yang ditransformasikan tersebut. Faktanya, tidak peduli
dimana lokasi sistem di dalam ruang konfigurasi, transformasi semacam ini
tidaklah mengubah Lagrangiannya.
Marilah tinjau contoh yang paling sederhana: suatu sistem berderajat
kebebasan tunggal dengan Lagrangian
1
L = q̇ 2
2
Anggaplah kita membuat sebuah perubahan di dalam koordinat q dengan
menggesernya sejauh δ. Di dalam kata-kata lain, tiap konfigurasi digantikan
80 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

oleh konfigurasi yang lainnya dalam yang mana q telah digeser (lihat Gambar
1)

7-1.jpg

Gambar 7.1: Pergeseran koordinat sebuah titik, q, sejauh δ.

Jika pergeseran δ tidak bergantung pada waktu (seperti yang akan kita
asumsikan), maka kecepatan q̇ tidaklah berubah, dan–yang paling penting–
demikian juga Lagrangiannya tidak berubah. Di dalam kata lain, berdasarkan
perubahan
q →q+δ (7.5)
perubahan di dalam Lagrangiannya adalah δL = 0.
Di dalam Persamaan(7.5) kuantitas δ bisa menjadi sembarang bilangan
(atau bilangan apa saja). Nanti ketika kita meninjau transformasi dengan
langkah-langkah kecil tak berhingga (infinitesimal), simbol δ akan digunakan
untuk merepresentasikan kuantitas-kuantitas kecil yang berhingga, tetapi un-
tuk sekarang itu bukanlah menjadi masalah yang penting.
Kita dapat meninjau sebuah Lagrangian yang lebih rumit dengan sebuah
energi potensial V (q). Kecuali potensialnya adalah sebuah konstanta yang
tidak bergantung pada q, maka Lagrangiannya akan berubah ketika q digeser.
Dalam kasus seperti ini tidak terdapat simetri. Simetri yang diperoleh dari
menggerakkan sebuah sistem di dalam ruang dengan penambahan sebuah
ataupun beberapa konstanta pada koordinat-koordinatnya disebut simetri
transformasi, dan kita akan menghabiskan banyak waktu untuk membahas-
nya.
Sekarang lihatlah Persamaan(7.2). Anggaplah kita menggeser q1 tetapi
tidak dengan q2 . Dalam kasus ini Lagrangiannya akan berubah karena energi
potensialnya berubah. Tetapi jika kita menggeser kedua koordinat tersebut
dengan besar pergeseran yang sama sehingga q1 − q2 tidaklah berubah, maka
nilai Lagrangian bersifat invarian terhadap perubahan

q1 → q1 + δ
(7.6)
q2 → q2 + δ
7.2. CONTOH-CONTOH SIMETRI 81

Kita katakan bahwa Lagrangiannya simetrik terhadap transformasi di dalam


Persamaan(7.6). Sekali lagi ini adalah sebuah kasus simetri translasi, tetapi
di dalam kasus ini untuk memperoleh simetri kita haruslah mentranslasikan
kedua partikel sedemikan rupa agar jarak diantara kedua partikel tersebut
tidak berubah.
Untuk kasus yang lebih rumit dari Persamaan(7.3), dimana potensial
bergantung pada aq1 −bq2 , simetrinya kurang atau tidak jelas terlihat. Berikut
adalah transformasinya:
q1 → q1 − bδ
(7.7)
q2 → q2 + aδ
Latihan 3: Tunjukkanlah bahwa kombinasi aq1 + bq2 bersama-sama La-
grangiannya adalah invarian menurut Persamaan(7.7).
Jika potnsialnya adalah sebuah fungsi dari suatu kombinasi yang lebih
rumit, tidaklah jelas bahwa disana akan ada sebuah simetri. Untuk mengilus-
trasikan sebuah simetri yang lebih kompleks, marilah kembali pada koordinat-
koordinat kartesius untuk sebuah partikel yang sedang bergerak pada bidang
x, y. Misalkan partikel ini bergerak dibawah pengaruh sebuah energi poten-
sial yang hanya bergantung pada jarak terhadap titik asalnya:
1
L = m(ẋ2 + ẏ 2 ) − V (x2 + y 2 ) (7.8)
2
Adalah sangat jelas bahwa Persamaan(7.8) memiliki sebuah simetri. Bayangkan-
lah anda sedang memutar konfigurasi ini di sekitar titik asal dengan suatu
sudut θ (lihat Gambar 7.2). Karena potensialnya adalah sebuah fungsi yang
hanya bergantung pada jaraknya terhadap titik asal, maka potensial terse-
but tidaklah berubah jika sistem dirotasikan dengan sudut berapapun. Lebih
lagi energi kinetik juga tidak berubah oleh suatu rotasi.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengekspresikan sebuah peruba-
han seperti itu. Jawabannya jelas: rotasikanlah saja koordinat-koordinatnya
x → x cos θ + y sin θ
(7.9)
y → −x sin θ + y cos θ
dimana θ adalah sudut sembarang (atau sudut apapun).
Sekarang kita tiba pada sebuah poin esensial mengenai transformasi translasi
dan rotasi. Anda bisa melakukannya di dalam langkah-langkah kecil–langkah-
langkah infinitesimal1 . Sebagai contoh, dari pada menggerakkan sebuah par-
tikel dari x ke x + 1, anda bisa menggesernya dari x ke x + δ. Sekarang kita
1
Infinitesimal = Suatu nilai yang sangat kecil dan mendekati nol.
82 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

7-2.jpg

Gambar 7.2: Rotasi sebesar θ.

menggunakan δ untuk menotasikan suatu nilai yang sangat kecil sekali. Fak-
tanya, kita dapat membangun pergeseran aslinya x → x + 1 dengan menggu-
nakan banyak langkah kecil berukuran δ. Hal yang sama juga berlaku untuk
rotasi: kita bisa melakukan rotasi sebesar suatu sudut δ yang sangat kecil
dan, dengan mengulang proses ini, pada akhirnya kita memperoleh suatu
rotasi berhingga. Transformasi seperti ini disebut kontinu: transformasi-
transformasi seperti ini bergantung pada suatu parameter kontinu (sudut
rotasi), dan lebih lagi, kita bisa menjadikan parameter-parameter tersebut
menjadi infinitesimal. Hal ini akan terbukti menjadi sesuatu hal yang baik,
karena kita bisa mengeksplorasi seluruh konsekuensi dari simetri-simetri yang
kontinu dengan membatasi perhatian kita pada kasus yang infinitesimal.
Karena transformasi berhingga bisa dibentuk dari transformasi-transformasi
infinitesimal, di dalam mempelajari simetri-simetri adalah cukup meninjau
transformasi-transformasi dengan perubahan-perubahan koordinat-koordinatnya
yang sangat kecil, sehingga disebut transformasi infinitesimal . Jadi
mari meninjau apa yang terjadi pada Persamaan(7.9) ketika sudut θ digan-
tikan oleh sebuah sudut δ yang sangat kecil (infinitesimal). Untuk orde
pertama di dalam δ

cos δ = 1
sin δ = δ

(Ingatlah bahwa untuk sudut-sudut yang kecil, sin δ = δ dancos δ = 1 − 12 δ 2 ,


sehingga pergeseran orde pertama di dalam kosinus lenyap dan pergeseran
orde pertama di dalam sinus adalah δ.) Maka rotasinya yang direpresen-
tasikan oleh Persamaan(7.9) disederhanakan menjadi

x → x + yδ
(7.10)
y → y − xδ
7.3. SIMETRI-SIMETRI YANG LEBIH UMUM 83

Kita bisa juga melihat bahwa komponen-komponen kecepatannya berubah.


Diferensial Persamaan(7.10) terhadap waktu:

ẋ → ẋ + ẏδ
(7.11)
ẏ → ẏ − ẋδ

Cara lain untuk mengekspresikan efek dari transformasi infinitesimal adalah


dengan berkonsentrasi pada perubahan koordinat-koordinat dan menuliskan

δv x = yδ
(7.12)
δv y = −xδ

Sekarang, Persamaan tersebut adalah sebuah latihan kalkulus sederhana un-


tuk menujukkan bahwa Lagrangiannya tidak berubah terhadap orde pertama
di dalam δ. Variasinya adalah δv .
Latihan 4:Tunjukkanlah bahwa hal tersebut benar.
Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah jika potensial-
nya bukanlah suatu fungsi dari jarak terhadap titik asal, maka Lagrangian-
nya tidak invarian terhadap rotasi-rotasi infinitesimal. Ini adalah poin yang
sangat penting yang harus diperiksa dengan menguji beberapa contoh yang
eksplisit. Sebuah contoh sederhana adalah sebuah potensial yang bergantung
hanya pada x dan tidak pada y.

7.3 Simetri-Simetri yang Lebih Umum


Sebelum kita menuju pada hubungan antara simetri-simetri dan hukum-
hukum kekekalan, marilah kita menggeneralisasi pengertian kita mengenai
simetri. Anggaplah koordinat-koordinat dari suatu sistem dinamik yang
abstrak adalah qi . Gagasan umum suatu transformasi infinitesimal adalah
bahwa transformasi infinitesimal adalah sebuah pergeseran kecil koordinat-
koordinat, yang mungkin transformasi itu sendiri bergantung pada nilai
koordinat-koordinatnya. Pergeseran tersebut diparameterisasikan oleh se-
buah parameter infintesimal δ, dan pergeseran tersebut memiliki bentuk

δv qi = fi (q)δ (7.13)

Dalam kata-kata yang lain, tiap koordinat bergeser sebesar suatu jumlah
yang sebanding dengan δ, tetapi faktor kesebandingan tersebut bergantung
pada dimana kita berada di dalam ruang konfigurasi (yaitu ruang posisi).
84 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

Di dalam contoh Persamaan(7.6) nilai f1 dan f2 adalah keduanya berni-


lai 1. Di dalam contoh Persamaan(7.7) fungsi-fungsi f adalah f1 = a dan
f2 = −b. Tetapi di dalam contoh dari rotasi-rotasi yang lebih rumit dari
Persamaan(7.12), f tidaklah konstan:

fx = y
fy = −x

Jika kita ingin mengetahui perubahan-perubahan dalam kecepatan, agar, se-


bagai contoh, untuk menghitung perubahan Lagrangian, kita hanya perlu
mendiferensialkan Persamaan(7.13). Dengan sedikit latihan kalkulus meng-
hasilkan
δv q̇ i = fi (q̇)δ (7.14)
Untuk contoh, dari Persamaan(7.12),

δv ẋ = ẏδ
(7.15)
δv ẏ = −ẋδ

Sekarang kita bisa menyatakan ulang pengertian dari suatu simetri untuk ka-
sus yang bersifat infinitesimal. Sebuah simetri yang bersifat kontinu adalah
sebuah transformasi infinitesimal koordinat-koordinat yang mana peruba-
han di dalam Lagrangiannya adalah nol. Hal ini secara khusus mudah
diperiksa apakah Lagrangian tersebut invarian menurut simetri yang kon-
tinu: segala hal yang harus kita lakukan adalah memeriksa apakah vari-
asi orde pertama dari Lagrangian adalah nol. Jika demikian, maka kita
memperoleh sebuah simetri. Sekarang marilah melihat apakah akibat-akibat
(konsekuensi-konsekuensi) dari suatu simetri.

7.4 Konsekuensi-Konsekuensi dari Simetri


Mari mengkalkulasi seberapa banyak L(q, q̇) berubah ketika kita melakukan
sebuah transformasi yang menggeser qi sebesar jumlah yang ada di dalam
Persamaan(7.13) dan, pada saat yang sama, melakukan pergeseran terhadap
q̇ i sebesar jumlah yang ada di dalam Persamaan(7.14). Segala yang harus
kita lakukan adalah menghitung perubahan oleh karena pemvariasian q̇ i dan
menambahkannya pada perubahan oleh karena pemvariasian q:
X  ∂L ∂L

δL = δ q̇ i + deltaqi (7.16)
i
∂ q̇ i ∂q i
7.4. KONSEKUENSI-KONSEKUENSI DARI SIMETRI 85

Sekarang kita melakukan sedikit trik. Perhatikanlah dengan seksama. Per-


tama, kita mengingat bahwa ∂∂L q̇ i
adalah momentum konjugat untuk qi yang
kita menotasikannya
P dengan pi . Jadi suku pertama di dalam Persamaan(7.16)
adalah p δ
i i iq̇ . Peganglah itu semantara kita mempelajari suku kedua
∂L
∂qi δqi
. Untuk mengevaluasi suku-suku berjenis ini, kita asumsikan bahwa sis-
tem sedang berevolusi sepanjang suatu lintasan yang memenuhi Persamaan-
Persamaan Euler-Lagrange
∂L dpi
=
∂qi dt
Dengan mengkombinasikan suku-suku tersebut, berikut ini adalah apa yang
kita peroleh untuk variasi dari Lagrangian:
X
δL = (pi δ q̇ i + ṗi δqi ).
i
Kepingan trik yang terakhir adalah menggunakan aturan turunan hasil perkalian:
d(F G)
= F Ġ + Ḟ G
dt
Sehingga kita memperoleh hasil
d X
δL = pi δqi
dt i
Apa hubungannya semua ini dengan simetri dan kekekalan? Pertama-
tama, oleh definisi, simetri bermakna bahwa variasi Lagrangian adalah
nol . Jadi jika Persamaan(7.13) merupakan sebuah simetri, maka δL = 0 dan
d X
pi δqi = 0.
dt i
Tetapi sekarang kita memasukan ke dalam bentuk tersebut operasi simetri,
Persamaan(7.13), dan memperoleh
d X
pi fi (q) = 0 (7.17)
dt i
That’s it: Hukum kekekalan terbuktikan. Apa yang Persamaan(7.17) ny-
atakan adalah bahwa suatu kuantitas tertentu,
X
Q= pi fi (q) (7.18)
i
tidak berubah terhadap waktu, dengan kata lain, kuantitas tersebut adalah
kekal. Argumen tersebut adalah abstrak dan powerful. Kuantitas tersebut
tidak bergantung pada detail-detail sistem, tetapi hanya pada gagasan umum
dari sebuah simetri. Sekarang mari kembali pada beberapa contoh-contoh
khusus di dalam pengertian dari teori yang umum.
86 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

7.5 Kembali ke Contoh-Contoh


Mari menerapkan Persamaan(7.18) pada contoh-contoh yang telah kita pela-
jari sebelumnya. Di dalam contoh yang pertama, Persamaan(7.1), variasi
dari koordinat-koordinat di dalam Persamaan(7.6) secara tepat mendefin-
isikan f1 dan f2 adalah sama dengan 1. Dengan memasukan f1 = f2 = 1
ke dalam Persamaan(7.18), pastinya akan menghasilkan apa yang telah kita
temukan sebelumnya: (p1 + p2 ) kekal. Tetapi sekarang kita dapat meny-
atakan suatu hal yang jauh lebih umum: untuk sistem partikel apapun (atau
sembarang), jika Lagrangiannya invarian menurut translasi secara simultan2
dari posisi-posisi seluruh partikel, maka momentumnya kekal. Faktanya, hal
ini diterapkan secara terpisah pada tiap-tiap komponen spasial momentum.
Jika L invarian dibawah pengaruh translasi-translasi sepanjang sumbu x,
maka total komponen momentum pada sumbu x adalah kekal. Jadi kita
menemukan Hukum ketiga Newton, aksi sama dengan reaksi, adalah meru-
pakan konsekuensi dari sebuah fakta yang dalam mengenai ruang: Tidak ada
hukum Fisika yang berubah jika segala sesuatunya secara simultan digeser se-
cara simultan di dalam ruang tersebut.
Berikutnya, mari melihat pada contoh yang kedua, pada yang mana vari-
asi Persamaan(7.7) mengimplikasikan bahwa f1 = b, f2 = −a. Sekali lagi,
dengan memasukan hasil ini ke dalam Persamaan(7.18), kita menemukan
bahwa kuantitas kekalnya adalah bp1 + ap2 .3
Contoh yang terakhir, kasus rotasi, lebih menarik lagi. Rotasi melibatkan
sebuah hukum kekekalan yang baru yang belum pernah kita temui. Dari Per-
samaan(7.12) kita memperoleh fx = y, fy = −x. Kali ini, kuantitas kekalnya
melibatkan koordinat-koordinat dan momentum-momentum. Kuantitas ini
disebut momentum sudut (angular), yang disimbolkan dengan l. Dari Per-
samaan(7.18) kita memperoleh

l = ypx − xpy

Sekali lagi, seperti dalam kasus translasi, terdapat suatu hal yang lebih dalam
terlibat dari pada sekedar momentum sudut sebuah partikel tunggal:
Untuk sistem partikel apapun (semabarang), jika Lagrangiannya invarian
menurut rotasi yang simultan dari posisi-posisi seluruh partikel di sekitar
titik asal, maka momentum sudutnya adalah kekal.
Latihan 5: Tentukanlah Persamaan gerak untuk sebuah pendulum seder-
hana yang panjangnya l, yang sedang berayun melalui suatu busur pada
bidang x, y dari suatu sudut awal θ.
2
Simultan = serempak.
3
Sebagai Latihan, silahkan coba sendiri.
7.5. KEMBALI KE CONTOH-CONTOH 87

Sejauh ini contoh-contoh kita telah menjadi sangat trivial (tidak sig-
nifikan). Formulasi Lagrangian adalah cantik, elegan, dan sebagainya, tapi
apakah Formulasi Lagrangian tersebut sungguh-sungguh tepat untuk menye-
lesaikan masalah yang sulit? Tidak bisakah dengan hanya menggunakan
F = ma saja?
Cobalah itu. Terdapat sebuah contoh: pendulum ganda. Sebuah pen-
dulum berayun pada bidang x, y yang digantungkan pada sebuah titik asal.
Tangkai penduluum tersebut dianggap tidak bermassa, dan beban (benda
yang digantungkan pada salah satu ujung yang lain tangkai pendulum pen-
dulum tersebut) adalah M . Untuk menyederhanakan persoalan, misalkan
panjang tangkai tersebut 1 meter dan massanya 1 kg. Berikutnya, ambil pen-
dulum lain yang identik tetapi gantungkanlah pada beban pendulum yang
pertama tadi, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7.3. Kita bisa mem-
pelajari dua kasus: dengan dan tanpa medan gravitasi.

7-3.jpg

Gambar 7.3: Pendulum Ganda.

Tujuan kita bukanlah untuk menyelesaikan Persamaan-Persamaan ger-


aknya. Hal tersebut bisa selalu kita lakukan, bahkan jika kita harus mele-
takan contoh ini pada subuah program komputer dan melakukannya secara
numerik. Tujuannya adalah untuk mencari Persamaan-Persamaan geraknya.
Ini adalah sebuah soal yang menjebak jika anda melakukannya dengan meng-
gunakan F = ma. Diantara hal-hal lainnya, anda haruslah mengkhawatirkan
mengenai gaya-gaya yang ditransmisikan melalui tangkai tersebut. Metode
Lagrangian melakukannya dengan jauh lebih mudah. Terdapat suatu prose-
dur mekanika yang lebih atau kurang untuk melakukannya. Langkah-langkah-
nya adalah sebagai berikut:

1. Pilihlah beberapa koordinat yang secara unik menspesifikasikan kon-


figurasi dari komponen-komponennya. Kita bisa memilih koordinat-
koordinat sesuai keinginan kita, hanya pastikanlah bahwa kita memiliki
88 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

koordinat-koordinat yang cukup untuk menentukan konfigurasi sistem,


dan menjaganya sesederhana mungkin.
Di dalam contoh pendulum ganda, kita membutuhkan dua koordinat.
Saya akan memilih sudut yang pertama sebagai sudut dari pendu-
lum yang pertama terhadap sumbu vertikal. Kita menyebutnya θ.
Berikutnya, saya memiliki sebuah pilihan. Haruskah saya mimilih
sudut yang kedua (sudut tangkai kedua) juga untuk diukur terhadap
terhadap sumbu vertikal, atau haruskah saya mengukurnya relatif ter-
hadap sudut tangkai yang pertama? Jawabannya adalah itu bukanlah
suatu masalah. Salah satu pilihan yang mungkin membuat persamaan-
persamaannya menjadi sedikit lebih sederhana, tetapi salah satu dari
keduanya akan membuat anda mendapatkan jawabannya. Saya akan
memilih sudut α untuk diukur relatif terhadap tangkai yang pertama
dari pada terhadap sumbu vertikal.

2. Kerjakanlah energi kinetik totalnya. Di dalam kasus ini adalah energi


kinetik kedua bebannya.
Cara paling mudah melakukan hal ini adalah dengan secara sementara
mengacu pada koordinat Kartesius x, y. Misalkan x1 , y1 mengacu pada
beban yang pertama dan x2 , y2 mengacu pada beban yang kedua. Ada
beberapa relasi diantara sudut-sudut θ, α dan x, y:
Untuk beban yang pertama,

x1 = sin θ → r = 1
y1 = cos θ → r = 1

Untuk beban yang kedua,

x2 = sin θ + sin(α + θ) → r = 1
y2 = cos θ + cos(α + θ) → r = 1

Sekarang, dengan mendiferensialkannya terhadap waktu, kita bisa menghi-


tung komponen-komponen kecepatan kartesiusnya di dalam suku-suku
sudut dan turunan-turunan terhadap waktunya.
Terakhir, kerjakanlah energi kinetik 21 m(ẋ2 + ẏ 2 ) untuk masing-masing
beban dan jumlahkanlah hasil-hasilnya. Hal tersebut seharusnya memakan
waktu beberapa menit. Ingatlah bahwa kita telah memilih masing-
masing massa dan masing-masing panjang tangkai tersebut sama den-
gan 1. Berikut adalah hasilnya:
7.5. KEMBALI KE CONTOH-CONTOH 89

Energi kinetik beban yang pertama adalah


θ̇2
T1 =
2
dan energi kinetik beban yang kedua adalah
θ̇2 + (θ̇ + α̇)2
T2 = + θ̇(θ̇ + α̇) cos α
2
Jika tidak terdapat medan gravitasi, maka energi kinetik totalnya adalah
merupakan Lagrangian nya:
L = T1 + T2
θ̇2 θ̇2 + (θ̇ + α̇)2
L = + + θ̇(θ̇ + α̇) cos α
2 2
Jika terdapat medan gravitasi, maka kita perlu menghitung energi
potensial gravitasinya. Itu hal yang mudah! Untuk masing-masing
beban kita tambahkan ketinggiannya kali mg. Ini menghasikan sebuah
energi potensial total
V (θ, α) = −g[2 cos θ + cos(θ − α)]

3. Selesaikanlah Persamaan-Persamaan Euler-Lagrange untuk tiap-tiap


derajat kebebasan.
4. Untuk tujuan yang kemudian, kerjakanlah momentum-momentum kon-
∂L
jugat untuk tiap-tiap koordinat pi = ∂q i
.
Latihan 6: Kerjakanlah Persamaan-Persamaan Euler-Lagrange untuk θ
dan α.
Terdapat lebih banyak hal lagi yang anda mungkin ingin kerjakan. Khusus-
nya anda mungkin ingin mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang kekal. Bi-
asanya, yang pertama-tama adalah energi. Energi total adalah semata-mata
hanyalah T + V saja. Tetapi mungkin lebih lagi. Mencari simetri tidaklah
selalu merupakan prosedur mekanika; Anda mungkin harus melakukan beber-
apa pengenalan pola/bentuk. Di dalam kasus pendulum ganda tanpa medan
gravitasi apapun, terdapat hukum kekekalan yang lain. Hukum kekekalan
ini berasal dari simetri rotasional. Tanpa sebuah medan gravitasi, jika anda
merotasikan keseluruhan sistem di sekitar titik asal, tidak akan merubah
apapun. Hal ini mengimplikasikan kekekalan momentum sudut, tetapi un-
tuk mencari bentuk dari momentum sudut, anda haruslah melewati prose-
dur yang telah kita turunkan. Hal tersebut melibatkan pengetahuan akan
momentum-momentum konjugat.
90 KULIAH 7. SIMETRI DAN HUKUM KEKEKALAN

Latihan 7: Kerjakanlah bentuk dari momentum sudut untuk pendulum


ganda, dan buktikanlah bahwa mementum sudut tersebut kekal ketika tidak
terdapat medan gravitasi.
Kuliah 8
Mekanika Hamiltonian dan Invariansi Translasi Waktu

8.1 Simetri Translasi Waktu


Anda mungkin bertanya-tanya apakah yang terjadi pada konservasi1 energi
dan apakah konservasi energi tersebut memenuhi memenuhi bentuk yang
menghubungkan simetri-simetri dengan hukum-hukum konservasi (kekekalan).
Ya, itu benar, tetapi dengan sebuah cara yang agak sedikit berbeda dari
pada contoh-contoh dalam Kuliah 7. Di dalam seluruh contoh-contoh terse-
but simetri melibatkan pergeseran koordinat-koordinat qi . Singkatnya, suatu
translasi adalah sebuah simetri yang menggeser secara simultan koordinat-
koordinat Kartesius dari seluruh partikel di dalam suatu sistem sama besar.
Simetri yang berhubungan dengan kekekalan (konservasi) energi melibatkan
suatu pergeseran waktu.
Bayangkanlah sebuah eksperimen yang melibatkan sebuah sistem ter-
tutup yang jauh dari pengaruh gangguan-gangguan apapun2 . Eksperimen
dimulai pada waktu t0 dengan suatu kondisi awal tertentu, berproses selama
suatu periode tertentu, dan menghasilkan beberapa hasil. Berikutnya eksper-
imen ini diulang dalam cara yang tentunya sama tetapi pada suatu waktu ke-
mudian. Kondisi awalnya sama seperti sebelumnya dan demikian juga durasi
waktu eksperimennya; satu-satunya perbedaan adalah waktu memulai, yang
dimajukan menjadi t0 + ∆t. Anda mungkin mengharapkan bahwa hasilnya
akan sama persis dengan yang sebelumnya, dan pergeseran ∆t tidak akan
membuat perubahan. Bila hal ini benar, sistem tersebut dikatakan menjadi
invarian dibawah (atau menurut) translasi waktu.
Invariansi translasi waktu tidak selalu berlaku. Sebagai contoh kita hidup
di dalam sebuah alam semesta yang sedang mengembang. Efek pengemeban-
gan ini di dalam Laboratorium yang biasa, biasanya bisa diabaikan, tetapi
1
Konservasi = Kekekalan.
2
Dalam hal ini sistem terisolasi.

91
92KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI

efek pengembangan tersebut merupakan asas yang penting. Pada beberapa


tingkatan akurasi, suatu eksperimen yang dimulai kemudian akan memiliki
hasil yang agak sedikit berbeda dari pada eksperimen yang dilakukan se-
belumnya.
Berikut ini ada sebuah contoh yang lebih membumi. Anggaplah sis-
tem yang ditinjau adalah sebah partikel bermuatan yang sedang bergerak di
dalam suatu medan magnetik. Jika medan magnetinya konstan maka gerak
partikel akan menjadi invarian terhadap translasi waktu. Tetapi jika arus
listrik yang menghasilkan medan magnetik tersebut ditingkatkan perlahan-
lahan, maka kondisi awal yang sama untuk partikel, tetapi dimulai pada
waktu yang berbeda, akan menghasilkan suatu hasil yang berbeda. Deskripsi
partikel tidak akan menjadi invarian translasi waktu.
Bagaimanakah simetri translasi waktu, ataupun kekurangannya, direflek-
sikan di dalam formulasi mekanika Lagrangian? Jawabannya sederhana. Di
dalam kasus-kasus tersebut, dimana terdapat simetri tersebut, Lagrangian-
nya tidaklah memiliki ketergantungan yang eksplisit terhadap waktu. Ini
adalah poin yang kurang terlihat. Nilai Lagrangian mungkin bervariasi ter-
hadap waktu, tetapi itu hanyalah karena koordinat-koordinat dan kecepatan-
kecepatannya yang berubah-ubah. Ketergantungan pada waktu secara ek-
splisit berarti bahwa bentuk Lagrangiannya bergantung pada waktu. Sebagai
contoh, ambilah suatu osilator harmonik dengan Lagrangian
1
L = (mẋ2 − kx2 )
2
Jika k dan m tidak bergantung waktu maka Lagrangian ini bersifat invarian
translasi waktu.
Tetapi kita bisa dengan mudah membayangkan bahwa konstanta pe-
gas k mungkin, untuk beberapa alasan, berubah terhadap waktu. Seba-
gai contoh, jika eksperimen terjadi di dalam suatu medan magnetik yang
sedang berubah-ubah, hal ini bisa memiliki sebuah efek yang kurang terlihat
pada atom-atom pegas, yang pada gilirannya bisa mengakibatkan k berubah.
Dalam kasus tersebut, kita harus menuliskan
1
L = [mẋ2 − k(t)x2 ]
2
Inilah yang kita maksudkan dengan sebuah ketergantungan waktu eksplisit.
Secara lebih umum lagi, kita bisa menuliskan

L = L(qi , q̇ i , t) (8.1)

dimana ketergantungan terhadap waktu t ada karena variasi waktu dari selu-
ruh parameter yang mengendalikan perilaku sistem.
8.2. KONSERVASI (KEKEKALAN) ENERGI 93

Dengan berpegang pada gagasan ini, kita sekarang memberikan sebuah


kriteria matematika yang sangat ringkas bagi simetri translasi waktu: suatu
sistem bersifat invarian translasi waktu jika tidak terdapat ketergantungan
terhadap waktu yang eksplisit di dalam Lagrangiannya.

8.2 Konservasi (Kekekalan) Energi


Mari meninjau bagaimana nilai aktual Lagrangian, Persamaan(8.1), berubah
ketika sistem berevolusi3 . Terdapat tiga sumber ketergantungan L terhadap
waktu. Yang pertama dan yang kedua adalah oleh karena ketergantungan
koordinat-koordinat qi dan kecepatan-kecepatan q̇ i terhadap waktu. Jika
semuanya demikian, kita akan menuliskan
 
dL X ∂L ∂L
= q̇ i + q̈
dt i
∂q i ∂ q̇ i

Tetapi, jika Lagrangiannya memiliki ketergantungan terhadap waktu yang


eksplisit, maka terdapat suatu suku yang lain:
 
dL X ∂L ∂L ∂L
= q̇ i + q¨i + (8.2)
dt i
∂q i ∂ q̇ i ∂t

Mari menguji berbagai macam suku di dalam Persamaan(8.2) dengan meng-


gunakan Persamaan-Persamaan gerak Euler-Lagrange. Suku yang pertama,
∂L
q̇ , bisa dituliskan
∂qi i
∂L
q̇ i = ṗi q̇ i
∂qi
∂L
Suku jenis yang kedua, q¨ ,
∂ q̇ i i
mengambil bentuk

∂L
q¨i = pi q¨i .
∂ q̇ i
Jika kita mengkombinasikan semuanya, kita memperoleh
dL X ∂L
= (ṗi q̇ i + pi q¨i ) +
dt i
∂t

Dua suku yang pertama bisa disedrhanakan. Kita menggunakan identitas


X d X
(ṗi q̇ i + pi q¨i ) = (pi q̇ i )
i
dt i
3
Istilah evolusi berarti bahwa sistem berubah terhadap waktu.
94KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI

untuk memperoleh
dL d X ∂L
= (pi q̇ i ) + (8.3)
dt dt i ∂t

Perhatikanlah bahwa bahkan jika tidak terdapat ketergantungan L terhadap


waktu yang eksplisit,
P namun Lagrangian akan bergantung pada waktu melalui
suku pertama dtd i (pi q̇ i ). Konsekuensinya adalah tidak ada kekekalan La-
grangian.
Pemeriksaan melalui pengamatan pada Persamaan(8.3) mengungkapkan
sesuatu yang menarik. Jika kita mendefinisikan sebuah kuantitas yang baru,
H, oleh
X
(pi q̇ i ) − L = H (8.4)
i

maka Persamaan(8.3) memiliki sebuah bentuk yang sederhana:

dH ∂L
=− (8.5)
dt ∂t

Langkah-langkah yang menuntun pada Persamaan(8.5) mungkin terlihat


sedikit rumit, tetapi hasilnya sangat sederhana. Kuantitas yang baru, H,
berubah terhadap waktu hanya jika Lagrangiannya memiliki ketergantungan
yang eksplisit terhadap waktu. Suatu hal yang bahkan lebih menarik lagi
adalah bahwa jika suatu sistem adalah invarian terhadap translasi waktu,
maka kuantitas H kekal.
Kuantitas H disebut Hamiltonian, dan, seperti yang mungkin anda hara-
pkan, kuantitas ini penting karena (diantara alasan-alasan lainnya) kuantitas
ini adalah merupakan energi mekanik total dari suatu sistem. Tetapi ada hal
yang lebih penting lagi, Hamiltonian adalah elemen sentral di dalam suatu
rumusan yang secara menyeluruh baru di dalam mekanika yang disebut for-
mulasi Hamiltonian. Tetapi untuk sekarang, mari tinjau maknanya dengan
kembali pada sebuah contoh sederhana, yaitu gerak sebuah partikel di dalam
sebuah potensial. Lagrangiannya adalah

1
L = mẋ2 − V (x) (8.6)
2
dan momentum kanoniknya adalah hanya merupakan momentum yang biasa

p = mẋ (8.7)

Dengan memasukkan Persamaan(8.6) dan Persamaan(8.7) ke dalam Per-


8.2. KONSERVASI (KEKEKALAN) ENERGI 95

samaan(8.4), definisi dari H adalah:


1
H = (mẋ)ẋ2 − mẋ2 + V (x)
2
1
= mẋ2 − mẋ2 + V (x)
2
1
= mẋ2 + V (x)
2
Perhatikanlah apa yang terjadi: Dua suku sebanding dengan mẋ2 berkom-
binasi menghasilkan energi kinetik yang biasa, dan suku energi potensialnya
menjadi +V (x). Di dalam kata-kata lain, H hanyalah merupakan energi
total yang biasa, yaitu energi kinetik plus energi potensial.
Ini adalah pola umum yang bisa anda periksa untuk berapapun jumlah
partikelnya. Jika Lagrangiannya adalah energi kinetik minus energi poten-
sial, maka
H = pq̇ − T + H = T + V
Terdapat sistem-sistem yang mana Lagrangiannya memiliki bentuk yang
lebih rumit dari pada sekedar T − V . Untuk beberapa kasus seperti ini,
tidaklah ungkin untuk mengidentifikasi suatu pemisahan yang jelas ke dalam
energi kinetik dan energi potensialnya. Namun, aturan untuk mengkon-
struksikan Hamiltonian adalah sama. Definisi umum untuk sistem-sistem
ini adalah
Energi = Hamiltonian
Lebih lagi, jika tidak terdapat ketergantungan eksplisit terhadap waktu di
dalam Lagrangian, maka energi H kekal.
Bagaimanapun jika Lagrangian secara eksplisit bergantung terhadap waktu,
maka Persamaan(8.5) mengimplikasikan bahwa Hamiltonian tidaklah kekal.
Apa yang terjadi pada energi di dalam kasus ini? Untuk memahami apa
yang sedang terjadi, maka tinjaulah sebuah contoh. Anggap sebuah partikel
bermuatan dengan satuan muatan listrik, sedang bergerak di antara dua
piringan sebuah kapasitor. Kapasitor tersebut memiliki suatu medan listrik
 yang seragam oleh karena muatan-muatan pada piringan-piringan terse-
but. (Alasan kita menggunakan  untuk medan listrik dari pada simbol E
yang lebih konvensional adalah untuk menghindari kebingungan dengan en-
ergi yang memakai simbol E terlebih dahulu.) Anda tidak harus mengetahui
apapun mengenai kelistrikan. Semua yang perlu anda ketahui adalah bahwa
kapasitor-kapasitor tersebut menghasilkan sebuah energi potensial yang sama
dengan x. Lagrangiannya adalah
m 2
L= ẋ − x
2
96KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI

Sepanjang medan listrik tersebut konstan, energi partikel kekal. Tetapi


anggaplah bahwa kapasitor tersebut dicharge sehingga  juga meningkat.
Maka Lagrangiannya memiliki ketergantungan eksplisit terhadap waktu:

m 2
L= ẋ − (t)x
2

Sekarang energi partikel menjadi tidak kekal. Dengan bergantung pada lokasi
sesaat partikel, x, energinya berubah-ubah menurut

dH d
= x
dt dt

Dari manakah energi tersebut berasal? Jawabannya adalah energi terse-


but berasal dari battery 4 yang mencharge kapasitor tersebut. Saya tidak akan
menjelaskannya secara rinci, tetapi poinnya adalah bahwa ketika mendefin-
isikan sistem tersebut hanya mengandung partikel, kita mempersempit fokus
kita hanya pada sebagian dari suatu bagian sistem yang besar yang meliputi
kapasitor dan battery. Item-item tambahan ini juga menghasilkan partikel
dan oleh karena itu juga memiliki energi.
Tinjaulah keseluruhan eksperimen yang melibatkan battery, kapasitor,
dan partikel. Eksperimen dimulai dengan sebuah kapasitor tidak bermu-
atan dan sebuah partikel dalam keadaan diam disuatu tempat di antara
piringan-piringan kapasitor tersebut. Pada momen kita menutup rangkaian
listrik tersebut maka arus listrik mengalir menuju kapasitor tersebut. Par-
tikel tersebut mengalami suatu medan yang bergantung waktu dan pada
akhir eksperimen, kapasitor dicharge dan partikel bergerak.
Bagaimana jika kita mengulang keseluruhan eksperimen ini satu jam ke-
mudian? Hasilnya tentu saja akan menjadi sama. Dalam kata lain, keselu-
ruhan sistem tertutup adalah invarian translasi waktu, sehingga keseluruhan
energi dari semua item adalah kekal. Jika kita memperlakukan keseluruhan
kumpulan item sebagai satu sistem tunggal, sistem tersebut akan menjadi
invarian translasi waktu, dan energi totalnya menjadi kekal.
Meskipun demikian, seringkali bermanfaat membagai suatu sistem men-
jadi bagian-bagiannya dan berfokus pada salah satu bagiannya saja. Di
dalam kasus seperti ini, energi dari masing-masing bagian sistem tersebut
tidak akan menjadi kekal jika bagian-bagian yang lainnya berubah-ubah ter-
hadap waktu.

4
Atau sumber energi listrik.
8.3. PERSAMAAN RUANG FASE DAN PERSAMAAN HAMILTONIAN97

8.3 Persamaan Ruang Fase dan Persamaan


Hamiltonian
Hamiltonian merupakan sebuah kuantitas yang penting karena (diantara
alasan-alasan lainnya) Hamiltonian adalah energi. Tetapi Hamiltonian memi-
liki signifikansi yang jauh lebih dalam lagi: Hamiltonian adalah dasar un-
tuk suatu transformasi menyeluruh yang lengkap dari mekanika klasik dan
bahkan memiliki peran yang lebih penting lagi di dalam mekanika kuantum.
Di dalam Lagrangian–atau aksi–formulasi mekanika, fokusnya adalah pada
trayektori di dalam ruang konfigurasi. Trayektori dideskripsikan di dalam
suku-suku koordinat-koordinat q(t). Persamaan-persamaannya adalah Persa-
maan-persamaan diferensial orde dua, jadi tidak cukup untuk hanya menge-
tahui koordinat-koordinat mula-mula, kita juga harus mengetahui kecepatan-
kecepatan awal.
Di dalam formulasi Hamiltonian, fokusnya ada pada ruang fase. Ruang
fase adalah keduanya, koordinat-koordinat qi dan momentum-momentum
konjugat pi . Faktanya, qi dan pi diperlakukan di atas dasar pijakkan yang
sama, gerak suatu sistem yang dideskripsikan oleh suatu trayektori yang
berada di dalam ruang fase. Secara matematika, deskripsi tersebut adalah
melalui suatu himpunan fungsi-fungsi qi (t), pi (t). Perhatikanlah bahwa jum-
lah dimensi ruang fase adalah dua kali lipat dari ruang konfigurasi tersebut.
Apakah yang kota peroleh dari penggandaan jumlah dimensi tersebut?
Jawabannya adalah bahwa Persamaan-persamaan geraknya menjadi Per-
samaan diferensial orde pertama. Di dalam pengertian yang kurang tek-
nis, ini berarti bahwa masa depan sistem telah diletakkan jika kita hanya
mengetahui titik awal di dalam ruang fase.
Langkah pertama di dalam pengkonstruksian formulasi Hamiltonian ada-
lah dengan mengganti q̇ i dengan pi . Tujuannya adalah untuk mengekspre-
sikan Hamiltonian sebagai fungsi qi dan pi . Untuk partikel-partikel yang be-
rada di dalam koordinat-koordinat kartesius yang biasa, momentum-momen-
tum dan kecepatan-kecepatannya adalah merupakan hal yang hampir sama,
pembedanya hanya oleh faktor massa. Seperti biasanya, partikel pada sebuah
garis lurus adalah sebuah ilustrasi yang baik.
Kita mulai dengan dua persamaan

p = mẋ
1
H = mẋ2 + V (x)
2
p
Ketika kita menggantikan kecepatannya dengan m
, Hamiltoniannya menjadi
98KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLASI

sebuah fungsi dari p dan x:


p2
H= + V (x) (8.8)
2m
Satu poin terakhir sebelum kita menliskan Persamaan-persamaan geraknya
di dalam bentuk Hamiltonian: Turunan parsial H terhadap x adalah hanya
dV
dx
saja, atau negatif gaya. Jadi Persamaan gerak (F = ma) menjadi berben-
tuk
∂H
ṗ = − (8.9)
∂x
Kita telah mencatat sebelumnya bahwa di dalam formulasi Hamiltonian
koordinat-koordinat dan momentum-momentum ada pada dasar pijakkan
yang sama. Dari yang mungkin bisa anda menduganya, terdapat sebuah
persamaan lainnya yang serupa dengan Persamaan(8.9), dengan p dan x
dipertukarkan. Hal tersebut hampir benar tetapi tidak sungguh-sungguh
demikian. Persamaan yang benar adalah
∂H
ẋ = (8.10)
∂p
dengan sebuah tanda positif dari pada tanda negatif.
Untuk melihat mengapa Persamaan(8.10) benar turunkanlah saja ek-
spresi untuk H terhadap p. Dari Persamaan(8.8) kita memperoleh
∂H p
=
∂p m
yang mana adalah cuma sekedar ẋ.
Jadi sekarang kita memperoleh Persamaan-persamaan yang paket simetri-
nya sangat sederhana. Kita memiliki dua Persamaan gerak bukannya satu
saja, tetapi masing-masingnya adalah merupakan Persamaan-persamaan dife-
rensial orde pertama:
∂H
ṗ = −
∂x
(8.11)
∂H
ẋ = −
∂p
Ini adalah Persamaan-persamaan Hamiltonian untuk sebuah partikel pada
suatu garis. Segera, kita akan menurunkan bentuk yang umum untuk sem-
barang sistem5 , tetapi untuk saat ini saya akan memberi tahu anda apakah
5
Atau sistem apa pun.
8.4. HAMILTONIAN OSILATOR HARMONIK 99

itu. Kita mulai dengan sebuah Hamiltonian yang adalah merupakan sebuah
fungsi dari qi dan pi :
H = H(pi , qi )

Kita bisa menggunakan ini untuk menggeneralisasikan Persamaan(8.11),

∂H
ṗi = −
∂qi
(8.12)
∂H
q̇ i =
∂pi

Sehingga kita bisa melihat bahwa untuk tiap arah di dalam ruang fase, ter-
dapat sebuah persamaan tunggal orde pertama.
Mari berhenti untuk meninjau bagaimana Persamaan-persamaan ini ter-
hubung dengan Bab yang paling awal buku ini, yang mana kita mendeskrip-
sikan bagaimana hukum-hukum deterministik dari fisika memprediksikan
masa depan suatu sistem fisika. Apa yang dikatakan Persamaan(8.12) adalah
berikut:
”Jika pada suatu waktu anda mengetahui nilai-nilai eksak dari semua
koordinat dan semua momentum dan anda mengetahui bentuk Hamiltonian-
nya, Persamaan-persamaan Hamiltonnya akan memberitahu anda kuantitas-
kuantitas yang bersesuaian pada suatu waktu yang sangat singkat kemudian.
Dengan suatu proses update yang beruntun dan teratur, anda bisa menen-
tukan suatu trayektori yang melalui ruang fase tersebut.”

8.4 Hamiltonian Osilator Harmonik


Osilator harmonik merupakan sebuah sistem sederhana yang paing penting
di dalam Fisika. Osilator harmonik mendeskripsikan seluruh jenis gerak os-
ilasi pada yang mana beberapa derajat kebebebasan digeser dan kemudian
berosilasi disekitar posisi kesetimmbangannya. Untuk mengerti mengapa
osilator harmonik sedemikian penting, misalkan kita anggap sebuah dera-
jat kebebasan q memiliki suatu energi potensial V (q) yang memiliki sebuah
minimum. Minimum ini mendeskripsikan suatu kesetimbangan yang stabil,
dan ketika derajat kebebasan tersebut digeser, derajat kebebasan tersebut
cenderung akan kembali menuju posisi kesetimbangannya. Tanpa menghi-
langkan generalitas real apapun, kita bisa menentukan lokasi minimum pada
q = 0. Fungsi generik yang memiliki sebuah minimum pada titik ini bisa
100KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLAS

diaproksimasikan6 dengan fungsi kuadratik

V (q) = V (0) + cq 2 (8.13)

dimana V (0) dan c adalah konstanta. Alasan mengapa tidak terdapat suku
linear yang proporsional dengan q adalah bahwa turunan dV dq
haruslah nol
pada minimum. Kita bisa juga menghilangkan suku V (0) karena penamba-
han sebah konstanta pada energi potensial tidak memiliki efek.
Bentuk Persamaan(8.13) tidaklah sangat umum; V bisa saja mengandung
suku-suku dari semua orde, sebagai contoh q 3 ataupun q 4 . Tetapi sepanjang
sistem berdeviasi7 dari q = 0 dengan hanya suatu jumlah nilai penyimpangan
(deviasi) yang sangat kecil, suku-suku orde yang lebih tinggi ini akan bisa
diabaikan dibanding suku kuadratiknya. Alasan ini berlaku untuk seluruh
jenis sistem: pegas, pendulum, osilasi gelombang suara, gelombang elektro-
magnetik dan sebagainya.
Saya akan menuliskan Lagrangiannya di dalam bentuk yang mungkin ter-
lihat seperti sebuah bentuk khusus yang melibatkan sebuah bentuk khusus
yang melibatkan sebuah konstanta tunggal yang disebut ω:
1 2 ω 2
L= q̇ − q (8.14)
2ω 2
Latihan 1: Mulailah dengan Lagrangian
mẋ2 k 2
L= − x
2 2
dan tunjukkanlah bahwa jika anda membuat perubahan di dalam variabel-
variabel q = (km)1/4 x, Lagrangian tersebut memiliki bentuk yang diturunkan
dari Persamaan(8.14). Apakah hbungan di antara k, m dan ω?
Latihan 2: Mulailah dengan Persamaan(8.14), hitunglah Hamiltonian
di dalam suku-suku p dan q.
Hamiltonian yang bersesuaian dengan Persamaan(8.14) sangan sederhana
bentuknya, yaitu
ω
H = (p2 + q 2 ) (8.15)
2
Untuk memperoleh H di dalam bentuk sederhana seperti itu kita mengubah
variabel-variabel dari x menjadi q di dalam Latihan 1.
Salah satu kekhasan dari formulasi Hamiltonian adalah betapa simetrinya
Hamiltonian diantara q dan p. Di dalam kasus osilator harmonik, Hamilto-
niannya hampir sepenuhnya simetri. Satu-satunya ketidak simetrian (atau
6
Aproksimasi = tindakan pendekatan.
7
Berdeviasi = melenceng atau menyimpang menjauhi suatu garis tertentu.
8.4. HAMILTONIAN OSILATOR HARMONIK 101

asimetri) adalah sebuah tanda negatif di dalam Persamaan yang pertama di


dalam Persamaan(8.12). Untuk sebuah derajat kebebasan tunggal, Persama-
an-Persamaan Hamiltoniannya adalah Persamaan(8.11). Jika kita mema-
sukan Hamiltonian kita, Persamaan(8.15), ke dalam Persamaan(8.12), kita
mendapatkan

ṗ = −ωq
(8.16)
q̇ = ωp

Bagaimanakah membandingkan kedua Persamaan ini dengan Persamaan-


persamaan Lagrange yang kita akan turunkan dari Persamaan(8.14)?
Pertama dari semuanya, hanya terdapat satu Persamaan Lagrangian:

q̈ = −ω 2 q (8.17)

Kedua, ini adalah Persamaan orde kedua, yang bermakna yang bermakna
bahwa Persamaan ini melibatkan turunan kedua terhadap waktu. Di sisi
lain Persamaan-Persamaan Hamiltonian, tiap persamaannya adalah berorde
pertama. Bagaimanapun juga, ini bermakna bahwa dua Persamaan orde
pertama tersebut adalah setara (ekuivalen) terhadap satu persamaan orde
kedua. Kita bisa melihat hal ini dengan mendiferensialkan persamaan kedua
di dalam Persamaan(8.16) terhadap waktu,

q̈ = ω ṗ

dan kemudian menggunakan persamaan yang pertama di dalam Persama-


an(8.16). Ini mengijinkan kita untuk menggantikan ṗ dengan −ωq, yang
memberikan pada kita Persamaan(8.17): Persamaan gerak Euler-Lagrange.
Apakah satu formulasi lebih baik dari pada yang lainnya? Apakah Per-
samaan Lagrange ataukah Persamaan Hamilton yang memiliki kata yang ter-
akhir? Anda bisa memutuskannya sendiri, tapi tunggulah sejenak sebelum
anda melakukannya. Kita masih memiliki sepasang kuliah mengenai Relativ-
itas dan Mekanika Kuantum sebelum makna sesungguhnya dari Lagrangian
dan Hamiltonian menjadi sepenuhnya jelas.
Mari kembali pada Persamaan-persamaan(8.16). Kita biasanya ”berpikir”
di dalam ruang konfigurasi. Osilator harmonik adalah sebuah sistem yang
bergerak bolak-balik sepanjang sebuah sumbu tunggal. Tetapi osilator har-
monik juga merupakan sebuah poin awal yang ekselen untuk membuat kita
mulai terbiasa ”berpikir” di dalam ruang fase. Ruang fase (bagi osilator)
adalah berdimensi dua. Mudah untuk melihat bahwa trayektori osilator di
102KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLAS

dalam ruang fase adalah lingkaran konsentrik disekitar titik asal. Argumen-
nya sangat sederhana. Lihatlah kembali pada ekspresi Hamiltonian, Per-
samaan(8.15). Hamiltonian, yang adalah energi, kekal. Akibatnya, q 2 + p2
adalah konstan terhadap waktu. Di dalam kata lain, jarak dari titi asal
di dalam ruang fase adalah konstan dan titik fase bergerak pada sebuah
lingkaran berjari-jari tetap. Faktanya, Persamaan(8.16) adalah persamaan
untuk sebuah titik yang bergerak dengan kecepatan sudut ω yang konstan
disekitar titik asal. Hal yang menarik secara khusus adalah fakta bahwa
kecepatan sudut di dalam ruang fase adalah sama bagi semua orbit, tidak
bergantung pada energi osilator. Saat titik fase melingkari titik asal, anda
dapat memproyeksikan geraknya pada sumbu horizontal q, seperti yang di-
tunjukkan di dalam Gambar 8.1. Titik fase ini bergerak bolak-balik di dalam

8-1.jpg

Gambar 8.1: Osilator Harmonik di dalam runag fase.

suatu gerak osilasi, tepat seperti yang diharapkan. Namun, gerak melingkar
dua dimensi di dalam ruang fase adalah sebuah deskripsi gerak yang lebih
komprehensif. Dengan memproyeksikannya pada sumbu vertikal p, kita meli-
hat bahwa momentum juga berosilasi.
Osilator harmonik adalah sederhana secara khusus.Pada umumnya gerak
sebuah sistem di dalam ruang fase adalah lebih rumit dan kurang atau tidak
simetri. Tetapi fakta bahwa titik fase tetap pada sebuah kontur energi yang
konstan adalah sesuatu yang universal. Nantinya kita akan menemukan sifat-
sifat yang lebih umum dari gerak di dalam ruang fase.
8.5. PENURUNAN PERSAMAAN-PERSAMAAN HAMILTONIAN 103

8.5 Penurunan Persamaan-Persamaan Hamil-


tonian
Mari melengkapi suatu kepingan urusan yang kitatinggalkan tidak tersele-
saikan: penurunan yang umum dari Persamaan-persamaan Hamilton. La-
grangian merupakan suatu fungsi umum dari koordinat-koordinat dan kecepatan-
kecepatan,
L = L({q}, {q̇})
dan Hamiltonian adalah X
H= (pi q̇ i ) − L
i
Perubahan di dalam Hamiltonian adalah
X
δH = (pi δ q̇ i + q̇ i δpi ) − δL
i
X ∂L ∂L

= pi δ q̇ i + q̇ i δpi − δqi − δ̇ q̇ i
i
∂q i ∂ q̇ i

Sekarang jika kita menggunakan definisi pi yaitu pi = ∂∂L


q̇ i
, kita melihat bahwa
suku pertama dan terakhir saling meniadakan, dengan meninggalkan
X ∂L

δH = q̇ i δpi − δqi
i
∂qi

Mari membandingkankan hasil ini dengan aturan umum untuk suatu pe-
rubahan yang kecil di dalam sebuah fungsi dari beberapa variabel:
X  ∂H ∂H

δH = δpi + δqi
i
∂p i ∂q i

Oleh pencocokan suku-suku yang sebanding terhadap δqi dan δpi , kita tiba
pada
∂H
= q̇ i
∂pi
(8.18)
∂H ∂L
= −
∂qi ∂qi
Hanya tinggal satu langkah terakhir, dan itu adalah menuliskan Persamaan-
persamaan Lagrange di dalam bentuk
∂L
= ṗi
∂qi
104KULIAH 8. MEKANIKA HAMILTONIAN DAN INVARIANSI TRANSLAS

Dengan memasukan hasil ini ke dalam Persamaan(8.18) kita memperoleh


Persamaan-persamaan Hamilton
∂H
= q̇ i
∂pi
(8.19)
∂H
= −ṗi
∂qi
Kuliah 9
Ruang Fase Fluida dan Teorema Gibbs-Liouville

9.1 Ruang Fase Zat Alir (Phase Space Fluid)


Dengan berfokus pada suatu kondisi awal tertentu dan mengikuti kondisi
awal tersebut sepanjang trayektori spesifiknya di dalam ruang fase adalah hal
yang sangat alamiah untuk dilakukan di dalam mekanika klasik. Tetapi ter-
dapat juga terdapat juga sebuah gambaran yang lebih besar yang menekankan
pada keseluruhan kumpulan trayektori-trayektori tersebut. Gambaran yang
lebih besar melibatkan pemvisualisasian seluruh kemungkinan titik-titik per-
mulaan dan seluruh kemungkinan trayektorinya. Dari pada meletakan pencil
kita di dalam ruang fase dan kemudian mengikuti jejak dari sebuah trayektori
tunggal, cobalah untuk melakukan sesuatu yang lebih ambisius.Bayangkanlah
kita memiliki suatu jumlah pencil yang tak berhinggga dan menggunakannya
untuk mengisi ruang fase tersebut secara seragam dengan titik-titik (yang di-
maksud dengan kata ”seragam” disini adalah bahwa kerapatan titik-titik di
dalam ruang q, p adalah serba sama disemua tempat). Anggaplah bahwa
titik-titik tersebut sebagai partikel-partikel yang membentuk suatu fluida
pengisi ruang fase.
Misalkan tiap titik bergerak menurut Persamaan-persamaan gerak Hamil-
tonian,

∂H
q̇ =
∂pi
(9.1)
∂H
ṗi = −
∂qi

sehingga fluida tersebut mengalir tanpa henti melalui ruang fase tersebut.
Salah satu contoh yang baik untuk memulai pembelajaran tentang hal ini
adalah osilator harmonik. Di dalam Kuliah 8 kita telah melihat bahwa tiap

105
106KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE

titik pada osilator harmonik bergerak di dalam satu orbit melingkar dengan
kecepatan sudut seragam. (Ingatlah kita sedang membicarakan mengenai
ruang fase, bukan ruang koordinat. Di dalam ruang koordinat, osilator berg-
erak bolak-balik di dalam satu dimensi.) Keseluruhan fluida bergerak di
dalam suatu gerak yang rigid 1 , secara seragam bersirkulasi disekitar titik
asal ruang fase.
Sekarang mari kembali ke kasus umum. Jika jumlah koordinat-koordinat-
nya N , maka ruang fasenya, dan fluidanya adalah berdimensi 2N . Fluida
mengalir, tetapi dalam suatu cara yang sangat khas2 . Ada fitur-fitur aliran
tertentu yang sungguh-sungguh sangat khas. Salah satu dari fitur-fitur khas
ini adalah bahwa jika sebuah titik mulai bergerak dengan suatu nilai energi
tertentu–suatu nilai tertentu dari H(q, p)–maka titik tersebut tetap memi-
liki nilai energi yang sama. Permukaan-permukaan dari energi yang tetap
(sebagai contoh, energi E) didefinisikan oleh Persamaan

H(q, p) = E (9.2)

Untuk tiap-tiap nilai E kita memiliki sebuah persamaan tunggal untuk 2N


variabel ruang fase, jadi sebuah permukaan berdimensi 2N − 1 terdefin-
isikan. Dalam kata lain, terdapat sebuah permukaan untuk setiap nilai
E; Saat anda menscan (memindai) nilai-nilai E, permukaan-permukaan ini
memenuhi ruang fase. Anda bisa memikirkan ruang fase, bersama-sama
dengan permukaan-permukaan yang terdefinisikan di dalam Persamaan(9.2)
sebagai sebuah Peta kontur (lihat Gambar 1), tetapi, dari pada merepre-
sentasikan ketinggian, kontur-kontur tersebut menandakan nilai-nilai energi.
JIka sebuah titik fluida berada paa sebuah permukaan tertentu, titik flu-
ida tersebut tetap berada pada permukaan tersebut selamanya. Itu adalah
kekekalan energi.
Untuk osilator harmonik, ruang fasenya dua dimensi dan permukaan-
permukaan energinya adalah berupa lingkaran-lingkaran:
ω 2
E= (q + p2 ) (9.3)
2
Untuk suatu sistem mekanika yang lebih umum, permukaan-permukaan en-
erginya jauh lebih rumit untuk divisulisasikan, tetapi prinsipnya adalah sama:
permukaan-permukaan energi mengisi ruang fase seperti lapisan-lapisan tipis
dan alirannya bergerak sedemikian rupa agar titik-titiknya tetap pada per-
mukaan yang mana titik-titik tersebut memulai padanya.
1
Rigid = Tegar, kaku seperti benda padat. Di dalam kasus ini keseluruhan titik fluida
tersebut bergerak seragam seragam layakknya titik-titik pada sebuah benda padat.
2
Khas = Khusus atau spesial.
9.2. SUATU PENGINGAT CEPAT 107

9-1.jpg

Gambar 9.1: Plot kontur permukaan-permukaan energi osilator harmonik


di dalam ruang fase.

9.2 Suatu Pengingat Cepat

Saya ingin kita berhenti sejenak untuk mengingat kembali tentang Kuliah
yang pertama, dimana saya membahas koin-koin, dadu-dadu, dan ide-ide pal-
ing sederhana dari suatu hukum gerak. Saya mendeskripsikan hukum-hukum
tersebut dengan suatu kumpulan anak-anak panah yang menghubungkan
titik-titik yang merepresentasikan keadaan-keadaan sistem. Saya juga men-
jelaskan bahwa terdapat hukum-hukum reversibel yang diijinkan. Apakah
yang mencirikan suatu hukum yang terijinkan? Jawabannya adalah bahwa
setiap ttik tersebut haruslah memiliki satu anak panah datang dan satu
anak pada pergi. Jika pada satu titik jumlah anak panah datang melebihi
jumlah anak panah pergi (situasi ini disebut konvergensi), maka hukumnya
bersifat irreversibel. Hal yang sama juga berlaku jika jumlah anak panah
yang pergi melebihi jumlah anak panah yang datang (situasi ini disebut di-
vergensi). Baik konvergensi ataupun divergensi melanggar reversibilitas dan
oleh karena itu terlarang. Sejauh ini kita belum kembali pada garis gagasan
tersebut. Sekarang adalah waktunya.
108KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE

9.3 Aliran dan Divergensi


Mari meninjau beberapa contoh sederhana aliran fluida di dalam ruang yang
biasa. Untuk sejenak, lupakanlah mengenai ruang fase, dan tinjaulah hanya
pada suatu fluida biasa yang bergerak melalui ruang tiga dimensi biasa yang
ditandai oleh sumbu-sumbu x, y, z. Aliran ini bisa dideskripsikan oleh su-
atu medan kecepatan (velocity field). Medan kecepatan ~v (x, y, z) didefin-
isikan oleh gerakan yang menuju tiap titik dari ruang dan yang mencirikan
vektor kecepatan pada titik tersebut (lihat Gambar 2). Atau kita mungkin

9-2.jpg

Gambar 9.2: Madan Kecepatan velocity field.

juga mendeskripsikan medan kecepatan ini sebagai komponen-komponen dari


kecepatannya: vx (x, y, z), vy (x, y, z), vz (x, y, z). Kecepatan pada suatu titik
mungkin juga bergantung pada waktu, tetapi marilah anggap tidak demikian
pada contoh ini. Di dalam kasus ini, aliran fluida tersebut disebut stasioner.
Sekarang misalkan anggaplah fluida tersebut tidak dapat dikompresi (atau
inkompressibel)3 . Ini berarti bahwa sejumlah fluida tertentu selalu menem-
pati volume yang sama. Ini juga berarti bahwa kerapatan fluida–jumlah
molekul per satuan volume–bersifat seragam dan tetap seperti demikian dan
seterusnya. Dengan pengertian tersebut, istilah inkompressibel juga berarti
3
Inkompressibel artinya tidak bisa dikompres atau ditekan menjadi lebih padat.
9.3. ALIRAN DAN DIVERGENSI 109

indekompressibel 4 . Dengan kata lain, fluida ini tidak dapat direntangkan


atau didekompresi. Tinjaulah sebuah kotak berbentuk kubus yang di defin-
isikan oleh
x0 < x < x0 + dx
y0 < y < y0 + dy
z0 < z < z0 + dz
Inkompressibilitas menandakan bahwa jumlah titik-titik fluida disetiap kotak
tersebut adalah konstan. Itu juga berarti bahwa jumlah bersih aliran fluida
ke dalam kotak (per satuan waktu) haruslah nol. (Karena jumlah banyak
titik yang mengalir masuk sama dengan jumlah banyak titik yang mengalir
keluar.) Tinjaulah jumlah molekul per satuan waktu yang masuk ke dalam
kotak yang melintasi muka x = x0 . Jumlah molekul tersebut akan sebanding
dengan kecepatan aliran yang melintasi muka tersebut, vx (x0 ).
Jika pada x0 , vx adalah sama dengan pada x + dx, maka aliran ke dalam
kotak pada x = x0 akan menjadi sama juga seperti aliran yang keluar kotak
pada x = x0 + dx. Namun, jika vx berubah-ubah melintasi kotak tersebut,
maka kedua aliran itu tidak akan seimbang. Sehingga jumlah aliran bersih
ke dalam kotak yang melintasi kedua muka tersebut akan menjadi sebanding
dengan
∂vx
− dxdydz.
∂x
Alasan yang persis sama tepatnya berlaku juga untuk muka-muka y0 dan
y0 +dy, dan juga z0 dan z0 +dz. Faktanya, jika anda menjumlahkan semuanya
itu, maka jumlah aliran bersih molekul-molekul ke dalam kotak (aliran masuk
- aliran keluar) diberikan oleh
 
∂vx ∂vy ∂vz
− + + dxdydz
∂x ∂y ∂z
Kombinasi turunan-turunan di dalam kurung mempunyai sebuah nama: itu
adalah merupakan divergensi dari medan vektor ~v (t) dan dinotasikan oleh
 
∂vx ∂vy ∂vz
∇ · ~v = + + (9.4)
∂x ∂y ∂z
Divergensi adalah nama yang layak diberikan; Divergensi merepresentasikan
suatu penyebaran molekul atau peningkatan pada volume yang ditempati
oleh molekul-molekul. Jika fluidanya adalah inkompressibel, maka volu-
menya tidak berubah, dan ini menandakan bahwa divergensinya haruslah
nol.
4
Artinya tidak bisa mengalami pengurangan volume.
110KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE

Salah satu cara untuk memikirkan inkompressibilitas adalah dengan mem-


bayangkan bahwa tiap-tiap molekul atau titik dari fluida menempati suatu
volume yang tidak dapat dikompromikan. Molekul-molekul atau titik-titik
fluida tersebut volumenya tidak bisa disusutkan menjadi lebih kecil ataupun
tidak bisa dihilangkan atau diadakan dari manapun. Dengan sedikit berpikir,
anda bisa melihat bagaimana serupanya inkompressibilitas dengan reversibil-
itas. Di dalam contoh-contoh yang telah kita uji pada Kuliah 1, anak panah-
anak panah juga mendefinisikan suatu jenis aliran tertentu. Dan di dalam
suatu pemahaman alirannya inkompressibel, jika setidaknya aliran tersebut
reversibel. Pertanyaan yang jelas bahwa hal ini timbulkan adalah apakah
aliran yang melalui ruang fase adalah inkompressibel. Jawabannya adalah
ya, jika sistem tersebut memenuhi Persamaan-persamaan Hamilton. Dan
Teorema yang mengungkapkan inkompresibilitas disebut Teorema Liouville.

9.4 Teorema Liouville


Kita kembali pada bahasan mengenai aliran fluida di dalam ruang fase dan
meninjau komponen-komponen kecepatan fluida pada setiap titik di dalam
ruang fase. Ruang fase fluida bukanlah ruang tiga dimensi dengan koordinat-
koordinat x, y, z. Malahan fluida ruang fase merupakan suatu fluida berdi-
mensi 2N dengan koordinat-koordinat pi , qi . Oleh karena itu terdapat 2N
komponen medan kecepatan, satu untuk tiap-tiap q dan satu untuk tiap-
tiap p. Kita akan menyebut komponen-komponen medan kecepatan tersebut
dengan vqi dan vpi .
Konsep divergensi di dalam Persamaan(9.4) bisa dengan mudah digener-
alisasikan untuk jumlah dimensi berapapun. Di dalam ruang koordinat tiga
dimensi, divergensinya adalah merupakan penjumlahan turunan komponen-
komponen kecepatan pada masing-masing arah. Hal ini secara pasti berlaku
juga bagi ruang berdimensi berapapun. Di dalam kasus ruang fase, divergensi
suatu aliran adalah penjumlahan suku-suku 2N :

X  ∂vqi ∂vpi

∇ · ~v = + (9.5)
i
∂qi ∂pi

Jika fluidanya inkompressibel, maka ekspresi di dalam Persamaan(9.5) harus-


lah sama dengan nol. Untuk mencari tahu, kita perlu mengetahui medan ke-
cepatannya, yang bukan apapun selain dari pada kecepatan sebuah partikel
di dalam fluida ruang fase.
Vektor aliran suatu fluida pada suatu titik tertentu diidentifikasi dengan
9.4. TEOREMA LIOUVILLE 111

kecepatan sebuah partikel fiktif pada titik tersebut. Dalam kata lain,

vqi = q̇ i
vpi = ṗi

Selain itu, q̇ i dan ṗi secara tepat merupakan kuantitas-kuantitas yang Persamaan-
persamaan Hamilton, (9.1) berikan
∂H
vqi =
∂pi
(9.6)
∂H
vpi =
∂qi
Segala yang perlu dilakukan adalah masukanlah Persamaan(9.6) ke dalam
Persamaan(9.5) dan lihatlah apa yang kita dapatkan:
X  ∂ ∂H ∂ ∂H

∇ · ~v = − (9.7)
i
∂qi ∂pi ∂pi ∂qi

Ingatlah bahwa suatu turunan orde kedua seperti ∂q∂ i ∂H


∂pi
tidaklah tergantung
pada urutan diferensialnya, sehingga kita melihat bahwa suku-suku di dalam
Persamaan(9.7) pasti saling meniadakan dalam pasangan-pasangannya:

∇ · ~v = 0.

Jadi fluida ruang fase adalah inkompressibel. Di dalam mekanika klasik,


inkompressibilitas fluida ruang fase disebut dengan nama Teorema Liou-
ville, wlaupun hal tersebut punya kaitan yang sangat sedikit dengan Matem-
atikawan Prancis Joseph Liouville. Salah satu Fisikawan besar Amerika,
Josiah Willard Gibbs lah yang pertama kali mempublikasikan teorema terse-
but pada 1903, dan teorema tersebut terkenal dengan nama Teorema Gibbs-
Liouville.
Kita telah mendefinisikan inkompressibilitas suatu fluida dengan mem-
buat syarat bahwa jumlah total fluida yang memasuki setiap kotak kecil
adalah adalah nol. Terdapat sebuah definisi lainnya yang pastinya sama.
Bayangkanlah suatu volume fluida pada suatu waktu tertentu. Volume fluida
tersebur bisa memiliki bentuk apapun, sebuah bola, sebuah kubus, sebuah
tetesan atau apapun. Sekarang ikutilah semua titik-titik di dalam volume
tersebut ketika mereka bergerak. Setelah suatu waktu, tetesan fluida terse-
but akan berada pada suatu tempat yang berbeda dengan sebuah bentuk
yang berbeda. Tetapi jika fluidanya inkompressibel, volume tetesan tersebut
112KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE

akan tetap seperti pada permulaannya. Jadi kita bisa memfrasekan ulang
Teorema Liouville: volume yang ditempati oleh suatu tetesan fluida ruang
fase adalah kekal terhadap waktu.
Mari ambil contoh osilator harmonik yang padanya fluida bergerak sekitar
titik asal di dalam lingkaran-lingkaran. Jalas bahwa tetesan fluida tersebut
mempertahankan volumenya karena semua tetesan tersebut melakukan rotasi
yang rigid. Faktanya, bentuk tetesan tetaplah sama. Tetapi fakta yang
kemudian ini adalah khusus bagi osilator harmonik. Marilah ambil contoh
lainnya. Anggap Hamiltoniannya diberikan oleh

H = pq

Anda tidak mengenali Hamiltonian ini, tetapi Hamiltonian ini sepenuhnya


sah. Mari kerjakan Persamaan-persamaan geraknya:

q̇ = q
ṗ = −p

Apa yang Persamaan-persamaan ini katakan adalah bahwa saat q meningkat


secara eksponensial terhadap waktu, p menurun secara eksponensial dengan
kelajuan yang sama. Dalam kata lain, aliran mengkompres fluida sepanjang
sumbu p, sementara itu aliran tersebut mengembangkan fluida dengan jum-
lah yang sama sepanjang sumbu q. Setiap tetesan mengalami perentangan
sepanjang q dan menyusut sepanjang p. Jelaslah bahwa tetesan-tetesan terse-
but mengalami suatu distorsi yang ekstrim pada bentuknya, tetapi volume
ruang fasenya tidaklah berubah.
Teorema Liouville merupakan analogi terdekat yang kita bisa bayangkan
untuk jenis ireversibilitas yang kita bahas di dalam Kuliah 1. Di dalam
Mekanika Kuantum, Teorema Liouville digantikan oleh suatu versi kuantum
yang disebut uniteritas (unitarity).

9.5 Kurung Poisson (Poisson Bracket)


Apakah yang dipikirkan oleh Matematikawan Prancis abad ke 19 ketika
mereka menemukan cara berpikir matematika yang sangat cantik dan san-
gat formal mengenai mekanika? (Hamilton sendiri adalah sebuah penge-
cualian, ia adalah seorang Irlandia.) Bagaimanakah mereka memperoleh
Prinsip Aksi, Persamaan-persamaan Lagrange, Hamiltonian dan Teorema
Liouville? Apakah mereka menyelesaikan masalah-masalah fisika? Apakah
mereka sekedar bermain-main dengan Persamaan-persamaan untuk melihat
betapa cantiknya Persamaan-persamaan yang mereka buat tersebut? Atau
9.5. KURUNG POISSON (POISSON BRACKET) 113

apakah mereka merancang Prinsip-prinsip dengan tujuan untuk mengkarak-


terisasikan hukum-hukum fisika yang baru? Saya pikir jawabannya adalah
sedikit dari tiap-tiap hal tersebut, dan mereka berhasil secara luar biasa di
dalam segala hal ini. Tetapi tingkat keberhasilan yang sungguh-sungguh
mencengangkan tidak menjadi terlihat jelas sampai pada abad ke 20 ketika
Mekanika Kuantum ditemukan dan dikembangkan. Hampir terlihat bahwa
jika generasi awal Matematikawan telah mengindera (atau bertelepati) di
dalam cara mereka menemukan kesejajaran-kesejajaran yang pasti dari konsep-
konsep kuantum yang datang kemudian.
Dan pembelajaran kita belum selesai. Terdapat satu lagi formulasi Meka-
nika yang terlihat telah menjadi seperti sebuah nubuatan5 . Kita berhutang
pada Matematikawan Prancis Poisson, yang namanya berarti ”ikan” di dalam
bahasa Prancis. Untuk memahami latar belakang dari sebuah konsepkurung
Poisson, mari meninjau beberapa fungsi dari qi dan pi . Contoh-contohnya
melibatkan energi kinetik suatu sistem yang bergantung pada p, energi poten-
sial yang bergantung pada q, atau momentum sudut yang bergantung pada
perkalian p dan q. Tentu saja terdapat segala jenis kuantitas lainnya yang
kita mungkin tertarik padanya. Tanpa menspesifikasikan fungsi-fungsi ter-
tentu, misalkan saja kita menyebut fungsi itu F (q, p).
Kita bisa memikirkan F (q, p) dalam dua cara. Yang pertama, F (q, p)
adalah sebuah fungsi posisi di dalam ruang fase. Tetapi jika kita mengikuti
titik apapun ketika titik-titik tersebut bergerak di dalam ruang fase, yaitu
trayektori sebenarnya dari sistem, akan ada suatu nilai F yang berubah-ubah
sepanjang trayektori. Dalam kata lain, gerak sistem sepanjang suatu trayek-
tori tertentu mengubah F ke dalam sebuah fungsi waktu. Mari menghitung
bagimana F berubah untuk suatu titik tertentu ketika titik tersebut berg-
erak, dengan menghitung turunan F terhadap waktu
X  ∂F ∂F

Ḟ = q̇ i + ṗi
i
∂qi ∂pi
Dari sekarang routinenya haruslah jelas, kita akan menggunakan Persamaan-
persamaan Hamiltonian untuk turunan-turunan q dan p terhadap waktu:
X  ∂F ∂H ∂F ∂H

Ḟ = − (9.8)
i
∂q i ∂p i ∂p i ∂q i

Saya tidak mengetahui secara pasti apa yang Poissson sednag lakukan ketika
dia menemukan kurungnya, tetapi saya menduga dia cuma sekedar kelela-
han menuliskan sisi kanan Persamaan(9.8) dan memutuskan untuk meny-
ingkat penulisannya dengan sebuah simbol baru. Ambilah dua fungsi apapun
5
Nubuatan adalah suatu ramalan atau prediksi yang dibuat mengenai peristiwa-
peristiwa dimasa depan yang pasti akan terjadi dan memiliki kuasa Ilahi.
114KULIAH 9. RUANG FASE FLUIDA DAN TEOREMA GIBBS-LIOUVILLE

dari ruang fase, G(q, p) dan F (q, p). Jangan khawatirkan mengenai arti-arti
fisikanya atau apakah salah satunya adalah Hamiltonian. Kurung Poisson
dari F dan G didefinisikan sebagai
X  ∂F ∂G ∂F ∂G 
{F, G} = − (9.9)
i
∂qi ∂pi ∂pi ∂qi

Persamaan(9.8) bisa dituliskan secara singkat dengan

Ḟ = {F, H} (9.10)

Hal yang luar biasa dari Persamaan(9.10) adalah bahwa Persamaan ini merang-
kum sangat banyak hal. Turunan terhadap waktu dari kuantitas apapun
diberikan oleh kurung Poisson6 dari kuantitas tersebut dengan Hamiltonian.
Persamaan(9.10) bahkan mengandung Persamaan-persaman Hamilton itu
sendiri. Untuk melihatnya, misalkan F (q, p) hanyalah menjadi salah satu
dari q:
q̇ k = {qk , H}
Sekarang, jika anda mengerjakan kurung Poisson dari qi dan H, anda akan
menemukan bahwa kurung Poisson tersebut hanya memiliki satu suku, satu
yang dimana anda mendiferensialkan qk terhadap dirinya sendiri. Karena
∂qk
∂qk
= 1, kita menemukan bahwa kurung Poisson {qk , H} adalah pasti sama
dengan ∂H
∂p
, dan kita kembali mendapatkan Persamaan-persamaan Hamilton
yang pertama. Persamaan yang kedua secara mudah terlihat setara dengan

ṗk = {pk , H}

Perhatikanlah bahwa di dalam rumusan kedua Persamaan ini memiliki tanda


yang sama, perbedaan tanda sedang dikuburkan di dalam definisi dari kurung
Poisson.
Obsesi orang-orang Prancis mengenai keeleganan terbayarkan. Kurung
Poisson berubah menjadi salah satu kuantitas paling mendasar dari Mekanika
Kuantum: Komutator.

6
Dari bahasa Inggrisnya Poisson Bracket yang ditulis singkat sebagai PB.
Kuliah 10
Kurung Poisson, Momentum Sudut dan Simetri

10.1 Sebuah Rumusan Aksiomatik Mekanika


Marilah kita mengabstrakkan suatu himpunan aturan-aturan yang memam-
pukan kita untuk memanipulasikan kurung Poisson (dari sekarang saya akan
menggunakan singlkatan PB, Poisson Bracket) tanpa segala upaya menghi-
tungnya secara eksplisit. Anda bisa memeriksanya (anggap sebagai sebuah
latihan mandiri) bahwa aturan-aturan tersebut sungguh-sungguh berasal
dari definisi PB. Misalkan A, B, dan C adalah fungsi-fungsi dari p dan q.
Dalam Kuliah 9 saya mendefinisikan PB:
X  ∂A ∂c ∂A ∂C

{A, C} = − (10.1)
i
∂qi ∂pi ∂pi ∂qi

1. Sifat yang pertama adalah antisimetri : jika anda mempertukarkan dua


buah fungsi di dalam PB, hal tersebut akan mengubah tanda:

{A, C} = −{C, A} (10.2)

Secara khusus hal ini bermakna bahwa PB dari suatu fungsi dengan
dirinya sendiri adalah sama dengan nol.

{A, A} = 0 (10.3)

2. Sifat berikutnya adalah linearitas pada salah satu entri nya. Linearitas
melibatkan dua sifat. Yang pertama, jika anda mengalikan A (tetapi
tidak demikian dengan C) dengan sebuah konstanta k, PB memperoleh
hasil yang dikalikan dengan konstanta yang sama:

{kA, C} = k{A, C} (10.4)

115
116KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

Yang kedua, jika anda menjumblahkan A + B dan mengambil PBnya


dengan C, hasilnya bersifat aditif :

{(A + B), C} = {A, C} + {B, C} (10.5)

Persamaan(10.4) dan Persamaan(10.5) mendefinisikan linearitas PB.

3. Berikutnya kita meninjau apa yang terjadi ketika kita mengalikan A


dan B dan mengambil PB dengan C. Untuk mencari tahu hal tersebut,
yang kita perlukan adalah dengan melihat kembali pada definisi dari PB
dan memanfaatkan aturan pendiferensialan suatu perkalian, sebagai
contoh
∂(AB) ∂B ∂A
=A +B
∂q ∂q ∂q
Hal yang sama berlaku untuk turunan terhadap p. Berikut adalah
aturannya:
{(AB), C} = B{A, C} + A{B, C} (10.6)

4. Yang terakhir ada beberapa PB tertentu yang anda butuhkan untuk


memulainya. Mulai dengan mencatat bahwa q atau p apapun adalah
merupakan sebuah fungsi dari p dan q. Karena setiap PB melibatkan
turunan terhadap p dan q, PB dari q apapun dengan q lainnya adalah
nol. Hal yang sama juga berlaku pada PB bagi dua p:

{qi , qj } = 0
(10.7)
{pi , pj } = 0

Tetapi PB dari sebuah q dan p tidaklah nol. Aturannya adalah bahwa


{qi , pj } adalah satu jika i = j dan nol jika i 6= j. Dengan menggunakan
simbol Kronecker,
{qi , pj } = δij (10.8)

Sekarang kita memiliki semua yang kita butuhkan untuk menghitung PB.
Kita bisa mengabaikan definisi dari PB dan memikirkan Persamaan(10.2)
sampai Persamaan(10.8) sebagai sautu himpunan aksioma1 bagi sebuah sis-
tem formal mekanika.
1
Aksioma adalah suatu pernyataan atau anggapan yang diterima, yang dianggap benar
dan dibuktikan oleh dirinya sendiri. Dalam Matematika, Aksioma merupakan suatu perny-
ataan atau proposisi pada yang mana sebuah bentuk yang terdefinisikan secara abstrak
didasarkan.
10.1. SEBUAH RUMUSAN AKSIOMATIK MEKANIKA 117

Misalkan kita ingin menghitung


{q n , p} (10.9)
dimana untuk penyederhanaan saya telah mengasumsikan sebuah sistem den-
gan hanya satu q dan satu p. Saya memberikan pada anda jawabannya dan
kemudian membuktikannya. Jawabannya adalah
{q n , p} = nq n−1 (10.10)
Cara untuk membuktikan rumus jenis ini adalah dengan menggunakan in-
duksi matematika. Cara ini mengambil dua langkah. Langkah yang per-
tama adalah dengan mengasumsikan jawaban untuk n (anggaplah bahwa
Persamaan(10.10) merupakan hipotesis induksi,) dan menunjukkan bahwa
asumsi tersebut juga berlaku bagi n + 1. Langkah yang kedua adalah den-
gan secara eksplisit menunjukkan bahwa hipotesis induksi tersebut berlaku
untuk n = 1.
Jadi dengan menggantikan n dengan n + 1, kita bisa menuliskan Per-
samaan(10.9) menggunakan Persamaan(10.6):
{q n+1 , p} = {q · q n , p}
= q{q n , p} + q n {q, p}
Selanjutnya gunakanlah Persamaan(10.8), yang mana di dalam kasus ni hanyalah
{q, p} = 1:
{q n+1 , p} = {q · q n , p}
= q{q n , p} + q n
Sekarang kita menggunakan hipotesis induksi, Persamaan(10.10) dan men-
dapatkan
{q (n+1) , p} = {q · q n , p}
= qnq (n−1) + q n
= (n + 1)q n (10.11)
Persamaan(10.11) adalah hipotesis induksi yang tepat untuk n + 1. Oleh
karena itu, segala yang kita butuhkan adalah untuk menunjukkan bahwa
Persamaan(10.10) berlaku untuk n = 1. Tetapi semua itu menyatakan bahwa
{q, p} = 1, yang tentu saja benar. Jadi Persamaan(10.10) adalah benar.
Kita bisa menuliskan contoh ini dengan cara yang lain yang memiliki
konsekuensi-kosekuensi yang lebih jauh. Perhatikanlah bahwa nq n−1 bukan-
lah hal laini selain dari pada turunan dari q n . Jadi untuk kasus ini,
d(q n )
{q n , p} = (10.12)
dq
118KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

Sekarang ambillah polinomial apapun (bahkan sebuah deret tak berhingga


pun boleh) dari q. Dengan memanfaatkan Persamaan(10.12) bagi tiap suku
di dalam polinomial dan dengan mwnggunakan linearitas untuk mengkom-
binasikan hasil-hasilnya, kita bisa membuktikan bahwa

dF (q)
{F (q), p} = (10.13)
dq

Karena fungsi licin apapun bisa secara acak diaprosimasikan dengan baik oleh
sautu polinomial, ini membantu kita untuk membuktikan Persamaan(10.13)
bagi fungsi q apapun. Kenyataannya, bisa lebih jauh lagi. Untuk fungsi q
dan p apapun, adalah mudah untuk membuktikan bahwa

dF (q, p)
{F (q, p), pi } = (10.14)
dqi

Latihan 1: BUktikanlah Persaman(10.14)


Jadi kita telah menemukan sebuah fakta yang baru mengenai kurung
Poisson: Pengambilan kurung Poisson dari fungsi apapun dengan pi memiliki
efek pendiferensialan fungsi tersebut terhadap qi . Kita bisa saja membuktikan
hal tersebut secara langsung dari definisi PB, tetapi saya mau menunjukkan
kepada anda bahwa hal tersebut berasal dari aksioma yang formal.
Bagaimanakah dengan pengambilan kurung Poisson dari F (q, p) dengan
qi ? Anda mungkin dapat menebak jawabannya dari cara yang simetris pada
yang mana p dan q memasukan seluruh aturan. Untuk sekarang anda bahkan
telah menduga tanda dari jawabannya:

∂F (q, p)
{F (q, p), qi } = − (10.15)
∂qi

Latihan 2: Persamaan-Persamaan Hamilton bisa dituliskan dalam ben-


tuk q̇ = {q, H} dan ṗ = {p, H}. Anggaplah bahwa Hamiltonian memiliki
p2
bentuk H = 2m + V (q). Dengan menggunakan aksioma-aksioma PB, buk-
tikanlah Persamaan-persamaan gerak Newton.

10.2 Momentum Sudut


Di dalam Kuliah 7 saya telah menjelaskan hubungan antara simetri rotasi
dan kekekalan momentum sudut. Hanya untuk mengingatkan anda, saya
akan secara singkat meninjau ulang hal tersebut untuk kasus sebuah partikel
tunggal yang bergerak pada bidang x, y. Kita menuliskan rumus untuk suatu
10.2. MOMENTUM SUDUT 119

rotasi yang sangat kecil di dalam bentuk

δx = fx = −y
(10.16)
δy = fy = +x

Maka dengan mengasumsikan bahwa Lagrangian kasus ini invarian, kita


menurunkan sebuah kuantitas kekal

Q = px f x + py f y

dengan sebuah penggantian tanda, kita menyebutnya momentum sudut L,

L = xpy − ypx (10.17)

Sekarang saya mau melangkah menuju ruang tiga dimensi, dimana mo-
mentum sudut memiliki status sebagai sebuah vektor. Persamaan(10.16)
tetap berlaku, tetapi mengandung pengertian yang baru: Persamaan(10.16)
menjadi aturan bagi suatu sistem yang berotasi di sekitar sumbu z. Faktanya,
kita dapat mengisinya dengan sebuah Persamaan ketiga yang mengekspre-
sikan kenyataaan bahwa z tidak berubah oleh suatu rotasi disekitar sumbu
z:

δx = fx = −y
(10.18)
δy = fy = +x
δz = 0

Persamaan(10.17) juga tidak berubah, kecuali kalau kita menginterpretasikan


sisi kirinya sebagai komponen z momentum sudut. Dua komponen momen-
tum sudut juga dihitung dengan mudah, atau anda dapat menerkanya hanya
dengan mengsikluskan x → y, y → z, z → x:

Lz = xpy − ypx
Lx = ypz − zpy
Ly = zpx − xpz

Seperti yang mungkin anda harapkan, tiap komponen vektor L ~ adalah kekal
jika sistemnya memiliki simetri rotasi di sekitar setiap sumbu.
Sekarang marilah kita meninjau beberapa kurung Poisson yang meli-
batkan momentum sudut. Sebagai contoh, tinjaulah PB dari x, y dan z
120KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

dengan Lz
{x, Lz } = {x, (xpy − ypx )}
(10.19)
{y, Lz } = {y, (xpy − ypx )}
{z, Lz } = {z, (xpy − ypx )}
Anda bisa menyelesaikan PB-PB ini menggunakan definisi Persamaan(10.1),
atau anda juga bisa menggunakan aksioma-aksiomanya.
Latihan 3: Dengan menggunakan kedua definisi PB dan aksioma-aksio-
manya,, selesaikanlah PB di dalam Persamaan-Persamaan(10.19).
Petunjuk: Di dalam tiap ekspresi, lihatlah untuk tiap entry yang di dalam
kurung yang memiliki PB bukan nol dengan koordinat-koordinat x, y atau
z. Sebagai contoh, di dalam PB yang pertama, x memiliki sebuah PB bukan
nol dengan px
Berikut adalah hasil-hasilnya:
{x, Lz } = −y
{y, Lz } = +x
{z, Lz } = 0
Jika kita membandingkan hasil-hasil ini dengan Persamaan(10.18) kita
menemukan sebuah pola yang sangat menarik. Dengan mengambil PB koordi-
nat-koordinat dengan Lz kita memproduksi ulang (terpisah dari ) ekspresi-
ekspresi untuk rotasi infinitesimal di sekitar sumbu z. Dalam kata lain,
{x, Lz } ∼ δy
{y, Lz } ∼ δx
{z, Lz } ∼ δz
dimana ∼ berarti ”terpisah dari faktor .”
Fakta bahwa pengambilan sebuah PB dengan suatu kuntitas kekal meng-
hasilkan transformasi sifat dari koordinat-koordinat di bawah sebuah simetri–
simetri yang berhubungan dengan suatu hukum kekekalan–bukanlah suatu
kebetulan. Hal tersebut adalah merupakan sesuatu yang sangat umum dan
memberi pada kita cara lain untuk memikirkan mengenai hubungan di an-
tara simetri dan kekekalan. Sebelum kita megejar hubungan ini lebih jauh,
mari mengeksplorasi PB-PB lainnya yang melibatkan momentum sudut. Per-
tama sekali, adalah mudah untuk menggeneralisasikannya ke komponen L
lainnya. Sekali lagi, anda dapat melakukannya dengan mensikluskan x →
y, y → z, z → x. Anda akan memperoleh enam buah Persamaan lagi, dan
anda mungkin membayangkan apakah ada suatu cara yang cantik untuk
merangkumnya. Faktsnys: ada.
10.3. MATEMATIKA INTERLUDE: SIMBOL LEVI-CIVITA 121

10.3 Matematika Interlude: Simbol Levi-Civita


Sebuah notasi yang bagus bisa bernilai setara dengan sebuah kumpulan sim-
bol yang terdiri dari banyak simbol, khususnya jika notasi itu muncul beru-
lang dan berulang. Contohnya simbol delta Kronecker δij . Dalam sesi ini
saya akan memberikan pada anda notasi lainnya, simbol Levi-Civita, yang
juga disebut simbol , yaitu ijk . Sperti dalam kasus delta Kronecker, indeks-
indeks i, j, k merepresentasikan arah-arah ruang, baik x, y, z ataupun 1, 2, 3.
Simbol delta Kronecker memiliki dua buah nilai, 1 untuk i = j dan 0 un-
tuk i 6= j. Simbol  mengambil salah satu nilai dari tiga nilai: −1, 0, 1.
Aturan-aturan untuk ijk esdikit lebih rumit dari pada aturan-aturan untuk
δij .
Yang pertama, ijk = 0 jika terdapat paling tidak dua indeks yang sama,
sebagai contoh 111 dan 223 , kedua-duanya bernilai nol. Satu-satunya waktu
ijk tidak bernilai nol adalah ketika ketiga indeks tersebut seluruhnya berbeda.
Hal yang sama juga berlaku untuk simbol  yang memiliki indeks lebih dari
tiga buah. Ada enam kemungkinan simbol ijk yang tidak bernilai nol, yaitu:
123 , 231 , 312 , 213 , 132 , 321 . Tiga kemungkinan yang pertama bernilai 1 dan
tiga kemungkinan yang kedua bernilai −1.

10-1.jpg

Gambar 10.1: Sebuah pangaturan sirkular bilangan-bilangan 1, 2, dan 3.

Mulailah pada salah satu dari ketiga bilangan tersebut dan melangkahlah
searah jarum jam. Anda memperoleh (123), (231) dan (312), bergantung
pada dari mana anda memulainya. Jika anda melakukan hal yang sama
dengan melangkah berlawan arah jarum jam, anda mendapatkan (132), (213)
dan (321). Aturan untuk simbol Levi-Civita adalah ijk = 1 untuk urutan
searah jarum jam, ijk = −1 untuk urutan yang berlawanan arah jarum jam
dan ijk = 0 jika terdapat minimal dua indeks yang sama.

10.4 Kembali ke Momentum Sudut


Sekarang, dengan bantuan dari simbol  kita bisa menuliskan PB-PB untuk
semua koordinat dan seluruh komponen L:
X
{xi , Lj } = ijk xk (10.20)
k
122KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

Sebagai contoh, anggaplah bahwa anda ingin mengetahui {y, Lx }. Dengan


mengidentifikasi 1, 2, 3 dengan x, y, z den dengan memasukannya ke dalam
Persamaan(10.20) kita memperoleh

{x2 , L1 } = −x3 .

Mari meninjau himpunan PB-PB lainnya, katakanlah PB dari pi dengan


~ Mudah untuk diselesaikan, dan dengan bantuan simbol ,
komponen dari L.
kita memperoleh X
{pi , Lj } = ijk pk
k

Sebagai contoh,
{px , Lz } = −py
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa PB-PB dari p dan L memiliki
bentuk yang sama persis seperti PB-PB dari x dan L. Ini menarik karena p
dan x bertransformasi dengan cara yang sama dibawah pengaruh suatu rotasi
koordinat. Sama seperti δx ∼ −y di sekitar z, variasi px adalah sebanding
terhadap −py .
Makna dari hal ini sungguh dalam. Hal tersebut menyatakan bahwa
untuk menghitung perubahan di dalam sebuah kuantitas ketika koordinat-
koordinatnya dirotasikan, kita menghitung PB kuantitas tersebut dengan
momentum sudutnya. Untuk suatu rotasi di sekitar sumbu ke i,

δF = {F, Li } (10.21)

Momentum sudut adalah generator (penghasil) rotasi.


Kita akan kembali pada tema ini dan pada kedekatan hubungan yang
mengkoneksikan transformasi-transformasi simetri, kurung-kurung Poisson,
dan kuantitas-kuantitas kekal, tetapi pertama-tama saya mau menjelaskan
bagaimana PB-PB bisa dimanfaatkan di dalam perumusan dan penyelesaian
masalah-masalah.

10.5 Rotor dan Presesi


Satu hal yang belum kita lakukan sejauh ini adalah menghitung PB-PB
diantara komponen-komponen momentum sudut yang berbeda. PB apapun
dengan dirinya sendiri adalah selalu nol, tetapi PB salah satu komponen L
dengan komponen L lainnya tidaklah nol. Tinjaulah

{Lx , Ly } = {(ypz − zpy ), (zpx − xpz )}


10.5. ROTOR DAN PRESESI 123

Baik menggunakan definisi PB maupun menggunakan aksioma-aksiomanya,


kita akan memperoleh
{Lx , Ly } = Lz
cobalah sebagai latihan.
Relasi umum bisa dibaca dengan mensikluskan x, y, z. Ini adalah peng-
gunaan simbol Levi-Civita:
X
{Li , Lj } = ijk Lk (10.22)
k

Persamaan(10.22) tersebut sangat cantik, tetapi apa yang bisa kita lakukan
dengannya? Untuk mengilustrasikan kekkuatan dari Persamaan(10.22) terse-
but, mari meninjau sebuah bola kecil yang sedang berspin sangat cepat di
luar angkasa. Kita menamakannya sebuah rotor. Pada waktu sesaat kapan-
pun terdapat sebuah sumbu rotasi, dan momentum sudutnya ada sepanjang
sumbu tersebut. Jika rotor tersebut diisolasi dari segala bentuk pengaruh
dari luar, maka momentum sudutnya akan menjadi kekal dan sumbu ro-
tasinya tidak akan berubah.
Sekarang anggaplah rotor tersebut memiliki beberapa muatan listrik.
Karena rotor tersebut berspin dengan cepat, rotor tersebut berkelakuan
seperti sebuah elektromegnetik dengan kedua kutubnya (utara dan selatan)
berada disepanjang sumbu rotasinya. Kekuatan dipolenya adalah sebanding
dengan rate (laju) rotasinya, atau yang lebih baik lagi, momentum sudutnya.
Ini tidak akan membuat perbedaan apapun, kecuali kalau kita meletakan ke-
seluruhan sistem di dalam suatu medan magnetik B. ~ Dalam kasus ini, akan
terdapat beberapa energi yang berhubungan dengan tiap pergeseran di an-
tara L~ dan B
~ (lihat Gambar 10.2)

10-2.jpg

Gambar 10.2: Sebuah rotor disejajarkan pada suatu sudut tertentu terhadap
sebuah medan magnetik.

Energi tersebut adalah sebanding dengan cosinus sudut di antara kedua


vektor tersebut dan terhadap perkalian skalar dari magnitudo kedua vektor
124KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

tersebut. Dalam kata lain, energi pensejajaran tersebut adalah sebanding


dengan perkalian titik
H∼B ~L~ (10.23)
Saya telah menggunakan notasi H untuk energi karena nantinya kita akan
mengidentifikasikannya dengan Hamiltonian sistem.
Sekarang, misalkan medan magnetik ada di sepanjang sumbu z sehingga
H sebanding dengan komponen z dari L. ~ Dengan menggabungkan medan
magnetik, muatan listrik, jari-jari bola, dan seluruh konstanta yang tidak dis-
pesifikasi ke dalam sebuah konstanta tunggal ω, energi pensejajaran mengam-
bil bentuk
H = ωLz (10.24)
Mari berhenti sejenak untuk memikirkan tentang beberapa perspektif ter-
hadap apa yang sedang kita lakukan dan kemana kita melangkah. Adalah
jelas bahwa tanpa medan magnetik sistem ini memiliki simetri rotasional,
dalam pengertian bahwa energinya tidak berubah jika anda merotasikan
sumbu rotor tersebut. Tetapi dengan adanya medan magnetik, terdapat sesu-
atu yang berotasi relatif terhadapnya. Oleh karena itu, simetri rotasinya run-
tuh (hilang). Persamaan(10.23) dan Persamaan(10.24) mempresentasikan
asimetri rotasional. Tetapi apakah efeknya? Jawabannya jelas: momentum
sudutnya tidak lagi kekal; tidak ada simetri, tidak ada kekakalan. Hal
tersebut bermakna bahwa arah spinnya akan berubah terhadap waktu, tetapi
bagaimanakah tepatnya?
Kita bisa mencoba untuk menebak jawabannya. Rotor tesebut adalah se-
buah magnet, seperti sebuah jarum komps, dan intuisi menganjurkan bahwa
momentum sudut akan berayun menuju arah B, ~ seperti sebuah pendulum.
Hal tersebut salah jika spinnya sangat cepat. Apa yang sedang terjadi adalah
bahwa momentum sudut berpresesi, tepatnya seperti sebuah giroskop (gas-
ing atau piyong), mengelilingi medan magnetik. (Sebuah giroskop atau gas-
ing atau piyong akan berpresesi disekitar medan gravitasi.) Untuk melihat
hal tersebut, marilah gunakan rumusan mekanika PB untuk menyelesaikan
Persamaan-persamaan gerak untuk vektor L. ~
Pertama, ingatlah bahwa turunan terhadap waktu dari kuantitas
apapun adalah kurung Poisson (PB) dari kuantitas tersebut dengan
Hamiltoniannya. Pemanfaatan aturan ini pada komponen-komponen L ~
memberikan

L̇z = {Lz , H}
L̇x = {Lx , H}
L̇y = {Ly , H}
10.6. SIMETRI DAN KEKEKALAN 125

atau, penggunaan Persaman(10.24)


L̇z = ω{Lz , Lz }
L̇x = ω{Lx , Lz }
L̇y = ω{Ly , Lz }
Sekarang kita bisa melihat poinnya. Bahkan jika tidak mengetahui apapun
mengenai material tersebut yang darinya rotor tersebut dibuat, dimana ter-
dapat muatan listrik atau berapa banyak partikel yang terlibat, kita bisa
menyelesaikan masalahnya: kita tahu PB-PB di antara seluruh komponen-
~ Pertama kita mengambil Persamaan untuk Lz dengan dirinya
komponen L.
sendiri,
L̇z = 0
Komponen z dari L~ tidaklah berubah. Hal tersebut secara langsung melarang
gagasan bahwa L~ berayun seperti sebuah pendulum di sekitar B. ~
Sekarang kita menggunakan Persamaan(10.22) untuk menyelesaikan L̇x
dan L̇y :
L̇x = −ωLy
L̇y = ωLx
Ini secara tepat adalah Persamaan sebuah vektor pada bidang x, y yang bero-
tasi secara seragam di sekitar titik asal dengan frekuensi sudut ω. Dalam kata
lain, L~ berpresesi di sekitar medan magnetik. ”Sihir” dari kurung Poisson
mengijinkan kita untuk menyelesaikan masalah yang pengetahuannya sangat
sedikit terhadap hal lain dari pada Hamiltoniannya adalah sebanding dengan
B~ · L.
~

10.6 Simetri dan Kekekalan


Mari kembali pada Persamaan(10.21), yang bermakna bahwa variasi kuan-
titas apapun dibawah pengaruh suatu aksi rotasi adalah sebanding dengan
PB kuntitas tersebut dengan Li . Lebih jauh lagi, Li menjadi kuantitas yang
kekal oleh karena sifat invariansi terhadap rotasi. Itu adalah suatu hubungan
yang menarik, dan kita membayangkan betapa umumnya hal tersebut. Saya
akan memberikan sepasang contoh yang lainnya dari hal yang sama. Tin-
jaulah sebuah partikel pada sebuah garis. Jika terdapat invariansi translasi,
maka momentum p adalah kekal. Sekaarang ambillah PB dari fungsi apa
saja (sembarang fungsi) dari x dan p:
dF
{F (x), p} =
dx
126KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI

Apakah ada perubahan dalam F (x) dibawah pengaruh suatu translasi in-
finitesimal berjarak ? Jawabannya adalah
dF
δF = 
dx
atau
δF = {F (x), p}
Berikut ini adalah salah satu contoh yang lainnya: Jika suatu sistem memiliki
invariansi translasi waktu, maka Hamiltoniannya kekal. Apakah ada peruba-
han kecil pada sebuah kuantitas dibawah pengaruh suatu translasi waktu?
Anda menebaknya, PB kuntitas tersebut dengan H.2
Mari lihat apakah kita dapat menggeneralisasi hubungan tersebut. Mis-
alkan G(q, p) adalah fungsi sembarang dari koordinat dan momentum dari
sebuah sistem. Saya menggunakan G karana saya akan menyebutnya gener-
ator. Apa yang dihasilkan olehnya adalah suatu pergeseran kecil titik-titik
ruang fase. Oleh definisi, kita akan menggeser setiap titik pada ruang fase
dengan besar pergeseran δqi , δpi , dimana
δqi = {qi , G}
(10.25)
δpi = {pi , G}
Persamaan(10.25) menghasilkan salah satu transformasi infinitesimal dari
ruang fase. Transformasi yang dihasilkan oleh G mungkin ataupun tidak
mungkin menjadi sebuah simetri dari sistem tersebut. Apa tepatnya maksud
tersebut bermakna bahwa itu adalah sebuah simetri? Itu bermakna bahwa
tidak masalah di mana pun anda memulainya, transformasi tersebut tidak
mengubah energi. Dengan kata lain, jika δH = 0 dibawah pengaruh trans-
formasi yang dihasilkan oleh G, maka transformasi tersebut adalah sebuah
simetri. Oleh karena itu kita bisa menuliskan persyaratan bagi sebuah simetri
adalah
{H, G} = 0 (10.26)
Tetapi Persamaan(10.26) bisa dibaca dengan cara lainnya. Karena per-
tukaran urutan dari dua fungsi di dalam PB hanya mungubah tanda, Per-
samaan(10.26) boleh diekspresikan sebagai
{G, H} = 0 (10.27)
yang mana secara tepat adalah merupakan persyaratan bahwa G adalah
kekal. Kita bisa menyatakan hal tersebut demikian: Kurung Poisson yang
2
Yaitu dengan Hamiltoniannya.
10.6. SIMETRI DAN KEKEKALAN 127

sama yang memberitahukan kita bagaimana H berubah dibawah pengaruh


transformasi yang dihasilkan oleh G, juga memberitahukan kita bagaimana
G berubah terhadap waktu.
128KULIAH 10. KURUNG POISSON, MOMENTUM SUDUT DAN SIMETRI
Kuliah 11
Gaya Listrik dan Gaya Magnetik

11.1 Medan-Medan Vektor


Sebuah medan adalah merupakan sebuah fungsi ruang dan waktu yang merep-
resentasikan beberapa kuantitas fisika yang berubah-ubah dari titik yang
satu ke titik yang lainnya dan dari waktu ke waktu. Dua contoh yang di-
ambil dari bidang Meteorologi adalah suhu dan tekanan udara lokal1 , karena
suhu bisa bervariasi, hal tersebut menjadi masuk akal untuk memikirkannya
sebagai sebuah fungsi ruang dan waktu, T (x, y, z, t), atau yang lebih seder-
hana, T (X, t). Suhu dan tekanan udara tentunya bukanlah termasuk medan
vektor. Keduanya tidak memiliki arah atau pun komponen-komponen pada
arah-arah yang berbeda. Bertanya tentang komponen y dari suhu adalah
suatu hal yang konyol dan sangat tidak masuk akal. Sebuah medan yang
hanya memiliki satu bilangan pada tiap titik di dalam ruang disebut medan
skalar. Medan suhu adalah termasuk sebuah medan skalar.
Namun, terdapat juga medan-medan vektor, seperti kecepatan angin
lokal. Kuantitas ini (medan vektor ini) memiliki suatu magnitudo, suatu
arah dan komponen-komponennya. Kita bisa menuliskan kecepatan angin
lokal ini sebagai ~v (X, t). Contoh-contoh lain medan vektor adalah medan
listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh muatan-muatan dan arus
listrik.
Ketika medan-medan tersebut bervariasi di dalam ruang, kita bisa meng-
konstruksikan medan-medan yang baru dengan melakukan pendiferensialan
medan-medan yang asli, Sebagai contoh, tiga turunan parsial dari suhu
∂T ∂T ∂T
, , , bisa ditinjau menjadi komponen-komponen dari sebuah medan
∂x ∂y ∂z
vektor yang disebut gradien suhu. Jika suhu meningkat dari utara menuju
selatan, maka gradien titik-titiknya menuju selatan. Mari habiskan waktu
1
Yaitu suhu dan tekanan udara yang diukur pada suatu tempat tertentu sebagai sampel
dalam pengukuran.

129
130 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

sejenak mempelajari trik-trik yang digunakan untuk menciptakan medan-


medan yang baru dari medan-medan yang lama dengan melakukan pendife-
rensialan.

11.2 Interlude Matematika: Del


~ Nama
Mari ciptakan sebuah vektor palsu yang dituliskan dengan simbol ∇.
verbal dari ∇ adalah ”del ”, yang berdiri, saya menganggapnya, untuk delta,
walaupun sebuah delta yang polos dituliskan dengan simbol ∆. Komponen-
komponen dari ∇ ~ bukanlah bilangan-bilangan. Komponen-komponen dari
~ adalah simbol-simbol turunan


∇x ≡
∂x

∇y ≡ (11.1)
∂y

∇z ≡
∂z
Pada pandangan pertama, Persamaan-persamaan(11.1) terlihat seperti tidak
masuk akal. KOmponen-komponen vektor adalah bilangan-bilangan, bukan
simbol-simbol turunan. Dan lagi pula simbol-simbol turunan tidak membuat
masuk akal, turunan-turunan dari apa? Poinnya adalah bahwa ∇ tidak
d
pernah berdiri sendiri. Sama seperti simbol turunan dx , ∇ haruslah bekerja
pada sesuatu, ∇ harus memiliki sebuah fungsi dari beberapa jenis untuk
didiferensialkan. Sebagai contoh, ∇ bisa bekerja pada sebuah skalar seperti
suhu. Komponen-komponen ∇T adalah
∂T
∇x T ≡
∂x
∂T
∇y T ≡
∂y
∂T
∇z T ≡
∂z
dan malahan komponen-komponen ini membentuk komponen-komponen dari
sebuah medan vektor yang asli, gradien suhu. Dalam cara yang sama, kita
bisa membentuk gradien dari medan skalar apapun.
Berikutnya, mari mendefinisikan divergensi dari sebuah medan vektor.
Divergensi didefinisikan didalam analogi dengan perkalian titik dua buah vek-
tor V~ · A
~ = Vx Ax +Vy Ay +Vz Az , yang mana merupakan sebuah skalar. Diver-
gensi sebuah vektor adalah sebauh skalar. Misalkan medan vektornya adalah
11.2. INTERLUDE MATEMATIKA: DEL 131

~
A(X). Divergensi A~ adalah perkalian titik ∇
~ dan A,
~ dalam hal ini ∇
~ · A.
~
Pengertian simbol ini bisa ditebak dengan mudah menggunakan analoginya
dengan perkalian titik yang biasa:

∇ ~ = ∂Ax + ∂Ay + ∂Az


~ ·A (11.2)
∂x ∂y ∂z

Sekarang mari meninjau perkalian silang (cross product) dua buah vek-
tor V~ dan A~ yang menghasilkan vektor lainnya. Komponen-komponen dari
perkalian silang tersebut adalah

(V~ × A)
~ x = Vy Az − Vz Ay
(V~ × A)
~ y = Vz Ax − Vx Az
(V~ × A)
~ z = Vx Ay − Vy Ax

Berikut ini adalah sebuah cara lain untuk menuliskan Persamaan-persamaan


di atas menggunakan simbol Levi-Civita:
XX
(V~ × A)
~ i= ijk Vj Ak (11.3)
j k

Latihan 1:Konfirmasikanlah Persamaan(11.3). Buktikan juga bahwa


P ~ · A)
Vi Aj − Vj Ai = k ijk (∇ ~ i
~ untuk V~ di dalam Persamaan(11.3):
Sekarang mari substitusikan vektor palsu ∇

~ × A)
~ i=
XX ∂Ak
(∇ ijk
j k
∂xj

Secara lebih eksplisit lagi:

~ × A)
~ x = ∂Az ∂Ay
(∇ −
∂y ∂z
~ × A)
~ y ∂Ax ∂Az
(∇ = −
∂z ∂x
~ × A)
~ z ∂Ay ∂Ax
(∇ = −
∂x ∂y

Apa yang telah kita lakukan adalah untuk memulai dengan sebuah medan
~
vektor A(X) dan menghasilkan medan vektor ∇~ ×A~ lainnya dengan men-
~ di dalam sebuah cara khusus. Medan vektor ∇
diferensialkan A ~ ×A~ yang
~
baru ini disebut curl (rotasi) A.
132 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

Terdapat sebuah teorema yang membutuhkan waktu beberapa detik un-


~
tuk membuktikannya. Untuk medan permulaan A(x) apapun, curl A tidak
memiliki divergensi,
∇~ · [∇
~ × A]
~ =0
Teorema ini sebenarnya memiliki sebuah bentuk yang lebih kuat lagi, yang
lebih sulit untuk dibuktikan. Sebuah medan memiliki divergensi nol jika dan
hanya jika medan tersebut adalah curl dari medan lainnya.
Terdapat teorema lainnya yang mudah dibuktikan. Misalkan sebuah
medan vektor didefinisikan oleh gradien sebuah medan skalar:
~
E(x) ~ (x)
= ∇V
~ adalah nol:
dimana V adalah skalar. Maka itu berarti bahwa curl E
~ × [∇V
∇ ~ (x)] = 0. (11.4)

Latihan 2: Buktikanlah Persamaan(11.4)

11.3 Medan Magnetik


~
Medan magnetik, yang disimbolkan dengan B(x) adalah merupakan medan-
medan vektor, tetapi tidak semua medan vektor bisa merepresentasikan se-
buah medan magnetik. Semua medan magnetik memiliki satu ciri yang jelas:
Divergensinya adalah nol. Sehingga hal tersebut berimplikasi bahwa medan
magnetik apapun bisa diekspresikan sebagai curl dari beberapa medan tam-
bahan:
~ =∇
B ~ ×A ~ (11.5)
~ disebut vektor potensial. Di dalam bentuk komponen-komponennya,
dimana A
medan magnetik dituliskan sebagai
∂Az ∂Ay
Bx = −
∂y ∂z
∂Ax ∂Az
By = − (11.6)
∂z ∂x
∂Ay ∂Ax
Bz = −
∂x ∂y
Potensial vektor adalah sebuah medan yang khas, di dalam pengertian bahwa
potensial vektor tidak memiliki realita yang sama seperti medan magnetik
ataupun medan listrik. Satu-satu definisinya adalah bahwa curl nya adalah
medan magnetik. Sebuah atau medan listrik adalah sesuatu yang secara
11.3. MEDAN MAGNETIK 133

lokal bisa dideteksi. Dalam kata lain, jika kita ingin mengetahui apakah
terdapat sebuah medan listrik ataupun magnetik di dalam suatu wilayah
atau ruang yang kecil, kita bisa melakukan suatu eksperimen pada wilayah
yang sama tersebut untuk mencari tahu. Eksperimen tersebut biasanya men-
gandung kegiatan pengamatan apakah terdapat gaya-gaya tertentu apa saja
yang dikerahkan oleh partikel-partikel bermuatan listrik di dalam wilayah
tersebut. Tetapi potensial vektor tidak bisa dideteksi secara lokal. Yang per-
tama, potensial-potensial vektor tidak secara unik didefinisikan oleh medan
magnetik yang merepresentasikannya.
Anggap B~ diberikan oleh sebuah potensial vektor, seperti di dalam Per-
samaan(11.5). Kita bisa selalu menambahkan sebuah gradien pada A ~ un-
tuk mendefinisikan sebuah potensial vektor yang baru tanpa mengubah B. ~
Alasannya adalah bahwa curl dari suatu gradien adalah selalu nol. Jadi, jika
dua potensial vektor dihubungkan oleh

~0 = A
A ~ + ∇S

Untuk beberapa skalar S, maka akan menghasilkan medan-medan magnetik


identik dan tidak bisa dibedakan oleh eksperimen apapun.
Ini bukanlah pertama kali kita melihat sebuah ambiguitas yang berhubun-
gan dengan suatu kuantitas yang didefinisikan oleh suatu turunan dari kuan-
titas yang lainnya. Ingat bahwa gaya pada suatu sistem adalah negatif dari
gradien energi potensial :
F (x) = −∇V (x).

Energi potensial tidaklah unik: anda bisa selalu menambahkan sebuah kons-
tanta tanpa mengubah gaya yang dihasilkannya. Ini berarti bahwa anda
tidak akan pernah bisa secara langsung mengukur potensial, tetapi hanya
turunannya saja. Situasinya sama dengan potensial vektor, itulah mengapa
disebut sebauh potensial.
Mari meninjau sebuah contoh dari sebuah medan magnetik dan potensial-
potensial vektor yang terhubung dengannya. Kasus yang paling sederhana
adalah sebuah pointing medan magnetik seragam, katakanlah, sepanjang
sumbu z:

Bx = 0
By = 0 (11.7)
Bz = b

dimana b adalah sebuah bilangan yang merepresentasikan kekuatan medan.


134 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

Sekarang definisikanlah sebuah vektor potensial oleh

Ax = 0
AY = bx (11.8)
Az = o

Ketika curl A ~ dihitung, hanya terdapat satu suku yang bukan nol, yakni
∂Ay
∂x
= b. Jadi satu-satunya komponen medan magnetiknya adalah komponen
z, dan nilai dari komponen tersebut adalah b.
Sekarang, ada satu hal yang lucu pada Persamaan(11.8). Medan mag-
netik seragamnya terlihat menjadi sepenuhnya simetrik terhadap rotasi-rotasi
pada bidang x, y. Tetapi potensial vektornya hanya memiliki sebuah kom-
ponen y. Namun, kita bisa saja menggunakan sebuah potensial vektor A ~0
yang berbeda, satu dengan hanya sebuah komponen x, untuk menghasilkan
medan magnetik yang sangat serupa:

A0 x = −by
A0 (y) = 0 (11.9)
A0 (z) = 0

Latihan 3: Tunjukkanlah bahwa potensial-potensial vektor di dalam


Persamaan-Persamaan(11.8) dan (11.9) menghasilkan medan magnetik ser-
agam yang sama. Ini berarti bahwa kedua potensial vektor tersebut berbeda
karena suatu gradien. Carilah skalar yang gradiennya ketika ditambahkan
pada Persamaan-persamaan(11.8) menghasilkan Persamaan-persamaan(11.9)
.
Operasi pengubahan dari sebuah potensial vektor menjadi potensial vek-
tor lainnya untuk mendeskripsikan medan magnetik yang sama disebut trans-
formasi gauge. Kenapa ”gauge”? Itu adalah sebuah kekeliruan di dalam
sejarah. Pada suatu masa operasi tersebut dengan keliru dipikirkan untuk
merefleksikan ambiguitas di dalam mengukur panjang pada lokasi-lokasi yang
berbeda.
Jika potensial vektor adalah sesuatu yang ambigu tetapi medan magnetik
sungguh pasti, mengapa terganggu dengan potensial vektor dan yang lain-
nya? Jawabannya adalah bahwa tanpa potensial vektor kita tidak mungkin
bisa mengekspresikan Prinsip aksi stasioner, atau Lagrangian, Hamiltonian,
dan rumusan-rumusan mekanika Poisson bagi partikel-partikel di dalam medan
magnetik. Itu adalah sebuah situasi yang aneh: fakta-fakta fisikanya adalah
invarian gauge, tetapi formalismenya mempersyaratkan pada kita uutuk memi-
lih sebuah gauge (sebuah pilihan potensial vektor tertentu).
11.4. GAYA PADA SEBUAH PARTIKEL BERMUATAN 135

11.4 Gaya Pada Sebuah Partikel Bermuatan


~ dan
Partikel-partikel bermuatan listrik dipengaruhi oleh medan listrik E
medan magnetik B. ~ Gaya yang disebabkan oleh medan listrik adalah seder-
hana dan berbentuk yang telah kita pelajari pada Bab-Bab sebelumnya;
khususnya, gaya adalah gradien dari sebuah Energi potensial. Di dalam
suku-suku medan listrik
F~ = eE
~
dimana e adalah muatan listrik elementer partikel. Itu adalah sebuah at-
uran teori elektromagnetik bahwa sebuah medan listrik yang statik (tidak
bergantung pada waktu) tidak memiliki curl sehingga medan listrik tersebut
haruslah merupakan sebuah gradien. Notasi yang biasa digunakan adalah
~ = −∇V
E ~

sehingga kita bisa menuliskan gayanya sebagai


F~ = −e∇V
~
~ , dan segala sesuatunya adalah sepenuhnya
Energi potensialnya adalah e∇V
konvensional.
Gaya-gaya magnetik pada partikel-partikel bermuatan adalah berbeda
dan sedikit lebih rumit. Gaya-gaya magnetik bergantung tidak hanya pada
posisi partikel di dalam harga medan magnetik, tetapi juga pada kecepatan
partikel. Gaya-gaya magnetik diacu sebagai gaya yang bergantung pada ke-
cepatan. Gaya magnetik pada sebuah partikel bermuatan pertama kali di-
turunkan oleh Fisikawan Belanda, H. A. Lorentz dan disebut gaya Lorentz.
Gaya Lorentz melibatkan vektor kecepatan partikel dan kecepatan cahaya c:
e ~
F~ = ~v × B (11.10)
c
Perhatikanlah bahwa gaya Lorentz adalah tegak lurus terhadap kecepatan
partikel dan medan magnetik eksternal. Dengan mengkombinasikan Per-
samaan(11.10) dengan Persamaan Newton F~ = m~a, kita menemukan Per-
samaan gerak suatu partikel bermuatan listrik di dalam sebuah medan mag-
netik adalah
e ~
m~a = ~v × B (11.11)
c
Gaya Lorentz bukanlah gaya yang bergantung kecepatan pertama yang kita
temui. Ingatlah kembali bahwa di dalam sebuah kerangka acuan yang bero-
tasi, terdapat dua gaya yang disebut gaya-gaya fiktif: gaya sentrifugal dan
(lebih langsung lagi) gaya koriolis. Gaya koriolis diberikan oleh
F~ = 2m~v × ω
~ (11.12)
136 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

dimana ω ~ adalah vektor yang merepresentasikan momentum sudut kerangka


acuan yang berputar. Gaya koriolis dan Lorentz sangat mirip, dengan medan
magnetik dan kecepatan sudut yang memainkan peran yang sama. Tentu
saja, tidak semua medan magnetik bersifat seragam, sehingga situasi mag-
netik menjadi jauh lebih kompleks dari pada kasus koriolis.

11.5 Lagrangian
Semua ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah mengekspresikan gaya-
gaya magnetik di dalam Perinsip (asas) aksi, atau Lagrangian, yaitu mem-
bentuk mekanika? Salah satu sumber yang membuat bingung adalah simbol
untuk aksi dan simbol untuk potensial vektor adalah kedua-duanya diwak-
ili oleh simbol yang sama, yaitu huruf A. Dalam pemamparan selanjutnya
kita akan menggunakan A untuk aksi dan A ~ atau Ai untuk potensial vektor.
Mari abaikan atau set ke nol nilai dari medan listrik dan berkonsentrasi pada
medan magnet, atau gaya Lorentz.
Memulai dengan aksi untuk sebuah partikel bebas tanpa gaya-gaya apapun:
Z t1
A+ L(x, ẋ)dt
t0

dengan
1
L = m(ẋi )2
2
Di sini indeks i mengacu pada arah ruang dan tanda penjumlahan untuk
melakukan penjumlahan terhadap x, y, z telah ditinggalkan menjadi implisit.
Terbiasalah dengannya.
Apakah yang bisa kita tambahkan pada aksi atau Lagrangian untuk
menghasilkan sebuah gaya Lorentz? Jawabannya tidak terlalu jelas. Na-
mun, kita tahu bahwa apapun bahan tambahannya, bahan tersebut haruslah
sebanding dengan muatan listrik dan harus juga melibatkan beberapa bentuk
medan magnet.
Anda dapat bereksperimen dengan hal tersebut dan mulai dibuatnya frus-
tasi. Tidak ada apapun yang bisa anda lakukan yang secara langsung meli-
batkan B~ yang akan menghasilkan gaya Lorentz. Kuncinya adalah potensial
vektor. Hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan dengan potensial
vektor adalah melakukan perkalian dot (skalar) potensial vektor tersebut den-
gan vektor kecepatan partikel. Ingatlah bahwa Lagrangian hanya melibatkan
posisi-posisi dan kecepatan-kecepatan. Anda mungkin mencoba melakukan
~ tetapi hal tersebut tidak bekerja dengan
perkalian dot vektor posisi denganA,
11.5. LAGRANGIAN 137

sangat baik. Jadi mari coba menambahkan pada Lagrangian suku


e ~=e
X
~v · A [ẋi Ai (x)] (11.13)
c c i

Alasan memasukan kelajuan cahaya adalah bahwa itu terjadi bersama-


sama muatan listrik di dalam gaya Lorentz. Sehingga kita mencoba aksinya:
Z t1 hm
X e i
A= +i (ẋi )2 + ẋi · Ai (x) dt (11.14)
t0 2 c

Anda mungkin keberatan dan menolak bahwa Persamaan geraknya dianggap


tidak melibatkan potensial vektor, tetapi hanya medan magnetik saja. Kita
tahu bahwa potensial vektor tidaklah unik, jadi tidakkah kita memperoleh
jawaban lainnya jika kita membuat sebuah transformasi gauge A ~ 0 = A+
~ ∇S?
~
Mari lihat apa yang terjadi pada aksi jika melakukan hal tersebut.
Bagian penting aksi adalah suku yang muncul dari Persamaan(11.13):
Z t1
e X
AL = [ẋi Ai (x)] dt
c t0 i

atau secara lebih eksplisit lagi,


Z t1 X 
e dx
AL = Ai (x)
c t0 i
dt

Di dalam Persamaan ini, AL adalah bagian aksi yang sedang kita tam-
bahkan untuk mencoba menghitung gaya Lorentz, oleh karena itu diberi
~ dengan menambahkan ∇S.
indeks bawah L. Anggap kita mengubah A ~ Pada
pandangan pertama, pengubahan ini akan terlihat mengubah AL dengan
penambahan suku  
e t1 X ∂S dxi
∈ dt
c t0 i ∂xi dt

Jika anda melihat dengan teliti pada suku ini, anda akan menemukan bahwa
suku ini bisa disederhanakan. Elemen dt pada pembilang dan penyebut saling
meniadakan  
e t1 X ∂S
∈ dxi
c t0 i ∂xi

Dan, maka keseluruhan hal lainnya adalah hanyalah perbedaan nilai S pada
permulaan dan akhir dari trayektorinya. Dalam kata lain, transformasi gauge
138 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

menambahkan sebuah suku S1 −S0 pada aksi, dimana S0 dan S1 adalah nilai-
nilai S pada posisi awal dan akhir trayektori. Dalam kata lain, perubahan
dalam aksi oleh karena transformasi gauge adalah
S1 − S0 (11.15)
Apakah perubahan tersebut menghasilkan sebuah perbedaan pada Persama-
an-persamaan geraknya? Mari mengingat kembali tepatnya apakah yang
asas aksi sebenarnya katakan. Diberikan dua titik sembarang di dalam
ruang dan waktu, x0 , t0 dan x1 , t1 , ada banyak trayektori (lintasan) yang
menghubungkan kedua titik tersebut, tetapi hanya satu saja trayektori yang
sebenarnya diambil oleh sebuah partikel. Trayektori sesungguhnya adalah
salah satu trayektori yang meminimalkan atau membuat aksi menjadi sta-
sioner. Jadi yang kita lakukan adalah mengeksplorasi trayektori-trayektori
yang menghubungkan titik-titik tersebut sampai kita menemukan solusi aksi
stasionernya. Dari asas tersebut kita telah menurunkan Persamaan gerak
Euler-Lagrange.
Seperti yang kita temukan dalam Persamaan(11.15), sebuah transfor-
masi gauge mengubah aksi, tetapi hanya jika kita memvariasikan titik-titik
ujungnya. Jika titik-titik ujungnya dijaga tetap,perubahan pada aksi tidak
memiliki efek. Yang dilakukan oleh titik stasioner hanyalah mengubah trayek-
torinya tanpa sedikitpun menggeser titik-titik ujungnya. Meskipun aksinya
berubah, Persamaan-persamaan geraknya tidak berubah, demikian juga solu-
si-solusinya. Kita katakan bahwa Persamaan-persamaan gerak dan solusi-
solusinya adalah invarian gauge.
Satu lagi jargon: karena ada banyak kemungkinan potensial vektor yang
mendeskripsikan situasi fisika yang sama, sebuah pilihan spesifiknya secara
sederhana disebut gauge. Sebagai contoh, Persamaan-persamaan(11.8) dan
Persamaan-persamaan(11.9) merupakan dua gauge berbeda yang mendeskrip-
sikan medan magnetik seragam yang sama. Asas fisika bahwa hasil eksperi-
men apapun seharusnya tidak bergantung pada pilihan gauge disebut invar-
iansi gauge.

11.6 Persamaan-Persamaan Gerak


Secara eksplisit, Lagrangian dari aksi dalam Persamaan(11.14) adalah
m e
L = (ẋ2 + ẏ 2 + ż 2 ) + (ẋAx + ẏAy + żAz ) (11.16)
2 c
Mari memulai dengan x, Persamaan gerak Lagrangenya adalah
∂L
ṗx = (11.17)
∂x
11.6. PERSAMAAN-PERSAMAAN GERAK 139

Momentum-momentum Kanonik yang pertama: Anda mungkin berpikir bah-


wa momemtum hanyalah sekedar massa kali kecepatan, tetapi itu agak ku-
rang tepat. Definisi paling tepat adalah bahwa momentum adalah turunan
Lagrangian terhadap komponen-komponen kecepatannya. Prinsip ini meng-
hasilkan p = mv dengan Lagrangian partikel yang seperti biasanya, tetapi
tidak demikian dengan medan magnetik. Dari Persamaan(11.16) kita mem-
peroleh
e
px = mẋ + Ax (11.18)
c
Hal ini mungkin membuat anda khawatir. Hal tersebut menandakan
bahwa momentum kanonik bukanlah invarian gauge. Ini benar, tetapi kita
masih belum selesai. Kita masih mempunyai dua tugas lainnya untuk di-
lakukan. Kita harus menghitung turunan px terhadap waktu dan juga menghi-
tung sisi kanan Persamaan(11.17). Mungkin, jika kita beruntung, semua
hal-hal yang bergantung pada gauge akan batal.
Sisi kiri Persamaan(11.17) adalah
ed
ṗx = max + Ax
c dt
 
e ∂Ax ∂Ax ∂Ax
= max + ẋ + ẏ + ż
c ∂x ∂y ∂z
dimana ax adalah komponen x percepatan.
Sisi kanan Persamaan(11.17) adalah
 
∂L e ∂Ax ∂Ax ∂Ax
= ẋ + ẏ + ż
∂x c ∂x ∂x ∂x
Sekarang mari kombinasikan sisi kiri dan kanan:
   
e ∂Ay ∂Ax e ∂Az ∂Ax
max = − ẏ + − ż (11.19)
c ∂x ∂y c ∂x ∂z
Persamaan(11.19) terlihat rumit, tetapi perhatikanlah bahwa kombinasi-kombinasi
dari turunan-turunan
∂Ay ∂Ax

∂x ∂y
dan
∂Ax ∂Ax

∂x ∂z
adalah nerupakan hal-hal yang kita lihat pada Persamaan(11.7), yaitu komponen-
komponen z dan y medan magnetik. Kita bisa menuliskan Persamaan(11.19)
dalam bentuk yang jauh lebih sederhana:
e
max = (Bz ẏ − By ż) (11.20)
c
140 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

Lihatlah dengan teliti pada Persamaan(11.20) . Anda seharusnya dibuat


terkesan oleh sejumlah hal. Pertama, Persamaan tersebut adalah invar-
ian gauge: pada sisi kanan, potensial vektor telah sepenuhnya hilang oleh
karena digantikan oleh medan magnetik. Sisi kiri adalah massa kali per-
cepatan, yaitu sisi kiri dari Persamaan Hukum gerak kedua Newton. Fak-
tanya, persamaan(11.20) adalah merupakan komponen x dari Persamaan
gerak Newton-Lorentz, yaitu Persamaan(11.11).
Seseorang mungkin bertanya-tanya mengapa kita perlu repot-repot men-
genal potensial vektor dan lain-lainnya.Mengapa bukan hanya sekedar menuliskan
Persamaan invarian gauge Newton-Lorentz? Jawabannya adalah bahwa kita
bisa, tetapi kemudian kita menghilangkan kemungkinan perumusan persamaan-
persamaan seperti asas aksi, atau seperti Persamaan-persamaan gerak Hamil-
ton. Itu mungkin bukan menjadi suatu tragedi bagi teori klasik, tetapi hal
tersebut merupakan bencana bagi mekanika kuantum.

11.7 Hamiltonian
Sebelum membahas Hamiltonian sebuah partikel bermuatan listrik di dalam
sebuah medan magnetik, mari kembali pada definisi dari momentum partikel.
Anda mungkin masih menemukan hal tersebut membingungkan. Alasan-
nya adalah terdapat dua konsep terpisah: momentum mekanik dan mo-
mentum kanonik. Momentum mekanik adalah apa yang anda pelajari di
dalam mekanika dasar (momentum sama dengan massa kali kecepatan) dan
di dalam mekanika mekanika lanjutan (momentum kanonik sama dengan
turunan Lagrangian terhadap kecepatan). Di dalam situasi yang paling
sederhana dimana Lagrangian adalah hanya merupakan sekedar beda energi
kinetik dan energi potensial, kedua jenis momentum tersebut adalah sama.
Hal tersebut karena satu-satunya ketergantungan terhadap kecepatan adalah
1
2
mv 2 .
Tetapi ketika Lagrangian menjadi lebih kompleks, kedua jenis momen-
tum tersebut bisa jadi tidak lagi sama. Di dalam Persamaan(11.18) kita
melihat contoh tersebut. Momentum kanonik adalah momentum mekanik
tambah sebuah suku yang sebanding dengan potensial vektor. Kita dapat
menuliskannya di dalam notasi vektor:
e
p~ = m~v + A(x) (11.21)
c
Momentum mekanik tidak hanya terkenal; Momentum mekanik adalah bersi-
fat invarian gauge. Momentum mekanik dapat diamati secara langsung
dan di dalam pengertian tersebut momentum mekanik adalah ”real”. Mo-
mentum kanonik kurang dikenal dan kurang ”real”; Momentum kanonik
11.7. HAMILTONIAN 141

berubah ketika kita melakukan transformasi gauge. Tetapi apakah momen-


tum kanonik real atau tidak, momentum kanonik diperlukan jika anda ingin
mengekspreiskan mekanika partikel-partikel bermuatan listrik di dalam ba-
hasa Lagrangian dan Hamiltonian.
Untuk sampai pada Hamiltonian, kita mengingat kembali definisi
X
H= (pi q̇ i ) − L
i

yang mana di dalam kasus ini menjadi


Xn hm e io
H= pi ẋi − (ẋi )2 + ẋi · Ai (x) (11.22)
i
2 c

Mari selesaikan. Pertama kita akan butuh untuk menghilangkan kecepatan-


kecepatan; Hamiltonian selalu dianggap sebagai sebuah fungsi koordinat-
koordinat dan momentum-momentum. Itu mudah, kita cukup menyelesaikan
Persamaan(11.21) untuk kecepatan di dalam suku-suku p:
1 h e i
ẋi = pi − Ai (x) (11.23)
m c
Sekarang, dimanapun anda menemukan sebuah komponen kecepatan di dalam
Persamaan(11.22), substitusikanlah Persamaan(11.23) ke dalamnya dan ke-
mudian lakukan sedikit pengaturan ulang. Berikut adalah hasilnya:
X 1 h e ih e i
H= pi − Ai (x) pi − Ai (x) (11.24)
i
2m c c

Latihan 4: Dengan menggunakan Hamiltonian, Persamaan(11.24), sele-


saikanlah Persamaan gerak Hamiltonnya dan tujukkanlah bahwa anda pasti
kembali memperoleh Persamaan gerak Newton-Lorentz.
Jika anda dengan teliti memperhatikan pada Persamaan(11.24),anda akan
e

menemukan sesuatu yang sedikit mengejutkan. Kombinasi pi − c Ai (x)
adalah merupakan momentum mekanik mvi .Hamiltoniannya tidak lain dan
tidak bukan adalah
1
H = mv 2
2
Di dalam kata lain, nilai numeriknya sama seperti energi kinetik yang bi-
asa. Ini membuktikan (diantara hal-hal lainnya) bahwa energi adalah meru-
pakan invarian gauge. Karena Hamiltonian tersebut kekal, demikian juga
energi kinetik yang biasa, sepanjang medan magnetiknya tidak berubah ter-
hadap waktu. Tetapi itu tidak bahwa partikel tidak merasakan eksistensi
142 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

medan magnetik. Jika anda ingin menggunakan Hamiltonian untuk men-


cari geraknya, anda haruslah mengekspresikannya di dalam suku-suku mo-
mentum kanonik, bukan kecepatan, dan gunakanlah Persamaan-persamaan
Hamiltonnya. Alternatifnya, anda bisa bekerja dengan kecepatan-kecepatan
dan gunakanlah bentuk Lagrangian dari Persamaan-persamaannya, tetapi di
dalam kasus tersebut Lagrangiannya bukanlah energi kinetik yang primitif2
Di dalam kedua kasus ini, jika anda menyelesaikannya, anda akan menemukan
bahwa partikel bermuatan listrik tersebut merasakan sebuah gaya magnetik
Lorentz yang invarian gauge.

11.8 Gerak di dalam Sebuah Medan Mag-


netik Seragam
Gerak di dalam sebuah medan magnetik seragam cukup mudah untuk di-
tangani, dan gerak tersebut mengilustrasikan sejumlah prinsip yang telah
dan sedang kita bahas. Misalkan sebuah medan magnetik berada pada
arah sumbu z dan memiliki magnitudo b. Ini adalah situasi yang diu-
raikan di dalam Persamaan(11.6) sampai Persamaan(11.8). Pilihan diantara
potensial-potensial vektor di dalam Persamaan(11.7) dan (11.8) adalah se-
buah contoh keambiguitasan yang terkait dengan transformasi-transformasi
gauge. Pertama, misalkan kita memilih Persamaan(11.7) dan menuliskan
Hamiltoniannya, Persamaan(11.24), dengan menggunakan (Ax = 0, Ay =
bx, Az = 0). Kita memperoleh
  e 2 
1 2 2
H= (px ) + (pz ) + py bx
2m c

Seperti biasa, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari hukum-
hukum kekekalan. Kita telah mengetahui salah satunya: Hukum Kekekalan
energi. Seperti yang telah kita lihat, energinya adalah merupakan energi
kinetik bergaya lama3 21 mv 2 . Ini menyebabkan magnitudo kecepatannya
menjadi konstan.
Berikutnya, perhatikanlah bahwa satu-satunya koordinat yang muncul di
dalam H adalah x. Ini berarti bahwa ketika kita menyelesaikan Persamaan-
persamaan Hamilton, kita akan menemukan bahwa px tidak kekal, hanya
py dan pz saja yang kekal. Mari lihat apa implikasinya. Pertama Kompo-
nen z. Karena Az = 0, pz = mvz dan kekekalan pz mengindikasikan bahwa
komponen z kecepatan adalah konstan.
2
Dalam hal ini bukan energi kinetik 12 mv 2 yang biasanya.
3
Atau istilah terkenalnya adalah old fashioned.
11.8. GERAK DI DALAM SEBUAH MEDAN MAGNETIK SERAGAM143

Berikutnya lihatlah pada kekekalan py . Kali ini py tidak sama dengan


mvy , tetapi malahan sama dengan mvy + ec bx. Kekekalan py menyatakan
bahwa
e
may + bvx = 0
c
atau
eb
ay = − vx (11.25)
mc
Perhatikanlah bahwa kekekalan py tidak berimplikasi bahwa komponen y
kecepatannya adalah kekal.
Bagaimanakah dengan px ? Komponen px tidaklah terlihat kekal karena
H memiliki ketergantungan yang eksplisit pada x. Kita bisa menggunakan
Persamaan-Persamaan Hamilton untuk menentukan komponen x percepatan,
tetapi saya akan menggunakan cara yang lain. Dari pada menggunakan Per-
samaan(11.8), saya akan mengubah gauge di tengah jalan dan menggunakan
Persamaan(11.7). Ingatlah bahwa fenomena-fenomena fisika harus tidak
berubah. Hamiltonian yang baru yang bersesuaian dengan Persamaan(11.7)
adalah  
1  e 2 2 2
H= px + by + (py ) + (pz )
2m c
Sekarang Hamiltoniannya tidak bergantung pada x, yang memiliki imp-
likasi bahwa px kekal. Bagaimana itu bisa terjadi? Sebelumnya kita meli-
hat bahwa komponen x momentum px kekal ketika kita menggunakan Per-
samaan(11.8). Jawabannya adalah ketika kita membuat sebuah transformasi
gauge komponen-komponen p berubah. Dalam kedua kasus ini px memiliki
arti yang tidak sama.
Mari meninjau implikasi kekekalan px di dalam gauge yang baru. Den-
gan menggunakan Persamaan-persamaan(11.7) kita menemukan bahwa px =
mvx − ec by. Sehingga kekekalan px diekspresikan sebagai

eb
ax = vy (11.26)
mc

Sekarang anda mungkin menyadari bahwa Persamaan(11.25) dan (11.26)


adalah sangat familiar. Keduanya adalah Persamaan-persamaan Newton-
Lorentz untuk gerak partikel bermuatan di dalam sebuah medan magnetik
yang seragam.
Latihan 5: Tunjukkanlah bahwa pada bidang x, y solusi untuk Per-
samaa(11.25) dan (11.26) adalah sebuah orbit melingkar dengan pusat orbit
mung-kin berada dimana saja pada bidang. Carilah jari-jari orbit tersebut
di dalam suku-suku kecepatannya.
144 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK

11.9 Invariansi Gauge


Alasan mengapa saya meninggalkan bahasan mengenai gaya-gaya magnetik
diujung-ujung Perkuliahan ini adalah saya ingin anda untuk mengingat pela-
jaran-pelajaran ini ketika, studi dikemudian hari, kita tiba pada mekanika
kuantum dan teori medan. Medan gauge dan invariansi gauge bukanlah
artefak minor dari penulisan gaya Lorentz dalam bentuk Lagrangiannya.
Keduanya merupakan asas pembimbing sentral yang mendasari segala sesu-
atunya, dari elektrodinamika kuantum, sampai pada teori relativitas umum
dan seterusnya. Keduanya memainkan peran yang penting di dalam fisika
material terkondensasi, sebagai contoh, di dalam menjelaskan segala macam
fenomena laboratorium seperti superkonduktivitas.Saya akan menutup Ku-
liah ini dengan mereview pengertian gagasan gauge, tetapi arti penting real-
nya akan menjadi jelas hanya di dalam kuliah-kuliah selanjutnya.
Pengertian yang paling sederhana sebuah medan gauge–potensial vek-
tor merupakan contoh yang paling mendasar dan sederhana–adalah bahwa
medan gauge merupakan piranti pembantu yang diperkenalkan untuk memas-
tikan konstrain-konstrain (kendala-kendala)4 dipenuhi. Di dalam kasus se-
~
buah medan magnetik, tidak sembarang B(x) diijinkan. Konstrainnya adalah
~
bahwa bahwa B(x) seharusnya tidak memiliki divergensi.

~ ·B
∇ ~ =0

Untuk membuat hal tersebut lebih terlihat meyakinkan, kita menuliskan


~
medan magnetiknya sebagai curl dari sesuatu, A(x), karena secara otomatis
curl tidak memiliki divergensi. Ini adalah sebuah trik untuk secara menghin-
dari kekhawatiran mengenai kenyataan bahwa B(x) ~ dikendalakan (memiliki
konstrain).
Tetapi kita akan segera menemukan bahwa kita tidak bisa melangkah
tanpa A(x). Tidak ada cara untuk menurunkan sebuah hukum gaya Lorentz
dari sebuah Lagrangian tanpa potensial vektor. Berikut adalah sebuah pola:
untuk menuliskan persamaan-persamaan fisika modern entah dalam bentuk
Lagrangian ataupun dalam bentuk Hamiltonian, medan gauge pembantu harus-
lah diperkenalkan.
Tetapi medan-medan gauge pembantu tersebut adalah juga bersifat noin-
tuitif dan abstrak. Walau medan-medan gauge ini menjadi suatu keharu-
san, anda dapat mengubah medan-medan gauge tersebut tanpa mengubah
fisikanya. Proses pengubahan tersebut dinamakan transformasi gauge, dan
4
Fungsi-fungsi kendala atau konstrain adalah fungsi-fungsi yang membatasi dan mem-
bentuk trayektori atau lintasan partikel-partikel di dalam sebuah sistem.
11.9. INVARIANSI GAUGE 145

fakta bahwa fenomena-fenomena fisika tersebut tidak berubah disebut invar-


iansi gauge. Medan-medan gauge tidak bisa menjadi ”real”, karena kita bisa
mengubahnya tanpa mengganggu fisika invariansi gaugenya. Disisi lain, kita
tidak bisa mengekspresikan hukum-hukum fisika tanpa medan-medan gauge
tersebut.
Kesimpulannya: Hukum-hukum fisika melibatkan medan-medan
gauge, tetapi fenomena-fenomena objektifnya adalah invarian gauge.
146 KULIAH 11. GAYA LISTRIK DAN GAYA MAGNETIK
Kuliah 12
Gaya Sentral dan Orbit-Orbit Planet

12.1 Gaya Sentral Gravitasi


Gaya sentral adalah gaya yang orientasi arahnya menuju suatu pusat, dalam
kata lain, menuju sebuah titik dalam ruang. Sebagai tambahan, sebuah
gaya dikatakan sebagai gaya sentral apabila magnitudo gaya tersebut sama
di dalam setiap arahnya. Selain dari pada simetrinya, yakni simetri rota-

12-1.jpg

Gambar 12.1: Sebuah gaya sentral.

sional, tidak ada apa pun yang khusus mengenai gaya sentral dari sudut
pandang matematika. Tetapi peran gaya sentral di dalam ilmu fisika dan se-
jarah fisika adalah sangat spesial. Masalah-masalah yang pertama kali disele-
saikan oleh Newton–masalah-masalah orbit-orbit planet–adalah merupakan
masalah yang berhubungan dengan gaya sentral. Gerak sebuah elektron yang
mengorbit sebuah inti atom hidrogen adalah sebuah masalah gaya sentral.
Dua buah atom yang saling mengorbit satu sama lain untuk membentuk
sebuah molekul sederhana bisa direduksikan ke dalam sebuah masalah gaya
sentral yang mana pusatnya adalah pusat massa sistem molukul sederhana
tersebut.

147
148KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Marilah fokus pada gerak Bumi ketika mengitari Matahari yang lebih
masif. Menurut hukum-hukum Newton, gaya yang dikerahkan oleh Mata-
hari terhadap Bumi adalah sama besar dan berlawanan arah terhadap gaya
yang dikerahkan oleh Bumi terhadap Matahari. Sebagai tambahan, arah
gaya-gaya tersebut adalah sepanjang garis penghubung kedua benda angkasa
tersebut. Karena Matahari jauh lebih berat dari pada Bumi, gerak Mata-
hari bisa diabaikan, dan posisi Matahari bisa dianggap sebagai sebuah lokasi
yang tetap (diam). Kita bisa memilih koordinat-koordinat yang sesuai agar
Matahari berada pada titik asal, yaitu x = y = z = 0. Sebaliknya, Bumi
bergerak di dalam suatu orbit yang mengelilingi titik asal tersebut. Mis-
alkan kita menuliskan lokasi Bumi dengan vektor ~r yang memiliki komponen-
komponen x, y, z. Karena Matahari diletakkan pada titik asal, gaya pada
Bumi mengarah menuju titik asal seperti yang ditunjukkan di dalam Gam-
bar 12.1. Magnitudo gaya tersebut hanya bergantung pada jarak r dari titik
asal. Sebuah gaya dengan sifat-sifat ini, yang menuju titik asal dan yang
hanya bergantung pada jarak disebut sebagai sebuah gaya sentral.
Misalkan kita menulis ulang vektor satuan dari Interlude 1:
~r
r̂ =
r
Di dalam bentuk Persamaan, definisi sebuah gaya sentral adalah
F~ = f (~r)r̂
dimana f (~r) menentukan dua hal, yang pertama, magnitudo f (~r) adalah
magnitudo gaya ketika Bumi berada pada jarak r terhadap Matahari yang
berada pada titik asal. Yang kedua, tanda dari f (~r) menentukan apakah
gayanya menuju ataukah menjauh dari Matahari sebagai pusat, dengan kata
lain, apakah gayanya saling tarik-menarik ataukah saling tolak-menolak.
Dalam kasus tertentu, jika f (~r) positif gayanya menjauhi Matahari (repulsif
atau tolak-menolak ), dan jika f (~r) negatif gayanya menuju Matahari (atraktif
atau tarik-menarik ).
Gaya diantara Matahari dan Bumi tentu saja adalah gaya gravitasi.
Menurut Hukum gravitasi Newton, gaya gravitasi diantara dua buah objek
bermassa m1 dan m2 memiliki sifat-sifat berikut:
N1: Gaya gravitasi bersifat tarik-menarik dan sebanding dengan perkalian
massa kedua objek dan dengan sebuah konstanta G. Hari ini kita men-
gacu pada G sebagai konstanta gravitasional universal Newton yang
nilainya adalah G = 6, 67 × 10−11 N m2 kg −2 .
N2: Gaya gravitasi berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak diantara
kedua objek tersebut.
12.2. ENERGI POTENSIAL GRAVITASI 149

Untuk meringkasnya, gaya gravitasi bersifat saling tari-menari (atraktif) dan


memiliki magnitudo G m1r2m2 .
Dalam kata lain, fungsi f (~r) diberikan oleh
m1 m2
f (~r) = G 2
r
dan
F~grav = W ~ = −G m1 m2 r̂
r2
Notasi W~ berdiri untuk mewakili gaya berat yang berasal dari bahasa Inggris
weight. Gaya gravitasi sering diacu juga sebagai gaya berat.
Untuk kasus sistem Bumi-Matahari, kita menuliskan massa Matahari den-
gan M dan massa Bumi dengan m1 Gaya pada Bumi adalah

~ = −G M m r̂
F~grav = W
r2
Persamaan gerak orbit BUmi adalah F = ma yang biasa, atau, dengan
menggunakan gaya gravitasi
d2~r Mm
m2
= −G 2 r̂
dt r
Perhatikanlah terdapat sebuah fakta menarik: massa Bumi pada kedua sisi
Persamaan di atas saling meniadakan, sehingga persamaan geraknya tidak
tergantung pada massa Bumi2 :
d2~r M
2
= −G 2 r̂ (12.1)
dt r
Sebuah objek yang massanya sangat berbeda, seperti satelit atau Bulan, bisa
mengorbit Matahari dalam orbit yang sama seperti Bumi. Satu peringatan
mengenai fakta ini: gerak Matahari bisa diabaikan hanya jika massanya
sedemikian masif jika dibandingkan dengan massa planet atau pun satelit
yang mengorbitnya.

12.2 Energi Potensial Gravitasi


Gaya gravitasi bisa diturunkan dari fungsi energi potensial. Gaya merupakan
negatif dari gradien energi potensial:
F = −∇V
1
Atau untuk kasus sistem lainnya, umumnya objek yang lebih masif/berat, massanya
dituliskan dengan menggunakan huruf kapital M , sedangkan objek yang lebih ringan meng-
gunakan huruf biasa m.
2
Atau objek yang sedang mengorbit pusat gaya.
150KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Tidak sulit untuk menerka bentuk dari V untuk kasus gravitasi. Pertama,
karena gaya adalah proporsional (berbanding lurus) dengan konstanta GM m,
kita boleh mengharapkan bahwa energi potensial juga memiliki faktor ini.
Selanjutnya, karena gaya hanya bergantung pada jarak r, kita bisa meng-
harapkan energi potensial V (r) juga bergantung hanya pada r. Yang ter-
akhir, karena kita harus mendiferensialkan V (r) untuk memperoleh gaya dan
karena gaya proporsional terhadap r12 , energi potensial haruslah proporsional
terhadap − 1r . Sehingga pada akhirnya kita memperoleh

Mm
V (r) = −G
r

12.3 Gerak Bumi pada Suatu Bidang


Sebelumnya kita menyebut bahwa masalah gaya sentral memiliki sebuah
simetri. Anda mungkin mengenalnya sebagai simetri rotasi disekitar titik
asal. Implikasi simetri rotasional yang telah dijelaskan di dalam Kuliah 7,
adalah kekekalan momentum sudut. Anggap bahwa pada waktu sesaat Bumi
berada pada lokasi ~r dan kecepatan ~v . Kita bisa menempatkan dua vektor
ini dan posisi Matahari pada suatu bidang, yaitu bidang sesaat orbit Bumi.

12-2.jpg
~ vektor posisi ~r dan
Gambar 12.2: Hubungan diantara Momentum sudut L,
vektor kecepatan ~v .

Vektor momentum sudut L ~ adalah sebanding dengan perkalian silang


F~ × ~v , sehingga L
~ tegak lurus terhadap ~r dan ~v (lihat Gambar 12.2). Dalam
kata lain, momentum sudut tegak lurus terhadap bidang orbit.
Ini adalah sebuah fakta yang sangat kuat ketika dikombinasikan dengan
kekekalan mommentum sudut. Kekekalan tersebut memberitahukan kita
12.4. KOORDINAT-KOORDINAT POLAR 151

bahwa vektro L ~ tidak akan pernah berubah. Dari hal tersebut bisa kita
simpulkan bahwa bidang orbital tidak pernah berubah. Untuk menyeder-
hanakannya, orbit Bumi dan Matahari secara permanen berada pada suatu
bidang tetap yang tidak berubah. Dengan mengetahui hal ini, kita boleh
merotasikan koordinat-koordinatnya sehingga orbitnya berada pada bidang
x, y. Keseluruhan masalahnya adalah dibendingkan dengan dua dimensional,
koordinat ketiga z tidak memiliki peran apapun.

12.4 Koordinat-Koordinat Polar


Kita bisa bekerja dengan menggunakan koordinat-koordinat kartesius x, y,
tetapi masalah-masalah gaya sentral akan jauh lebih mudah diselesaikan apa-
bila kita menggunakan koordinat-koordinat polar r, θ:
p
r = x2 + y 2
x
cos θ =
r
Di dalam koordinat-koordinat polar, energi kinetik Bumi berbentuk sangat
sederhana:
m
T = (ṙ2 + r2 θ̇2 ) (12.2)
2
Persamaan(12.2) sebenarnya terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah
bagian radial yang berbentuk
m 2
Tradial = ṙ
2
dan yang kedua adalah bentuk angular:
m 2 2
Tangular = r θ̇
2
Energi potensialnya bahkan lebih sederhana lagi, energi potensial hanya
melibatkan bagian radial r dan tidak melibatkan bagian angular θ:
Mm
V (r) = −G (12.3)
r

12.5 Persamaan-Persamaan Gerak


Sama seperti kasus-kasus yang biasanya, rute termudah untuk mencapai
persamaan-persamaan gerak adalah melalui metode Lagrangian. Ingatlah
bahwa Lagrangian adalah perbedaan energi kinetik dan potensial, L = T −V .
152KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Dengan menggunakan Persamaan(12.2) dan (12.3), Lagrangian di dalam


koordinat-koordinat polar adalah
m 2 2 2
 Mm
L= ṙ + r θ̇ + G (12.4)
2 r
Persamaan-persamaan gerak,
d ∂L ∂L
=
dt ∂ ṙ ∂r
d ∂L ∂L
=
dt ∂ θ̇ ∂θ
mengambil bentuk eksplisit
M
r̈ = rθ̇2 − G (12.5)
r2
dan
d
(mr2 θ˙2 ) = 0 (12.6)
dt
Persamaan yang terakhir ini memiliki bentuk suatu hukum kekekalan. Tidak
mengejutkan, itu adalah kekekalan momentum sudut. (Lebih tepatnya lagi,
kekekalan komponen z momentum sudut.) Adalah hal yang tradisional untuk
menuliskan momentum sudut dengan simbol L, tetapi kita sedang menggu-
nakan simbol tersebut sebagai Lagrangian, jadi kita akan menggunakan sim-
bol pθ saja untuk momentum sudut. Jika kita mengetahui pθ pada waktu
sesaat tertentu, maka kita mengetahuinya untuk segala waktu. Kita boleh
menuliskan
mr2 θ̇ = pθ (12.7)
dan cukuplah memperlakukan pθ sebagai sebuah konstanta diketahui.
Hal ini memampukan kita untuk mengekspresikan kecepatan sudut dalam
suku-suku jarak Bumi dan Matahari. Kita cukup hanya menyelesaikan per-
samaan untuk θ:

θ̇ = (12.8)
mr2
Kita akan kembali pada relasi ini, yaitu relasi antara kecepatan sudut dan
jarak radial, tetapi pertama-tama marilah kembali pada persamaan untuk r,
yaitu
Mm
mr̈ = mrθ̇2 − G 2 (12.9)
r
Dalam Persamaan(12.9) kecepatan sudut muncul, tetapi kita bisa menggu-
nakan Persamaan(12.8) untuk menggantikannya:
p2θ Mm
mr̈ = 3
−G 2 (12.10)
mr r
12.6. DIAGRAM ENERGI POTENSIAL EFEKTIF 153

Persamaan untuk r memiliki sebuah penafsiran yang menarik. Persamaan


tersebut terlihat seperti Persamaan untuk sebuah koordinat tunggal r dibawah
pengaruh sebuah gaya ”efektif” gabungan:
pθ GM m
Fefektif = − (12.11)
mr3 r2
Suku GM r2
m
adalah gaya gravitasi antara Bumi dan Matahari, tetapi pada pan-
dangan pertama suku kedua tersebut terlihat mengejutkan. Benar demikian,
faktanya, tidak ada apapun selain gaya sentrifugal yang fiktif yang dirasakan
oleh partikel apapun yang memiliki suatu gerak sudut (atau melingkar) dis-
ekitar titik asal.
Adalah bermanfaat untuk menganggap bahwa Persamaan(12.11) sungguh-
sungguh mendeskripsikan sebuah partikel yang sedang bergerak dibawah
pengaruh sebuah gaya total yang melibatkan gaya gravitasi sungguhan dan
gaya sintrifugal yang bersifat fiktif. Tentu saja, untuk masing-masing nilai
momentum sudut, kita harus mengatur ulang pθ , tetapi karena pθ kekal, kita
boleh menganggapnya sebagai sebuah bilangan tetap.
Dari gaya efektif yang diberikan, kita bisa juga mengkonstruksikan se-
buah fungsi energi potensial efektif yang meliputi efek gravitasi dan gaya
sentrifugal:
p2θ GM m
Vefektif = 2
− (12.12)
2mr r2
Anda dengan mudah bisa memeriksa bahwa

dVefektif
Fefektif = −
dr
Untuk segala tujuan yang bersifat aplikatif, kita bisa menganggap gerak r
hanyalah sebuah partikel yang energi kinetiknya memiliki bentuk yang biasa,
1
2
mṙ2 , yang energi potensialnya adalah Vefektif , dan Lagrangiannya adalah

mṙ2 p2 GM m
Lefektif = − θ2+ (12.13)
2 2mr r

12.6 Diagram Energi Potensial Efektif


Agar dapat menyelami suatu masalah (soal), adalah sering kali merupakan
ide yang baik untuk membuat grafik dari suatu energi potensial. Seba-
gai contoh, titik-titik kesetimbangan (dimana sistem mungkin berada dalam
keadaan diam) bisa diidentifikasi sebagai titik-titik stasioner (minimum, mak-
simum) dari potensial. Di dalam pengertian gaya sentral, kita melakukan hal
154KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

yang sama tepat, kecuali kalau kita menerapkannya pada potensial efektif.
Pertama plot dua suku dalam Vefektif secara terpisah seperti yang ditunjukkan
di dalam Gambar 12.3. Perlu dicatat bahwa kedua suku tersebut berlawanan
tanda; suku sentrifugal positif dan suku gravitasional negatif. Alasannya
adalah bahwa gaya gravitasi bersifat atraktif dengan menarik partikel menuju
titik asal, sementara gaya sentrifugal mendorong partikel menjauhi titik asal.

12-3.jpg

Gambar 12.3: Diagram energi potensial untuk suku-suku sentrifugal dan


gravitasional.

Mendekati titik asal, suku sentrifugal adalah yang paling penting, tetapi
pada nilai-nilai r yang besar suku gravitasional memiliki magnitudo yang
lebih besar3 . Kita dapat menggabungkan kedua suku gaya tersebut sehingga
memperoleh grafik Vefektif seperti yang terlihat dalam Gambar 12.4. Catatlah
bahwa ketika dua suku tersebut digabungkan, grafiknya memiliki sebuah min-
imum. Hal tersebut mungkin terlihat aneh; kita tidak mengharapkan suatu
titik kesetimbangan dimana Bumi bisa bertahan. Tetapi kita harus mengin-
gat bahwa kita sedang hanya membahas sifat-sifat r dan mengabaikan sudut
θ. Poinnya adalah bahwa untuk masing-masing momentum sudut,terdapat
orbit-orbit tertentu yang mempertahankan suatu jarak radial yang konstan
ketika Planet-Planet bergerak mengelilingi Matahari. Orbit-orbit tersebut
melingkar. Pada grafik Vefektif , sebuah orbit melingkar direpresentasikan oleh
sebuah partikel fiktif yang sedang menempati keadaan diam pada titik min-
imum.
Mari menghitung nilai r pada minimum. Semua yang harus kita lakukan
adalah mendiferensialkan Vefektif terhadap r dan menset nilai turunan terse-
3
Lihat besar nilainya dan bukan pada tanda ±nya.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 155

12-4.jpg

Gambar 12.4: Diagram energi potensial untuk kombinasi suku-suku sntrifu-


gal dan gravitasional.

but sama dengan nol. Ini adalah kalkulasi yang mudah, yang akan saya
tinggalkan untuk anda. Hasilnya adalah bahwa minimum terjadi pada

r= (12.14)
GM m2
Persamaan(12.14) menghasilkan jari-jari orbit Bumi (dengan mengasumsikan-
nya sirkular, yang mana tidak sungguh-sungguh tepat) yang diberikan oleh
momentum sudutnya.

12.7 Hukum-Hukum Kepler


Tycho Brahe adalah seorang astronomer berkebangsaan Denmark pada abad
ke XVI sebelum masa teleskop. Dengan bantuan sebuah tongkat pengukur
yang panjang dan beberapa instrumen pengukur sudut, dia membuat tabel-
tabel terbaik yang mencatat gerak sistem Tata Surya sebelum teleskop dite-
mukan. Sebagai seorang ahli teori, ia agak kebingungan. Warisan berhar-
ganya adalah tabel-tabelnya tersebut.
Adalah asistennya, Johannes Kepler, yang berhasil memanfaatkan tabel-
tabel tersebut. Johannes Kepler mengambil catatan-catatan tersebut dan
memfitkan data-data pengamatan tersebut dengan geometri sederhana dan
fakta-fakta matematika. Ia tidak mengerti mengapa Planet-planet bergerak
menurut Hukum-hukum yang ditemukan olehnya dengan standar-standar
modern, teori-teorinya mengapa menjadi yang terbaik, aneh, tetapi ia telah
memperoleh fakta-fakta yang benar.
156KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Pencapaian hebat Newton, dalam pengertian permulaan Fisika Mod-


ern, adalah untuk menjelaskan hukum-hukum gerak planet Kepler melalui
hukum-hukum gerak miliknya, termasuk hukum kuadrat terbalik gravitasi 4
Ketiga Hukum Kepler tersebut adalah

K1: Orbit setiap Planet adalah berbentuk elips dengan Matahari


berada pada salah satu dari dua titik fokusnya.

K2: Sebuah garis yang menghubungkan sebuah Planet dengan Mata-


hari menyapu luas area yang sama selama periode interval
waktu yang sama.

K3: Kuadrat periode orbital sebuah planet adalah berbanding lu-


rus dengan dengan pangkat tiga dari jari-jari orbitnya.

Kita mulai dengan K1, Hukum Elips orbit Planet. Awal sebelumnya kita
mempelajari bahwa orbit-orbit melingkar yang bersesuaian berada di dalam
kesetimbangan pada minimum dari potensial efektifnya. Tetapi terdapat
gerak-gerak sistem efektif satu dimensi yang berosilasi bolak-balik dekat,
tetapi bukan pada minimumnya. Sebuah gerak jenis ini membuat Bumi se-
cara periodik semakin mendekat pada dan menjauh dari Matahari. Semen-
tara itu, karena Bumi mempunyai momentum sudut L, Bumi haruslah juga
bergerak mengelilingi Matahari. Dalam kata lain, sudut θ meningkat seir-
ing berjalannya waktu. Trayektori yang dihasilkan, pada yang mana jarak
berosilasi dan posisi sudut berubah adalah eliptikal.5 Gambar 12.5 menun-
jukkan orbit eliptikal tersebut. Jika anda mengikuti orbit dan menjaga hanya
jarak radialnya saja, posisi Bumi secara periodik bergerak masuk dan keluar
seperti jika Bumi sedang berosilasi di dalam potensial efektif. Untuk mebuk-
tikan orbit tersebut secara pasti berbentuk sebuah elips adalah sedikit sukar
dilakukan, dan kita tidak akan membuktikannya sekarang.
Mari alihkan perhatian kita pada sebuah partikel di dalam potensial efek-
tif. Bayangkanlah sebuah partikel dengan sedemikian besar energi sehingga
akan sepenuhnya terlepas dari cekungan energi potensial. Dalam orbit terse-
but partikel datang dari ketidakberhinggaan, memantul pada potensial di
dekat r = 0 dan terus bergerak bolak-balik, tidak pernah kembali ke keti-
dakberhinggaan tersebut. Orbit-orbit tersebut dikenal sebagai orbit-orbit
hiperbolik tidak terikat.
Sekarang mari kita bergerak menuju K2. Menurut Hukum Kedua Kepler,
saat vektor radial menyapu elips, luas area yang disapunya persatuan waktu
adalah selalu sama. Ini terdengar seperti sebuah hukum Kekekalan, dan
4
Atau yang juga terkenal sebagai Hukum Gravitasi Universal Newton.
5
Atau berbentuk elips.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 157

12-5.jpg

Gambar 12.5: Orbit eliptik Bumi mengelilingi Matahari.

malahan hal tersebut benar, kekekalan momentum sudut. Kembalilah pada


Persamaan(12.7) dan bagikanlah dengan massa m:

r2 θ̇ = (12.15)
m
Bayangkanlah garis radial yang menyapu suatu wilayah (area). Di dalam
suatu waktu singkat δt, luas wilayah berubah sebesar δθ.
Segitiga kecil yang tersapu di dalam Gambar 12.6 memiliki luas
1
δA = r2 δθ
2
Anda dapat memeriksa ini dengan menggunakan fakta bahwa luas suatu
segitiga adalah setengah alas (r) kali tinggi (rδθ). Jika kita membaginya
dengan interval waktu δt yang kecil, kita memperoleh
dA r2
= θ̇.
dt 2
Tetapi sekarang kita menggunakan kekekalan momentum sudut dari Per-
samaan(12.15), dan kita memperoleh Persamaan akhirnya
dA p( θ)
= (12.16)
dt 2m
Karena p( θ) (dan juga m) tidak berubah, kita menemukan bahwa laju sapuan
luas wilayah adalah konstan, dan lebih lagi laju sapuan luas wilayah tersebut
sebanding dengan momentum sudut orbit.
158KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

12-6.jpg

Gambar 12.6: Wilayah yang tersapu oleh garis penghubung Bumi-Matahari


di dalam suatu waktu singkat δt.

Akhirnya, kita tiba pada K3: Kuadrat periode orbital sebuah planet
adalah berbanding lurus dengan pangkat tiga jari-jari orbitnya.
Formulasi Kepler adalah sangat umum, tetapi kita akan mengerjakannya
hanya untuk orbit-orbit sirkular. Terdapat sejumlah cara yang menolong kita
untuk bisa melakukannya, tetapi yang tersederhana adalah dengan hanya
menggunakan Hukum Newton, F = ma. Gaya pada Bumi yang sedang
mengorbit adalah hanya gaya gravitasi saja, yang magnitudonya adalah
Mm
Fgravitasi = w = −G
r2
Disisi lain pada Kuliah 2 kita menghitung percepatan sebuah benda yang
bergerak dalam sebuah orbit sirkular (atau melingkar)
a = ω2r (12.17)
dimana ω adalah kecepatan sudut.
Latihan 1: Tunjukkanlah bahwa Persamaan(12.17) di atas adalah se-
buah konsekuensi dari Persamaan(12.3) dalam Kuliah 2.
Hukum Newton menjadi
Mm
G = mω 2 r.
r2
Kita dengan mudah bisa menyelesaikannya untuk ω 2
M
ω2 = G
r2
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 159

Langkah terakhir adalah untuk mencatat bahwa periode orbit, yaitu waktu
untuk menumpuh satu putaran elips penuh, adalah secara sederhana ter-
hubung dengan kecepatan sudut. Dengan menuliskan periode dengan meng-
gunakan huruf Yunani tau , τ , kita memiliki

τ= .
ω
Secara tradisional kita akan menggunakan T untuk periode, tetapi kita telah
menggunakan T untuk energi kinetik. Dengan meletakan semuanya secara
bersama-sama kita memperoleh

2 4π 2 3
τ = r
GM
Terbukti, kuadrat periodenya adalah sebanding dengan pangkat tiga jari-
jarinya.
160KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Interlude I: Ruang-Ruang,
Trigonometri dan Vektor

Koordinat-Koordinat
Untuk mendeskripsikan titik-titik secara kuantitatif, kita membutuhkan se-
buah sistem koordinat. Pengkonstruksian suatu sistem koordinat dimulai
dengan pemilihan dan penetapan sebuah titik ruang sebagai titik asal (ori-
gin point). Sering kali titik asal tersebut dipilih untuk menyederhanakan
persamaan-persamaan matematika dari sistem yang dikaji. Sebagai con-
toh, teori Sistem Tata Surya kita akan menjadi lebih kompleks apabila kita
menetapkan titik asal di tempat lain selain dari pada Matahari. Singkatnya,
lokasi titik asal bisa dimana saja, tetapi setelah titik asal tersebut ditetapkan,
bertahanlah dengan pilihan tersebut (konsistenlah).

A1-1.jpg

Gambar 12.7: Sistem Koordinat Kartesius tiga dimensi.

Langkah selanjutnya adalah memilih tiga buah sumbu yang saling tegak
lurus. Sekali lagi, lokasi sumbu-sumbu tersebut bisa sembarang, asalkan
saling tegak lurus. Sumbu-sumbu yang biasa digunakan adalah x, y, dan z,
tetapi kita bisa juga memakai x1 , x2 , dan x3 . Sistem koordinat seperti ini
disebut sistem koordinat Kartesius (Cartesian coordinates system), seperti
terlihat dalam Gambar 1.

161
162KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

A1-2.jpg

Gambar 12.8: Sebuah titik di dalam ruang Kartesius.

Kita mau mendeskripsikan sebuah titik tertentu di dalam ruang, yang


kita namakan titik P. Titik tersebut bisa dilakasikan dengan memberikan
koordinat-koordinat x, y, z pada titik tersebut. Dengsn kata lain, kita mengi-
dentifikasi titik P dengan bilangan-bilangan (x, y, z) yang telah diatur po-
sisinya (lihat Gambar 2). Koordinat x merepresentasikan jarak tegak lurus P
dari bidang yang ditetapkan dengan mengatur x = 0 (lihat Gambar 3). Hal
yang sama berlaku untuk koordinat-koordinat y dan z. Karena koordinat-
koordinat merepresentasikan jarak, maka koordinat-koordinat tersebut diukur
dalam satuan panjang, seperti meter.

A1-3.jpg

Gambar 12.9: Sebuah bidang ditetapkan dengan mengatur x = 0, dan jarak


terhadap P sepanjang sumbu x.

Ketika kita mempelajari gerak, kita membutuhkan pencatatan waktu.


Sekali lagi, kita memulainya dengan sebuah titik asal, yaitu titik nol dari
waktu. Kita bisa memilih Big Bang 6 sebagai titik asal, atau kelahiran Yesus
6
Peristiwa Big Bang dipercaya oleh sebagaian besar Ilmuwan sebagai peristiwa awal
penciptaan alam semesta.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 163

Kristus, atau awal dari sebuah eksperimen. Yang mana saja boleh, tetapi
sekali kita memilih titik asal tersebut, kita jangan mengubahnya.
selanjutnya kita perlu menetapkan arah waktu. Konvensi (kesepakatan)
yang biasa dipakai adalah bahwa waktu positif merupakan masa depan dari
titik asal dan waktu negatif merupakan masa lalunya. Kita bisa melakukan-
nya dengan cara yang lain tapi kita tidak akan melakukannya.
Langkah terakhir, kita membutuhkan satuan standar untuk waktu. Sekon
(detik) merupakan satuan standar yang biasa digunakan oleh para fisikawan,
tetapi jam, nanosekon, atau bahkan tahun juga memungkinkan untuk di-
pakai, tergantung pada konteks kebutuhannya. Sekali kita telah menetapkan
satuan dan titik asal, kita bisa memberi label pada setiap waktu dengan
suatu bilangan t.
Ada dua anggapan yang bersifat implisit dalam mekanika klasik. Yang
pertama adalah bahwa waktu berjalan secara seragam–suatu interval 1 sekon
memiliki makna yang pastinya sama pada segala waktu, seperti pada waktu-
waktu lainnya. Sebagai contoh, nilai tersebut memiliki jumlah detik bagi
sebuah benda yang jatuh dari atas Menara Pisa pada zaman Galileo, seperti
juga pada masa kita saat ini. Satu sekon (atau detik) memiliki arti (jumlah
laju waktu) yang sama pada masa lalu seperti juga pada masa sekarang.
Anggapan lainnya adalah bahwa waktu bisa diperbandingksn pada lokasi-
lokasi yang berbeda. Ini berarti bahwa jam-jam yang ditempatkan ditempat-
tempat yang berbeda bisa disinkronisasikan7 . Asumsi-asumsi ini memberikan
hasil empat buah koordinat–x, y, z, t–mendefinisikan sebuah kerangka acuan.
Setiap event (kejadian) di dalam kerangka acuan tersebut haruslah ditandai
dengan suatu nilai untuk masing-masing koordinat.

A1-4.jpg

Gambar 12.10: Plot dari titik-titik f (t) = t2 .

Misalkan diketahui sebuah fungsi f (t) = t2 , kita bisa memplotkan titik-


titik tersebut pada sebuah sistem koordinat. Kita akan menggunakan salah
sumbu untuk waktu t dan yang lainnya untuk fungsi f (t) (lihat Gambar 4).
7
Sinkronisasi memiliki arti saling menyesuaikan.
164KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

A1-5.jpg

Gambar 12.11: Penggabungan titik-titik plot menjadi kurva.

Kita bisa juga menghubungkan titik-titik untuk membentuk kurva den-


gan mengisi ruang diantara titik-titik tersebut (lihat Gambar 5). Dengan
cara ini kita bisa memvisualisasikan fungsi tersebut.
Latihan 1: Dengan menggunakan kalkulator grafis atau sebuah program
seperti Mathematica, plotlah tiap fungsi berikut:

f (t) = t4 + 3t3 − 12t2 + t − 6


g(x) = sin x − cos x
θ(α) = eα + α ln α
x(t) = sin2 t − cos t

Trigonometri
Dalam fisika kita memanfaatkan trigonometri hampir disetiap saat. Subyek
ini ada dimana-dimana. Jadi anda perlu untuk menjadi lebih familiar dengan
beberapa ide, simbol dan metode yang digunakan dalam trigonometri. untuk
memulainya, di dalam ilmu fisika kita secara umum menggunakan derajat
sebagai sebuah ukuran sudut. Kadang kala kita menggunakan radian. Kita
o
katakan bahwa 2π radian = 3600 , atau 1 radian = 180 π
, sehingga 90o = π2
radian. Jadi 1 radian (disingkat 1 rad) bernilai sekitar 57o (lihat Gambar 6)
Fungsi-fungsi trigonometri didefinisikan dalam gagasan-gagasan dari sifat-
sifat segitiga siku-siku. Gambar 7 mengilustrasikan sebuah segitiga siku-siku
dengan unsur-unsur hypotenusa8 c, sisi dasar b dan ketinggian a. Huruf
Yunani θ adalah sudut yang menghadapi ketinggian a dan huruf Yunani φ
ditetapkan sebagai sudut yang berhadapan dengan sisi dasar b.
8
Hypotenusa adalah garis miring sebuah segitiga siku-siku yang menghubungkan dua
sisi tegak lainnya.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 165

A1-6.jpg

Gambar 12.12: Radian sebagai sudut yang diapit oleh suatu tali busur yang
panjangnya sama dengan jari-jari lingkaran.

A1-7.jpg

Gambar 12.13: Sebuah segitiga siku-siku dengan segmen-segmen atau unsur-


unsur dan sudut-sudut yang ditandai.

Kita mendefinisikan fungsi-fungsi sinus (sin), kosinus (cos) dan tangen


(tan) sebagai rasio atau perbandingan dari sisi-sisi segitiga tersebut dengan
menggunakan relasi berikut
a b sin θ a
sin θ = cos θ = tan θ = =
c c cos θ b
Kita dapat menggambarkan grafik dari fungsi-fungsi ini untuk melihat bagai-
mana ketiganya berubah (lihat Gambar 8-10)
Ada beberapa hal berguna yang penting untuk diketahui dan diingat men-
genai fungsi-fungsi trigonometri. Pertama, kita dapat menggambar sebuah
segitiga di dalam sebuah lingkaran dengan pusat lingkaran menjadi titik asal
dari sebuah sistem koordinat Kartesius, seperti dalam Gambar 11.
Disini garis yang penghubung dengan titik manapun sepanjang kelil-
ing lingkaran membentuk sisi miring (hypotenusa) segitiga siku-siku dan
komponen-komponen horizontal dan vertikalnya membentuk sisi dasar dan
166KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

A1-8.jpg

Gambar 12.14: Grafik fungsi sinus.

A1-9.jpg

Gambar 12.15: Grafik fungsi kosinus.

A1-10.jpg

Gambar 12.16: Grafik fungsi Tangen.

sisi tinggi segitiga siku-siku tersebut. Posisi sebuah titik bisa diuraikan den-
gan dua buah koordinat, x dan y, dimana

x = c cos θ
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 167

A1-11.jpg

Gambar 12.17: Sebuah segitiga siku-siku yang digambar di dalam sebuah


lingkaran.

dan
y = c sin θ
Ini adalah sebuah relasi yang sangat penting diantara segitiga siku-siku dan
lingkaran tersebut.
Misalkan suatu sudut θ tertentu merupakan jumlah atau beda dari dua
buah sudut lainnya yang dituliskan dengan menggunakan huruf-huruf Yunani
α dan β, kita bisa menuliskan sudut θ ini sebagai kombinasi α ± β. Fungsi-
fungsi trigonometri dari α ± β bisa diekspresikan di dalam suku-suku dari
fungsi-fungsi trigonometri dari α dan β,
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β
sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
Sebuah identitas terakhir yang sangat penting adalah
sin2 θ + cos2 θ = 1 (12.18)
(Perhatikanlah bahwa notasi yang dipakai disini adalah sin2 θ = sin θ sin θ).
Persamaan ini adalah sebuah Teorema Pythagoras yang disamarkan. Jika
kita memilih jari-jari lingkaran pada Gambar 11 menjadi 1, maka sisi a
dan b adalah sinus dan kosinus dari θ dan hypotenusanya adalah 1. Per-
samaan(12.25) adalah merupakan relasi yang familiar diantara tiga sisi se-
gitiga siku-siku:
a2 + b2 = c2
168KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Vektor
Notasi vektor adalah merupakan subyek matematika yang sering kali dipela-
jari paling awal dalam setiap pembelajaran ilmu fisika. Dalam bahasan kali
ini kita akan sedikit mereview metode vektor di dalam ruang tiga dimensi
biasa.
Sebuah vektor bisa dipikirkan sebagai sebuah objek yang memiliki pan-
jang (atau magnitudo) dan sebuah arah di dalam ruang. Salah satu con-
tohnya adalah perpindahan. Jika sebuah objek digerakkan atau dipindahkan
dari suatu atau beberapa lokasi awal tertentu, maka tidaklah cukup hanya
mengetahui seberapa jauh objek tersebut berpindah supaya kita tahu kemana
objek tersebut berakhir. Kita harus mengetahui juga arah perpindahannya.
Perpindahan adalah contoh paling sederhana dari sebuah kuntitas (besaran)
vektor. Secara grafis, sebuah vektor digambarkan sebagai sebuah anak panah
dengan panjang dan arah tertentu seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
12.

A1-12.jpg

Gambar 12.18: Sebuah vektor ~r dalam koordinat kartesius.

Secara simbolis, vektor-vektor direpresentasikan dengan meletakkan anak


panah diatas sebuah huruf yang merepresentasikan suatu besaran vektor ter-
tentu. Jadi simbol untuk perpindahan adalah ~r. Magnitudo atau panjang
dari sebuah vektor diekspresikan dalam notasi harga mutlak (absolute value),
sehingga panjang dari vektor ~r adalah |~r|.
Terdapat beberapa operasi yang bisa dilakukan dengan vektor-vektor.
Pertama, kita dapat mengalikannya dengan bilangan-bilangan real biasa.
ketika berurusan dengan vektor-vektor kita akan seringkali berjumpa den-
gan bilangan-bilangan real yang diberikan nama khusus, skalar. Perkalian
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 169

dengan bilangan positif akan melipat gandakan panjang dari vektor sebesar
bilangan positif tersebut. Tetapi kita juga bisa mengalikan vektor dengan
sebuah bilangan negatif, yang mana akan membalik arah vektor serta meli-
pat gandakan panjang vektor tersebut sebesar nilai bilangan negatif terse-
but. Sebagai contoh, −2~r adalah dua kali panjang ~r tapi dengan arah yang
berlawanan.
Vektor-vektor bisa dijumlahkan. Untuk menjumlahkan A ~ dan B,
~ letakkan-
lah kedua vektor tersebut seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 13 untuk
membentuk sebuah bujur sangkar (dengan cara ini arah dari vektor-vektor
akan terjaga). Jumlah vektornya adalah panjang dan sudut dari diagonal
bujur sangkar tersebut.

A1-13.jpg

Gambar 12.19: Penjumlahan vektor.

Jika vektor-vektor bisa dijumlahkan dan dikalikan dengan bilangan negatif,


maka vektor-vektor tersebut juga bisa dilakukan operasi pengurangan.
Latihan 2: Kerjakanlah aturan bagi operasi pengurangan vektor.
Vektor-vektor bisa juga diuraikan ke dalam komponen-komponennya. Kita
Memulainya dengan vektor di dalam koordinat kartesius yang memiliki tiga
sumbu saling tegak lurus x, y, z. Berikutnya, kita mendefinisikan tiga vek-
tor satuan sepanjang sumbu-sumbu tersebut dan memiliki panjang satuan.
Vektor-vektor satuan sepanjang suumbu-sumbu koordinat disebut vektor-
vektor basis. Secara tradisional, vektor-vektor basis bagi koordinat-koordinat
kartesius adalah î, ĵ dan k̂ (lihat Gambar 14). Secara lebih umum, kita
menuliskan ê1 , ê2 dan ê3 ketika kita mengacu pada (x1 , x2 , x3 ), dimana sim-
bolˆdikenal sebagai sebuah carat (dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya
sebagai topi), yang memberitahukan kepada kita bahwa kita sedang beruru-
san dengan vektor-vektor satuan (vektor-vektor basis). Vektor-vektor basis
memiliki manfaat karena setiap vektor V~ bisa dituliskan ke dalam suku-
sukunya dalam cara seperti yang berikut:
V~ = Vx î + Vy ĵ + Vz k̂ (12.19)
170KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

A1-14.jpg

Gambar 12.20: Vektor-vektor basis untuk sistem koordinat Kartesius.

Kuantitas-kuantitas Vx , Vy dan Vz merupakan koefisien-koefisien numerik


yang dibutuhkan untuk menambahkan vektor-vektor basis agar memperoleh
V~ . Kuantitas-kuantitas ini juga disebut sebagai komponen-komponen dari
V~ . KIta bisa mengatakan bahwa Persamaan(12.26) merupakan kombinasi
linear dari vektor-vektor basis. Ini adalah suatu cara khusus yang meny-
atakan bahwa kita menjumlahkan vektor-vektor basis bersama dengan tiap-
tiap faktor yang relevan. Komponen-komponen vektor bisa bernilai positif
maupun negatif. Kita bisa juga menuliskan sebuah vektor sebagai suatu daf-
tar dari komponen-komponennya, dalam kasus ini (vx , vy , vz ). Magnitudo
sebuah vektor bisa diberikan dalam suku-suku komponen-komponennya den-
gan menerapkan Teorema Pythagoras untuk kasus tiga dimensi
q
|V~ | = vx2 + vy2 + vz2 (12.20)

Kita bisa mengalikan sebuah vektor V~ dengan sebuah skalar α, dalam suku-
suku komponen-komponennya dengan memperkalikan tiap-tiap komponen-
nya dengan α.
α · V~ = (αVx , αVy , αVz )
Kita menuliskan jumlah dari dua vektor sebagai jumlah dari komponen-
komponennya yang saling bersesuaian.
~ + B)
(A ~ x = (Ax + Bx )
~ + B)
(A ~ y = (Ay + By )
~ + B)
(A ~ z = (Az + Bz )

Bisakah kita mengalikan sebuah vektor dengan vektor lainnya? Ya, Bisa,
dan terdapat lebih dari satu buah cara. Salah satu jenis perkalian vektor
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 171

yang disebut produk vektor adalah perkalian silang vektor (cross produk, dari
bahasa Inggrisnya cross product) yang menghasilkan vektor lainnya. Untuk
saat ini kita tidak akan mengkhawatirkan mengenai cross produk dan hanya
meninjau metode yang lainnya, dot produk 9 . Dot produk (perkalian titik
atau perkalian skalar) dari dua buah vektor menghasilkan sebuah bilangan
biasa, yang biasa disebut sebuah skalar. Untuk A ~ dan B ~ dot product nya
didefinisikan sebagai berikut
~·B
A ~ = |~a||B|
~ cos θ

disini θ adalah sudut apit diantara dua buah vektor tersebut. Dalam ba-
hasa yang biasa, dot produk adalah perkalian dari magnitudo-magnitudo
dua buah vektor dan kosinus sudut apit kedua buah vektor tersebut.
Perkalian titik (dot produk) bisa juga didefinisikan dalam suku komponen-
komponennya dalam bentuk
~·B
A ~ = Ax Bx + Ay By + Az Bz

rumus ini memudahkan kita untuk menghitung perkalian titik dari komponen-
komponen vektor.
Latihan 3: Tunjukkanlah bahwa magnitudo sebuah vektor memenuhi
~ 2
|A| = A ~ · A.
~
Latihan 4: Misalkan (Ax = 2, Ay = −3, Az = 1) dan (Bx = 2, By = −3,
Bz = 1), hitunglah magnitudo dari A ~ dan B,~ perkalian titik keduanya dan
sudut apit diantara keduanya.
Sebuah sifat penting dari perkalian titik adalah bahwa jika hasil perkalian
titik dua buah vektor adalah nol maka kedua vektor tersbut adalah or-
thogonal (saling tegak lurus). Hal ini penting untuk diingat karena kita
akan memiliki kesempatan untuk menggunakannya dan menunjukkan bahwa
vektor-vektor adalah orthogonal.
Latihan 5: Tentukan yang manakah pasangan vektor-vektor berikut
yang orthogonal. (1, 1, 1), (2, -1, 3), (3, 1, 0), (-3, 0, 2)
Latihan 6: Bisakah anda menjelaskan mengapa perkalian skalar dua
buah vektor yang orthogonal adalah nol?

9
Dalam bahasa Inggris disebut dot product.
172KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Interlude 2: Kalkulus Integral

Pengenalan Kalkulus Integral


Kalkulus diferensial berkaitan dengan laju perubahan. Kalkulus Integral
berkaitan dengan penjumlahan dari banyak kuantitas-kuantitas kecil yang
bertahap. Tidaklah jelas secara langsung bahwa hal-hal ini memiliki kaitan
satu dengan yang lainnya, tetapi, pada kenyataannya adalah demikian.

A2-1.jpg

Gambar 12.21: Sifat dari f (t).

Untuk melihat hal tersebut, mari kita mulai dengan grafik sebuah fungsi
seperti yang ada di dalam Gambar 1. Masalah sentral dari kalkulus integral
adalah untuk menghitung luas wilayah di bawah kurva yang didefinisikan
oleh f (t). Untuk membuat masalah tersebut terdefinisikan dengan baik, kita
meninjau fungsi diantara dua nilai yang kita sebut limit (batas) integrasi,
t = a dan t = b. Luas yang ingin kita hitung adalah wilayah yang ditutupi
bayangan pada Gambar 2.

173
174KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

A2-2.jpg

Gambar 12.22: Limit Integrasi.

Untuk melakukan perhitungan tersebut, kita memecah wilayah terse-


but menjadi persegi-persegi panjang yang tipis dan menjumlahkan luasan-
luasannya (lihat Gambar 3).

A2-3.jpg

Gambar 12.23: Sebuah Ilustrasi Pengintegralan.

Tentu saja hal ini melibatkan sebuah approksimasi (pendekatan), tetapi


cara ini akan menjadi lebih akurat juka kita membuat lebar dari persegi-
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 175

persegi panjang tersebut menjadi sangat kecil sekali atau cenderung mendekati
nol. Untuk melakukan prosedur ini, pertama-tama kita membagi interval di
antara t = a dan t = b menjadi suatu jumlah N subinterval, yang masing-
masingnya memiliki lebar ∆t yang sama.
Tinjaulah persegi panjang yang berlokasi pada suatu nilai t yang spesifik.
Lebarnya adalah |Deltat dan tingginya adalah nilai lokal10 dari f (t). Hal ini
akan menghasilkan luas dari tiap persegi panjang tunggal δA adalah
δA = f (t)∆t
Sekarang kita menjumlahkan seluruh luasan persegi-persegi panjang individ-
ual tersebut untuk memperoleh suatu nilai pendekatan terhadap luas wilayah
yang sedang kita cari. Jawaban penaksirannya adanya adalah
X
A= f (ti )∆t
i
P
dimana i mengindikasikan sebuah penjumlahan beruntun nilai-nilai yang
didefinisikan oleh i. Jadi jika N = 3 maka
3
X
A = f (ti )∆t
i
= f (t1 )∆t + f (t2 )∆t + f (t3 )∆t
disini ti adalah posisi dari persegi panjang ke i sepanjang sumbu t.
Untuk memperoleh jawaban yang eksak (pasti), Kita mengambil limit
yang mana ∆t menyusut menuju nol11 dan jumlah persegi panjang meningkat
menjadi menuju tidak berhingga. Hal tersebut mendefinisikan integral tentu
dari fungsi f (t) diantara limit-limit t = a dan t = b. Kita menuliskannya
sebagai Z b X
A= f (t)dt = lim f (ti )∆t.
a ∆t→0
i
R
Tanda yang disebut summa, menggantikan tanda penjumlahan dan seperti
di dalam kalkulus diferensial, ∆t digantikan oleh dt. Fungsi f (t) disebut
integrand.
Sekarang, marilah kita membuat sedikit perubahan dengan mengganti
salah satu notasi limit integrasi dengan T . Secara khusus, kita mengganti b
dengan T dan meninjau integral
Z T
f (t)dt
a
10
Nilai lokal adalah nilai dari suatu fungsi pada titik tertentu.
11
Nilai ∆t menyusut menuju nol tetapi bukanlah menjadi ∆t = 0.
176KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

dimana kita akan memperlakukan T sebagai sebuah variabel dari pada hanya
sekedar sebuah nilai tertentu dari t. Di dalam kasus ini, integral ini mendefin-
isikan sebuah fungsi T , yang mana bisa mengambil sembarang12 nilai dari t.
Integral ini adalah sebuah fungsi T karena integral ini memiliki sebuah nilai
tertentu untuk tiap nilai T .
Z T
F (T ) = f (t)dt
a

Jadi suatu fungsi f (t) tertentu mendefinisikan sebuah fungsi F (T ) yang ke-
dua. Kita bisa juga membuat suatu variasi, tetapi kita tidak akan melakukan-
nya. Fungsi F (T ) disebut integral tak tentu dari f (t). Integral ini disebut tak
tentu karena dari pada melakukan integral dari sebuah nilai tetap ke nilai
tetap lainnya, kita justru mengintegralkan fungsi tersebut menjadi sebuah
variabel. Kita biasanya menuliskan integral seperti itu tanpa limit integrasi,
Z
F (t) = f (t)dt (12.21)

Teorema dasar kalkulus adalah salah satu dari hasil-hasil yang paling
sederhana dan cantik dalam matemtika. Teorema ini menyatakan bahwa ter-
dapat sebuah hubungan yang dalam dan kuat diantara integral dan turunan
(diferensial atau disebut juga sebagai derivatif). Teorema ini menyatakan
bahwa jika Z
F (T ) = f (t)dt

maka
dF (T )
f (t) =
dt
Untuk melihat hal ini, tinjaulah sebuah perubahan gradual13 yang kecil
dalam T , dari T menjadi T + ∆T . Maka kita memiliki sebuah integral yang
baru, Z T +∆t
F (T + ∆t) = f (t)dt
a
Dalam kata lain kita telah menambahkan satu persegi panjang lagi berlebar
∆t pada t = T pada wilayah yang diarsir dalam Gambar 3.
Faktanya, beda F (T + ∆t) − F (T ) adalah merupakan luasan dari persegi
panjang tambahan tersebut, yang mana terjadi pada f (T )∆t, sehingga

F (T + ∆t) − F (T ) = f (T )∆t
12
Istilah sembarang mengacu pada kebebasan dalam memilih nilai atau fungsi apapun.
13
Yaitu perubahan yang berangsur-angsur dan bertahap secara teratur.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 177

Dengan melakukan pembagian dengan ∆t,


f (T + ∆t) − f (T )
= f (T )
∆t
Kita memperoleh Teorema dasar yang menghubungkan F dan f , ketika kita
mengambil limit dimana ∆t → 0:
dF f (T + ∆t) − f (T )
= lim = f (T )
dT ∆t→0 ∆t
Kita bisa menyederhanakan notasi ini dengan mengaabaikan beda diantara
t dan T ,
dF
= f (t)
dt
Dalam kata lain,proses integrasi dan diferensial adalah bersifat resiprokal
(berbanding terbalik); Turunan dari integral adalah integrand asal.
Bisakah secara lengkap kita menentukan F (t) dengan mengetahui bahwa
turunannya adalah f (t)? Hampir lengkap, tetapi masih tidak cukup. Masal-
hnya adalah bahwa dengan melakukan penambahan sebuah konstanta pada
F (t) tidak akan mengubah turunannya. f (t) yang diberikan, integral tidak
tentunya ambigu, tetapi hanya sampai pada penambahan sebuah konstanta.
Untuk melihat bagaimana teorema dasar kalkulus digunakan, mari ker-
jakan beberapa integral tak tentu. Misalkan kita mencari integral dari sebuah
fungsi pangkat f (t) = tn . Tinjaulah
Z
F (t) = f (t)dt

Integral tersebut mengikuti


dF (T )
f (t) =
dt
atau
dF (t)
tn =
dt
Yang kita perlukan adalah mencari sebuah fungsi yang turunannya adalah
tn , dan hal tersebut mudah.
Pada Kuliah 2 kita menemukan bahwa untuk tiap m,
dtm
= mtm−1
dt
Jika kita melakukan substitusi m = n + 1, persamaan di atas menjadi
dtn+1
= (n + 1)tn
dt
178KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

atau dengan melakukan pembagian dengan dengan n + 1,

dtn+1
= tn
(n + 1)dt

tn+1
Jadi kita menemukan bahwa tn adalah merupakan turunan dari n+1
. Dengan
mensubstitusikan nilai-nilai yang relevan, kita memperoleh

tn+1
Z
F (t) = tn dt =
n+1

Satu-satunya hal yang masih kurang adalah konstanta yang tidak tentu yang
bisa kita tambahkan pada F (t). Kita seharusnya menuliskan

tn+1
Z
tn dt = +c
n+1

dimana c adalah konstanta yang harus ditentukan untuk tujuan tertentu.


Konstanta tak tentu ini berhubungan erat dengan ketidakpastian pemili-
han titik ujung lainnya dari integrasi yang pada awalnya kita sebut a. Untuk
melihat bagaimana a menentukan konstanta tak tentu c, marilah kita menin-
jau integral
Z T
f (t)dt
a

di dalam limit dimana dua limit integrasi muncul bersamaan, yakni T = a.


Di dalam kasus ini, integralnya harus menjadi nol. Anda bisa menggunakan
fakta ini untuk menentukan c.
Pada umumnya, Teorema dasar kalkulus ditulis
Z b
f (t)dt = F (t)kba = F (b) − F (a) (12.22)
a

Cara lain untuk mengekspresikan Teorema dasar kalkulus adalah dengan


sebuah persamaan tunggal
Z
df
= f (t) + c (12.23)
dt

Dalam kata lain,pengintegralan sebuah turunan kembali menghasilkan fungsi


asal (sampai pada konstanta tak tentu yang biasa). Integral dan diferensial
saling membatalkan satu sama lainnya.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 179

Berikut ini terdapat beberapa rumus integral yang sangat penting untuk
diingat:
Z
cdt = ct
Z Z
cf (t)dt = c f (t)dt
t2
Z
tdt = +c
2
tn+1
Z
tn dt = +c
n+1
Z
sin tdt = − cos t + c
Z
cos tdt = sin t + c
Z
et dt = et + c
Z
dt
= ln t + c
t
Z Z Z
[f (t) ± g(t)]dt = f (t)dt ± g(t)dt

Latihan 1: Tentukanlah integral tak tentu dari tiap ekspresi berikut


dengan membalikkan proses diferensiasinya dan dengan menambahkan kon-
stanta:

f (t) = t4
f (t) = cos t
f (t) = t2 − 2

Latihan 2: Gunakanlah Teorema dasar kalkulus untuk mengevaluasi


tiap integral pada Latihan 1 dengan limit-limit integrasi dari t = 0 sampai
t = T.
Latihan 3: Perlakukanlah ekspresi-ekspresi dari Latihan 1 sebagai ekspresi-
ekspresi untuk percepatan sebuah partikel. Integralkan ekspresi-ekspresi
tersebut sekali terhadap waktu dan tentukanlah kecepatan dari masing-masing
ekspresi tersebut dan integralkan lagi untuk kedua kalinya untuk menen-
tukan trayektorinya. Karena kita akan menggunakan t sebagai salah satu
limit integrasi, kita akan mengadopsikan variabel integrasi dummy (boneka)
180KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

t0 . Integralkanlah ekspresi-ekspresi tersebut dari t0 = 0 sampai t0 = t.


Z t
v(t) = t04 dt0
Z0 t
v(t) = cos t0 dt0
Z0 t
v(t) = (t02 − 2)dt0
0

Integral Parsial
Terdapat beberapa trik untuk melakukan integral-integral yang rumit. Salah
satunya triknya adalah dengan melihat pada Tabel Integral. Cara lainnya
adalah menggunakan software Mathematica. Tetapi jika anda mau men-
dorong diri anda sendiri untuk lebih maju dan menyukai tantangan, ada
sebuah trik paling tua yang terdapat di dalam buku-buku text matematika.
Trik tersebut adalah Teknik Integral Parsial. Trik ini hanyalah merupakan
pembalikan dari aturan turunan hasil perkalian. Ingat kembali dari Kuliah
2 bahwa untuk mendiferensialkan sebuah fungsi, yang mana fungsi terse-
but merupakan sebuah produk (atau perkalian) dari dua fungsi lainnya, kita
menggunakan aturan berikut
d[f (x)g(x)] dg(x) df (x)
= f (x) + g(x)
dx dx dx
Sekarang mari integralkan kedua sisi persamaan tersebut diantara batas-
batas a dan b
Z b Z b Z b
d[f (x)g(x)] dg(x) df (x)
= f (x) + g(x)
a dx a dx a dx
Sisi kiri Persamaan diatas mudah diselesaikan; Integral suatu derivatif (derivatif
f g) adalah fungsi itu sendiri (f g). sisi kirinya adalah
f (b)g(b) − f (a)g(a)
yang mana seringkali ditulis dalam bentuk
f (x)g(x)|ba
Sekarang mari kurangkan salah satu dari dua integral pada sisi kanan dan
geser (pindahkan) menuju sisi kiri
Z b Z b
b dg(x) df (x)
f (x)g(x)|a − f (x) = g(x) (12.24)
a dx a dx
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 181

Misalkan kita memilih beberapa integral yang tidak kita kenali, tetapi kita
memperhatikan bahwa integrannya ternyata merupakan perkalian dari suatu
fungsi f (x) dengan turunan dari fungsi lainnya, g(x). Dalam kata lain, sete-
lah melakukan beberapa pemeriksaan, kita melihat bahwa integral memiliki
bentuk seperti pada Persamaan(12.24) , tetapi kita tidak tahu bagaimanakah
melakukannya. Kadang-kadang kita beruntung dan mengenal integral pada
sisi kiri dari suatu persamaan.
Marilah kita mengerjakan sebuah contoh. Misalkan integral yang ingin
kita kerjakan adalah
Z π
2
x cos xdx
0
Tetapi bentuk ini tidak ada di dalam daftar yang kita miliki. Tetapi per-
hatikanlah bahwa
d sin x
cos x =
dx
sehingga integralnya adalah
Z π
2 d sin x
x dx
0 dx

Persamaan(12.24) memberi tahu kita bahwa integral ini sama dengan


Z π
π 2 dx
x sin x|0 −
2
sin xdx
0 dx
atau tepatnya π
Z
π π 2
sin − sin xdx
2 2 0
R
Sekarang menjadi lebih mudah. Integral sin xdx ada pada daftar yang kita
punya: cos x. Saya akan meninggalkan sisanya kepada anda.

Latihan 4: Selesaikanlah evaluasi 0 cos xdx.
2

Anda mungkin membayangkan seberapa sering trik ini bekerja. Jawa-


bannya adalah cukup sering, tetapi tentunya tidak selalu. Semoga sukses.
182KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET
Interlude 3: Diferensial Parsial

Turunan-Turunan Parsial
Kalkulus Fungsi Multivariabel adalah sebuah generalisasi yang langsung dari
kalkulus variabl tunggal. Dari pada hanya sekedar sebuah fungsi bervariabel
tunggal t, tinjaulah sebuah fungsi dengan beberapa variabel. Untuk menglus-
trasikannya,dengan kembali memakai variabel-variabel x, y, z, walaupun variabel-
variabel tersebut tidak harus mewakili koordinat-koordinat dari ruang yang
biasa. Lebih lagi, bisa terdapat lebih banyak lagi koordinat atau pun ku-
rang dari pada tiga buah koordinat. Misalkan kita juga meninjau sebuah
fungsi dari variabel-variabel ini, V (x, y, z). Untuk setiap nilai x, y, z, terda-
pat sebuah nilai tunggal (unik) dari V (x, y, z) yang kita asumsikan berubah
secara smooth(licin atau mulus), ketika kita memvariasikan nilai-nilai dari
koordinat-koordinatnya.
Kalkulus diferensial multivariabel berputar disekitar konsep derivatif (yaitu
turunan) parsial. Anggaplah kita sedang menguji titik-titik yang berdekatan
dari sebuah titik x, y, z dan kita ingin mengetahui rate pada yang mana
V berubah ketika kita mengubah x sedangkan y dan z dijaga tetap. KIta
pasti dapat membayangkan bahwa y dan z adalah parameter-parameter yang
tetap, sehingga satu-satu variabelnya adalah x. Turuna dari V didefinisikan
oleh
dV ∆V
= lim (12.25)
dx ∆x→0 ∆x

dimana ∆V didefinisikan oleh

∆V = V ([x + ∆x], y, z) − V (x, y, z) (12.26)

Perlu dicatat bahwa di dalam pendefinisian ∆V , hanya x yang mengalami


pergeseran nilai, y dan z nilainya dijaga tetao.
Turunan yang didefinisikan oleh Persamaan(12.25) dan Persamaan(12.26)
disebut turunan parsial V terhadap x dan dituliskan sebagai
∂V
∂x
183
184KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

atau ketika kita ingin menegaskan bahwa y dan z dijaga tetap,


 
∂V
∂x y,z

Dengan menggunakan metode yang sama, kita bisa mengkonstruksikan


turunan parsial terhadap salah satu dari dua variabel yang lainnya:
∂V ∆V ∂V ∆V
= lim ; = lim
∂y ∆y→0 ∆y ∂z ∆z→0 ∆z
Sebuah penulisan singkat bagi turunan parsial V terhadap variabel y dan
variabel z adalah
∂V ∂V
= ∂y V dan = ∂z V
∂y ∂z
Turunan berganda14 juga mungkin dilakukan. Jika kita memikirkan ∂V ∂x
sebagai sebuah fungsi dari x, y, z maka itu bisa didiferensialkan. Jadi kita
bisa mendefinisikan turunan parsial orde kedua terhadap x:
∂ 2V
 
∂V
= ∂x = ∂xx V
∂x2 ∂x
Turunan parsial campuran juga bisa dilakukan. Sebagai contoh, kita bisa
mendiferensialkan ∂y V terhadap x:
∂ 2V
 
∂V
= ∂x = ∂xy V.
∂x∂y ∂y
Terdapat suatu fakta yang menarik dan penting, bahwa turunan campuran
tidak bergantung pada urutan, pada yang mana derivatif dilakukan. Dalam
kata-kata lain
∂ 2V ∂ 2V
=
∂x∂y ∂y∂x
Latihan 1:Hitunglah semua turunan parsial yang pertama dan kedua,
termasuk turunan-turunan campuran dari fungsi-fungsi berikut ini
• x2 + y 2 = sin(x, y)

x x2 +y 2
• y
e

• ex cos y
14
Atau bisa disebut juga turunan dengan orde yang lebih tinggi atau juga turunan
campuran.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 185

Titik-Titik Stasioner dan Fungsi-Fungsi mini-


mal
Mari melihat sebuah fungsi dari y yang mana kita menyebutnya F (lihat
Gambar 1)

A3-1.jpg

Gambar 12.24: Plot fungsi F (y).

Perhatikanlah bahwa terdapat tempat-tempat pada kurva dimana suatu


pergeseran pada y dalam arah apapun hanya menghasilkan suatu pergeseran
ke atas dalam F . Titik-titik ini disebut local minima(lokal minimal). Dalam
Gambar 2 kita telah menambahkan titik-titik untuk menandai lokal minimal
tersebut.

A3-2.jpg

Gambar 12.25: Lokal minimal.

Untuk masing-masing lokal minimum, ketika anda menuju salah satu arah
sepanjang sumbu y, anda mulai untuk mengangkat ke atas titik pada F (y).
186KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

Masing-masing titik tersebut berada pada bagian terbawah dari suatu daerah
terendah yang sempit. Global minimum (minimum global) adalah merupakan
tempat terandah yang mungkin pada kurva.
Salah satu syarat bagi suatu lokal minimum adalah bahwa turunan fungsi
tersebut terhadap variabel bebasnya pada titik tersebut adalah nol. Ini
adalah syarat yang diperlukan, tetapi bukanlah sebuah syarat yang men-
cukupi. Persyaratan ini mendefinisikan sembarang titik stasioner

dF (y)
= 0.
dy

Persyaratan yang kedua menguji untuk mencari tahu apakah karakter dari
suatu titik stasioner adalah dengan menguji turunan keduanya. JIka turunan
keduanya lebih besar dari pada nol, maka seluruh titik-titik didekatnya akan
berada di atas titik stasioner, dan kita memiliki sebuah lokal minimum:

dF 2 (y)
> 0.
dy 2

Jika turunan keduanya kurang dari pada nol, maka seluruh titik-titik didekat
titik tersebut berada dibawah titik stasioner, dan kita memiliki sebuah lokal
maksimum:
dF 2 (y)
< 0.
dy 2
Lihat Gambar 3 untuk contoh lokal maksimal (local maxima).

A3-3.jpg

Gambar 12.26: Lokal maksimal.

Jika turunan keduanya sama dengan nol, maka turunannya berubah dari
positif menjadi negatif pada titik stasioner, yang mana kita menyebutnya
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 187

sebuah titik infleksi (titik balik):

dF 2 (y)
= 0.
dy 2

A3-4.jpg

Gambar 12.27: Titik Infleksi.

Ini adalah hasil-hasil secara kolektif yang didapat dari suatu pengujian
turunan kedua dari suatu fungsi.

Titik-Titik Stasioner Pada Dimensi yang Lebih


Tinggi
Lokal maksimum, lokal minimum dan titik stasioner lainnya bisa terjadi pada
fungsi-fungsi yang memiliki lebih dari satu variabel. Bayangkanlah suatu
bentuk permukaan tanah yang berbukit-bukit. Ketinggiannya adalah sebuah
fungsi yang bergantung pada dua buah koordinat, yaitu lintang dan bujur,
sebut saja A(x, y). Puncak-puncak bukitnya adalah lokal-lokal maksimum
dari A(x, y) dan dasar-dasar lembahnya lokal-lokal minimum dari A(x, y).
Tetapi puncak-puncak dan lembah-lembah tersebut bukanlah satu-satunya
188KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

tempat dimana bentuk permukaan tanah yang berbukit-bukit tersebut hor-


izontal secara lokal. Titik saddle (pelana) terjadi di antara dua bukit. Kita
dapat melihat contohnya di dalam Gambar 5.

A3-5.jpg

Gambar 12.28: Sebuah fungsi dari beberapa variabel.

Puncak bukit merupakan tempat kemanapun kita bergerak, anda akan


segera bergerak menuruninya. Dasar-dasar lembah adalah kebalikannya;
seluruh arah menuntun kita ke atas permukaan tanah yang lebih tinggi.
Tetapi keduanya adalah tempat dimana tanahnya (ground ) rata.
Terdapat tempat-tempat lainnya dimana tanahnya rata. Di antara dua
buah bukit kita dapat menemukan tempat yang disebut saddle (pelana).
Titik-titik pelana adalah rata tetapi sepanjang salah satu sumbu ketinggian-
nya meningkat secara cepat kearah mana saja. Sepanjang arah tegak lurus
yang lainnya, ketinggiannya menurun. Semua titik-titik ini disebut titik-titik
stasioner.
Misalkan kita membuat suatu irisan sepanjang sumbu x supaya irisan
tersebut melewati sebuah lokal minimum A, lihat Gambar 6.
Terlihat bahwa pada titik minimum, turunan A terhadap x lenyap15 , kita
menuliskannya:
∂A
= 0.
∂x
Pada sisi yang lain, irisan bisa jadi telah terorientasikan sepanjang sumbu y,
dan kita akan menyimpulkan bahwa
∂A
= 0.
∂y
15
Istilah lenyap dipakai bagi sebuah fungsi ataupun turunannya yang bernilai nol pada
suatu titik tertentu.
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 189

A3-6.jpg

Gambar 12.29: Sebuah irisan sepanjang sumbu x.

Untuk memiliki sebuah minimum, atau untuk memperoleh titik stasioner


apapun, kedua turunan tersebut haruslah lenyap. Jika terdapat lebih banyak
arah ruang pada yang mana A bisa bervariasi, maka persyaratan untuk se-
buah titik stasioner diberikan oleh:

∂A
= 0. (12.27)
∂xi

untuk semua xi .
Terdapat suatu cara singkat merangkum Persamaan-Persamaan ini. In-
gat bahwa perubahan dalam sebuah fungsi ketika titik x divariasikan sedikit
diberikan oleh
X ∂A
δA = δxi . (12.28)
i
∂xi

Himpunan Persamaan(12.27) setara dengan persyaratan

δA = 0 (12.29)

untuk setiap variasi kecil dari x.


Anggap kita menemukan sebuah titik stasioner. Bagaimana cara kita
menentukan apakah itu suatu titik maksimum, titik minimum ataukah titik
pelana? Jawabannya adalah sebuah generalisasi kriteria bagi sebuah vari-
abel tunggal. KIta lihat pada turunan-turunan keduanya. Tetapi terdapat
190KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

beberapa turunan kedua. Untuk kasus dua dimensi kita memiliki

∂ 2A
,
∂x2
∂ 2A
,
∂y 2
∂ 2A
,
∂x∂y
∂ 2A
,
∂y∂x

Kedua turunan yang paling terakhir adalah sama karena untuk kasus turunan
campuran, urutan diferensialnya tidaklah penting.
Turunan-turunan parsial ini sering kali diatur ke dalam sebuah matriks
khusus yang disebut matriks Hessian
2 2
!
∂ A ∂ A
∂x2 ∂x∂y
H = ∂2A ∂2A (12.30)
∂y∂x ∂y 2

Kuantitas-kuantitas penting, yang disebut determinan dan trace16 , bisa dibuat


dari matriks ini. Determinan diberikan oleh

∂ 2A ∂ 2A ∂ 2A ∂ 2A
det H = − (12.31)
∂x2 ∂y 2 ∂y∂x ∂x∂y

dan trace-nya diberikan oleh

∂ 2A ∂ 2A
TrH = + (12.32)
∂x2 ∂y 2

Matriks, determinan dan trace mungkin tidaklah berarti banyak bagi anda
saat ini, khususnya hal-hal yang melampaui definisi-definisi ini, tetapi jika
anda mengikuti kuliah-kuliah ini sampai pada topik yang berikutnya, Mekanika
Kuantum, istilah-istilah tersebut akan menjadi sangat penting. Untuk saat
ini yang anda butuhkan adalah definisi-definisi dan aturan-aturan yang berikut:

• Jika determinan dan trace dari Hessian adalah positif maka titiknya
adalah sebuah lokal minimum.

16
Trace
P adalah istilah bagi penjumlahan elemen-elemen diagonal utama sebuah matriks,
yaitu i aii .
12.7. HUKUM-HUKUM KEPLER 191

• Jika determinannya positif dan tracenya negatif maka titiknya adalah


sebuah lokal maksimum.

• Jika determinannya negatif dan tanpa memandang trace-nya, titiknya


adalah titik pelana.
Namun ada sebuah peringatan, aturan-aturan ini secara khusus berlaku
pada fungsi-fungsi dua variabel. Melebihi itu, aturan-aturannya menjadi
lebih kompleks. Untuk sekarang, tidak ada satu pun dari hal-hal ini nam-
pak, tetapi tetap memampukan kita untuk menguji berbagai jenis fungsi dan
mencari titik-titik stasionernya yang berbeda. Sebagai contoh tinjaulah

F (x, y) = sin x + sin y

Pendiferensialan menghasilkan
∂F ∂F
= cos x; = cos y
∂x ∂y
Ambilah titik x = π2 , y = π2 . Karena cos π2 = 0, kedua turunannya adalah nol
dan titik tersebut adalah sebuah titik stasioner.
Sekarang, untuk mencari jenis dari titik stasioner tersebut, kita menghi-
tung turunan keduanya:
∂ 2F
= − sin x,
∂x2
∂ 2F
= − sin y,
∂y 2
∂ 2F ∂ 2F
= = 0.
∂x∂y ∂y∂x
Karena sin π2 = 1, kita melihat bahwa determinannya adalah

−1 0
|H| = =1
0 −1
adalah positif. Trace-nya:

TrH = (−1) + (−1) = −2

adalah negatif, sehingga kita memiliki sebuah determinan yang positif dan
trace negatif, maka titik tersebut adalah sebuah titik maksimum.
Latihan 2: Tinjaulah titik-titik (x = π2 , y = − π2 ), (x = − π2 , y = π2 ), (x =
− 2 , y = − π2 ). Apakah titik-titik ini stasioner dari fungsi-fungsi berikut?
π
192KULIAH 12. GAYA SENTRAL DAN ORBIT-ORBIT PLANET

• F (x, y) = sin x + sin y

• F (x, y) = cos x + cos y

Jika demikian, apakah jenisnya?

Anda mungkin juga menyukai