Disusun Oleh :
Nama : Firdhianza Anggy Christiadi
Nim : 202103056
2. Penyebab Fraktur.
Menurut Helmi (2012, hlm.25) penyebab fraktur yaitu:
a. Fraktur traumatik.
Fraktur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun trauma tidak
langsung.
b. Fraktur patologis.
Fraktur yang disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang (Misal: tumor).
c. Fraktur stress.
Fraktur yang disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu termpat
tertentu.
3. Klasifikasi Fraktur.
Klasifikasi fraktur menurut Risnanto (2014, hlm.182) yaitu:
a. Fraktur Tertutup.
Patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau lokasi fraktur
yang tidak dicemari oleh dunia luar.
b. Fraktur Terbuka.
Patah tulang yang sampai menembus kulit dan tulang berhubungan dengan
dunia luar.
c. Fraktur Komplet.
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran (dari
posisi yang normal).
d. Fraktur Inkomplet.
Patah tulang yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Fraktur Kominitif.
Fraktur dengan kondisi tulang pecah menjadi beberara fragmen.
4. Patofisiologi.
Terjadinya trauma langsung atau tidak langsung serta kondisi tulang yang
patologis serta trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut menyebabkan pergeseran fragmen tulang
atau diskontinuitas tulang. Jika terjadi diskontiunitas tulang maka akan terjadi
perubahan jaringan sekitar seperti pergeseran fragmen tulang yang dapat
menyebabkan deformitas atau perubahan bentuk. Spasme otot yang dapat
menyebabakan peningkatan tekanan kapiler sehingga memacu pelepasan histamin
dan ,enyebabkan protein plasma hilang yang berakibat terjadi edema serta terjadi
laterasi kulit yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan perdarahan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hlm. 12).
6.
6. Pathways.
Hambatan
Mobilitas Fisik Jaringan tidak kuat
Fraktur
Trauma jaringan
Gangguan
Integritas Kulit
Luka terbuka
Nyeri
akut
Port de entri
Pertahanan sekunder
tubuh tidak adekuat Tindakan pembedahan
Resiko
Infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik.
a. MRI.
Teknik pencitraan khusus yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
b. Foto rontgen.
Sinar X dapat menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan
perubahan hubungan tulang. Sinar X pada tulang dapat menunjukan adanya
pelebaran atau penyempitan serta iregularitas, sedangkan Sinar X pada sendi
dapat menunjukan adanya cairan, penyempitan dan perubahan struktur sendi.
c. CT-Scan.
CT-Scan menunjukan rincian bidang tertentutulang yang terkena
serta dapat memperlihatkan cidera ligament ataupun tendon. CT-Scan juga
dapat mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit di evaluasi seperti fraktur asetablum atau fraktur badan vertebra.
d. Biopsi.
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot dan
synovial untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
e. Pemeriksaan Laboratorium.
a) Pemeriksaan darah lengkap.
Hb : Pada pemeriksaan Hb biasanya lebih rendah bila terjadi
perdarahan karna trauma.
9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Teknik Imobilisasi
a) Pembidaian : merupakan benda keras yang ditempatkan pada
daerah sekeliling tulang.
b) Gips : Bahan yang kuat, yang di bungkus di sekitar tulang yang
patah.
c) Gips Lengan Pendek : Gips yang dipasang di bawah siku sampai
lipatan tangan dan melingkar erat di dasar ibu jari
d) Gips Lengan Panjang : Gips dipasang memanjang dari segitiga lipat
ketiak sampai disebelah proximal lipatan telapak tangan (posisi
tegak lurus).
2) Terapi Obat
a) Analgesik : Menurunkan keluhan nyeri.
b) Kortikosteroid : Beperan banyak pada sistem fisiologis
misalnya, pengaturan inflamasi.
c) Antibiotik : seperti ceftriaxone, gentamicin.
3) Rehabilitas muskuloskelektal
Berfungsi untuk mengembalikan fungsi dan meningkatkan serta
mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskelektal dalam kondisi
yang paling dapat diterima dan kemandirian yang optimal.
b. Keperawatan
1) Memberikan pendidikan kesehatan fraktur
2) Melakukan perawatan bidai
3) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Monitoring tanda-tanda infeksi
A. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Keluhan Utama.
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori.
b. Riwayat Klinis.
c. Riwayat Kesehatan masa lalu.
Kelainan muskuloskelektal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur).
d. Pengkajian psiko-sosioal-kultural.
e. Pengkajian fisik muskuloskelektal.
1) Pengkajian fisik secara umum.
2) Pengkajian fisik lokalis.
Inspeksi(look).
Palpasi(feel)
Penilaian gerakan baik pergerakan aktif maupun pasif (move).
3) Pengkajian sendi.
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan,
deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.
4) Pengkajian otot.
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah
posisi, kekuatan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut.
b. Hambatan mobilitas fisik.
c. kerusakan integritas kulit.
d. Ansietas.
e. Resiko infeksi.
3. Intervensi Keperawatan.
a. Nyeri akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
nyeri berkurang skala 0-2.
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat mengontrol nyeri dengan teknik rekalsasi.
2) Skala nyeri berkurang jadi skala 0-2.
3) TTV normal TD:120/80 mmHg HR:80-100x/mnt RR:20x/mnt S:36-
37C.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
8) Tingkatkan istirahat.
10) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali.
d. Diagnosa 4. Ansietas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
berkurang.
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batasan normal.
2) Klien mengetahui prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3) Klien terlihat relax.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda ansietas.
2) Anjurkan keluarga tetap menemani klien.
3) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
4) Ajarkan teknik relaksasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antiansietas jika perlu.
Black, J.M & Hawks, J. H. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Eds.8. Buku 1. Alih
Medika
Smeltzer, S. C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC