Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan KMB


Dosen Pengampu : Devi Setya Putri., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh :
Nama : Firdhianza Anggy Christiadi
Nim : 202103056

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


PROGRAM STUDI S1 NERS ILMU KEPERAWATAN
2022
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian Fraktur .
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang biasanya terjadi karena
benturan langsung maupun tak langsung baik dengan benda keras maupun
tumpul yang mengakibatkan retak atau patahnya tulang sehingga terputusnya
jaringan tulang. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur
lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah.
(Kowalak, 2014, hlm.403).
Fraktur merupakan istilah dari terjadinya kontinuitas tulang baik yang
bersifat total (patah semua) ataupun yang bersifat sebagian yang disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012, hlm.24).

2. Penyebab Fraktur.
Menurut Helmi (2012, hlm.25) penyebab fraktur yaitu:
a. Fraktur traumatik.
Fraktur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun trauma tidak
langsung.
b. Fraktur patologis.
Fraktur yang disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang (Misal: tumor).
c. Fraktur stress.
Fraktur yang disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu termpat
tertentu.

3. Klasifikasi Fraktur.
Klasifikasi fraktur menurut Risnanto (2014, hlm.182) yaitu:
a. Fraktur Tertutup.
Patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau lokasi fraktur
yang tidak dicemari oleh dunia luar.
b. Fraktur Terbuka.
Patah tulang yang sampai menembus kulit dan tulang berhubungan dengan
dunia luar.
c. Fraktur Komplet.
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran (dari
posisi yang normal).
d. Fraktur Inkomplet.
Patah tulang yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Fraktur Kominitif.
Fraktur dengan kondisi tulang pecah menjadi beberara fragmen.

4. Patofisiologi.
Terjadinya trauma langsung atau tidak langsung serta kondisi tulang yang
patologis serta trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut menyebabkan pergeseran fragmen tulang
atau diskontinuitas tulang. Jika terjadi diskontiunitas tulang maka akan terjadi
perubahan jaringan sekitar seperti pergeseran fragmen tulang yang dapat
menyebabkan deformitas atau perubahan bentuk. Spasme otot yang dapat
menyebabakan peningkatan tekanan kapiler sehingga memacu pelepasan histamin
dan ,enyebabkan protein plasma hilang yang berakibat terjadi edema serta terjadi
laterasi kulit yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan perdarahan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hlm. 12).

Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka pembuluh darah di


korteks, sumsum tulang dan jaringan saraf di sekitarnya akan mengalami derupsi,
hematom akan di bentuk diantara kedua ujung pertahanan tulang serta dibawah
peroskum dan akhirnya jaringan granuksi menggantikan hematom tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respon inflamasi yangmenyebabkan sel-sel
dari jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan mengalami
peningkatan. Selsel osteolekosit di dalam periosteron, endokrin dan sumsum
tulang akan memproduksi osteoid (tulang mudadari jaringan kolagen yang belum
mengalami kansifeksi yang sering disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras di
sepanjang permukaan luas kurpus tulang dan pada ke dua ujung patahan tulang.
Selsel osteofrosis mereabsorbsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya
dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut, kemudian osteoblast
mengadakan transformasi menjadi osteosit (Kowalak, 2014, hlm.122).

5. Tanda dan Gejala Fraktur.


Tanda dan gejala fraktur Black & Hawks (2015, hlm.2359) yaitu:
a. Nyeri.
Nyeri dirasakan secara terus menerus dan bertambah berat sampai
fraktur tulang di imobilisasi.
b. Pemendekan ekstremitas.
Pemendekan tulang yang terjadi sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
c. Krepitus.
Saat pemeriksaan dengan tangan, teraba adanya derik tulang
(krepitus) yang teraba akibat gesekan antara fragmen tulang satu dengan
lainnya.
d. Pembengkakan lokal dan perubahan warna.
Pembekakan dan perubahan warna di akibatkan trauma setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera.

6.
6. Pathways.

Trauma tunggal Patologis Trauma berulang

Kerusakan tulang Trauma eksternal lebih


dari kekuatan tulang
Kekuatan otot dan kemampuan
gerak kurang
Tulang tidak mampu
menahan trauma

Hambatan
Mobilitas Fisik Jaringan tidak kuat

Fraktur

Kontinuitas jaringan Pergeseran fragmen tulang


terputus yang patah

Trauma jaringan
Gangguan
Integritas Kulit

Luka terbuka
Nyeri
akut

Port de entri

Pertahanan sekunder
tubuh tidak adekuat Tindakan pembedahan

Masuknya mikroorganisme Ansietas

Resiko
Infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik.
a. MRI.
Teknik pencitraan khusus yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
b. Foto rontgen.
Sinar X dapat menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan
perubahan hubungan tulang. Sinar X pada tulang dapat menunjukan adanya
pelebaran atau penyempitan serta iregularitas, sedangkan Sinar X pada sendi
dapat menunjukan adanya cairan, penyempitan dan perubahan struktur sendi.
c. CT-Scan.
CT-Scan menunjukan rincian bidang tertentutulang yang terkena
serta dapat memperlihatkan cidera ligament ataupun tendon. CT-Scan juga
dapat mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit di evaluasi seperti fraktur asetablum atau fraktur badan vertebra.
d. Biopsi.
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot dan
synovial untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
e. Pemeriksaan Laboratorium.
a) Pemeriksaan darah lengkap.
Hb : Pada pemeriksaan Hb biasanya lebih rendah bila terjadi
perdarahan karna trauma.

b) Pengkajian kimia darah.


Kadar fosfatane alkali meningkat selama penyembuhan patah
tulang. Metabolism tulang dapat di evaluasi melalui pengkajian tiroid dan
penentuan kadar kalsitonin, hormone paratiroid (PTH) dan vitamin D.
kadar enzyme serum cratinine kinase (CK) dan serum glutamic-
oksaloasetik transaminase (SGOT, asparpat amino transferase) meningkat
pada kerusakan otot.
8. Komplikasi.
Menurut Black & Hawks (2015, hlm.2366) komplikasi fraktur yaitu:
a. Syok.
Syok yang terjadi biasanya adalah syok hipovolemik yang
disebabkan oleh perdarahan dan kehilangan cairan yang rusak akibat fraktur.
b. Sindrom emboli lemak.
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah akibat
tekanan sum-sum tulang yang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula
lemak tersebut akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok ke otak, paru, ginjal dan
oragan lain.gejala klinisnya berupa sesak napas, demam, ruam ptekie,
gangguan neurologis.
c. Sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Sindrom kompartemen otot
terjadi ketika penurunan ukuran kompartemen otot akibat fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips yang menjerat peningkatan isi
kompartemen otot karna edema atau perdarahan sehubung dengan berbagai
masalah (misal, iskemia dan cidera). tand-rtanda khas dari sinrom
kompartemen yaitu : pain (nyeri), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor
(pucat pada bagian distal), parestesia (tidak ada sensasi), pulselessness (tidak
ada denyut nadi, perubahan nadi dan CRT < 3 detik pada bagian distal).

9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Teknik Imobilisasi
a) Pembidaian : merupakan benda keras yang ditempatkan pada
daerah sekeliling tulang.
b) Gips : Bahan yang kuat, yang di bungkus di sekitar tulang yang
patah.
c) Gips Lengan Pendek : Gips yang dipasang di bawah siku sampai
lipatan tangan dan melingkar erat di dasar ibu jari
d) Gips Lengan Panjang : Gips dipasang memanjang dari segitiga lipat
ketiak sampai disebelah proximal lipatan telapak tangan (posisi
tegak lurus).

2) Terapi Obat
a) Analgesik : Menurunkan keluhan nyeri.
b) Kortikosteroid : Beperan banyak pada sistem fisiologis
misalnya, pengaturan inflamasi.
c) Antibiotik : seperti ceftriaxone, gentamicin.

3) Rehabilitas muskuloskelektal
Berfungsi untuk mengembalikan fungsi dan meningkatkan serta
mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskelektal dalam kondisi
yang paling dapat diterima dan kemandirian yang optimal.

b. Keperawatan
1) Memberikan pendidikan kesehatan fraktur
2) Melakukan perawatan bidai
3) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Monitoring tanda-tanda infeksi

A. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Keluhan Utama.
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori.
b. Riwayat Klinis.
c. Riwayat Kesehatan masa lalu.
Kelainan muskuloskelektal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur).
d. Pengkajian psiko-sosioal-kultural.
e. Pengkajian fisik muskuloskelektal.
1) Pengkajian fisik secara umum.
2) Pengkajian fisik lokalis.
Inspeksi(look).
Palpasi(feel)
Penilaian gerakan baik pergerakan aktif maupun pasif (move).
3) Pengkajian sendi.
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan,
deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.
4) Pengkajian otot.
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah
posisi, kekuatan otot.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut.
b. Hambatan mobilitas fisik.
c. kerusakan integritas kulit.
d. Ansietas.
e. Resiko infeksi.

3. Intervensi Keperawatan.
a. Nyeri akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
nyeri berkurang skala 0-2.
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat mengontrol nyeri dengan teknik rekalsasi.
2) Skala nyeri berkurang jadi skala 0-2.
3) TTV normal TD:120/80 mmHg HR:80-100x/mnt RR:20x/mnt S:36-
37C.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasiObservasi

reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

2) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.

3) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

4) Kurangi faktor presipitasi nyeri.

5) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

6) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,

distraksi, kompres hangat/ dingin.

7) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ketorolac.

8) Tingkatkan istirahat.

9) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

10) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

kali.

11) Ciptakan lingkungan nyaman dan mendukung

b. Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatn selam 3x24 jam hambatan mobilitas
fisik berkurang.
Kriteria Hasil :
1) TTV normal TD : 120/80mmHg, Nadi:80-100 x/mnt, S : 36-37 c, RR:20
x/mnt.
2) Pasien mampu memenuhi KDM sendiri sesuai kemampuan
3) Ambulasi pasien meningkat
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital.
2) Bantu dalam ADL.
3) Manajemen lingkungan.
4) Bantu perawatan diri.
5) Pencegahan jatuh.
6) Lakukan rom pasif.
7) Kaji tingkat kemampuan.
8) Perawatan imobilisasi.
9) Posisikan kesejajaran tubuh sesuai.
10) Pertahankan posisi.
11) Monitor adanya komplikasi mobilisasi.
12) Monitor kemampuan mandiri pasien.
13) Beri penkes tentang fraktur.

c. Diagnosa 3 kerusakan integritas kulit b.d proses pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
kerusakan integritas jaringan menurun.
KH :
1) Integritas kulit normal (tidak terdapat pus, luka tidak terjadi infeksi dan
tidak iritasi)
Intervensi :
1) Monitor ttv
2) Perawatan luka
3) Observasi adanyan kemerahan, bengkak, dan nyeri.
4) Monitor tanda tanda gangguan akibat elastikbands.
5) Berikan bantalan pada elastikbands.
6) Lakukan ganti balut.
7) Jaga luka agar tetap lembab.
8) Monitor warna luka, udem, dan tanda gejala infeksi.
9) Beri penkes tentang post orif.
10) Kolaborasi pemberian terapi antibiotik.

d. Diagnosa 4. Ansietas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
berkurang.
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batasan normal.
2) Klien mengetahui prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3) Klien terlihat relax.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda ansietas.
2) Anjurkan keluarga tetap menemani klien.
3) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
4) Ajarkan teknik relaksasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antiansietas jika perlu.

e. Diagnosa 5. Resiko infeksi


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Keparahan infeksi ( kemerahan tidak terjadi, demam tidak terjadi, nyeri
tidak terjadi).
Intervensi :
1) Monitoring tanda dan gejala infeksi.
2) Lakukan perawatan kulit pada daerah yang edema.
3) Pertahankan teknik aseptic.
4) Anjurkan memeriksa kondisi luka.
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M & Hawks, J. H. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Eds.8. Buku 1. Alih

Bahasa : Mulyanto,dkk. Singapura:Elseveir

Gloria, H. K. (2013). Nurshing interventions classification (NIC). Elsevier

Helmi, & Zairin, N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskelektal. Jakarta:Salemba

Medika

Herdman, T. Heather. (2016). NANDA internasional diagnosis keperawatan: definisi

dan klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta: EGC

Muttaqin,A. (2011). Buku Saku Gangguan Muskoskeletal. Jakarta:EGC

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta:Mediaction

Risnanto. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem

Muskuloskelektal. Yogyakarta: Deep Publish

Saferi, A. (20130.KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan

Contoh Askep. Yogyakarra: Nuha Medika

Smeltzer, S. C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :

EGC

Soeparman. (2013).Ilmu penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai