Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

DIRUANG DAHLIA RSUD AMBARAWA

Disusun oleh :
Sonia Wahyu Novianingrum
5.19.086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2019
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang biasanya terjadi karena benturan
langsung maupun tak langsung baik dengan benda keras maupun tumpul yang
mengakibatkan retak atau patahnya tulang sehingga terputusnya jaringan tulang.
Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. (Kowalak,
2014, hlm.403). Fraktur merupakan istilah dari terjadinya kontinuitas tulang baik
yang bersifat total (patah semua) ataupun yang bersifat sebagian yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012, hlm.24)

2. Penyebab Fraktur
Menurut Helmi (2012, hlm.25) penyebab faktur yaitu:
a. Fraktur traumatik
Fraktur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun trauma tidak
langsung.
b. Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang (Misal, tumor)
c. Fraktur stress
Fraktur yang disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu termpat
tertentu.

3. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Risnanto (2014, hlm.182) yaitu:
a. Fraktur Tertutup
Patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau lokasi fraktur
yang tidak dicemari oleh dunia luar.
b. Fraktur Terbuka
Patah tulang yang sampai menembus kulit dan tulang berhubungan dengan
dunia luar.
c. Fraktur Komplet
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran (dari
posisi yang normal).
d. Fraktur Inkomplet
Patah tulang yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Fraktur Kominitif
Fraktur dengan kondisi tulang pecah menjadi beberara fragmen.

4. Patofisiologi
Terjadinya trauma langsung atau tidak langsung serta kondisi tulang yang
patologis serta trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut menyebabkan pergeseran fragmen tulang
atau diskontinuitas tulang. Jika terjadi diskontiunitas tulang maka akan terjadi
perubahan jaringan sekitar seperti pergeseran fragmen tulang yang dapat
menyebabkan deformitas atau perubahan bentuk. Spasme otot yang dapat
menyebabakan peningkatan tekanan kapiler sehingga memacu pelepasan histamin
dan ,enyebabkan protein plasma hilang yang berakibat terjadi edema serta terjadi
laterasi kulit yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan perdarahan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hlm. 12)

Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka pembuluh darah di korteks,
sumsum tulang dan jaringan saraf di sekitarnya akan mengalami derupsi,
hematom akan di bentuk diantara kedua ujung pertahanan tulang serta dibawah
peroskum dan akhirnya jaringan granuksi menggantikan hematom tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respon inflamasi yangmenyebabkan sel-sel
dari jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan mengalami
peningkatan. Selsel osteolekosit di dalam periosteron, endokrin dan sumsum
tulang akan memproduksi osteoid (tulang mudadari jaringan kolagen yang belum
mengalami kansifeksi yang sering disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras di
sepanjang permukaan luas kurpus tulang dan pada ke dua ujung patahan tulang.
Selsel osteofrosis mereabsorbsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya
dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut, kemudian osteoblast
mengadakan transformasi menjadi osteosit (Kowalak, 2014, hlm.122).

5. Tanda dan Gejala Fraktur


Tanda dan gejala fraktur Black & Hawks (2015, hlm.2359) yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan secara terus menerus dan bertambah berat sampai fraktur
tulang di imobilisasi.
b. Pemendekan ekstremitas.
Pemendekan tulang yang terjadi sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
c. Krepitus
Saat pemeriksaan dengan tangan, teraba adanya derik tulang (kepitus) yang
teraba akibat gesekan antara fragmen tulang satu dengan lainnya.
d. Pembengkakan lokal dan perubahan warna
Pembekakan dan perubahan warna di akibatkan trauma setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.

6.
6. Pathways

Trauma tunggal Patologis Trauma berulang

Kerusakan tulang Trauma eksternal lebih


dari kekuatan tulang
Kekuatan otot dan kemampuan
gerak kurang
Tulang tidak mampu
menahan trauma

Hambatan
Mobilitas Fisik Jaringan tidak kuat

Fraktur

Kontinuitas jaringan Pergeseran fragmen tulang


terputus yang patah

Trauma jaringan
Gangguan
Integritas Kulit

Luka terbuka
Nyeri
akut

Port de entri

Pertahanan sekunder
tubuh tidak adekuat Tindakan pembedahan

Masuknya mikroorganisme Ansietas

Resiko
Infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. MRI
Teknik pencitraan khusus yang menggunakan medan magnet, gelombang
radio, computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
b. Foto rontgen
Sinar X dapat menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perubahan
hubungan tulang. Sinar X pada tulang dapat menunjukan adanya pelebaran
atau penyempitan serta iregularitas, sedangkan Sinar X pada sendi dapat
menunjukan adanya cairan, penyempitan dan perubahan struktur sendi.
c. CT-Scan
CT-Scan menunjukan rincian bidang tertentutulang yang terkena serta dapat
memperlihatkan cidera ligament ataupun tendon. CT-Scan juga dapat
mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit di
evaluasi seperti fraktur asetablum atau fraktur badan vertebra.
d. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot dan
synovial untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
e. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
Hb : Pada pemeriksaan Hb biasanya lebih rendah bila terjadi
perdarahan karna trauma.
Leukosit
b) Pengkajian kimia darah
Kadar fosfatane alkali meningkat selama penyembuhan patah tulang.
Metabolism tulang dapat di evaluasi melalui pengkajian tiroid dan
penentuan kadar kalsitonin, hormone paratiroid (PTH) dan vitamin D.
kadar enzyme serum cratinine kinase (CK) dan serum glutamic-
oksaloasetik transaminase (SGOT, asparpat amino transferase) meningkat
pada kerusakan otot.
8. Komplikasi
Menurut Black & Hawks (2015, hlm.2366) komplikasi fraktur yaitu:
a. Syok
Syok yang terjadi biasanya adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan dan kehilangan cairan yang rusak akibat fraktur.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah akibat
tekanan sum-sum tulang yang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula
lemak tersebut akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok ke otak, paru, ginjal dan
oragan lain.gejala klinisnya berupa sesak napas, demam, ruam ptekie,
gangguan neurologis.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Sindrom kompartemen otot
terjadi ketika penurunan ukuran kompartemen otot akibat fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips yang menjerat peningkatan isi
kompartemen otot karna edema atau perdarahan sehubung dengan berbagai
masalah (misal, iskemia dan cidera). tand-rtanda khas dari sinrom
kompartemen yaitu : pain (nyeri), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor
(pucat pada bagian distal), parestesia (tidak ada sensasi), pulselessness (tidak
ada denyut nadi, perubahan nadi dan CRT < 3 detik pada bagian distal).

9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Teknik Imobilisasi
a) Pembidaian : merupakan benda keras yang ditempatkan pada
daerah sekeliling tulang.
b) Gips : Bahan yang kuat, yang di bungkus di sekitar tulang yang
patah
c) Gips Lengan Pendek : Gips yang dipasang di bawah siku sampai
lipatan tangan dan melingkar erat di dasar ibu jari
d) Gips Lengan Panjang : Gips dipasang memanjang dari segitiga lipat
ketiak sampai disebelah proximal lipatan telapak tangan (posisi
tegak lurus)
2) Terapi Obat
a) Analgesik : Menurunkan keluhan nyeri
b) Kortikosteroid : Beperan banyak pada sistem fisiologis
misalnya, pengaturan inflamasi.
c) Antibiotik : seperti ceftriaxone, gentamicin
3) Rehabilitas muskuloskelektal
Berfungsi untuk mengembalikan fungsi dan meningkatkan serta
mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskelektal dalam kondisi
yang paling dapat diterima dan kemandirian yang optimal

b. Keperawatan
1) Memberikan pendidikan kesehatan fraktur
2) Melakukan perawatan bidai
3) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Monitoring tanda-tanda infeksi

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori.
b. Riwayat Klinis
c. Riwayat Kesehatan masa lalu
Kelainan muskuloskelektal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur)
d. Pengkajian psiko-sosioal-kultural
e. Pengkajian fisik muskuloskelektal
1) Pengkajian fisik secara umum
2) Pengkajian fisik lokalis
Inspeksi(look)
Palpasi(feel)
Penilaian gerakan baik pergerakan aktif maupun pasif (move)
3) Pengkajian sendi
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan,
deformitas, stabilitas dan adanya benjolan
4) Pengkajian otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah
posisi, kekuatan otot

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilitas fisik
c. kerusakan integritas kulit
d. Ansietas
e. Resiko infeksi

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
nyeri berkurang skala 0-2
KH :
1) Pasien dapat mengontrol nyeri dengan teknik rekalsasi
2) Skala nyeri berkurang jadi skala 0-2
3) TTV normal TD:120/80 mmHg HR:80-100x/mnt RR:20x/mnt S:36-
37C
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasiObservasi

reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

2) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

3) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

4) Kurangi faktor presipitasi nyeri

5) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

6) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,

distraksi, kompres hangat/ dingin

7) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ketorolac

8) Tingkatkan istirahat

9) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

10) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

kali

11) Ciptakan lingkungan nyaman dan mendukung

b. Diagnosa 2 Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal


Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatn selam 3x24jam hambatan mobilitas
fisik berkurang
KH :
1) TTV normal TD : 120/80mmHg Nadi:80-100 x/mnt S : 36-37 c RR:20
x/mnt
2) pasien mampu memenuhi KDM sendiri sesuai kemampuan
3) Ambulasi pasien meningkat
Intervensi :
1) Observasi ttv
2) Bantu dalam adl
3) Manajemen lingkungan
4) Bantu perawatan diri
5) Pencegahan jatuh
6) Lakukan rom pasif
7) Kaji tingkat kemampuan
8) Perawatan imobilisasi
9) R: tidak terjadi komplikasi
10) Posisikan kesejajaran tubuh sesuai.
11) Pertahankan posisi
12) Monitoradanya komplikasi mobilisasi.
13) Monitor kemampuan mandiri pasien.
14) Beri penkes ttg fraktur.

c. Diagnosa 3 kerusakan integritas kulit b.d proses pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
kerusakan integritas jaringan menurun.
KH :
1) Integritas kulit normal (tidak terdapat pus, luka tidak terjadi infeksi dan
tidak iritasi)
Intervensi :
1) Monitor ttv
2) Perawatan luka
3) Observasi adanyan kemerahan, bengkak, dan nyeri.
4) Monitor tanda tanda gangguan akibat elastikbands.
5) Berikan bantalan pada elastikbands.
6) Lakukan ganti balut.
7) Jaga luka agar tetap lembab.
8) Monitor warna luka, udem, dan tanda gejala infeksi.
9) Beri penkes ttg post orif
10) Kolaborasi pemberian terapi antibiotic

d. Diagnosa 4. Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
berkurang
KH :
1) TTV dalam batasan normal
2) Klien mengetahui prosdur tindakan yang akan dilakukan
3) Klien terlihat relax
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda ansietas
2) Anjurkan keluarga tetap menemani klien
3) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4) Ajarkan teknik relaksasi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antiansietas jika perlu

e. Diagnosa 5. Resiko infeksi


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan infeksi
tidak terjadi
KH :
1) Keparahan infeksi ( kemerahan tidak terjadi, demam tidak terjadi, nyeri
tidak terjadi)
Intervensi :
1) Monitoring tanda dan gejala infeksi
2) Lakukan perawatan kulit pada daerah yang edema
3) Pertahankan teknik aseptic
4) Anjurkan memeriksa kondisi luka
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M & Hawks, J. H. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Eds.8. Buku 1. Alih

Bahasa : Mulyanto,dkk. Singapura:Elseveir

Gloria, H. K. (2013). Nurshing interventions classification (NIC). Elsevier

Helmi, & Zairin, N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskelektal. Jakarta:Salemba

Medika

Herdman, T. Heather. (2016). NANDA internasional diagnosis keperawatan: definisi

dan klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta: EGC

Muttaqin,A. (2011). Buku Saku Gangguan Muskoskeletal. Jakarta:EGC

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta:Mediaction

Risnanto. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem

Muskuloskelektal. Yogyakarta: Deep Publish

Saferi, A. (20130.KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan

Contoh Askep. Yogyakarra: Nuha Medika

Smeltzer, S. C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :

EGC

Soeparman. (2013).Ilmu penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai