Disusun oleh :
Sonia Wahyu Novianingrum
5.19.086
2. Penyebab Fraktur
Menurut Helmi (2012, hlm.25) penyebab faktur yaitu:
a. Fraktur traumatik
Fraktur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun trauma tidak
langsung.
b. Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang (Misal, tumor)
c. Fraktur stress
Fraktur yang disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu termpat
tertentu.
3. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Risnanto (2014, hlm.182) yaitu:
a. Fraktur Tertutup
Patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau lokasi fraktur
yang tidak dicemari oleh dunia luar.
b. Fraktur Terbuka
Patah tulang yang sampai menembus kulit dan tulang berhubungan dengan
dunia luar.
c. Fraktur Komplet
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran (dari
posisi yang normal).
d. Fraktur Inkomplet
Patah tulang yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Fraktur Kominitif
Fraktur dengan kondisi tulang pecah menjadi beberara fragmen.
4. Patofisiologi
Terjadinya trauma langsung atau tidak langsung serta kondisi tulang yang
patologis serta trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut menyebabkan pergeseran fragmen tulang
atau diskontinuitas tulang. Jika terjadi diskontiunitas tulang maka akan terjadi
perubahan jaringan sekitar seperti pergeseran fragmen tulang yang dapat
menyebabkan deformitas atau perubahan bentuk. Spasme otot yang dapat
menyebabakan peningkatan tekanan kapiler sehingga memacu pelepasan histamin
dan ,enyebabkan protein plasma hilang yang berakibat terjadi edema serta terjadi
laterasi kulit yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan perdarahan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hlm. 12)
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka pembuluh darah di korteks,
sumsum tulang dan jaringan saraf di sekitarnya akan mengalami derupsi,
hematom akan di bentuk diantara kedua ujung pertahanan tulang serta dibawah
peroskum dan akhirnya jaringan granuksi menggantikan hematom tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respon inflamasi yangmenyebabkan sel-sel
dari jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan mengalami
peningkatan. Selsel osteolekosit di dalam periosteron, endokrin dan sumsum
tulang akan memproduksi osteoid (tulang mudadari jaringan kolagen yang belum
mengalami kansifeksi yang sering disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras di
sepanjang permukaan luas kurpus tulang dan pada ke dua ujung patahan tulang.
Selsel osteofrosis mereabsorbsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya
dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut, kemudian osteoblast
mengadakan transformasi menjadi osteosit (Kowalak, 2014, hlm.122).
6.
6. Pathways
Hambatan
Mobilitas Fisik Jaringan tidak kuat
Fraktur
Trauma jaringan
Gangguan
Integritas Kulit
Luka terbuka
Nyeri
akut
Port de entri
Pertahanan sekunder
tubuh tidak adekuat Tindakan pembedahan
Resiko
Infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. MRI
Teknik pencitraan khusus yang menggunakan medan magnet, gelombang
radio, computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
b. Foto rontgen
Sinar X dapat menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perubahan
hubungan tulang. Sinar X pada tulang dapat menunjukan adanya pelebaran
atau penyempitan serta iregularitas, sedangkan Sinar X pada sendi dapat
menunjukan adanya cairan, penyempitan dan perubahan struktur sendi.
c. CT-Scan
CT-Scan menunjukan rincian bidang tertentutulang yang terkena serta dapat
memperlihatkan cidera ligament ataupun tendon. CT-Scan juga dapat
mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit di
evaluasi seperti fraktur asetablum atau fraktur badan vertebra.
d. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot dan
synovial untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
e. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
Hb : Pada pemeriksaan Hb biasanya lebih rendah bila terjadi
perdarahan karna trauma.
Leukosit
b) Pengkajian kimia darah
Kadar fosfatane alkali meningkat selama penyembuhan patah tulang.
Metabolism tulang dapat di evaluasi melalui pengkajian tiroid dan
penentuan kadar kalsitonin, hormone paratiroid (PTH) dan vitamin D.
kadar enzyme serum cratinine kinase (CK) dan serum glutamic-
oksaloasetik transaminase (SGOT, asparpat amino transferase) meningkat
pada kerusakan otot.
8. Komplikasi
Menurut Black & Hawks (2015, hlm.2366) komplikasi fraktur yaitu:
a. Syok
Syok yang terjadi biasanya adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan dan kehilangan cairan yang rusak akibat fraktur.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah akibat
tekanan sum-sum tulang yang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula
lemak tersebut akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok ke otak, paru, ginjal dan
oragan lain.gejala klinisnya berupa sesak napas, demam, ruam ptekie,
gangguan neurologis.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Sindrom kompartemen otot
terjadi ketika penurunan ukuran kompartemen otot akibat fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips yang menjerat peningkatan isi
kompartemen otot karna edema atau perdarahan sehubung dengan berbagai
masalah (misal, iskemia dan cidera). tand-rtanda khas dari sinrom
kompartemen yaitu : pain (nyeri), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor
(pucat pada bagian distal), parestesia (tidak ada sensasi), pulselessness (tidak
ada denyut nadi, perubahan nadi dan CRT < 3 detik pada bagian distal).
9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Teknik Imobilisasi
a) Pembidaian : merupakan benda keras yang ditempatkan pada
daerah sekeliling tulang.
b) Gips : Bahan yang kuat, yang di bungkus di sekitar tulang yang
patah
c) Gips Lengan Pendek : Gips yang dipasang di bawah siku sampai
lipatan tangan dan melingkar erat di dasar ibu jari
d) Gips Lengan Panjang : Gips dipasang memanjang dari segitiga lipat
ketiak sampai disebelah proximal lipatan telapak tangan (posisi
tegak lurus)
2) Terapi Obat
a) Analgesik : Menurunkan keluhan nyeri
b) Kortikosteroid : Beperan banyak pada sistem fisiologis
misalnya, pengaturan inflamasi.
c) Antibiotik : seperti ceftriaxone, gentamicin
3) Rehabilitas muskuloskelektal
Berfungsi untuk mengembalikan fungsi dan meningkatkan serta
mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskelektal dalam kondisi
yang paling dapat diterima dan kemandirian yang optimal
b. Keperawatan
1) Memberikan pendidikan kesehatan fraktur
2) Melakukan perawatan bidai
3) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Monitoring tanda-tanda infeksi
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori.
b. Riwayat Klinis
c. Riwayat Kesehatan masa lalu
Kelainan muskuloskelektal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur)
d. Pengkajian psiko-sosioal-kultural
e. Pengkajian fisik muskuloskelektal
1) Pengkajian fisik secara umum
2) Pengkajian fisik lokalis
Inspeksi(look)
Palpasi(feel)
Penilaian gerakan baik pergerakan aktif maupun pasif (move)
3) Pengkajian sendi
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan,
deformitas, stabilitas dan adanya benjolan
4) Pengkajian otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah
posisi, kekuatan otot
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilitas fisik
c. kerusakan integritas kulit
d. Ansietas
e. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
nyeri berkurang skala 0-2
KH :
1) Pasien dapat mengontrol nyeri dengan teknik rekalsasi
2) Skala nyeri berkurang jadi skala 0-2
3) TTV normal TD:120/80 mmHg HR:80-100x/mnt RR:20x/mnt S:36-
37C
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
8) Tingkatkan istirahat
10) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
d. Diagnosa 4. Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
berkurang
KH :
1) TTV dalam batasan normal
2) Klien mengetahui prosdur tindakan yang akan dilakukan
3) Klien terlihat relax
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda ansietas
2) Anjurkan keluarga tetap menemani klien
3) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4) Ajarkan teknik relaksasi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antiansietas jika perlu
Black, J.M & Hawks, J. H. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Eds.8. Buku 1. Alih
Medika
Smeltzer, S. C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC