Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian
1. Pengertan lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas

Secara umum seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun
ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan.

2. Pengertian diabetes
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price and Wilson, 2010)
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya.
B. Klasifikasi diabetes
- Diabetes tipe 1
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Tipe ini ditandai
dengan destruksi sel – sel beta pancreas akibat faktor genetis, imonologis, dan
mungkin juga lingkungan (mis, virus). Injeksi insulin diperlukan untuk
mengontrol kadar glukosa darah
Awitan diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30 tahun
- Diaberes tipe 2
Sekitar 90% - 95 % pasien penyandang diabetes menderita diabetes tipe 2. Tipe
ini disebabkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistansi insulin)
atau akibat penurunan jumlah in sulin yang diproduksi.
Diabetes tipe tipe 2 paling sering dialami oleh pasien diatas usia 30 tahun dan
pasien yang obesitas
C. Faktor resiko
- Obesitas
- Gaya hidup tidak aktif
- Keturunan DM di keluarga
- Faktor usia
- Kadar kolestrol dan trigeslida tidak normal
- Efek obat
- Hipertensi
- PCOS (sindrom ovarium polikstik) Gangguan hormonal yang menyebabkan
pembesaran ovarium dengan kista kecil di tepi luar.
D. Manisfestasi klinis
- Polyuria (sering buang air kecil) , polydipsia (sering haus), dan polifagia (sering
lapar )
- Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, sensasi
kesemutan atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi kulit atau luka yang
lambat sembuh, atau infeksi berulang
- Diabetes tipe 1 ditandai dengan penurunan berat badan mendadak atau mual,
muntah, atau nyeri lambung
- Diabetes tipe 2 intoleransi glukosa yang progresif dan berlangsung perlahan
( bertahun tahun ) dan mengakibatkan komplikasi yang panjang apabila diabetes
tidak terdeteksi selama bertahun – tahun ( mis, penyakit mata, neuropati perifer,
penyakit vaskuler perifer) komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis yang
sebenanya ditegakan
E. Pemeriksaan diagnostik
- Wawancara medis, pemeriksaan fisik
- Kadar glukosa darah tinggi : kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl atau lebih
(tidak ada asupan kalori min 8 jam), atau kadar glukosa plasma sewaktu atau 2
jam pasca makan lebih dari 200 mg/dl
- Untuk diabetes tipe 1 pemeriksaan HbA1c untuk memeriksa kadar glukosa rata-
rata dalam darah pengidap selama 2 hingga 3 bulan terakhir
- Pemeriksaan autoantibodi untuk membedakan antara diabetes tipe 1 dan tipe 2
F. Patofisiologi
Kerusakan sel pulau Langerhans pankreas pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi akibat
terbentuknya autoantibodi. Mekanisme autoimun ini masih tidak diketahui
penyebabnya, tetapi diduga berhubungan dengan faktor genetik dan paparan faktor
lingkungan. Autoantibodi yang terbentuk akan merusak sel-sel β pankreas di dalam
pulau-pulau Langerhans pankreas disertai terjadinya infiltrasi limfosit. Kerusakan sel
β pankreas ini tidak terjadi dalam jangka pendek tetapip dapat terjadi hingga
bertahun-tahun tanpa diketahui karena gejala klinis baru muncul setelah setidaknya
80% sel β pankreas mengalami kerusakan.
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2 terjadi sebagai akibat kombinasi beberapa aspek
yang berlangsung lama, dapat bertahun-tahun secara subklinis. Aspek-aspek tersebut
adalah penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, dan ominous octet
Penurunan sekresi insulin terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas. Suatu penelitian
menemukan bahwa gangguan fungsi sel pankreas ini terjadi secara dini bahkan
sebelum adanya resistensi insulin.

G. Etiologi
Diabete melitus tipe 1
- Kerusakan sel sel β pancreas karena autoimun sehingga produksi insulin menurun

Diabetes melitus tipe 2

- Pada diabetes tipe 2, tingginya kadar gula darah terjadi akibat sel tubuh tidak
dapat menggunakan hormon insulin secara normal (resistensi insulin).
H. Pathway

Difisiensi insulin

Gula darah meningkat

Gangguan fungsi
Aterosklorosis
Ketidakstabilan kadar imun
glukosa darah

Hipertensi, peningkatan kadar LDL


Infeksi, gangguan
penyembuhan luka

Supply darah menurun

Resiko infeksi
Perfusi perifer tidak efektif
I. Penatalaksanaan medis
tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
guna mengurangi munculnya komplikasi vascular dan neropatik.
- Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin
- Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan
- Olahraga untuk meningkatkan keefektifan insulin
- Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga tidak berhasil.
Injeksi insulin dapat digunakan pada kondisi akut
- Menghindari makanan berkadar glukosa tinggi atau berlemak tinggi.
- Metformin untuk mengurangi kadar glukosa darah
- Sulfonilurea untuk meningkatkan produksi insulin dalam pancreas
- Pioglitazone sebagai pemicu insulin.
- Gliptin (penghambat DPP-4 ) untuk mencegah pemecahan GLP-1.
- Penghambat SGLT-2 yang berdampak pada urine.
- Agonis GLP-1 untuk memicu produksi insulin tanpa risiko hipoglikemia.
- Acarbose untuk memperlambat pencernaan karbohidrat.
- Nateglinide dan repaglinide yang bermanfaat untuk melepas insulin ke aliran
darah.
- Terapi insulin sebagai pendamping obat-obatan lain
J. Konsep asuhan keperawatan
Anamnesa
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit keluarga

Perfis

- Pemeriksaan kepala (IP)


- Wajah (I)
- Leher (IP)
- Dada (IAPP)
- Abdomen (inpeksi kulit, bising usus, nyeri tekan, asites)
- Ekstremitas (kaji sensasi, crt, edema, turgor, kaji adanya resiko luka)
- Kelamin (kaji keluhan, warna urin, kulit)

K. Analisa data

No DATA ETIOLOGI DX
1 DS Defisiensi insulin Ketidakstabilan kadar
- Lelah dan glukosa darah b.d
lesu Kadar glukosa darah disfungsi pancreas d.d
- Mulut kering meningkat Lelah lesu, mulut kering,
- Haus haus, urin meningkat,
meningkat Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
DO glukosa darah tinggi
- Jumlah urin
meningkat
- Kadar glukosa
dalam darah
tinggi
2 DS Defisiensi insulin Perfusi perifer tidak
- Nyeri efektif b.d hiperglikemia
esktremitas Gula darah meningkat d.d nyeri ekstremitas,
- Parastesia kesemutan, crt>3dtk,
DO Aterosklorosis nadi perifer
- Crt >3 dtk menurun,pucat, edema,
- Nadi perifer Hipertensi peningkatan akral dingin

menurun kadar LDL

- Akral dingin
Supply darah menurun
- Kulit pucat
- Turgor
Perfusi perifer tidak efektif
menurun
- Edema
- Penyembuhan
luka lambat
- ABI <0,90
3 Faktor resiko Difisiensi insulin Resiko infeksi d.d
- Penyakit diabetes melitus
kronis Hiperglikemia
(diabetes
melitus) Gangguan fungsi imun

Infeksi, gangguan
penyembuhan luka

Resiko infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN

NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan intervensi Manajemen
glukosa darah keperawatan selama 2x24 hiperglikemia
jam diharapkan kesetabilan OBSERVASI
kadar glukosa darah - Identifikasi
meningkat dengan kriteria kemungkinan
hasil penyebab
- Lelah/lesu hiperglikemia
menurun - Identifikasi
- Keluhan lapar situasi yang
menurun menyebabkan
- Mulut kering kebutuhan
menurun insulin
- Rasa haus meningkat
menurun - Monitor
- Kadar glukosa kadar glukosa
dalam darah darah, jika
membaik perlu
- Kadar glukosa - Monitor
dalam urine tanda dan
membaik gejala
hiperglikemia
(mis,
polyuria,
polydipsia,
polifagia)
TERAPEUTIK
- Konsultasi
dengan medis
jika tanda dan
gejala
hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
- Anjurkan
menghindari
olahraga saat
kadar glukosa
darag lebih
dari 250
mg/dL
- Anjurkan
monitor kadar
glukosa darah
secara
mandiri
- Anjurkan
kepatuhan
terhadap diet
dan olahraga
EDUKASI
- Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis,
penggunaan
insulin)
KOLABORASI
- Kolaborasi
pemberian
insulin, jika
perlu
2 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan sirkulasi
efektif kepeerawatan selama 2x24 OBSERVASI
jam diharapkan - Periksa
Perfusi perifer meningkat sirkulasi
dengan kriteria hasil perifer secara
- Denyut nadi menyeluruh
perifer (mis, pulsasi
meningkat perifer,
- Penyembuhan pengisian
luka meningkat kapiler, abi)
- Sensasi TERAPEUTIK
meningkat - Lakukan
- Warna kulit pencegahan
pucat menurun infeksi
- Edema perifer - Lakukan
menurun perawatan
- Nyeri kaki dan kuku
ekstremitas - Motivasi
menurun melakukan
- Parastesia rehabilitasi
menurun vaskuler, jika
- (PPNI, 2018) perlu
(PPNI, standar EDUKASI
diagnosa - Anjurkan
keperawatan berhenti
indonesia, 2016) merokok
(Smeltzer, - Anjurkan
brunner, & berolahraga
suddrath, 2013) rutin
(PPNI, standar - Ajarkan diet
luaran untuk
keperawatan memperbaiki
indonesia, 2016)K sirkulasi (mis,
elemahan otot rendah lemak
menurun jenuh dan
- Pengisian asupan
kapiler membaik minyak ikan
- Akral membaik omega 3)
- Turgor kulit - Ajarkan
membaik perawatan
- Tekanan darah kulit
sistolik membaik
- Tekanan darah
diastolik
- Indeks ankle-
brachial
membaik
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
keperawatan selama 3x24 OBSERVASI
jam diharapkan tingkat - monitor tanda
infeksi menurun dengan dan gejala
kriteria hasil lokal dan
- Demam sistemik
menurun TERAPEUTIK
- Kemerahan - berikan
menurun perawatan
- Nyeri menurun kulit pada
- Bengkak area edema
menurun - cuci tangan
- Cairan berbau sebelum dan
busuk menurun sesudah
- Drainase purulen kontak
menurun dengan
- Kadar sel darah pasien dan
putih membaik lingkungan
- kultur area luka pasien
membaik - pertahankan
teknik aseptik
pada pasien
beresiko
tinggi
EDUKASI
- ajarkan tanda
dan gejala
infeksi
- ajarkan cara
mencuci
tangan
dengan benar
- ajarkan cara
menghindari
infeksi
- anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2016). standar diagnosa keperawatan indonesia. jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2016). standar luaran keperawatan indonesia. jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). standar intervensi keperawatan indonesia. jakarta: DPP PPNI.

Smeltzer, s. C., brunner, & suddrath. (2013). keperawatan medikal bedah brunner & suddarth.
jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai