Anda di halaman 1dari 12

Laporan

Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
DIAS AZIZA NUGRAHA
(5022031033)

Kasus/Diagnosa Medis: Fraktur


ekstremitas
Jenis Kasus : Trauma
Ruangan : IGD RSUD Dr. Dradjat
Prawiranegara Serang
Kasus ke :
CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(………………………
(……………………… ..……...
……………………… ………………………
…………) ….)
A. DEFINISI
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada ekstremitas.
Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma ekstremitas dapat
menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi atau
disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf. Trauma otot dan
tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system lain. Bila hanya ekstremitas yang
mengalami trauma biasanya tidak dianggap sebagai prioritas pertama.
Salah satu trauma ekstremitas adalah fraktur, fraktur adalah diskontinuitas/
terganggunya kesinambungan jaringan tulang dan atau tulang rawan karena adanya
trauma. Fraktur terjadi bila daya traumanya lebih besar dari daya lentur tulang. Fraktur
dapat terjadi karena peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang ulang, atau
kelemahan abnormal pada tulang fraktur patologis.
B. KLASIFIKASI TRAUMA ESKTREMITAS
a. Fraktur
fraktur adalah diskontinuitas/ terganggunya kesinambungan jaringan tulang
dan atau tulang rawan karena adanya trauma. Fraktur terjadi bila daya
traumanya lebih besar dari daya lentur tulang. Fraktur dapat terjadi karena
peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang ulang, atau kelemahan
abnormal pada tulang fraktur patologis
- Fraktur tertutup
Fraktur tanpa disetai kerusakan kulit di atasnya sehingga tidak ada
kontak dengan lingkungan luar
- Fraktur terbuka
Fraktur disertai kerusakan kulit diatasnya, hingga bagian tulang yang patah
berhubungan langsung dengan dunia luar. Tulang yang patah bisa menonjol
keluar kulit, tertatik kembali kedalam atau tetap berada dibawah kulit,
kontak dengan lingkungan luar memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk sampai ke tulang yang patah
- Fraktur ekstremitas bawah
 Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkan hipovolemi akibat kemungkinan
kehilangan darah sampai 4 L yang dapat terjadi karena robekan
arteri, kerusakan pembuluh vena pleksus, dan permukaan kanselosa
tulang yang fraktur.
 Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera mengancam jiwa
sekumder akibat hipovolemi (kehilangan darah pada setiap femur
mungkin sebanyak 2 L)
 Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat transmisi energy
tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan dengan cedera pembuluh
popliteal
 Fraktur tibia dan fibula
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau sendiri-sendiri
dan umunya akibat benturan langsung. Tibia umumya fraktur saat
jatuh karena sifatnya yang menyokong beban berat tubuh.
- Fraktur ekstremitas atas
 Fraktur scapula
Curigai adanya fraktur scapula dengan cedera jaringan lunak yang
signifikan pada bahu dan saat mekanisme cedera menunjukkan
tingkat transmisi energy kinetic tinggi. Fraktur scapula menuntut
evaluasi yang cermat untuk kerusakan pada struktur disekitarnya
karena sering dikaitkan dengan dislokasi bahu, kontusio paru,
fraktur iga dengan potensi pneumotoraks, fraktur kompresi vertebra
dan fraktur ekstremitas atas.
 Fraktur klavikula
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada struktur
dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks, hemotoraks), dan vena
subklavia.
 Fraktur humerus
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus
disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf,
pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan
atara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang
disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai lengan
atas.
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi ketika tekanan
didalam kompartemen otot meningkat sampai tingkat yang mempengaruhi
sirkulasi mikrovaskular dan merusak integritas neurovascular. Setelah
beberapa jam tekanan jaringan nintersitial meningkat diatas dasar kapiler, yang
mengakibatkan iskemia saraf dan jaringan otot.
c. Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi. Dislokasi
terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-ujung tulang tidak lagi
menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah posisi secara parsial, cedera disebut
subluksasio. Bahu, siku, jari, panggul, lutut dan pergelangan kaki merupakan
sendi-sendi yang paling sering mengalami dislokasi
d. Sprain (keseleo)
Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi. Pada
keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena peregangan atau
puntiran yang keras. Usaha untuk menggerakkan atau menggunakan sendi
meningkatkan rasa nyeri. Lokasi yang sering mengalami sprain (keseleo)
meliputi pergelangan kaki, pergelangan tangan, atau lutut.
e. Strain (peregangan)
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot terlalu meregang
atau robek. Otot punggung sering mengalami strain bila seseorang mengangkat
benda berat.

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme cedera/trauma antara lain tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor,
penyerangan, jatuh dari ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-
senang atau waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.
D. ETIOLOGI
a. Kecelakaan
b. Penyerangan
c. Jatuh dari ketinggian
d. Cedera waktu olahraga
E. MANISFESTASI KLINIS
a. Berjalan pincang
b. Bengkak
c. Nyeri terutama saat bergerak
d. Perubahan warna pada kulit (pucat masalah neurovaskular: ungu
ekimosis)
e. Kulit teraba dingin pada lokasi cedera (masalah neurovaskular)
f. Sendi tidak stabil
g. Kesulitan melakukan rentang gerak
h. Kehilangan sensasi (parastesis) atau sensai yang abnormal (masalah
neurovaskular)
i. Nadi menurun atau tidak teraba (suplai darah menurun pada lokasi cedera)
j. Struktur tulang asimetris
k. Deformitas
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur asetabulum dan
untuk mengevaluasi integritas permukaan artikulasi seperti lutut, tangan,
pergelangan tangan dan pergelangan kaki
b. MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan meniscus.
c. Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam mendiagnosis
fraktur. Foto anteroposterior dan lateral harus dilakukan untuk melihat
keseluruhan tulang, baik sendi proksimal maupun distal
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hemoglobin dan hematokrit
Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur hemoglobin dan
hematokrit karena berpotensi kehilangan darah.
b. Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel ketika sel rusak
berat, seperti pada cedera remuk atau sindrom kompartemen. Mioglobin di
ekskresikan kedalam urine dan akan mengubah urine menjadi coklat
kemerahan
c. Arteriogram
Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan dugaan sedera
vaskuler pada kasus penurunan atau tidak terabanya nadi.
H. PENATALAKSANAAN
a. Elevasikan ekstremitas untuk mengurangi bengkak
b. Berikan kompres dingin untuk mengurangi edema
c. Imobilisasi ekstremitas
- Segera lakukan pembidaian, khususnya traksi karena dapat mengurangi
nyeri dan bengkak
- Imobilisai sendi di atas dan di bawah bagian yang cedera
d. Bidai tulang yang fraktur sesuai dengan kondisi yang ditemukan saat
pemeriksaan
e. Bidai harus kaku dan diberikan bantalan yang baik yang dapat ditembus oleh
radiografi
f. Bantu pemasangan gips
g. Jika ada fraktur terbuka, untuk mencegah infeksi ( tutup luka dengan kasa steril
dibasahi normal saline, hindari penggunaan larutan antiseptik pada kasus luka
karena dapat menghambat penyembuhan luka )
I. LOKASI PENDARAHAN DENGAN ESTIMASI JUMLAH PERDARAHAN
a. Humerus 250 ml
b. Siku 500 – 1500 ml
c. Radius ulna 150 -250 ml
d. Pelvis 1500 – 300 ml
e. Femur 1000 ml
f. Tibia fibula 500 ml

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengjakjian
Primary survey
- Airway + control cervical
Kaji :
 bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas
(gurgling,snoring, stridor)
 Kaji indikasi curiga fraktur cervical (Multiple Trauma, Jejas/Luka
diatas klavikula, Trauma Kepala disertai penurunan kesadaran,
Biomekanik Trauma mendukung)
- Breathing + control ventilasi
Kaji :
 frekuensi nafas, saturasi oksigen kesimetrisan dada kiri dan kanan,
adanya deviasi trakhea, pelebarahan vena jungularis, luka atau jejas)
 auskultasi suara paru (vesikuler, terdengar menjauh, tidak
terdengar)
 perkusi bagian dada 10 titik (sonor, hipersonor, redup)
 palpasi adanya krepitasi kalivikula sternum kosta

- Circulation + control pendarahan


 Hentikan pendarahan dengan balut tekan/bidai
 Kaji tanda tanda syok ( tekanan darah, frekuensi nadi, akral, sinosis,
crt)
 Infus 2 jalur
- Disability
 Kaji gcs
- Kaji status neurovaskuler pada setiap ekstremitas yang cedera
- Amankan benda yang menancap
- Lepaskan cincin, perhiasan lain, longgarkan pakaian (misalnya, sepatu) dari
ekstremitas yang cedera
- Imobilisai ekstremitas yang cedera diantara dua sendi
- Evaluasi kembali status neurovaskuler setelah reposisi dan imobilisasi
- Tutup luka terbuka dengan kasa steril
- Berikan kompres es pada area yang bengkak
- Hindari memberikan larutan pembersih secara langsung diatas luka
(hexaachlorophene, hydrogen peroxide, isopropyl alcohol, atau povidone
ionadine)
- Elevasikan eksterimitas yang mengalami cedera
- Dapatkan hasil pemeriksaan radiologi jika diindikasikan
- Atasi nyeri
- Ulangi pemeriksaan radiologi setiap selesai manipulasi
- Konsultasikan kepada bedah ortopedi
- Head toe toe (bentuk, tumor, luka, sakit)
- Vital sign
 Tensi
 Frek nafas
 Suhu
 Nadi
- Anamnesa KOMPAK (keluhan, obat, makanan, penyakit, alergi, kejadian)
- Pemeriksaan penunjang (Xray dan laboratorium)
Pathway
K. ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH KEP
O
1 DS: Trauma pada tulang Risiko perdarahan
- Pasien mengatakan (kecelakaan)
mengalami
kecelakaan
DO : Dislokasi tulang

- Pasien
Close Ftraktur Femur
mengalami
perdarahan pada
Rusaknya pembuluh darah
ekstremitas dan jaringan karena tulang

Resiko perdarahan

2 DS : Trauma feromal (1000 ml) Hipovolemia


- keluarga klien
mengatakan pada Cairan intravaskuler
kulitnya terlihat menurun
bercak merah
- keluarga klien Pucat, akral dingin,

mengatakan takikardia, takipnea

adanya luka pada


kulit nya Perfusi ke jaringan dan
otak menurun
DO :
- Nadi : 130 X / Gangguan kesadaran
menit
- Napas : 30 x / Hipovolemia
menit
- Suhu : 36 oC
- TD : 80 / 50
mmHg
- Akral dingin
- Crt > 3
- Pada klien
terlihat
perubahan tingkat
kesadaran
3 DS : Perineabilitas membrane Risiko syok
meningkat
DO :

- Nadi : 130 X /
Trombosipeni
menit ↓
- Napas : 30 x /
Resiko Perdarahan
menit ↓
- Suhu : 36 oC Resiko Syok
- TD : 80 / 50
mmHg
- Akral dingin
- Crt > 3

L. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
dibuktikan dengan intervensi keperawatan Observasi
sindrom diharapkan tingkat - Monitor tanda dan
kompartemen perdarahan menurun gejala perdarahan
dengan kriteria hasil - Monitor tanda
- Kelembaban tanda vital
membrane - Monitor nilai
mukosa hematocrit/hemogl
meningkat obin sebelum dan
- Kelembapan sesudah kehilangan
kulit meningkat cairan
- Hematemesis Terapeutik
menurun - Pertahankan bed
- Hemoglobin rest selama
membaik perdarahan
- Hematocrit - Gunakan kasur
membaik pencegah
- Tekanan darah dektubitus
membaik - Batasi tindakan
- Suhu tubuh invasive, jika perlu
membaik Edukasi
- Ajarkan tanda dan
gejala perdarahan
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untuk menghindari
konstipasi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
- Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian produk
darah
2 Hipovolemia Setelah dilakukan Pemantauan cairan
berhubungan dengan intervensi diharapkan Observasi
perdarahan yang status cairan membaik - Monitor frekuensi
berlebihan dengan kriteria hasil dan kekuatan nadi
- Turgor kulit - Monitor frekuensi
meningkat nafas
- Pengisian vena - Monitor tekanan
meningkat darah
- Monitor waktu
- Dipsnea
pengisian kapiler
menurun - Monitor jumlah
- Frek nadi wanra dan berat
membaik jenis urine
- Tekanan darah - Monitor kadar
membaik albumin dan
protein total
- Tekanan nadi
- Monitor hasil
membaik pemeriksaan serum
- Membran (mis hematokrit)
mukosa - Monitor intake dan
membaik output cairan
- Status mental - Identifikasi tanda
membaik tanda hipovolemia
- Suhu tubuh (mis, frek nadi
meningkat, nadi
membaik
teraba lemah,
tekanan darah
menurun)
- Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbangan
cairan (mis
trauma/pendarahan
)
3 Risiko syok Setelah dilakukan Pemantauan cairan
dibuktikan dengan intervensi diharapkan Observasi
hipovolemia tingkat syok menurun - Monitor status
dengan kriteria hasil kardio pulmonal
- Kekuatan nadi (frejuensi dan
meningkat kekuatan nadi,
- Output urine frekuensi
meningkat napas,TD)
- Tingkat - Monitor status
kesadaran oksigenasi
meningkat (oksimetri,nadi,AG
- Saturasi oksigen D)
meningkat - Monitor status
- Akral dingin cairan(masukan
menurun dan keluaran,turgor
- Pucat menurun kulit,CRT)
- Tekanan darah - Monitor tingkat
sistolik membaik kesadaran dan
- Tekanan darah respon
diastolik Terapeutik
- Tekanan nadi - Berikan oksigen
membaik untuk
- Frekuensi nadi mempertahankan
mebaik saturasi oksigen
- Frekuensi napas >94%
membaik - Pasang jalur iv jika
perlu
- Pasang indicator
urine untuk menilai
produksi urine jika
perlu
Edukasi
- Jelaskan
penyebab/factor
risiko syok
- Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
- Anjurkan melapor
jika
menemukan/meras
akan tanda dan
gejala awal syok
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian transfusi
darah jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. dan B.G Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawtan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN


INDONESIA. JAKARTA SELATAN: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai