1. biasanya digunakan sebagai medium dalam melakukan pembenaran terhadap
kebijakan-kebijakan atau konsensus sebagian elite politik yang tidak memikirkan kondisi akar rumput. Dalam narasi sejarah yang diciptakan Orde Baru, kiprah Soeharto dipertunjukan sebagai tokoh penyelamat bangsa atau mesias dalam tradisi Barat. 2. Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah dari zaman Hindu-Buddha sampai Islam masuk dan berkembang di Indonesia, dimana historiografi tradisional ini mempunyai corak yang berasal dari pemikiran manusia dengan keyakinan animisme dan dinamismenya (mitos). Selain mitos terdapat juga unsur genealogis yaitu menghubungkan antara individu dengan yang lain atau generasi berikutnya, biasanya kita sebut sebagai silsilah yang berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan. Pada historiografi tradisional fakta tidak terlalu di perhatikan, karena si penulis lebih mengedepankan unsur mistis yang telah di percayainya turun temurun. Pada saat itu naskah-naskah lebih umum ditulis di batu/prasasti, dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa apa yang terjadi pada masa itu, terlebih di masa kerajaan. Naskah-naskah ini ada yang berbentuk hikayat (lebih umum di wilayah Melayu) dan ada juga babad (lebih umum di Mataram). Ciri-ciri dari historiografi tradisional yaitu : a. Region sentris atau kedaerahan: ciri ini lebih kepada di pengaruhi oleh budaya masyarakat yang ada di wilayah atau daerahnya, misalnya seperti cerita gaib setempat. b. Lebih kepada mengabaikan fakta yang ada karena telah di pengaruhi oleh kepercayaan yang di miliki masyarakat atau di pengaruhi pikiran si penulis naskah. c. Terdapat kepercayaan dengan kekuatan sakti dan unsur magis, contohnya seperti ada kekuatan tertentu di balik peristiwa. d. Percaya hal magis yang di lakukan oleh tokoh tertentu, seperti kesaktian raja-raja yang dianggap utusan dewa, sehingga segala perkataan dan perbuatannya di benarkan. e. Religio sentris atau gambaran dari tokoh-tokoh yang ditonjolkan dalam suatu naskah. Contohnya seperti segala sesuatu yang di pusatkan pada keluarga kerajaan sehingga biasa disebut istana sentris. 3. Sejarah lisan sebagai sumber alternatif penuh harapan maksudnya adalah sejarah lisan bukan hanya sebagai pelurus fakta sejarah, tetapi juga dapat menampakkan tema-tema baru dalam perkembangan historiografi Indonesia, dimana dituntut informasi yang lebih bervariasi dan belum pernah ditemukan dalam sumber-sumber tertulis. Seperti tema sejarah pembantu, buruh, dan tema-tema lain yang sulit ditemukan dalam sumber arsip. Maka terdapat kalimat sejarah lisan sebagai alternatif peuuh harapan, karena sumber lisan dapat menggali pengalaman orang biasa, sehingga dapat mengatasi keterbatasan dokumen tertulis yang tidak banyak koleksi dan lebih sering tidak terawat. 4. Maksud dari historiografi Indonesia masih ber-Jawa sentris adalah indonesiasentris dalam penulisan sejarah cenderung menjadi regionalisasi, pokok pembahasannya juga lebih banyak tentang Jawa/Jawasentris. Kecenderungan yang dimaksud ini adalah sesuatu yang mengesampingkan fakta dan lebih senang menulis tentang mitos-mitos. Kemudian muncul historiografi alternatif sebagai usaha untuk mengenalkan perpektif yang diabaikan, dilewatkan bahkan tidak terlihat. Kemudian historiogrfi alternatif ini menghasilkan sejarah alternatif yaitu : 1. Pembaruan sejarah, dimaksudkan untuk pengkajian ulang dari fakta-fakta dan penafsiran sejarah untuk memperbaiki sejarah yang tertulis dengan informasi baru yang lebih tepat dan lebih tidak berprasangka atau menyimpang. 2. ketika pembaruan ini dilakukan oleh pihak tertentu hal ini disebut pembaruan sejarah secara politis, sebagai contoh perekaan ulang kejadian di masa lalu yang disangkal oleh sumber-sumber yang terdokumentasi yang kesahihannya dapat dibuktikan. Sehingga dapat di fahami bahwa pembaruan-pembaruan ini di tujukan agar Indonesia kembali ke Indonesiasentris yang sebenarnya. 5. Sekiranya benar sinyalemen bahwa arah perjalanan historiografi (penulisan sejarah) Indonesia saat ini telah tercerabut dari konteks masyarakatnya, dan historiogafi kembali berubah menjadi cerita tentang barang antik yang tidak memiliki relevansi dengan persoalan aktual yang dihadapi masyarakat dan bangsa. Dengan demikian, sejarah hanya “sekedar alat pembenar yang hanya mampu berdialog dengan diri sendiri dan takut pada penindasan serta kezaliman politis”. Konsep “historiografi pembebasan” ditawarkan sebagai satu corak historiografi yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk membangkitkan kesadaran historis, aktual, dan sekaligus futural bagi segenap masyarakat Indonesia. Pada gilirannya, historiografi pembebasan digunakan untuk membangkitkan semangat bergerak membebaskan diri dari berbagai persoalan yang hingga saat ini tidak terpecahkan. Historiografi pembebasan ini diharapkan dapat berperan sebagai satu historiografi yang mampu membebaskan cara berpikir masyarakat terhadap masa lampau dari belenggu ketidaktahuan, kepalsuan, mitos-mitos, manipulasi, dan kesalahtafsiran aktual mengenai masa lampau sehingga memberikan spirit untuk bertindak menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan akar historis (Sulistiyono, 2008: 5). Sehingga mampu membangkitkan kesadaran terhadap masalah aktual yang sedang dihadapi oleh masyarakat seperti kemiskinan, ketergantungan, ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya. Perpaduan antara kesadaran sejarah dan kesadaran aktual serta kesadaran futural itu pada gilirannya akan mendorong semangat masyarakat untuk melakukan suatu langkah perbaikan demi mencapai cita-cita Indonesia Baru sebagai komunitas bangsa yaitu masyarakat yang makmur, berkeadilan, mandiri, bebas dari penindasan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.