Anda di halaman 1dari 5

MENGAMBIL KEPUTUSAN

PENDIDIKAN YANG
BERKUALITAS
SEKOLAH pada saat ini sering sekali dihadapkan pada sejumlah dilema yang
muncul sebagai akibat dari berbagai dinamika yang terjadi baik yang eksternal
maupun internal sekolah. Dinamika  kehidupan politik dan kenegaraan yang
pada gilirannya berimbas pada penundaan penerapan kurikulum 2013 di
sebagian sekolah merupakan contoh keadaan eksternal yang berpengaruh
langsung terhadap praktik kehidupan sekolah. Sekolah dan bahkan Dinas
Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota dihadapkan pada dua pilihan apakah tetap
melanjutkan penerapan kurikulum 2013 atau kembali menerapkan kurikulum
2006. Masing-masing kurikulum memiliki sejumlah konsekuensi yang tidak kecil
baik dilihat dari segi pengembangan kurikulum (perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kurikulum) maupun dari segi pendukung pengembangan kurikulum
(misalnya, manajemen, keuangan, personalia, dan sarana prasarana).
Terjadinya tindak kriminal yang dilakukan siswa (misalnya, tawuran, pencurian,
pemerasan, dan penyalahgunaan narkoba) adalah merupakan contoh dari
keadaan yang memaksa sekolah untuk memilih apakah perlu tindakan
pendidikan yang bersifat shock therapy. Pemilihan tindakan yang  tegas ini
bukannya tanpa risiko. Ada sejumlah hal yang harus dipertimbangkan, yaitu,
kelanjutan pendidikan siswa, kondisi keluarga siswa, HAM, hukum, dan
dinamika keadaan masyarakat di sekitar sekolah.

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia


adalah rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidkan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, misalnya pengembangan
kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan,
penggandaan buku dan alat pelajaran, pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan, serta peningkatan manajemen sekolah. Dengan demikian, berbagai
indicator kualitas pendidikan belum menunjukkan peningkatan kualitas
pendidikan yang cukup menggembirakan. Pada kenyataannya pendidikan
bukanlah suatu upaya yang sederhana melainkan suatu kegiatan yang dinamis
dan penuh tantangan. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian
dan bahkan tak jarang menjadi sasaran ketidak puasan karena pendidikan
menyangkut kepentingan setiap orang.

Sekolah sebagai Institusi (lembaga) pendidikan yang merupakan wadah tempat


proses pendidikan dilakukan, memiliki sistim yang komplek dan dinamis. Dalam
kegiatan sekolah bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid,
tetapi sekolah berada dalam satu tatanan sistim yang rumit dan saling
berkaitan. Oleh karena itu sekolah dipandang suatu organisasi yang
membutuhkan pengelolaan. Kegiatan ini sekolah adalah mengelola Sumber
Daya Manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan bekualitas tinggi
dengan tuntutan kebutuhan masayakarat. Sehingga lulusan sekolah diharapkan
dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa. Maka sekolah
sebagai institusi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial masyarakat bangsa
perlu dikelola, diatur, diatat, dan diberdayakan agar dapat menghasilkan produk
atau hasil secara optimal.

Pengambilan keputusan sekolah yang terburu-buru, tidak sistematis, dan


cenderung mempertimbangkan keadaan seketika itu saja menghasilkan
keputusan yang tidak berkualitas.

Pancasila memiliki 5 Sila yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari di


masyarakat. Seperti sila pertama dimana warga bebas melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan keagamaan. Begitu pula dengan kegiatan
pengambilan keputusan bersama di sekolah, di rumah, di masyarakat, bangsa
dan negara. Ketika warga melakukan kegiatan pengambilan keputusan bersama
di masyarakat, dan siswa melakukannya di sekolah, sila keempat Pancasila
yang berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan diterapkan dalam kegiatan tersebut. Contoh
kegiatan pengambilan keputusan di sekolah diantaranya adalah pemilihan ketua
dan pengurus kelas, musyawarah penyusunan tata tertib, dan rapat
pembahasan program kegiatan sekolah. Contoh dari kegiatan pengambilan
keputusan yang dilakukan secara bersama di rumah diantaranya keputusan
tentang penentuan pembagian dari tugas yang dimana dilakukan di rumah,
kemudian penentuan keputusan terhadap pembagian tentang uang saku yang
akan dibagikan kepada masing-masing dari anggota keluarga, dan penentuan
keputusan terhadap lokasi liburan keluarga. Ada juga pengambilan keputusan
dalam masyrakat, antara lain musyawarah pemilihan ketua RT, rapat penentuan
jadwal ronda, dan musyawarah dalam menentukan struktur organisasi desa.
Dan yang terakhir ada contoh pengambilan keputusan di bangsa dan negara,
antara lain adalah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota
DPR, pemilihan kepala daerah, dan masih banyak lagi.

Keputusan yang  dihasilkan tersebut tidak berumur lama, mudah goyah dan
berubah, dan menimbulkan masalah baru yang lebih berat serta memaksa para
pimpinan sekolah  untuk mengoreksi keputusan yang mereka buat tersebut. Hal
ini tentu merupakan pemborosan baik waktu, tenaga, maupun materi atau
sumber daya lainnya. Warga sekolah terutama guru-guru konsentrasinya
terpecah, tidak terfokus pada peningkatan pembelajaran. Mereka menghabiskan
waktu dan tenaga dengan sia-sia. Pada gilirannya, mereka akan mengalami
kelelahan secara psikis yang berdampak pada turunnya semangat untuk
melakukan aktivitas pendidikan di sekolah. Hal ini tentu dapat berpengaruh
pada hasil pembelajaran siswa di kelas.

Oleh karena itu, pengambilan keputusan yang berkualitas mutlak dilakukan oleh
para pimpinan/administrator sekolah khususnya dan warga sekolah umumnya.
Pengambilan keputusan yang baik akan berdampak pada peningkatan kinerja
dan semangat warga sekolah untuk melakukan berbagai aktivitas pendidikan,
serta efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber-sumber daya sekolah.
Membuat dan menjadi pengambil keputusan yang baik adalah keterampilan
kunci untuk kesuksesan pribadi dan profesional.

Terdapat beberapa langkah pengambilan keputusan yang perlu dilalui untuk


memperoleh keputusan yang berkualitas tinggi. Langkah-langkah tersebut
adalah penentuan tujuan dan pengukuran hasilnya, identifikasi persoalan,
pengembangan alternatif, evaluasi alternatif, memilih alternatif, melaksanakan
keputusan, pengendalian pelaksanaan keputusan dan evaluasi. Dalam
pengambilan keputusan para pimpinan dan warga sekolah hendaklah
mengetahui tujuan-tujuan yang ingin dicapai sekolah dan bagaimana
pencapaian tujuan tersebut dapat diukur pencapaiannya. Tujuan-tujuan yang
dimaksud dapat dilihat dari pencapaian prestasi belajar siswa, peningkatan nilai
kinerja guru dan karyawan sekolah, atau peningkatan efektivitas dan efisiensi
kinerja organisasi sekolah agar dapat diukur, tujuan hendaklah menyebutkan
ukuran kuantitatif. Misalnya, mencapai nilai rata-rata 80 untuk semua mata
pelajaran yang di-UN-kan atau mencapai rata-rata tingkat kinerja guru 90
(konversi akhir) di akhir tahun. Masyarakat sering menyebut istilah kualitas
pendidikan atau pendidikan berkualitas tersebut melalui pembicaraan atau
percakapan tertentu. Bahkan di media internet ini juga sering kita temui. Oleh
pemerintah, salah satu tolok ukur atau standardisasi kualitas pendidikan
dinyatakan dengan perolehan nilai evaluasi murni (NEM). Nilai ini diambil
melalui ujian nasional (UN). Jika nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, maka
dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi. Atau pendidikan berkualitas itu
tercermin dari perolehan NEM siswa pada tingkat terakhir setiap jenjang
pendidikan. Akan tetapi, pemahaman terhadap kualitas pendidikan seperti ini
belum bersifat komprehensif. Mutu pendidikan cenderung hanya dilihat dalam
satu ranah kognitif (intelektual) semata. Atau dengan kata lain dipandang
dalam aspek nilai akademis belaka. Di tingkat sekolah, selain dari NEM lulusan,
kualitas pendidikan juga diindikasikan dengan jumlah lulusannya diterima di
sekolah favorit atau perguruan tinggi ternama. Semakin banyak lulusannya
diterima disuatu jenjang pendidikan berikutnya semakin bermutu pendidikan di
sekolah itu.

Selanjutnya persoalan yang ada perlu diidentifikasi. Persoalan yang dimaksud


adalah kesenjangan antara apa yang menjadi tujuan sekolah dan kenyataan
yang ada. Manakala kita sudah menetapkan nilai prestasi siswa 80 namun dari
sejumlah tes ternyata hanya diperoleh nilai 70, maka hal ini merupakan
persoalan yang dapat dicari akarnya baik itu dari sisi proses atau bahkan
perencanaan pembelajarannya termasuk di dalamnya ketersediaan sumber-
sumber belajar yang diperlukan.

Setelah kita mengidentifikasi masalah, kita mengembangkan alternatif


pemecahan permasalahan. Kembangkan sebanyak mungkin alternatif
pemecahan masalah. Misalnya, untuk  meningkatkan nilai prestasi siswa dari
rata-rata 70 menjadi 80, sekolah dapat mengadakan remedial (pembelajaran
plus tes), penambahan waktu pembelajaran, penerapan metode pembelajaran
inovatif,  pengadaan sumber belajar baru, pemberian hadiah untuk siswa
dan/guru yang mampu mencapai nilai tinggi dan lain-lain.  Setelah itu, kita
menilai dan mempertimbangkan alternatif yang dikembangkan tersebut. Kita
tidak boleh mengabaikan satu pun alternatif yang dikembangkan. Adapun hal-
hal yang menjadi rujukan untuk mempertimbangkan alternatif yang dimaksud
adalah teori pendidikan,  perundang-undangan dan peraturan/kebijakan
pemerintah, kebijakan-kebijakan yang sekolah, ketersediaan sumber daya,
kondisi fisik dan psikis guru dan siswa, dan  bahkan kondisi ekonomi, dan latar 
sosial dan budaya siswa.

Apabila kita sudah mempertimbangkan alternatif tersebut secara matang, maka


kita dapat memilih alternatif apa yang paling baik dan menguntungkan bagi
sekolah. Alternatif tersebut merupakan alternative yang telah dikaji dari 
berbagai segi.  Keputusan tersebut kemudian di sosialisasikan pada semua
warga sekolah untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang sudah
disepakati. Berbagai media sosialisasi dapat dimanfaatkan oleh  administrator
sekolah baik berupa rapat dinas, papan pengumuman, majalah dinding,
maupun poster. Para pimpinan  sekolah harus dapat memastikan bahwa semua
pihak yang terkait mengetahui dan memahami keputusan yang diambil.
Pelaksanaan keputusan tersebut perlu dimonitor dan dikendalikan agar sesuai
dengan yang ditetapkan sebelumnya. Monitoring perlu dilakukan untuk 
memastikan semua pihak melaksanakan keputusan yang diambil. Selanjutnya,
kita perlu mengevaluasi  pelaksanaan keputusan tersebut untuk perbaikan.
Kegiatan evaluasi ini sering diabaikan oleh para administrator sekolah karena
merasa cukup dengan mengamati pelaksaan keputusan tersebut. Padahal,
kegiatan ini sangat penting karena kita dapat mengetahui pencapaian tujuan
sekolah dan efektivitas pelaksanaan keputusan pendidikan.

Pengambilan keputusan yang berkualitas dapat membuat kinerja dan semangat


warga sekolah meningkat serta kualitas praktik pendidikan meningkat pula.
Untuk dapat menghasilkan keputusan pendidikan yang berkualitas tersebut kita
perlu menginvestasikan waktu, tenaga dan sumber daya yang memadai untuk
melakukan berbagai langkah-langkah sistematis pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai