NIM : 19210038
Dosen pengampu : H. Khoirul Anam, Lc, M.Hi
TAFSIR AHKAM
Talak bermakna lepas atau putus pertalian, habis pergaulan, bercerai, berpisah dan
berarti putus pertalian pernikahan antara suami dan istri. Dan bahwa perpisahan dan
perceraian antara suami dan istri itu sebaiknya hanya terjadi dua kali dan suami
perbolehkan rujuk kembali kepada istri setelah terjadi perpisahan atau perceraian yang
pertama dan kedua.
Dengan kata “talak dua kali” sudah jelas yang dimaksud adalah perpisahan atau
perceraian itu dua kali itu bisa diirujuk kembali, sebab melafalkan kata talak dua atau tiga
sekaligus hanya akan menghasilkan perpisahan atau perceraian satu kali. Kemudian
apabila seorang laki-laki akan merujuknya hendaknya dengan cara yang maruf dan
mempergaulinya dengan cara yang baik dan ketika akan menceraikannya hendaknya
dengan cara yang baik juga dan tidak dibolehkan mengurangi hak-haknya sedikitpun
Ketika ditalak dan diceraikan suami tidak diperkenankan mengambil apa-apa saja yang
telah diberikan kepada istri seperti mahar dan yang lainnya dengan kata “talak dua kali”
sudah jelas yang dimaksud adalah perpisahan atau perceraian itu dua kali itu bisa diirujuk
kembali, sebab melafalkan kata talak dua atau tiga sekaligus hanya akan menghasilkan
perpisahan atau perceraian satu kali. apabila keduanya takut tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah tersebut maka dibolehkan bagi isteri untuk menebus dirinya dengan
cara memberikan sebagian harta yang bisa diterima oleh suami agar bisa mentalaknya.
2. Surah Al-Baqarah : 223
Pada ayat ini menjelaskan tentang salah satu kewajiban suami istri yang
diperumpamakan sebagai pemilik ladang dan sebuah ladang. Seorang laki-laki boleh
mencampuri istrinya sesuka hati kalian dari depan atau belakang akan tetapi tetap pada
satu jalan yaitu kemaluan. istri adalah tempat menyebarkan benih atau bibit keturunan
agar berkembang dengan baik, maka suami boleh mencampuri istrinya dengan berbagai
cara yang disukainya. Asalkan tidak mendatangakan kemudhorotan. Dengan syarat bukan
seperti waktu haid dan bukan sodomi. Pendapat jumhur ulama bahwa mereka semua
secara tegas dan keras menentang perbuatan tersebut, bahkan sebagian dari mereka
menganggap kufur perbuatan sodomi.
Pada ayat 20 menjelaskan tentang tuntunan jika perceraian itu terpaksa terjadi.
Dalam ayat ini melarang untuk mengambil kembali apa yang telah diberikan selama
perceraian yang bukan disebabkan oleh istri yang melakukan “fahisyah yang nyata”.
4. Surah An-Nisaa : 3
Pada ayat ini menjelaskan ketika ada seorang yang akan menikahi seorang yatim,
maka anak yatim tersebut harus diperlakukan adil seperti orang-orang biasa. Jadi tidak
boleh karena ingin menguasai hartanya atau karena paras wajahnya saja. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika seorang takut tidak bisa berbuat adil maka lebih baik tidak
menikahi anak yatim tersebut.
Ayat ini merupakan latar belakang sebab tentang poligami. Pada dasarnya ayat
diperbolehkan poligami dalam islam bukan karena motivasi seks dan kenikmatan
biologis. Akan tetapi, motivasi social dan kemanusiaan.
Poligami bisa dibilang bukan hal yang disarankan untuk dilakukan. Dikarenakan
syarat yang diberikan oleh pelaku poligami adalah syarat yang lumayan berat, yaitu
syarat adil kepada semua istri. Dan juga islam mengutamakan prinsip monogamy.
6. Surah An-Nisa : 4
Pada ayat ini dijelaskan bahwa laki-laki yang hendak menikahi seorang
perempuan maka dibebankan atau diwajibkan membayar mahar sebagai dampak dari
akad nikah, sehingga marah yang telah diberikan kepada istri menjadi wajib dan menjadi
hak istri.
Para suami agar memberikan mahar berupa sesuatu yang telah mereka janjikan
kepada istri mereka pada waktu akad nikah yang terkenal dengan (mahar musamma) atau
sejumlah mahar yang biasa diterima oleh keluarga istri yang terkenal dengan (mahar
misil) karena tidak ada ketentuan mengenai jumlah itu sebelumnya.
7. Surah An-Nisaa : 35
Pada ayat ini dijelaskan bagaimana cara mengatasi kekhawatiran akan terjadinya
syiqaq atau perselisihan antara suami dan istri ketika sudah melakukan usaha-usaha yang
telah ditentukan pada ayat sebelumnya. Pada ayat ini memberikan arahan untuk
mendatangkan seorang hakam atau juru damai dari keluarga ke-2 belah pihak. Seorang
hakam boleh dari keluarga ataupun orang lain.
Tugas seorang hakam adalah mecari titik terang atas masalah yang dialami suami
istri yang berselisih. Jika usaha mencari damai gagal antara suami istri, maka diusahakan
lagi penunjukkan dua hakam yang sifatnya sebagai wakil dari suami istri yang
bersengketa dalam batas-batas kekuasaan yang diberikan kepadanya. Kalaupun ini belum
berhasil, maka untuk ketiga kalinya dicari lagi dua orang hakam yang akan mengambil
keputusan, dan keputusan itu mengikat.
Pada ayat ini menjelaskan tentang seorang wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya. Perempuan tersebut harus menjalani masa iddah selama 4 bulan 10 hari.
Ketentuan ini berlaku kepada istri yang sudah dicampuri maupun belum dicampuri olah
sang suami.
Sedangkan ketika istri ditingal mati pada waktu hamil, maka sang istri mengalami
masa iddah sampai ia melahirkan. Dan ketika perempuan itu sudah tidak mengalami haid
maka iddahnya tiga bulan. Dan ketika sedang haid maka iddahnya cukup haid itu sebagai
iddah.