Anda di halaman 1dari 213

NASKAH AKADEMIK

______________________

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman merupakan kegiatan
yang bersifat multi sektor dan berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman menyatakan bahwa negara bertanggung jawab melindungi seluruh
rakyat Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
sehingga masyarakat dapat bertempat tinggal secara layak di lingkungan yang
aman, sehat, harmonis, dan berkelanjutan.

Sesuai dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa: Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Konsekuensi
dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran
yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai
salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri,
dan produktif.

Visi Pemerintah Kabupaten Buleleng adalah “Terwujudnya Masyarakat


Buleleng yang Mandiri, Sejahtera, Damai dan Lestari Berlandaskan Tri Hita
Karana”. Sejalan dengan visi tersebut, maka visi pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng
ialah “Terwujudnya Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Buleleng yang Layak Huni dan Sejahtera Berlandaskan Tri Hita Karana”, Untuk
mencapai visi tersebut, ditetapkan misi pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng adalah:
1. Memantapkan partisipasi pemangku kepentingan dalam pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;

1
NASKAH AKADEMIK
______________________

2. Menciptakan regulasi terkait pengembangan perumahan dan kawasan


permukiman.
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur daerah untuk
pemenuhan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman;
4. Mewujudkan pembangunan Buleleng yang berbudaya dan berkelanjutan
(sustainable development).
Dengan misi tersebut, maka rencana pembangunan, pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman, dijadikan pedoman dalam upaya
mewujudkan kawasan permukiman dengan bangunan rumah tempat tinggal yang
layak huni, sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.
Sehubungan dengan uraian di atas, terkait dengan hak bertempat tinggal,
negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu
bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah
Indonesia.

Saat ini kebutuhan masyarakat terhadap pemukiman dan perumahan di


berbagai daerah termasuk di Kabupaten Buleleng sangat tinggi, karena perumahan
atau papan adalah kebutuhan primer yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Terhadap
kebutuhan utama (primer) tersebut telah menimbulkan suatu lahan baru bagi
pengusaha pengembang untuk membuat perumahan-perumahan yang terjangkau
dan murah.

Kabupaten Buleleng merupakan kabupaten yang memiliki luas wilayah


terluas dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kota di Bali dengan luas wilayah
1.365,88 Km2 (24,25% dari Luas Pulau Bali). Secara geografis Kabupaten
Buleleng terletak pada 8o3'40 - 8o23'00" Lintang Selatan dan 114o25'55" -
115o27'28" Bujur Timur yang posisinya berada di Bagian Utara Pulau Bali.
Secara administrasi, wilayah Kabupaten Buleleng mencakup 9 kecamatan, 129
desa definitif, 19 kelurahan, dan 169 desa pakraman. Ditinjau dari luas wilayah
masing-masing kecamatan, Kecamatan Gerokgak merupakan kecamatan terluas,
yaitu 356,57 km2 atau 26,11% dari luas Kabupaten Buleleng. Sedangkan luas

2
NASKAH AKADEMIK
______________________

wilayah paling sempit adalah Kecamatan Buleleng, yaitu 46,95 km2 atau 3,44%
dari luas Kabupaten Buleleng. Gambar 1 Peta Kabupaten Buleleng.

Gambar 1 : Peta Administrasi Kabupaten Buleleng (sumber: Perda No. 9 Tahun


2013 tentang RTRW Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033).

Keadaan topografi Kabupaten Buleleng adalah sebagian besar merupakan


daerah berbukit yang membentang di bagian selatan, sedang bagian utara wilayah
Kabupaten Buleleng memanjang dari Barat ke Timur, yang meliputi seluruh
Pantai Utara Bali. Kabupaten Buleleng dengan topografi “Nyegara Gunung”
memiliki variasi ekosistem hutan dengan luas kurang lebih 37,65%, dua buah
danau yaitu Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Dengan topografi seperti pada
Gambar 2, dapat diketahui aktivitas pertanian lahan dominan basah terdapat di
bagian tengah yaitu Kecamatan Buleleng dan Banjar, di bagian pedataran terdapat
permukiman perkotaan, permukiman perdesaan dan kawasan pesisir dan laut.
Potensi kabupaten adalah bidang pertanian dalam arti luas, bidang pariwisata dan
bidang industri. Sedangkan aksessibilitas wilayah terdapat jalur jalan nasional
sebagai poros pergerakan wilayah dan sekaligus menjadi poros pergerakan antar
kecamatan dan antar desa.

3
NASKAH AKADEMIK
______________________

Gambar 2 : Peta Topografi Kabupaten Buleleng (sumber: Materi Teknis RTRW


Kabupaten Buleleng)

Berdasarkan Gambar 2, kondisi topografi/kemiringan lereng Kabupaten


Buleleng dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan topografi yaitu:
1) Daerah datar dengan tingkat kemiringan 0 – 1,9% seluas 12.264,75 Ha atau
8,98%, (2) Daerah landai dengan tingkat kemiringan 2 – 24,9% seluas 70.226 Ha
atau 51,41%, (3) Daerah miring dengan tingkat kemiringan 25 – 39,9% seluas
21.462,75 Ha atau 15,71%, dan (4) Daerah terjal dengan tingkat kemiringan di
atas 40% seluas 32.634,5 Ha atau 23,89%. Dalam kaitan dengan pembangunan
perumahan dan permukiman, topografi yang melandai ke utara dan sempit
(Nyegara Gunung), maka pengembangan permukiman berpotensi ke arah barat
dan timur sejajar dengan garis pantai. Sementara ke arah selatan merupakan
kemiringan lereng yang terjal, arah pengembangan permukiman akan terkendala
oleh topografi.

Jumlah penduduk Kabupaten Buleleng Tahun 2020 sebanyak 791.813


jiwa dengan distribusi penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Buleleng
(18,97%) dan paling kecil berada di Kecamatan Busungbiu (6,65%). Kepadatan

4
NASKAH AKADEMIK
______________________

penduduk di Kabupaten Buleleng pada Tahun 2020 sebesar 580 jiwa/km 2 dengan
laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,33%. Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk di Kabupaten Buleleng, kebutuhan akan penyediaan perumahan beserta
sarana dan prasarananya juga akan meningkat.

Penyediaan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng


saat ini juga menimbulkan masalah tersendiri diantaranya masih adanya
kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang
dibutuhkan masyarakat yang sering disebut dengan Backlog, masih adanya rumah
tidak layak huni, prasarana sarana utilitas (PSU) perumahan yang tidak terawat
karena ditinggalkan pengembang, belum optimalnya pemerintah daerah dalam
mengawasi dan memelihara PSU perumahan karena bukan merupakan aset
pemda, alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan permasalahan
permukiman kumuh menjadi tantangan daerah untuk segera diatasi.

Perkembangan wilayah berdampak pada pergeseran fungsi ruang, sehingga


pembangunan perumahan dan kawasan permukiman harus sejalan dengan rencana
pembangunan di sektor lain. Pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang
kurang memperhatikan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
dapat menimbulkan kesulitan bagi MBR dalam memperoleh rumah yang layak
dan terjangkau. Agar penyelenggaraan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman dapat berjalan optimal dan terorganisasi dengan baik diperlukan
suatu aturan terkait Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sampai saat ini Kabupaten Buleleng belum mempunyai aturan yang mengatur
tentang keberadaan perumahan rakyat dan kawasan permukiman. Tanpa adanya
regulasi terkait dengan pengembangan perumahan dan permukiman, maka
berpotensi tumbuh dan berkembangnya perumahan dan permukiman yang
dikembangkan oleh penduduk atau pengembang yang tidak memperhatikan
standar bangunan dan lingkungannya, yang pada akhirnya melahirkan
permukiman kumuh. Terbentuknya permukiman kumuh, ujungnya akan muncul
permasalahan yang kompleks dalam perumahan dan permukiman. Jones (2017)
menjelaskan bahwa permukiman kumuh akan mengalami kekurangan dalam
mendapatkan pelayanan baik ketersediaan air bersih, drainase yang buruk, dan
akses jalan dan pencemaran lingkungan. Kerentanan terhadap

5
NASKAH AKADEMIK
______________________

status kepemilikan tanah, dan kemiskinan yang semakin meningkat. Sehubungan


dengan hal tersebut, maka diperlukan perencanaan yang matang dalam
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan
penjabaran dan sebagai bagian dari perencanaan tata ruang, khususnya terkait
zona perumahan dan permukiman. Dengan demikian maka kedudukan rencana
perumahan dan kawasan permukiman ini berada di bawah Rencana Tata Ruang
(RTRW maupun RDTR). Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan daerah di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dan sekaligus menjadi permasalahan
di daerah (local problem solving) terkait di bidang perumahan dan kawasan
permukiman, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Untuk mewujudkan
sebuah perda yang ideal maka dilakukanlah kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat permasalahan
yang dapat diidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik ini,
yaitu:
1. Bagaimana pengembangan perumahan dan kawasan permukiman dilihat dari
praktik empiris pengelolaan perumahan dan kawasan permukiman?
2. Bagaimana peraturan yang terkait dengan pengelolaan perumahan dan kawasan
permukiman saat ini?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
dari pembentukan peraturan daerah tentang perumahan dan kawasan
permukiman?
4. Apa yang menjadi sasaran, jangkauan, arah pengaturan dan materi muatan
yang perlu diatur dalam peraturan daerah tentang perumahan dan kawasan
permukiman?

6
NASKAH AKADEMIK
______________________

1.3. Maksud dan Tujuan


Mengacu pada identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas,
maksud dan tujuan dari penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai berikut.

1.3.1. Maksud
Maksud dari penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai landasan
ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, yang
memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan
perundang-undangan.

1.3.2. Tujuan
Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan
penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui pengembangan perumahan dan kawasan permukiman dilihat
dari praktik empiris pengelolaan perumahan dan kawasan permukiman
serta urgensi pembentukan peraturan daerah ini;
b. Mengetahui kondisi peraturan yang terkait dengan pengelolaan perumahan
dan kawasan permukiman saat ini;
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis,
pembentukan peraturan daerah tentang perumahan dan kawasan
permukiman;
d. Merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, arah
pengaturan, dan materi muatan dalam peraturan daerah tentang perumahan
dan kawasan permukiman.

1.4. Sasaran
Mengacu pada maksud dan tujuan tersebut di atas, sasaran dari
penyusunan Naskah Akademik diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bagi
pembentukan rancangan peraturan daerah tentang perumahan dan kawasan
permukiman di Kabupaten Buleleng.

7
NASKAH AKADEMIK
______________________

1.5. Ruang Lingkup Kegiatan


Berpijak pada maksud dan tujuan serta sasaran penyusunan Naskah
Akademik sebagaimana telah dipaparkan dan mengacu pada Permendagri Nomor
17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta perubahannya
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, serta Permendagri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, dapat dikemukakan ruang
lingkup kegiatan dalam kegiatan pengembangan yang dilakukan sebagai berikut.
1. Persiapan Administrasi dan Teknis Pekerjaan
Ruang lingkup kegiatannya mencakup: Penyusunan Kerangka Acuan
Kerja (KAK) atau Term of Reference (ToR) yang digunakan dalam
melakukan kegiatan pengembangan.
2. Forum Diskusi
Kegiatan rapat membahas ToR yang akan digunakan untuk penyusunan
Desain Pengembangan.
3. Penyusunan Desain Pengembangan
Rancangan pengembangan dan alat pengumpul data/informasi yang
dipergunakan sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan
pengembangan.
4. Sidang TPM
Sidang TPM merupakan rapat Tim Pengendali Mutu guna membahas ide
baru, isu dan keluaran sasaran desain pengembangan ditinjau dari
substansi untuk memberikan arahan guna penyempurnaan dokumen yang
selanjutnya akan dibahas pada tahap selanjutnya.
5. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil
penelusuran pustaka, yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan

8
NASKAH AKADEMIK
______________________

secara kualitatif melalui studi kepustakaan, Focus Group Discussion


(FGD), diskusi dan wawancara.
6. Pemutakhiran dan Analisis Data
Pemutakhiran dan analisis data adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menganalisis dan mengabstraksikan hasil-hasil penelitian guna
menemukan variabel-variabel penting serta menyeleksi data atas dasar
reliabilitas dan validitas. Pemutakhiran dan analisis data yang telah
dikumpulkan menjadi bahan dalam penyusunan draft naskah Akademik
sesuai metode yang telah ditentukan.
7. Penyusunan Draft Naskah Akademik
Draft Naskah Akademik adalah rancangan laporan sementara hasil
pengembangan yang telah disusun dan dilampiri seluruh data pendukung
yang diperlukan. Selanjutnya Draft Naskah Akademik tersebut diusulkan
kepada Sidang TPM agar disetujui untuk diseminarkan.
8. Sidang TPM
Sidang TPM adalah rapat Tim Pengendali Mutu guna membahas Draft
Naskah Akademik yang sudah disiapkan terlebih dahulu oleh tim
kelitbangan guna disampaikan pada seminar Naskah Akademik.
9. Penyempurnaan Naskah Akademik
Naskah Akademik adalah naskah hasil pengembangan yang telah disetujui
pada Sidang TPM dan telah diseminarkan. Naskah Akademik tersebut
diolah ke dalam bentuk laporan ringkasan eksekutif, dokumentasi
perpustakaan, dan naskah jurnal ilmiah.

1.6. Metode Penelitian


1.6.1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini
adalah pendekatan yuridis normatif (Permendagri Nomor 17 Tahun 2016).
Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang
menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan,
dokumen hukum lainnya, hasil penelitian, hasil pengkajian, atau referensi lainnya.
Metode yuridis normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus

9
NASKAH AKADEMIK
______________________

group discussion), dan rapat dengar pendapat dengan langkah-langkah strategis


yang dilakukan meliputi:

1. Menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan (tinjauan legislasi)


yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
2. Melakukan tinjauan akademik melalui diskusi dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dan
pejabat terkait.
3. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam penyusunan ranperda,
sehingga memperoleh kesepahaman di antara stakeholder yang
kepentingannya terkait dengan substansi pengaturan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Buleleng tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
4. Melakukan sosialisasi dalam rangka untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang pentingnya pengaturan mengenai
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
5. Menganalisa informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai
instansi/ lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat (tinjauan teknis),
dan seluruh pihak yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
6. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta
menuangkannya dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Buleleng tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.

1.6.2. Lokasi Pekerjaan


Lokasi pekerjaan ini adalah Kabupaten Buleleng, dengan luas wilayah
mencakup 9 kecamatan namun karena keterbatasan waktu lokasi pekerjaan
dilakukan sampling. Sampling ditentukan secara purposive dengan pertimbangan
lokasi tersebut memiliki perkembangan yang pesat tentang perumahan dan
permukiman. Pertumbuhan permukiman akan berdampak pada pemanfaatan
ruang yang bukan peruntukan bagi permukiman dan terjadinya alih fungsi lahan.

10
NASKAH AKADEMIK
______________________

1.6.3. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan dari instrumen pengumpul data yang
diberikan kepada tokoh masyarakat, aparat desa/kelurahan dan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Buleleng, seperti: Badan Pengelolaan
Keuangan dan Pendapatan Daerah, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil. Data sekunder yaitu data digunakan untuk mendukung dan
melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah perumahan dan
kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara
membaca buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca
dokumen, peraturan perundang-undangan, Peraturan Daerah Kabupaten
Buleleng yang berhubungan dengan perumahan dan kawasan
permukiman.
2. Wawancara
Wawancara dilaksanakan dengan tokoh masyarakat, pengembang, Kepala
Desa/Lurah, Camat dan Organisasi Perangkat Daerah yang terkait dengan
masalah perumahan dan permukiman di Kabupaten Buleleng yang terkait
dengan RPJP, RPJM tentang arah dan kebijakan pembangunan di daerah,
kebijakan pengembangan perumahan dan permukiman, sarana dan
prasarana permukiman, kemampuan keuangan daerah, pendanaan dan
pembiayaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
3. Focus Group Discussion (FGD)
FGD diselenggarakan untuk merumuskan dan menyelesaikan persoalan-
persoalan krusial dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,

11
NASKAH AKADEMIK
______________________

sehingga memperoleh kesepahaman di antara stakeholder yang ada.


4. Konsultasi Publik (Public Hearing)
Public Hearing dilakukan untuk menyerap sebanyak-banyaknya masukan
dari masyarakat dengan mendengarkan pendapat mereka. Public hearing
dilakukan dengan tokoh masyarakat dan stakeholder yang berhubungan
dengan perumahan dan permukiman.

1.6.5. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan proses mengumpulkan dan mengolah data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dengan analisis data akan
menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang
diperoleh. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kualitatif. Model
analisis kualitatif digunakan model analisis interaktif, yaitu model analisis yang
memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta penarikan
kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses siklus (Matthew B. Miles dan
A. Michael Huberman (1992). Dalam menggunakan analisis kualitatif, maka
interprestasi terhadap apa yang ditentukan dan merumuskan kesimpulan akhir
digunakan logika atau penalaran sistematik. Terdapat 3 (tiga) komponen pokok
dalam tahapan analisa data, yaitu:
1. Data Reduction merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang ada dalam field note. Reduksi data dilakukan
selama penelitian berlangsung, hasilnya data dapat disederhanakan dan
ditransformasikan melalui seleksi, ringkasan serta penggolongan dalam
suatu pola.

2. Data Display adalah panduan organisasi informasi yang memungkinkan


kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah
memahami apa yang terjadi dan harus dilakukan.

3. Conclution Drawing adalah berawal dari pengumpulan data peneliti harus


mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya, dengan cara pencatatan
peraturan, pola-pola, pernyataan konfigurasi yang mapan dan arahan sebab
akibat, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. Tiga

12
NASKAH AKADEMIK
______________________

komponen analisis data di atas membentuk interaksi dengan proses


pengumpulan yang berbentuk siklus (Matthew B. Miles dan A. Michael
Huberman (1992)).

1.7. Penerima Manfaat


Hasil Penyusunan Naskah Akademik yang dilakukan diharapkan dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
1. Bagi Pemerintah, dapat dijadikan sebagai menjadi bahan masukan, bahan
pembanding dan bahan acuan dalam proses perencanaan pembentukan
Perda/Ranperda Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kabupaten Buleleng,
karena sebagai hasil penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Bagi Dunia Usaha, sebagai acuan dalam menghasilkan Perda Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang baik dan berkualitas, sehingga dapat digunakan
sebagai acuan operasional dalam pembangunan dan pengembangan sektor
perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng.
3. Bagi Masyarakat, sebagai acuan dalam menghasilkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang baik dan
berkualitas, sehingga dapat memberikan arahan dalam pembangunan dan
pengembangan di sektor perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten
Buleleng.

13
NASKAH AKADEMIK
______________________

BAB 2
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

2.1 Kajian Teoritis


Kajian teoritis dalam penyusunan naskah akademis mencakup hal-hal sebagai
berikut.
2.1.1 Kewenangan Pemerintah Bidang Perumahan dan Pemukiman
Urusan Pemerintahan bidang Perumahan dan Kawasan Permukinan menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Esensi Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia


sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang rincian pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota terdapat dalam lampirannya.

Pembagian urusan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


didasarkan pada prinsip:

1. Akuntabilitas adalah bahwa penanggungjawab penyelenggaraan suatu


urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas,
besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan
suatu urusan pemerintahan.
2. Efisiensi adalah bahwa penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan
ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi
yang dapat diperoleh.

14
NASKAH AKADEMIK
______________________

3. Eksternalitas adalah bahwa penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan


ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul
akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
4. Strategi Nasional adalah bahwa penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka menjaga
keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan negara, implementasi
hubungan luar negeri, pencapaian program strategis nasional, dan
pertimbangan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan prinsip tersebut kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah kabupaten/kota adalah:
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota.
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/kota.
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam
daerah kabupaten/kota.
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumberdayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 urusan pemerintahan dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu urusan absolut, urusan konkuren dan urusan
pemerintahan umum. Selanjutnya urusan konkuren terbagi menjadi urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan wajib yang terdiri urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar dan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:

1. Pendidikan.
2. Kesehatan.
3. Pekerjaan umum dan penataan ruang.
4. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman.
5. Ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.
6. Sosial (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014).

15
NASKAH AKADEMIK
______________________

Sedangkan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar


meliputi:

1. Tenaga kerja.
2. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak.
3. Pangan.
4. Pertanahan.
5. Lingkungan hidup.
6. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.
7. Pemberdayaan masyarakat dan Desa.
8. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana.
9. Perhubungan.
10. Komunikasi dan informatika.
11. Koperasi, usaha kecil, dan menengah.
12. Penanaman modal.
13. Kepemudaan dan olah raga.
14. Statistik.
15. Persandian.
16. Kebudayaan.
17. Perpustakaan.
18. Kearsipan (Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014). Selanjutnya Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi:
1. Kelautan dan perikanan.
2. Pariwisata.
3. Pertanian.
4. Kehutanan.
5. Energi dan sumberdaya mineral.
6. Perdagangan.
7. Perindustrian.
8. Transmigrasi (Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014).

Pemerintahan Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren menurut


asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

16
NASKAH AKADEMIK
______________________

sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945. Salah satu Urusan Pemerintahan
Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah bidang perumahan dan
kawasan permukiman. Untuk terselenggaranya pelayanan dasar terkait dengan
bidang perumahan dan kawasan permukiman perlu ada regulasi yang mengatur
tentang perumahan dan kawasan permukiman, sehingga ada payung bagi
pemegang otoritas untuk menerapkan peraturan yang ada, yang ujungnya adalah
terselenggaranya pemerintahan yang kuat dengan dukungan peraturan daerah.

2.1.2. Konseptual tentang Perumahan, Kawasan Permukiman, dan


Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU)
2.1.2.1. Pengertian Perumahan
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan perumahan adalah
kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Rumah adalah salah satu jenis
ruang tempat manusia beraktivitas, harus dipandang dari seluruh sisi faktor yang
mempengaruhinya dan dari sekian banyak faktor tersebut, yang menjadi sentral
adalah manusia. Dengan kata lain, konsepsi tentang rumah harus mengacu pada
tujuan utama manusia yang menghuninya dengan segala nilai dan norma yang
dianutnya (Eko Budiharjo, 1998: 4).

Masyarakat manusia mulai membangun rumah setelah meninggalkan cara hidup


berburu dan mengumpulkan makanan. Dalam tradisi masyarakat tradisional,
rumah, lebih dari sekadar tempat bernaung dari cuaca dan segala hal yang
dianggap musuh, sarat dengan makna-makna sebagai hasil pengejawantahan
budaya, tradisi dan nilai-nilai yang dianut. Rumah dianggap sebagai
mikrokosmos, yang merupakan bagian dari makrokosmos di luarnya serta
lingkungan alam secara luas. Ini berarti bahwa manusia, konstruksi rumah, bahan
bangunan serta lingkungannya seperti gunung, batu alam, pohon atau tumbuhan
lainnya dapat disamakan sebagai makhluk hidup, bukan benda mati.

17
NASKAH AKADEMIK
______________________

Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang bersifat fisik
(house, dwelling, shelter) atau bangunan untuk tempat tinggal/ bangunan pada
umumnya (seperti gedung dan sebagainya). Jika ditinjau secara lebih dalam rumah
tidak sekadar bangunan melainkan konteks sosial dari kehidupan keluarga di
mana manusia saling mencintai dan berbagi dengan orang- orang terdekatnya
(Aminudin, 2007: 12).

Dalam pandangan ini rumah lebih merupakan suatu sistem sosial ketimbang
sistem fisik. Hal ini disebabkan karena rumah berkaitan erat dengan manusia,
yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan keinginan-keinginan yang berbeda dan
selalu bersifat dinamis, karenanya rumah bersifat kompleks dalam
mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan kehidupannya. Beberapa konsep
tentang rumah:

a. Rumah sebagai pengejawantahan jati diri, rumah sebagai simbol dan


pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya;
b. Rumah sebagai wadah keakraban, rasa memiliki, rasa kebersamaan,
kehangatan, kasih dan rasa aman;
c. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi, tempat melepaskan diri
dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin;
d. Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat
kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian
proses ke masa depan;
e. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari;
f. Rumah sebagai pusat jaringan sosial; dan
g. Rumah sebagai struktur fisik (Hendrawan, 2004: 54).

Pada masyarakat modern, perumahan menjadi masalah yang cukup serius.


Pemaknaan atas rumah, simbolisasi nilai-nilai dan sebagainya seringkali sangat
dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial. Rumah pada masyarakat
modern, terutama di perkotaan, menjadi sangat bervariasi, dari tingkat paling
minim, yang karena keterbatasan ekonomi hanya dijadikan sebagai tempat
berteduh, sampai kepada menjadikan rumah sebagai lambang prestise karena
kebutuhan menjaga citra kelas sosial tertentu.

18
NASKAH AKADEMIK
______________________

Masalah perumahan di Indonesia berakar dari pergeseran konsentrasi penduduk


dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang cukup tinggi,
sekitar 4% pertahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, dan cenderung akan
terus meningkat. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang tinggi tumbuhnya
kota-kota di Indonesia. Sayangnya, terjadi keadaan yang tidak sesuai antara
tingkat kemampuan dengan kebutuhan sumberdaya manusia untuk lapangan kerja
yang ada di perkotaan, mengakibatkan timbulnya kelas sosial yang tingkat
ekonominya sangat rendah. Hal ini berakibat terhadap tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar kaum papa itu yang dapat dikatakan sangat minim. Rumah dan
tempat hunian mereka tidak lebih merupakan tempat untuk tetap survive di tengah
kehidupan kota. Kualitas permukiman mereka dianggap rendah dan tidak
memenuhi standar hidup yang layak (Widyaningsih, 2006:14).

Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan pemerintah dan swasta


(real estat). Tetapi apa yang dilakukan belum mencukupi, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Dari segi jumlah ternyata pemerintah dan swasta hanya mampu
menyediakan lebih kurang 10% saja dari kebutuhan rumah, sementara sisanya
dibangun sendiri oleh masyarakat. Dari segi kualitas, banyak pihak yang
berpendapat bahwa program yang ada belum menyentuh secara holistik dimensi
sosial masyarakat, sehingga masih perlu diupayakan perbaikan-perbaikan.

Perbedaan persepsi tentang rumah layak huni. Masalah rumah dan perumahan
sering hanya didekati dengan penyelesaian teknis-ekonomi yang sepihak, tanpa
melibatkan masyarakat pemakai yang berhubungan erat dengan latar belakang
budaya, tradisi dan perilaku mereka. Hal ini menimbulkan kesenjangan dalam
memandang rumah yang layak huni. Salah satu akibatnya adalah rumah siap huni
berupa rumah susun, misalnya, ditinggalkan oleh penghuninya, atau berkembang
menjadi sangat rawan akan kriminalitas, atau dipugar, yang tentunya
membutuhkan biaya tambahan.

Ketidakseimbangan persediaan dan permintaan. Kebutuhan paling banyak adalah


berasal dari golongan rumah menengah ke bawah, sementara ada kecenderungan
pihak pengembang, terutama swasta membangun untuk

19
NASKAH AKADEMIK
______________________

masyarakat menengah atas yang memang menjanjikan keuntungan yang lebih


besar.

Keberlanjutan rumah dan perumahan. Belum ada sistem yang efektif untuk
mengevaluasi perumahan, agar dapat diperoleh gambaran kehidupan masyarakat
di dalamnya pasca okupansi. Padahal hal ini penting untuk perbaikan kualitas
perumahan secara berkelanjutan (Eko Budiarjo: 7).

Ketidakseimbangan aksessibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kota.


Masyarakat berpendapatan rendah yang membangun rumahnya dalam batas
kemampuannya pada ruang-ruang kota, karena dianggap ilegal, jadi tidak
memiliki akses yang semestinya ke fasilitas pelayanan kota, seperti prasarana dan
sanitasi lingkungan. Hal ini menunjukkan tidak terlindunginya hak-hak mereka
sebagai warga kota. Masalah perolehan tanah. Belum adanya sistem pengendalian
harga tanah oleh Pemerintah, menyebabkan merebaknya spekulan tanah, yang
mengakibatkan membubungnya harga tanah, jauh dari jangkauan daya beli
masyarakat. Menyelesaikan masalah-masalah tersebut merupakan tanggung jawab
seluruh komponen bangsa. Oleh karenanya, setiap pihak harus mengupayakan
perbaikan perumahan sesuai dengan kemampuannya masing-masing, baik melalui
sumbang pemikiran, tenaga maupun modal.

Beberapa tahapan dan persyaratan yang harus ditempuh dalam mendirikan


perumahan adalah sebagai berikut.

a. Tahap Pertama
Pastikan tanah yang dikelola menjadi perumahan merupakan tanah yang
tidak melanggar Rencana Tata Ruang supaya tidak ada hambatan dalam
melakukan proses perizinan. Langkah ini bisa dilaksanakan dengan
mengajukan permohonan Informasi Tata Ruang (ITR) ke Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang, sehingga bisa didapatkan kepastian bahwa bidang
tanah yang akan dikembangkan sesuai dengan peruntukan dan fungsi
perumahan/kawasan permukiman.
b. Tahap Kedua
Bagi pelaku usaha/pengembang yang akan mencari lahan dan
membebaskan lahan untuk pengembangan suatu perumahan dengan luas di

20
NASKAH AKADEMIK
______________________

atas 1 Ha, maka sebelumnya mencari Izin Lokasi ke Dinas Penanaman


Modal dan PTSP. Izin Lokasi dikeluarkan oleh lembaga OSS secara
elektronik dan berlaku efektif setelah memenuhi Komitmen yang sudah
ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga dilaksanakan di Kementerian ATR/Badan Pertanahan
Negara, dalam hal ini di Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng. Disini
pelaku usaha/pengembang akan diberikan Pertimbangan Teknis
Pertanahan, ini diperlukan untuk menyesuaikan/perubahan Aspek Penata
Gunaan Tanah ke fungsi “Perumahan“. Selanjutnya, perubahan
kepemilikan lahan bisa disesuaikan dengan penurunan hak dari SHM ke
HGB mengingat pengajuan permohonan Perizinan selanjutnya atas nama
Badan Hukum (Perseroan Terbatas).
d. Tahap Keempat
Pelaku Usaha/Pengembang harus mendapatkan “Persetujuan Lingkungan“
yang bisa berupa SPPL, Dokumen Kajian UKL – UPL atau Dokumen
AMDAL sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Persetujuan Lingkungan
dikeluarkan oleh lembaga OSS setelah mendapatkan Notifikasi oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng.
Pada umumnya pembangunan perumahan dilengkapi dengan persetujuan
lingkungan yang disertai dengan Dokumen Lingkungan berupa AMDAL
yang memiliki luasan ≥ 1 Ha. Sedangkan yang luasnya < 1 Ha dilengkapi
dengan Dokumen UKL-UPL. Namun berbeda bila pembangunan
perumahan adalah Pembangunan Rumah Khusus. Pembangunan Rumah
Khusus adalah Pembangunan rumah baru layak huni dengan tipologi
rumah tapak dengan luas 1 unit rumah sebesar 28 m2 – 36 m2 dan
dilengkapi dengan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum. Rumah Khusus
dibangun di atas lahan penerima bantuan (Pemda/Kementerian/Lembaga)
dan dihuni/dimanfaatkan oleh Penerima Manfaat sesuai dengan ketentuan
Permen PUPR tentang penyediaan Rumah Khusus. Dengan kriteria
berdasar atas luas dengan jumlah unit rumah yang dibangun.
Pembangunan tersebut wajib AMDAL jika ≥ 50 ha (≥ 2500 unit), wajib

21
NASKAH AKADEMIK
______________________

UKL-UPL jika 50 ha > luas > 3 ha (150 – 2.500 unit), SPPL jika Luas ≤ 3
ha (≤ 150 unit).
Selanjutnya Pelaku Usaha/Pengembang juga harus mendapatkan
“Persetujuan/Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KKPR) yang prosesnya pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP
Kabupaten Buleleng.
e. Tahap Kelima
Pada tahap kelima adalah melakukan pengajuan permohonan Pengesahan
Rencana Tapak/Site Plan pada Dinas Penanaman Modal dengan
persyaratan yang telah ditentukan. Pada tahap ini perencanaan Tapak/Site
Plan/Blok Plan sudah menetapkan jumlah dan penataan Blok Kavling
beserta Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) yang sesuai dengan
ketentuan. Hal ini nantinya akan sangat memudahkan pada saat serah
terima PSU kepada Pemerintah Daerah.
f. Tahap Keenam
Pada tahap keenam adalah melakukan pengajuan Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG) sebagai izin yang dikeluarkan sebelum membangun unit-
unit rumah yang nantinya dikembangkan. Pengajuan PBG dilakukan per
Unit bangunan sesuai dengan keperluan pengusaha/pengembang. Jika
seluruh persyaratan telah terlampir, hanya tinggal menunggu keluarnya
izin dengan sebelumnya membayar retribusi yang nominalnya disesuaikan
dengan luas bangunan dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang
ditetapkan.
g. Tahap Ketujuh
Ini merupakan tahap akhir, dimana Pengembang diharapkan mengajukan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Ini menjadi penting sebelum rumah yang
dibangun oleh pengembang bisa ditempati dan juga untuk memastikan
aspek kenyamanan, keamanan serta kemudahan bangunan rumah tinggal
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2.1.2.2. Konsep Permukiman dan Pemukiman
Pembangunan permukiman sebagai tempat tinggal manusia merupakan komponen
penting dari pembangunan manusia seutuhnya. Kebijakan dan program

22
NASKAH AKADEMIK
______________________

historis pembangunan lingkungan permukiman tidak hanya menyangkut


lingkungan permukiman dan fasilitas pelayanan umum, tetapi pembinaan fasilitas
usaha. Dan yang lebih penting lagi adalah pengembangan manusia sebagai titik
sentral dari penggerak pembangunan. Dengan demikian, peranan permukiman
sangat penting dalam menjadikan penduduk sebagai unsur utama dalam
pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses
pembangunan secara berkelanjutan. Sebaliknya kebijakan kependudukan dan
lingkungan hidup mempunyai pengaruh langsung pada perkembangan
permukiman.

Kajian permukiman perdesaan maupun perkotaan dapat disoroti dari aspek


geografis, sosiologis, antropologis, ekonomis, maupun politis. Perkembangan
permukiman tersebut selalu ada dinamika. Misalnya permukiman perdesaan,
dinamikanya akan tampak pada dominasi lingkungan vegetasi dan tempat tinggal
dekat dengan tempat usaha, dengan ekspresi keruangan dari permukiman
perdesaan, seperti: Irregular Clustered, Street Village, Green Village dan
Isolated farmsteads.

Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015) menyatakan permukiman diartikan sebagai


bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya yang
digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal
baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.
Secara kontinum eksistensi permukiman dapat digolongkan menjadi permukiman
perkotaan atau urban settlements, permukiman kota-desa atau rural-urban
settlements dan permukiman perdesaan atau rural settlements (Van den Berg,
1994; Pryor, 1971; Bryant et.al.; dalam Hadi Sabari Yunus, 1987). Istilah
permukiman dan pemukiman dalam berbagai media maupun karangan sering
dirancukan, penggunaan istilah tersebut kebanyakan diarahkan pada makna
tempat tinggal manusia. Secara etimologis keduanya mempunyai asal kata yang
sama, yaitu kata mukim, yang berarti tempat tinggal atau sekelompok penduduk
(Poerwadarminta, 1966). Permasalahan dalam pembentukan kata permukiman dan
pemukiman terletak pada perbedaan imbuhan dan arti yang dihasilkannya (Kerap,
1978). Kata permukiman mempunyai imbuhan per-an dan kata pemukiman
mempunyai imbuhan pe-an. Baik per-an

23
NASKAH AKADEMIK
______________________

maupun pe – an mempunyai fungsi membentuk kata benda. Di antara beberapa


arti yang dibentuk oleh imbuhan per-an, ternyata yang paling tepat untuk kata
permukiman adalah tempat ber…, atau tempat bermukim, sedangkan arti imbuhan
pe –an pada kata pemukiman mempunyai arti cara me, atau hal me……. Dengan
demikian, kata pemukiman berkaitan dengan cara-cara memukimkan atau proses
memukimkan manusia dan dapat pula berarti proses memukimi (menempati)
tempat-tempat tertentu.

Pengertian permukiman ataupun pemukiman selalu dikaitkan dengan manusia dan


kepentingannya. Dari pengertian di atas dapat dijelaskan makna sebagai berikut,
pertama, permukiman memiliki kedudukan penting dalam memenuhi salah satu
kebutuhan dasar manusia, di samping kebutuhan pangan maupun sandang dan
kebutuhan dasar lainnya. Kedua, di dalam pemenuhan kebutuhan permukiman
secara tersirat terkandung banyak permasalahan yang terkait dengan keragaman
wilayah maupun keragaman dinamika penghuninya. Kompleknya masalah
permukiman dan pemukiman berakibat pada belum tuntasnya satu upaya
pemecahan masalah permukiman muncul masalah pemukiman yang lainnya.
Sehubungan dengan itu, wajar jika pemerintah di negara maju maupun negara
yang sedang berkembang memberikan perhatian khusus terhadap masalah
permukiman. Perkembangan permukiman dapat dikaji tentang aspek adaptasi
manusia terhadap lingkungan untuk menyesuaikan kebutuhan hidupnya.

Dari aspek teoritis keilmuan maupun praktis dalam kebijakan permukiman, baik
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun tujuannya, terlihat bahwa
hingga saat ini permukiman memperoleh perhatian yang besar dari berbagai pakar
maupun dari pemerintah. Dalam uraian berikutnya akan dibahas permukiman dari
aspek teoritis dan praktis dalam kaitannya dengan pengembangan permukiman
secara umum, seperti mewujudkan permukiman yang secara kualitas dan kuantitas
memenuhi skala lokal, regional dan nasional serta memberikan contoh kajian
permukiman di Indonesia.

Kajian permukiman baik melalui penelitian maupun tulisan ilmiah yang


menekankan tinjauan permukiman dari berbagai matra, telah banyak dilakukan

24
NASKAH AKADEMIK
______________________

oleh berbagai ahli. Namun demikian, kerancuan makna permukiman baik dalam
ungkapan sehari-hari, media massa, forum pertemuan maupun dalam diskusi
keilmuan masih banyak dijumpai. Kerancuan makna diawali dari penggunaan
istilah permukiman dan perumahan yang dianggap sama, pada hal dari segi
etimologis keduanya menunjukkan perbedaan yang signifikan walaupun disadari
bahwa makna kedua istilah ini memiliki kaitan yang sangat erat (Ritohardoyo,
1999). Oleh karenanya pemahaman permukiman dan perumahan secara tepat dan
benar masih harus disosialisasikan oleh lembaga pendidikan maupun penelitian.

Settlement atau permukiman menurut Finch (1957) adalah kelompok satuan-


satuan tempat tinggal atau kediaman manusia mencakup fasilitasnya, seperti:
bangunan rumah, serta jalur jalan, dan fasilitas lain yang digunakan sebagai
sarana pelayanan manusia tersebut. Batasan ini tampaknya lebih mengarah pada
arti permukiman sebagai kelompok satuan kediaman orang atau manusia pada
satu wilayah tidak hanya berupa rumah tempat tinggal tetapi mencakup pula
fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kehidupan penghuninya.
Istilah settlement mengacu dua arti yang berbeda walaupun saling
berkaitan, yakni pemukiman mengacu pada arti kolonisasi di suatu daerah baru
dengan proses pemindahan penduduk dan permukiman mengacu pada arti
kelompok-kelompok bangunan rumah tempat tinggal manusia yang dibedakan ke
dalam dukuh (dusun), desa, kota kecil, dan kota besar (Hudson, 1970). Batasan
settlement menurut Zee (1979) lebih menekankan dua kandungan makna yang
berbeda yang dinyatakan sebagai berikut: The world settlement means the process
whereby people become sedentary within an area; and the result of this process.
Dalam hal ini, kata settlement berarti proses dengan cara apa orang bertempat
tinggal menetap dalam suatu wilayah atau akibat dari proses tersebut. Dua arti
settlement yang berbeda namun saling berkaitan, dimana arti pertama mengacu
pada ke pemukiman, yakni proses bagaimana orang bermukim atau bertempat
tinggal, dan arti yang kedua mengacu ke permukiman yakni tempat tinggal yang
merupakan hasil proses orang menempati suatu wilayah.
Pengertian permukiman yang tersebut terakhir mengandung makna kemampuan
fisiognomis secara keseluruhan dari unsur–unsur pembentuk

25
NASKAH AKADEMIK
______________________

permukiman, dan mencerminkan keadaan sosial ekonomi penghuni yang pernah


bertempat tinggal maupun yang masih bertempat tinggal di wilayah itu.
Permukiman atau tempat tinggal secara khusus sering disebut bangunan
rumah yang mencakup semua jenis bangunan tempat perlindungan (shelter)
buatan manusia, seperti: tempat kediaman, gedung, bengkel, sekolah, gereja, toko,
depot. Bangunan rumah mencerminkan ciri khas suatu wilayah, jika ciri tersebut
dikaitkan dengan lingkungan dan kebudayaan penghuni. Zee (1979) memberi
arti permukiman secara sempit sebagai perumahan, yang terdiri dari bangunan
rumah tinggal maupun kelompok bangunan rumah (house building group).
Di dalam pemberian arti permukiman dari beberapa penulis, secara tersirat
menunjukkan dua aspek penting. Pertama, permukiman bermakna bangunan
rumah tempat tinggal dari segi fisik bangunan yang digunakan oleh pemukim
untuk menyelenggarakan kehidupannya. Dalam penyelenggaraan kehidupannya
tersebut tidak lepas dari aspek sosial budaya yang dimiliki oleh pemukim. Kedua,
menyangkut aspek kawasan persebaran bangunan rumah tunggal maupun
kelompok bangunan rumah, serta lokasi bangunan baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan. Kawasan bangunan yang berlokasi di daerah perkotaan tentu
pemukimnya memiliki aktivitas yang berhubungan dengan aktivitas perkotaan,
sementara itu, permukiman perdesaan cenderung aktivitasnya berhubungaan
dengan karakteristik daerah agraris, sosial budaya dan kegiatan ritual yang masih
kental dengan nuansa kedesaan.
Dalam hubungannya dengan pembedaan istilah permukiman dan perumahan,
Yunus (1987; 1989; 1996) lebih menekankan pada pentingnya pembedaan
lingkup tinjauan dari segi skala batasan, maupun dari segi skala wilayah. Hal ini
sangat menentukan kedalaman makna dan kemudahan pelaksanaan kajian secara
geografis. Secara luas arti permukiman manusia adalah semua bentukan secara
buatan maupun secara alami dengan segala perlengkapannya, yang dipergunakan
oleh manusia baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal
sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.
Rentangan makna yang terkandung di dalamnya sangat luas, keterkaitan antara
permukiman dengan perumahan tertuang secara tersirat. Tinjauan permukiman
pada tingkat makro menjelaskan bangunan bangunan rumah tempat tinggal dalam
skala wilayah regional, lingkup meso menjelaskan kelompok kelompok
bangunan rumah tempat tinggal dalam skala

26
NASKAH AKADEMIK
______________________

lokal, dan lingkup mikro menjelaskan bangunan rumah tempat tinggal individual
(Wesnawa, 2015).
Beberapa kriteria permukiman atau kawasan permukiman yang layak adalah
sebagai berikut.
a. Jaminan Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum mengambil banyak bentuk, diantaranya penyewaan
akomodasi (publik dan swasta), perumahan kolektif, kredit, perumahan
darurat, pemukiman informal, termasuk penguasaan tanah dan properti.
Meskipun ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus
memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin perlindungan
hukum dari pengusiran paksa, pelecehan, dan ancaman lainnya. Negara
Pihak harus secara bertanggung jawab, segera mengambil tindakan-
tindakan yang bertujuan mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum
terhadap orang-orang tersebut dan rumah tangga yang saat ini belum
memiliki perlindungan, konsultasi secara benar dengan orang-orang atau
kelompok yang terkena.
b. Ketersediaan Layanan, Bahan-Bahan Baku, Fasilitas, dan Infrastruktur
Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting
bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima
manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang
berkelanjutan terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang
aman, energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan
makanan, pembuangan sampah, saluran air, layanan darurat.
c. Keterjangkauan
Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang bertempat tinggal
harus pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan pemenuhan terhadap
kebutuhan dasar lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus
diambil oleh Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang
berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat
pendapatan. Negara Pihak harus menyediakan subsidi untuk tempat
tinggal bagi mereka yang tidak mampu memiliki tempat tinggal, dalam
bentuk dan tingkat kredit perumahan yang secara layak mencerminkan
kebutuhan tempat tinggal. Dalam kaitannya dengan prinsip

27
NASKAH AKADEMIK
______________________

keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan perlengkapan yang


layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal atau
kenaikan uang sewa. Di masyarakat, di mana bahan-bahan baku alam
merupakan sumber daya utama bahan baku pembuatan rumah, Negara
Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan
bahan baku tersebut.
d. Layak Huni
Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni, artinya dapat
menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi
mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-
ancaman bagi kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit.
Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Komite mendorong Negara
Pihak untuk secara menyeluruh menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang
disusun oleh WHO yang menggolongkan tempat tinggal sebagai faktor
lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab
penyakit berdasarkan berbagai analisis epidemiologi; yaitu, tempat tinggal
dan kondisi kehidupan yang tidak layak dan kurang sempurna selalu
berkaitan dengan tingginya tingkat kematian dan ketidaksehatan.
e. Aksesibilitas
Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang
berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung seperti
halnya manula, anak-anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium
akhir, penderita HIV-positif, penderita sakit menahun, penderita cacat
mental, korban bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-
lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan tempat
tinggal mereka.
f. Lokasi
Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang terbuka terhadap
akses pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah, pusat kesehatan anak, dan
fasilitas-fasilitas umum lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak
didirikan di lokasi-lokasi yang telah atau akan segera terpolusi, yang
mengancam hak untuk hidup sehat para penghuninya.

28
NASKAH AKADEMIK
______________________

g. Kelayakan Budaya
Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang digunakan, dan
kebijakan-kebijakan yang mendukung kedua unsur tersebut harus
memungkinkan pernyataan identitas budaya dan keragaman tempat
tinggal. Berbagai aktivitas yang ditujukan bagi peningkatan dan
modernisasi dalam lingkungan tempat tinggal harus dapat memastikan
bahwa dimensi-dimensi budaya dari tempat tinggal tidak dikorbankan, dan
bahwa, di antaranya, fasilitas-fasilitas berteknologi modern, juga telah
dilengkapkan dengan semestinya (Zulfie Syarief).
2.1.2.3. Permukiman Kumuh
Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami
perkembangan akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi
serta interaksi dengan kota-kota lain dan daerah hinterland. Kota-kota di Indonesia
pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan
prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan, bahkan yang terjadi justeru
sebagian kawasan perkotaan mengalami penurunan kualitas lingkungan yang
berpotensi menciptakan daerah kumuh (slum area). Munculnya permukiman
kumuh di daerah perkotaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari yang
tumbuh secara alami dan instan.
Menurut Rindrojono (2013) Kumuh adalah gambaran secara umum tentang sikap
dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan rendah.
Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan
golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.
Menurut Pasal 1 angka 13 Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan bahwa permukiman kumuh
adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dan, perumahan kumuh adalah
perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Menurut Drakakish Smith dalam buku settlement memberikan batasan tentang
permukiman kumuh adalah sebagai berikut. Slum adalah lingkungan

29
NASKAH AKADEMIK
______________________

permukiman yang absah, legal dan permanen tetapi kondisi fisik lingkungannya
semakin memburuk karena kurang pemeliharaan, umur bangunan yang menua,
ketidakacuhan atau karena terbagi-bagi menjadi unit pekarangan rumah atau
kamar yang semakin kecil. Squatter adalah permukiman liar yang menempati
lahan ilegal (bukan daerah permukiman) seringkali tidak terkontrol dan tidak
terorganisasi, dengan kondisi fisik lingkungan dan bangunan yang sangat jelek,
tanpa dilayani oleh prasarana dan sarana lingkungan kota.
Sementara Budiarjo mengemukakan bahwa ciri permukiman kumuh dalam
kebanyakan perkampungan di kota adalah: (1) Penghuni berasal dari desa yang
sama, sehingga memungkinkan suatu homogenitas yang agak besar, karena
penghuni kebanyakan berasal dari desa miskin yang sama dengan tingkat
pendapatan yang relatif rendah; (2) Tingkat pendidikan adalah tamatan Sekolah
Dasar maupun tidak tamat sekolah karena putus ditengah jalan; (3) Dalam
menyambung hidup atau untuk memenuhi kebutuhan pokok, modal utama adalah
tenaga otot masing-masing serta banyak memiliki waktu kosong; (4) Belum
terorganisasi menurut badan hukum usaha yang lazim berlaku, seperti perseroan
terbatas, koperasi, dan lain-lain. Modal usaha diperoleh dari jalur-jalur tidak
resmi; (5) Bekerja pada sektor informal; (6) Komplek permukiman padat dan letak
permukiman tidak teratur; (7) Fasilitas elementer, seperti air minum, tempat
mandi-cuci kakus yang bersih, listrik dan selokan pembuangan air tinja dan
sampah, umumnya tidak tersedia dengan baik; (8) Bangunan tempat bermukim
serba sederhana terbuat dari bahan gedek atau serupa, dan pada umumnya tidak
memenuhi persyaratan kesehatan; (9) Penghuni memiliki semangat kekeluargaan
yang cukup baik di antara penghuni; (10) Kesadaran hidup beragama (221020-
identifikasi-permukiman-kumuh-di-pusat-k.pdf (neliti.com)
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa slums area adalah wilayah
permukiman yang berkepadatan tinggi, miskin, kurang terpenuhinya akses pada
infrastruktur dan sewa lahan yang tidak aman. Adapun beberapa masalah yang
sering ditemui dalam wilayah slums ini seperti kekumuhan, sarana dan prasarana
yang terbatas, dan kriminalitas yang tinggi, sehingga memengaruhi perkembangan
daerah sekitarnya.

30
NASKAH AKADEMIK
______________________

Permen Pekerjaan Umum Nomor 14 Tahun 2018 Lampiran 2, perumahan kumuh


dan permukiman kumuh dinilai dengan menggunakan parameter sebagai berikut.
a. Bangunan rumah meliputi keidakteraturan bangunan rumah, tingkat
kepadatan bangunan rumah, dan ketidak sesuaian dengan persyaratan
teknis bangunan rumah.
b. Kondisi jalan lingkungan, meliputi aspek: cakupan jaringan pelayanan,
kualitas permukaan jalan.
c. Kondisi penyediaan air minum, meliputi aspek: ketidaktersediaan akses
aman air minm, tidak terpenuhinya kebutuhan air minum.
d. Kondisi drainase lingkungan, meliputi aspek: ketidaktersediaan drainase,
ketidakmampuan mengalirkan air limpasan. Kualitas konstruksi drainase.
e. Kondisi pengelolaan air limbah, meliputi: sistem pengelolaan air limbah
sesuai persyaratan teknis, prasarana dan sarana pengelolaan air limbah
yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis.
f. Kondisi pengelolaan persampahan, meliputi aspek prasarana dan sarana
persampahan yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis, sistem
pengelolaan persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis.
g. Kondisi proteksi kebakaran, meliputi aspek: ketidaktersediaan sistem
proteksi secara aktif dan pasif, ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran
(221020-identifikasi-permukiman-kumuh-di-pusat-k.pdf (neliti.com).
2.1.2.4. Permukiman Tradisional
Permukiman tradisional sebagai hasil kebudayaan manusia yang terbentuk secara
bertahap dalam kurun waktu yang relatif lama seiring dengan perkembangan
masyarakat dan budaya yang dimiliki. Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
permukiman tradisional sangat bergantung pada nilai-nilai kebudayaan yang
dipegang oleh masyarakatnya.

Permukiman tradisional pada umumnya dihuni oleh masyarakat yang hidup dari
sektor agraris dan kehidupan masyarakat yang homogen serba tradisional,
kebudayaan yang dimiliki berhubungan erat dengan kondisi alam dan
lingkungannya. Seperti misalnya permukiman tradisional yang ada di Buleleng,

31
NASKAH AKADEMIK
______________________

ditemukan di desa-desa yang corak agrarisnya sangat kental karena didukung oleh
lingkungan agraris untuk dapat menyelenggarakan kehidupannya.

Ciri-ciri permukiman tradisional adalah:


a) Kehidupan masyarakat bersifat tradisional, baik dalam teknologi, orientasi,
organisasi maupun pengelolaan;
b) Orientasi tradisional tercermin dari motif pergerakan yang ditujukan untuk
mencari keuntungan maksimal, penggunaan sumberdaya yang tidak
optimal, kurang tanggap terhadap rangsangan dari luar sebagai peluang
untuk memajukan diri, sekadar mempertahankan hidup serta pemenuhan
kepuasan sosial bersifat konservatif serta merupakan masyarakat yang
tertutup dan statis;
c) Ikatan kekeluargaan masyarakat sangat kuat, taat pada tradisi dan kaidah-
kaidah sosial;
d) Kehidupan masih tergantung pada hasil perkebunan dan pertanian.
Permukiman tradisional adalah hasil kebudayaan fisik, yang dalam
konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat
dengan karakter masyarakatnya.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya kebudayaan fisik tersebut dipengaruhi


oleh sosio-kultural dan lingkungan. Perbedaan wilayah, kondisi alam dan latar
budaya akan menyebabkan perbedaan dalam ungkapan arsitekturalnya. Menurut
Rapoport (1969), faktor sosial budaya merupakan faktor penentu perwujudan
arsitektur, karena terdapat sistem nilai di dalamnya yang akan memandu manusia
dalam memandang serta memahami dunia sekitarnya. Kondisi alam dan
lingkungan memegang peranan penting dalam membentuk kehidupan manusia
dalam hal ini adalah kebudayaan. Manusia dan alam selalu berdampingan dan
tidak dapat dipisahkan dari batasan dan hukum alam. Kondisi alam yang berbeda
melahirkan kebudayaan yang berbeda pula, termasuk juga arsitekturalnya.

Menurut Sujarto (1977), unsur permukiman terdiri dari unsur wisma


(tempat tinggal), karya (tempat berkarya), suka (tempat
rekreasi/bersantai/hiburan), dan penyempurna (peribadatan, pendidikan,

32
NASKAH AKADEMIK
______________________

kesehatan, utilitas umum) atau berintegrasi di dalam suatu lingkungan dan


hubungan satu sama lain oleh unsur Marga (jaringan jalan). Perumahan adalah
suatu lingkungan mukim (tempat tinggal) manusia yang terdiri dari sekelompok
rumah dengan berbagai macam fasilitas sosial, fasilitas umum, jaringan
pergerakan, serta sarana dan prasarananya.
Pola permukiman dan persebaran permukiman bervariasi sifatnya, dari sangat
jarang sampai sangat padat, dapat memusat atau mengelompok, dapat tidak
teratur, atau teratur. Permukiman lebih banyak terdapat pada tanah-tanah yang
subur dengan relatif datar yang menguntungkan untuk pertanian. Persebaran yang
mengelompok atau tidak teratur umumnya terdapat pada wilayah-wilayah yang
topografinya tidak seragam. Dijelaskan oleh Burhan (2008) pola tata ruang
permukiman tradisional dipengaruhi oleh: a) Guna lahan (elemen pembentuk
kawasan pedesaan, peletakan elemen); b) Ruang budaya (berdasarkan aktivitas
harian, berdasarkan ritual); dan c) Pola tata ruang tempat tinggal (rumah dan
pekarangan, struktur tata ruang tempat tinggal, pola tata bangunan).
Permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya
masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya penghuninya, yang
dalam proses penyusunannya menggunakan dasar norma-norma tradisi.
Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih
memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai
kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat
tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah.
Struktur ruang permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat,
lintasan, dan batas sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui
hirarki dan jaringan atau lintasan yang muncul dalam lingkungan binaan yang
berbentuk fisik atau nonfisik. Untuk membentuk struktur ruang tidak hanya
orientasi yang terpenting, tetapi juga objek nyata dari suatu identifikasi. Dalam
suatu lingkungan tempat suci berfungsi sebagai pusat yang selanjutnya menjadi
orientasi dan identifikasi bagi manusia, dan merupakan struktur ruang. Struktur
ruang permukiman tradisional menunjukkan adanya tatanan ruang permukiman
yang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan, mulai dari pemilihan lokasi sampai
struktur ruang itu sendiri. Dalam menentukan tatanan ruang permukiman ini,

33
NASKAH AKADEMIK
______________________

keterkaitan dan pemaknaan lingkungan juga memiliki cakupan yang sangat luas,
bukan hanya dilihat dalam hal lingkungan sekitarnya saja, akan tetapi juga dalam
lingkup yang sangat luas, seperti kedudukan dalan jagad raya, di bumi tempat
seseorang bertempat tinggal.
Perumahan dan Kawasan Permukiman Tradisional Buleleng dan Bali pada
umumnya merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh dan bulat yang berpola
tradisional yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur kahyangan tiga (pura desa),
unsur krama desa (warga), dan karang desa (wilayah) dengan latar belakang
norma-norma dan nilai-nilai tradisional yang melandasinya. Perumahan dan
Kawasan Permukiman Desa Tradisional Bali tersebut pada prinsipnya dilandasi
oleh konses-konsep seperti: hubungan yang harmonis antara Bhuana Agung
dengan Bhuana Alit, Manik Ring Cucupu, Tri Hita Karana, Tri Angga, Hulu-
Teben sampai kepada melahirkan tata nilai Sanga Mandala yang memberi arahan
tata ruang, baik dalam skala rumah (umah) maupun perumahan (desa).
Berdasarkan data Satker Kementerian PU Wilayah II Denpasar, di Provinsi Bali
terdapat 38 titik lokasi permukiman tradisional yang tersebar di beberapa
Kabupaten. Di Kabupaten Buleleng ditemukan ada 12 desa tradisional yaitu:
1. Desa Tradisional Cempaga
2. Desa Tradisional Sidetapa
3. Desa Tradisional Tigawasa
4. Desa Tradisional Pedawa
5. Desa Tradisional Gobleg
6. Desa Tradisional Sudaji
7. Desa Tradisional Julah
8. Desa Tradisional Sembiran
9. Desa Banyuseri (Banjar)
10. Desa Bulian
11. Desa Penuktukan
12. Desa Pacung

34
NASKAH AKADEMIK
______________________

2.1.2.5. Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan


Permukiman
Prasarana sebagaimana dimuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas
Perumahan dan Permukiman di daerah adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Adapun sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan
dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan utilitas
merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman sangat
tergantung pada minimal jumlah penduduk pendukung yang dibutuhkan untuk
pengadaan fasilitas sosial dimaksud. Pengadaan sarana fasilitas sosial pada
perumahan dan permukiman antara lain ditentukan berdasarkan ketentuan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 278/KPTS/1987. Pelimpahan
prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman dilakukan melalui
beberapa tahapan seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan.
Proses pelimpahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan adalah penyerahan
berupa tanah dengan bangunan dan/ atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk
asset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada Pemerintah
Daerah.

2.1.3. Kajian terhadap Asas yang Terkait dengan Penyusunan Norma


Azas-Azas Penyusunan Peraturan Daerah Hamid S. Attamimi (1990: 313),
menyampaikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, setidaknya
ada beberapa pegangan yang harus dikembangkan guna memahami asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik secara benar, meliputi:
Pertama, asas yang terkandung dalam Pancasila selaku asas-asas hukum umum
bagi peraturan perundang-undangan; Kedua, asas-asas negara berdasar atas
hukum selaku asas-asas hukum umum bagi perundang-undangan; Ketiga, asas-
asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-asas umum bagi
perundang-undangan, dan Keempat, asas-asas bagi perundang-undangan yang

35
NASKAH AKADEMIK
______________________

dikembangkan oleh ahli. Berkenaan dengan hal tersebut pembentukan peraturan


daerah yang baik berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik, pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi, dan negara
berdasarkan kedaulatan rakyat.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
membentuk peraturan Peraturan Perundang-undangan, perundang- undangan
termasuk dalam Peraturan Daerah, harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan
yang baik meliputi:
a. Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai;
b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan
perundang-undangannya;
d. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut, baik secara filosofis, yuridis maupun
sosiologis.1) Aspek Filosofis adalah terkait dengan nilai-nilai etika dan
moral yang berlaku di masyarakat. Peraturan Daerah yang mempunyai
tingkat kepekaan yang tinggi dibentuk berdasarkan semua nilai-nilai yang
baik yang ada dalam masyarakat; 2) Aspek Yuridis adalah terkait landasan
hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah; dan
3) Aspek Sosiologis adalah terkait dengan bagaimana Peraturan Daerah
yang disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan
kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.

36
NASKAH AKADEMIK
______________________

e. Asas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
f. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan. Sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta
bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan dan
pembahasan bersifat transparan. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan;
h. Asas materi muatan adalah materi muatan peraturan perundang-undangan
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mengandung asas-asas sebagai
berikut.
1) Asas kekeluargaan adalah mencerminkan musyawarah untuk mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
2) Asas Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan
Daerah senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang
dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila.
3) Asas Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan Peraturan
Daerah harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4) Asas Keadilan adalah mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap warga negara tanpa kecuali.

37
NASKAH AKADEMIK
______________________

5) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah


bahwa setiap materi muatan peraturan daerah tidak boleh berisi hal-hal
yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
6) Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
7) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan daerah harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
8) Asas pengayoman adalah memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman masyarakat.
9) Asas Kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta hakekat dan martabat setiap
warga negara secara proporsional.
10) Asas kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara secara proporsional.
11) Asas Kebangsaan adalah mencerminkan sifat dan watak Bangsa
Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Asas-asas hukum peraturan perundang-undangan tersebut sesuai Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan,
dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) yakni Pertama, asas yang berkaitan dengan
pembentukan atau proses Peraturan Perundang-undangan dan; Kedua, asas yang
berkaitan dengan materi muatan atau substansi Peraturan Perundang-undangan.
Asas kepastian hukum. Asas ini merupakan asas yang sangat fundamental yang
berlaku di setiap negara hukum yang bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian
hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan
kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin

38
NASKAH AKADEMIK
______________________

prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang
berlaku.
Dengan demikian, asas ini dianggap perlu untuk dijadikan dasar dalam Rancangan
Perda Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang semata-mata
untuk menjadi payung hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman nantinya.
Asas-asas umum pengelolaan keuangan Negara. Dalam rangka mendukung
terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan
keuangan Negara (termasuk pengelolaan keuangan daerah) perlu diselenggarakan
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Asas-asas umum
pengelolaan keuangan negara dalam arti luas sangat diperlukan guna menjamin
terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah.
Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang
keuangan negara, maka pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan
dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Aturan pokok keuangan negara dan keuangan
daerah telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang meliputi:
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat
secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif
(DPR).
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak
diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan
pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap,
berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena
itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam
anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam
mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten

39
NASKAH AKADEMIK
______________________

baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah


yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas
tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan
anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa
setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja
organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi
tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara
ditangani oleh tenaga yang profesional.
g. Asas Proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan
tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai. Asas Proporsionalitas;
pengalokasian anggaran dilaksanakan secara seimbang.
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan
adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan
anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara secara objektif dan independen.

2.2 Kajian Implikasi Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan


Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan
Daerah
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan acuan dan pedoman bagi
Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perumahan rakyat dan kawasan permukiman, serta para pengembang dalam
menjalankan usahanya membangun perumahan dan permukiman di wilayah
Kabupaten Buleleng.
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di

40
NASKAH AKADEMIK
______________________

dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta


peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman didasarkan pada Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman (PPKP). PPKP merupakan dokumen perencanaan yang
merupakan jabaran pengisian rencana pola ruang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam RTRW, serta memuat skenario penyelenggaraan pengelolaan
bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkoordinasi dan terpadu
secara lintas sektoral dan lintas wilayah administratif.
Pengaturan tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman harus
mampu:
1. Mewujudkan ketertiban dalam Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
2. Memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
3. Mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama
bagi MBR dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Ruang lingkup Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman meliputi:

1. Penyelenggaraan Perumahan.
2. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman.
3. Pemeliharaan dan perbaikan.
4. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.
5. Penyediaan tanah.
6. Pendanaan.
7. Peran masyarakat.
8. Pembinaan dan pengawasan.

Dampak pengaturan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman


terhadap keuangan daerah adalah perlunya alokasi anggaran dari

41
NASKAH AKADEMIK
______________________

APBD guna membiayai penyelenggaraan perumahan rakyat dan kawasan


permukiman yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Dengan demikian
Peraturan Daerah ini akan berimplikasi pada terbebaninya APBD.

Pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman dapat


terlaksana dengan ketersediaan dana. Untuk itu perlu digali sumber-sumber
pembiayaan baik pembiayaan konvensional dan nonkonvensional. Beberapa
sumber pembiayaan yang dapat digali antara lain:
1. Sumber dana APBN
Dana pembangunan yang bersumber dari APBN hendaknya digunakan
untuk proyek pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang
memiliki kriteria sebagai berikut: (1) memerlukan biaya dan teknologi
relatif tinggi, (2) mempunyai dampak sosial dan ekonomi yang relatif
besar (3) merupakan proyek percontohan yang dapat merangsang
penduduk dalam melakukan proyek yang sama, dan (4) mempunyai skala
pelayanan nasional atau sambungan pelayanan skala nasional.
2. Sumber Dana APBD
Pemanfaatan sumber dana dari APBD untuk skala pelayanan wilayah
kabupaten. Untuk itu, perlu peningkatan pendapatan asli daerah dengan
cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Seperti diketahui sumber pendapatan
Kabupaten Buleleng tahun 2021 terdiri dari PAD (16,48%), Pendapatan
Transfer (Pusat dan Daerah) sebesar 79, 12%, dan lain-lain pendapatan
yang sah sebesar 4,39%.
3. Sumber Dana Penanaman Modal Swasta dalam Negeri
Penanam modal swasta (Investor) dalam negeri dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pendanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman, asalkan pelaksanaan pembangunan
yang memanfaatkan dana dari investor ini berorientasi ekonomi, sehingga
akan saling menguntungkan dalam pelaksanaan pembangunan antara
pemerintah daerah, penanam modal dan masyarakat.
4. Sumber Dana Swadaya Masyarakat
Sumber dana dari masyarakat dapat berupa dana masyarakat sendiri dan
dana tabungan khusus masyarakat. Pemanfaatan sumber dana dari

42
NASKAH AKADEMIK
______________________

masyarakat ini sesuai dengan konsep pembangunan bottom up yang lebih


mengedepankan prakarsa aktif dari masyarakat. Apabila diperhatikan dari
jumlah swadaya masyarakat ini memiliki potensi yang besar, oleh karena
itu diperlukan penggalangan dana yang konsisten agar potensi dari
masyarakat tersebut dapat bermanfaat bagi pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten
Buleleng.
5. Sumber Dana Perbankan
Sumber dana perbankan dapat digunakan untuk dana skim kredit
perumahan dan permukiman, seperti: Kredit Kepemilikan Rumah (KPR),
kredit konstruksi, kredit pembangunan dan perbaikan rumah, serta
program bantuan perumahan yang tidak terkait kredit perumahan.

BAB 3
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG
UNDANGAN TERKAIT

3.1 Kajian Peraturan Perundang-Undangan Terkait


Dalam penyusunan suatu naskah akademis, dilakukan serangkaian kajian
terhadap Peraturan Perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum
yang ada, keterkaitan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan Perundang-
undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari
Peraturan Perundang-undangan yang ada, termasuk Peraturan Perundang-
undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan Perundang-
undangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan Peraturan
Daerah yang baru.
Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui
posisi dari Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat
sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada serta posisi
dari Peraturan Daerah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan.

43
NASKAH AKADEMIK
______________________

Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan
filosofis dan yuridis dari pembentukan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.
Beberapa asas yang menjadi landasan yuridis yang perlu diperhatikan,
yakni:
1. Lex superior derogat lexatheriorri dan lex superior lex inferiori; yang
berarti hukum yang dibuat oleh kekuasaan yang lebih tinggi
kedudukannya mengesampingkan hukum yang lebih rendah.
2. Asas lex spesialis derogat lex generalis yang berarti bahwa hukum yang
khusus mengesampingkan hukum yang umum.
3. Asas lex posteriori derogat lex priori, yang artinya hukum yang baru
mengesampingkan hukum yang lama.

44
4. Asas delegata potestas non potest delegasi yang berarti penerima delegasi
tidak berwewenang mendelegasikan lagi tanpa persetujuan pemberi
delegasi.
Dalam Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ini substansi
yang akan diatur memiliki relevansi dengan beberapa peraturan perundang-
undangan. Menyangkut Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
di Kabupaten Buleleng beberapa peraturan perundangan menjadi acuan
pengaturannya dalam Rancangan Peraturan Daerah ini antara lain peraturan
perundang-undangan tentang:
1. Dasar hukum yang memberikan kewenangan pembentukan Peraturan
Daerah terkait.
2. Dasar hukum yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah terkait.
3. Dasar hukum yang memiliki relevansi dengan Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

3.2 Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait


Beberapa analisa dilakukan terkait peraturan perundang-undangan
sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab di atas. Dalam hal ini, beberapa
peraturan perundang-undangan yang dianalisa terkait penyusunan naskah
akademis dan Rancangan Peraturan Daerah PPKP Kabupaten Buleleng antara lain
mencakup sebagai berikut.

3.2.1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Ketentuan yang relevan dikemukakan terkait dengan adalah dalam Pasal
18 ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut.
Pasal 18 Ayat (6)
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah.
Selanjutnya hak setiap orang dalam lingkup penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman diperkuat oleh amanat Pasal 18 H ayat (1) sebagaimana
dikutip sebagai berikut.
Pasal 18 H ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.

3.2.2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung


Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 yang
relevan dikemukakan terkait dengan tulisan ini adalah amanat yang tertuang
dalam Pasal 5 sebagai berikut.
Pasal 5
Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya, serta fungsi khusus. Bangunan gedung fungsi hunian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan untuk rumah
tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara. Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan. Bangunan
gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan
kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum. Bangunan gedung fungsi
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung
untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan
sejenis yang diputuskan oleh menteri. Satu bangunan gedung dapat
memiliki lebih dari satu fungsi.
3.2.3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 yang
relevan dikemukakan terkait dengan tulisan ini adalah sebagai berikut.
Pasal 1
 Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat.
 Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
 Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
 Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
 Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di
dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
 Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak,
sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian
yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
 Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian.
Pasal 3
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: memberikan
kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman; mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta
penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan
hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;
meningkatkan daya guna dan hasil guna sumberdaya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman; menunjang pembangunan di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya; dan menjamin terwujudnya rumah yang
layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
meliputi :
a. pembinaan;
b. tugas dan wewenang;
c. penyelenggaraan perumahan;
d. penyelenggaraan kawasan permukiman;
e. pemeliharaan dan perbaikan;
f. pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
g. penyediaan tanah;
h. pendanaan dan pembiayaan;
i. hak dan kewajiban; dan
j. peran masyarakat.
Pasal 32
Pembangunan perumahan meliputi: pembangunan rumah dan prasarana,
sarana, dan utilitas umum; dan/atau peningkatan kualitas perumahan.
Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi
dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan
industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya
dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Industri bahan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar
Nasional Indonesia.
Pasal 36
Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak
dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan
dalam satu daerah kabupaten/kota. Pembangunan rumah umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju
pusat pelayanan atau tempat kerja.
Pasal 47
Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Pembangunan
prasarana, sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan sesuai dengan
rencana, rancangan, dan perizinan. Pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan: kesesuaian antara
kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; keterpaduan antara prasarana,
sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan ketentuan teknis
pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang harus
diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara
terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.
Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus
memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian. Ketentuan
mengenai pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 98
Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi
persyaratan: kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota; kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi
persyaratan dan tidak membahayakan penghuni; tingkat keteraturan dan
kepadatan bangunan; kualitas bangunan; dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat setempat. Penetapan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah.

3.2.4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang
relevan dikemukakan terkait dengan tulisan ini adalah sebagai berikut.
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
baik, yang meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi
muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan
rumusan; dan keterbukaan.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 dijelaskan sebagai berikut.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi
muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah
bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Pasal 6
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan;
bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan.
Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang
hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 dijelaskan sebagai berikut.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan
dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian
hukum.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 14
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.

3.2.5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang
relevan dikemukakan terkait dengan tulisan ini adalah:
Pasal 12 ayat (1)
Salah satu urusan pemerintahan konkuren yang bersifat wajib dan
berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan perumahan rakyat dan
kawasan permukiman.
Pasal 236
Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan,
Daerah membentuk Perda. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan:
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan penjabaran
lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat
memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 237
Asas pembentukan dan materi muatan Perda berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan Perda
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, dan
pengundangan yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis dalam pembentukan Perda. Pembentukan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara efektif dan efisien.
Pasal 250
Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan
ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.
Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi: terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
terganggunya akses terhadap pelayanan publik; terganggunya
ketenteraman dan ketertiban umum; terganggunya kegiatan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau diskriminasi terhadap
suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.

3.2.6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


Undang undang cipta kerja yang memiliki relevansi terkait dengan kajian
akademik ini adalah sebagai berikut.
Pasal 49
Untuk memberi kemudahan bagi masyarakat terutama pelaku usaha dalam
mendapatkan perizinan berusaha dan kemudahan persyaratan investasi dari
sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat, undang-undang ini
mengubah, menghapus dan menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011,
Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 diubah
menjadi: (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan
kemudahan Perizinan Berusaha bagi Badan Hukum yang mengajukan
rencana pembangunan perumahan untuk MBR, (2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perubahan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 35 Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang
meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah.
Pasal 117A untuk mewujudkan penyediaan rumah umum yang layak dan
terjangkau bagi MBR, Pemerintah Pusat membentuk badan percepatan
penyelenggaraan rumah, yang bertujuan untuk: mempercepat penyediaan
rumah umum, menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan dihuni
oleh MBR, menjamin tercapainya azas manfaat rumah umum dan
melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah umum dan rumah
khusus.

3.2.7. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan


Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 ini dibentuk untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Beberapa ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 yang memiliki relevansi dengan tulisan ini
antara lain sebagai berikut.
Pasal 2
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
menjadi tanggung jawab: Menteri pada tingkat nasional; Gubernur pada
tingkat provinsi; dan Bupati/Walikota pada tingkat kabupaten/kota.
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
dilaksanakan secara berjenjang dari: Menteri kepada Gubernur,
Bupati/Walikota, dan pemangku kepentingan; Gubernur kepada
Bupati/Walikota dan pemangku kepentingan; dan Bupati/Walikota kepada
pemangku kepentingan.
Pasal 3
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
dilakukan terhadap aspek: perencanaan; pengaturan; pengendalian; dan
pengawasan.
Pasal 8
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan dengan cara:
koordinasi; sosialisasi peraturan perundang-undangan; pemberian
bimbingan, supervisi dan konsultasi; pendidikan dan pelatihan; penelitian
dan pengembangan; pendampingan dan pemberdayaan; dan/atau
pengembangan sistem layanan informasi dan komunikasi.

3.2.8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang


Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 ini dibentuk untuk untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 27, Pasal 31, Pasal 50 ayat (3), Pasal 53 ayat (3),
Pasal 58 ayat (4), Pasal 84 ayat (7), Pasal 85 ayat (5), Pasal 90, Pasal 93, Pasal 95
ayat (6), Pasal 104, Pasal 113, dan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Beberapa ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2016 yang memiliki relevansi dengan
tulisan ini antara lain:
Pasal 2
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman bertujuan untuk:
mewujudkan ketertiban dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman; memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan
kewajibannya dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman; dan mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku
kepentingan terutama bagi MBR dalam Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
Pasal 3
Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi: penyelenggaraan Perumahan;
penyelenggaraan kawasan Permukiman; keterpaduan Prasarana, Sarana,
Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman; pemeliharaan dan
perbaikan; pencegahan dan peningkatan kualitas Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh; Konsolidasi Tanah; dan sanksi administrasi.
Pasal 4
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan satu
kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan
berkelanjutan. Penyelenggaraan Perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan kawasan
Permukiman sebagai dasar penyelenggaraan Perumahan.
Prinsip penyelenggaraan kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan perwujudan kegiatan pembangunan peruntukan
Perumahan di kawasan Permukiman sebagaimana yang dituangkan di
dalam rencana tata ruang yang mengutamakan keterpaduan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum kawasan sebagai pengendalian dan
pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 5
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dilaksanakan
berdasarkan kebijakan dan strategi nasional di bidang Perumahan dan
Kawasan Permukiman. Kebijakan Perumahan dan kawasan Permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: kemudahan
masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan; dan peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
antar pemangku kepentingan dalam Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman. Strategi kemudahan masyarakat untuk memperoleh
hunian yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: penyediaan kebutuhan
pemenuhan Perumahan dan Kawasan Permukiman melalui perencanaan
dan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; dan
keterjangkauan pembiayaan dan pendayagunaan teknologi.
Strategi peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: pelaksanaan keterpaduan
kebijakan Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman antar
pemangku lintas sektor, lintas wilayah, dan masyarakat; peningkatan
kapasitas kelembagaan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi nasional bidang
Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 6
Penyelenggaraan Perumahan meliputi: perencanaan Perumahan;
pembangunan Perumahan; pemanfaatan Perumahan; dan pengendalian
Perumahan. Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
Rumah atau Perumahan beserta Prasarana, Sarana, dan Rumah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menurut jenis dan
bentuknya. Jenis Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan
berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian meliputi Rumah
komersial, Rumah umum, Rumah swadaya, Rumah khusus, dan Rumah
negara. Bentuk Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan
berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan meliputi Rumah
tunggal, Rumah deret, dan Rumah susun.
Pasal 7
Dalam hal penyelenggaraan Perumahan bagi MBR, Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitasi terhadap perencanaan,
pembangunan, dan pemanfaatan Perumahan. Fasilitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga atau badan yang
ditugasi oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Penugasan lembaga
atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Arahan pengembangan kawasan Permukiman meliputi: hubungan antar
kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawasan
lindung; keterkaitan Lingkungan Hunian perkotaan dengan Lingkungan
Hunian perdesaan; keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian
perkotaan dan pengembangan Kawasan Perkotaan; keterkaitan antara
pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan dan pengembangan
Kawasan Perdesaan; keserasian tata kehidupan manusia dengan
lingkungan hidup; keseimbangan antara kepentingan publik dan
kepentingan setiap orang; dan lembaga yang mengoordinasikan
pengembangan kawasan Permukiman.
Arahan pengembangan kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi acuan dalam mewujudkan: hubungan antara
pengembangan Perumahan sebagai bagian dari kawasan Permukiman; dan
kemudahan penyediaan pembangunan Perumahan sebagai bagian dari
kawasan Permukiman.
Pasal 55
Penyelenggaraan kawasan Permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan
arahan pengembangan kawasan Permukiman yang terpadu dan
berkelanjutan.
Pasal 56
Penyelenggaraan kawasan Permukiman dilaksanakan melalui tahapan:
perencanaan; pembangunan; pemanfaatan; dan pengendalian.
Penyelenggaraan kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam: pengembangan yang telah ada; pembangunan baru;
atau pembangunan kembali.
Pasal 90
Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman dilakukan sebagai pengikat satu kesatuan sistem
Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan hierarkinya
berdasarkan RTRW.
Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan rencana penyediaan tanah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan standar teknis yang berlaku. Ketentuan mengenai pedoman
keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
hierarki Perumahan dan Kawasan Permukiman diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 91
Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah disahkan dan izin yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah; Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang.
Dalam pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan
dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan melalui kerja sama antara: Pemerintah dengan Pemerintah
Daerah; Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah lainnya;
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan Badan Hukum; dan/atau
Badan Hukum dengan Badan Hukum lainnya. Kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3.2.9. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan


Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 ini dibentuk untuk
percepatan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan
Pasal 13 huruf g, Pasal 14 huruf i, Pasal 15 huruf n, dan Pasal 54 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 yang
memiliki relevansi dengan tulisan ini antara lain:
Pasal 2
Pembangunan Perumahan MBR dilakukan untuk luas lahan tidak lebih
dari 5 (lima) hektar dan paling kurang 0,5 (nol koma lima) hektar serta
berada dalam 1 (satu) lokasi yang diperuntukkan bagi pembangunan
rumah tapak. Lokasi pembangunan Perumahan MBR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 3
Pembangunan Perumahan MBR sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 4
Pelaksanaan pembangunan Perumahan MBR dilakukan dalam 4 (empat)
tahapan, yaitu: persiapan; prakonstruksi; konstruksi; dan pascakonstruksi.
Pasal 5
Badan Hukum yang akan melaksanakan pembangunan Perumahan MBR
menyusun proposal pembangunan Perumahan MBR. Proposal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perencanaan pembangunan
Perumahan MBR yang memuat paling sedikit: perencanaan dan
perancangan Rumah MBR; perencanaan dan perancangan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan MBR; perolehan tanah; dan
pemenuhan perizinan.

3.2.10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan


atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 ini dibentuk untuk untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 50 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Beberapa ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 yang memiliki relevansi
dengan tulisan ini antara lain:
Pasal 14
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi ketentuan umum
dan standar teknis. Ketentuan umum meliputi: aspek keselamatan
bangunan; b. kebutuhan minimum ruang; dan c. aspek kesehatan
bangunan. Standar teknis meliputi: a) pemilihan lokasi rumah; b).
ketentuan luas dan dimensi kaveling; dan c). perancangan rumah.
Pasal 21
(1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wajib
mewujudkan Perumahan dengan Hunian Berimbang. (2) Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Badan Hukum
yang membangun Perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk
pemenuhan rumah umum. (3) Pembangunan rumah umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan
atau tempat kerja.
Pasal 22.
Di antara Paragraf 2 dan Paragraf 3 Pasal 22 disisipkan 1 (satu) paragraf
dan 3 (tiga) pasal, yakni Paragraf 2A dan Pasal 22N, Pasal 22O, dan
Pasal 22P sehingga berbunyi sebagai berikut: Paragraf 2A Tanggung
Jawab Pembangunan Rumah.
Pasal 22N
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab
dalam pembangunan: Rumah umum; Rumah khusus; dan Rumah negara.
(2) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat mendelegasikan tanggung jawab dalam
pembangunan Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a kepada Pemerintah Daerah. (3) Pembangunan Rumah khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan Rumah negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibiayai melalui anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah. (4) Rumah khusus dan Rumah negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menjadi barang milik negara/daerah dikelola sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22O
(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22N ayat (1), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan yang menangani
pembangunan Perumahan dan Permukiman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (2) Lembaga atau badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab: a. menyediakan tanah bagi
Perumahan; dan b. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
pemastian kelayakan hunian.
Pasal 22P
Dalam melaksanakan tanggung jawab pembangunan Rumah umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22N ayat (1) huruf a: a. Pemerintah
Pusat dapat menugasi badan percepatan penyelenggaraan perumahan; dan
b. Pemerintah Daerah dapat membentuk badan.

Di samping peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas,


penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman memiliki keterkaitan
dengan peraturan teknis antara lain sebagai berikut.

1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/ Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko:
5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Rumah Susun;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan
dan Tanah Terlantar;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian
Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas
Tanah;
16. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan
Penyelenggaraan Perumahan;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di
Daerah;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Teknis Jalan;
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
21. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
13/PRT/M/2016 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya;
25. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan Rumah
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
26/PRT/M/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan
dan/atau Bantuan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan;
26. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021
tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup;
27. Peraturan Kepala BKPM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Sistem Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi Secara Elektronik;
28. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian,
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup;
29. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan
Arsitektur Bangunan Gedung;
30. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2005 tentang Lingkungan;
31. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak;
32. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di
Bali;
33. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan
atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029;
34. Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Bali;
35. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2013 Tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033;
36. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2015 Kabupaten
Buleleng tentang Bangunan Gedung;

BAB 4
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1 Landasan Filosofis


Peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran yang
dapat diterima apabila dikaji secara filosofis, yaitu cita-cita kebenaran, keadilan,
dan kesusilaan. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Falsafah hidup suatu bangsa berisi mengenai nilai moral dan etika dari
bangsa tersebut. Falsafah hidup merupakan suatu landasan untuk membentuk
hukum, sehingga dalam pembentukan peraturan perundang-udangan termasuk
peraturan daerah harus mencerminkan nilai dan moral yang tumbuh di masyarakat
bersangkutan. Semua nilai yang berkembang di Indonesia merupakan cermin dari
Pancasila, karena Pancasila merupakan cermin dari pandangan hidup, cita-cita
bangsa, dan jalan kehidupan bangsa.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan
dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.
Untuk itu, negara melalui Pemerintah dan Pemerintahan Daerah bertanggung
jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta
menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu lebih berperan dalam
menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan
permukiman bagi masyarakat melalui pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan
masyarakat, sehingga menjadi satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang
fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan
utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan
kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;
2. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan
hunian perkotaan dan perdesaan;
3. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata
ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
4. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara;
dan
5. Mendorong iklim investasi asing.
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
bertujuan untuk, Pertama, mewujudkan ketertiban dalam pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman; Kedua, memberikan
kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas
serta hak dan wewenang kewajibannya dalam Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan Ketiga, mewujudkan keadilan bagi
seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR dalam Pembangunan dna
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan satu kesatuan
sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan,
penyelenggaraan Kawasan Permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang diikat oleh
infrastruktur sesuai hierarkinya. Hal khusus yang perlu diatur adalah keberpihakan
negara terhadap MBR. Dalam kaitan ini, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah wajib memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR dengan memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan Rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, dalam membentuk regulasi daerah tentang Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman harus mencerminkan
nilai-nilai Pancasila dan menjunjung tinggi norma beserta tujuan pembangunan
nasional serta berdasarkan pada visi-misi Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Keberadaan regulasi tersebut nantinya harus mampu memberikan kontribusi bagi
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Buleleng
secara menyeluruh.

4.2 Landasan Sosiologis


Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut
fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan
negara.
Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan
kenyataan, fenomena, dan perkembangan sosial-ekonomi-politik, serta kesadaran
dan kebutuhan hukum masyarakat. Apabila masyarakat berubah, maka nilai-nilai
pun akan ikut mengalami perubahan. Suatu peraturan perundangan harus
mencerminkan kehidupan sosial masyarakat yang ada. Hukum yang dibuat harus
dapat dipahami dan sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat.
Apabila hal-hal tersebut telah sesuai, maka peraturan perundangan yang telah
dibuat implementasinya tidak akan banyak mengalami kendala dan hukum dapat
ditegakkan.
Secara aktual, bahwa masih banyak para pengembang di wilayah
Kabupaten Buleleng yang belum memenuhi tuntutan kebutuhan kehidupan
perumahan dan permukiman yang layak huni karena belum tersedianya lahan,
prasarana lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai. Perhatian
terhadap penyediaan prasarana lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial
pada lingkungan perumahan dan permukiman yang dikembangkan belum
menyeluruh, sehingga masyarakat atau konsumen perumahan lebih banyak
dirugikan karena kondisi lingkungan perumahan yang tidak layak huni.
Pada sisi lain, beberapa lingkungan perumahan sudah disediakan prasarana,
sarana, dan utilitas oleh pengembang. Namun, problematikanya belum dilakukan
penyerahan oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah. Hal itu menyebabkan
terjadinya permasalahan berikutnya yaitu masalah pemeliharaan prasarana
lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial tersebut. Pihak mana yang harus
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan atau pengembangan sarana prasarana
umum tersebut, karena kalau tetap dibebankan pada penghuni atau konsumen
perumahan jelas menjadi berat beban biaya mereka. Namun, kalau dibebankan
pada pengembang juga memberatkan pengembang. Kondisi tersebut kalau tidak
segera dicari jalan keluarnya menjadikan prasarana lingkungan, fasilitas umum dan
fasilitas sosial itu dapat terbengkalai tidak ada yang bertanggung jawab untuk
pemeliharaan dan perbaikan.
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada
masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah
mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan
yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain: tata ruang, pertanahan,
prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang
bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumberdaya manusia, kearifan lokal, serta
peraturan perundang-undangan yang mendukung.
Kearifan lokal Bali dalam lingkungan perumahan dan permukiman
memiliki kekhasan dibandingkan dengan daerah lainnya, misalnya dalam
penentuan dan penempatan bangunan rumah yang selalu mengikuti orientasi arah
mata angin dan konsep “nyegara gunung”. Arah gunung diperuntukkan bagi
penempatan tempat pemujaan (Parhyangan) dan arah “segara” diperuntukkan bagi
pelepasan (palemahan) dan di tengah-tengahmya adalah permukiman (pawongan).
Dalam filosofis masyarakat Bali pada umumnya penempatan dan keberadaan
bangunan rumah akan selalu mengikuti konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala.
Hal ini dapat dimaknai bahwa rumah dengan karakteristiknya memiliki nilai
budaya dan spiritual yang menjamin keharmonisan penghuninya.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman, baik di daerah perkotaan yang
berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih
luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam
pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan
kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui
program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk
pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum di lingkungan hunian.
Selama ini landasan hukum Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Kawasan Permukiman belum secara eksplisit diatur dalam peraturan
perundang-undangan di daerah. Maka untuk menjamin ketersediaan prasarana,
sarana dan utilitas pada masyarakat penghuni perumahan perlu ada pengaturan
yang tegas.

4.3 Landasan Yuridis


Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang
telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur, sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain: peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang, sehingga daya berlakunya
lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang
sama sekali belum ada.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal
28H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak
serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif, sehingga terpenuhinya kebutuhan
tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus
ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang memberikan perintah untuk
membentuk suatu peraturan perundang-undangan, landasan tersebut meliputi: (1)
terkait dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat
Daerah; (2) undang-undang yang menjadi dasar pembentukan peraturan daerah
yang bersangkutan; dan (3) peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
materi peraturan perundang-undangan yang harus dibuat. Peraturan perundang-
undangan harus mempunyai dasar hukum yang terdapat dalam ketentuan yang
levelnya lebih tinggi. Terkait dengan penyusunan Ranperda tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman terdapat beberapa
peraturan perundangan yang terkait dan dijadikan dasar dalam penyusunannya.
Peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun;
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/ Daerah;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman
16. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan
Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko:
18. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Rumah Susun;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek;
22. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
23. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
24. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah;
25. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
26. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan
dan Tanah Terlantar;
27. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang;
28. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
29. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian
Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah;
30. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan
Penyelenggaraan Perumahan;
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di
Daerah;
32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
33. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Teknis Jalan;
34. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
35. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
36. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh;
37. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
38. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
13/PRT/M/2016 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya;
39. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan Rumah
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
26/PRT/M/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau
Bantuan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah;
40. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021
tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup;
41. Peraturan Kepala BKPM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Sistem Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi Secara Elektronik;
42. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian,
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup;
43. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan
Arsitektur Bangunan Gedung;
44. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2005 tentang Lingkungan;
45. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak;
46. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di
Bali;
47. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029;
48. Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Bali;
49. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2013 Tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033;
50. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2015 Kabupaten
Buleleng tentang Bangunan Gedung;
NASKAH AKADEMIK
______________________

BAB 5
JANGKAUAN,
ARAH
PENGATURA
N DAN
RUANG
LINGKUP
MATERI
MUATAN
PERATURAN
DAERAH
KABUPATEN
BULELENG
TENTANG
PENYELENG
GARAAN
PERUMAHAN
DAN
KAWASAN
PERMUKIMA
N (PPKP)

5.1 Materi Muatan


Materi muatan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, harus
diperhatikan apa sesungguhnya yang menjadi materi muatan yang akan dibentuk.
Karena masing-masing tingkatan (jenjang) peraturan perundang-undangan
mempunyai materi muatan tersendiri secara berjenjang dan berbeda-beda
(Astawa, 2008: 90).

78
NASKAH AKADEMIK
______________________

Mengacu pada Pedoman 98 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan, disebutkan bahwa ketentuan umum memuat hal-hal yang mencakup
sebagai berikut.
1. Batasan pengertian atau definisi;
2. Singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau
definisi; dan/atau
3. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa
pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud,
dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
Kemudian dalam Pedoman 109 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menentukan, urutan penempatan kata atau istilah dalam
ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut.
1. Pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih
dahulu dari yang berlingkup khusus;
2. Pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan
3. Pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya yang
diletakkan berdekatan secara berurutan.

79
NASKAH AKADEMIK
______________________

5.2 Jangkauan dan Arah Pengaturan


Naskah Akademik berfungsi untuk mengarahkan ruang lingkup materi
muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Arah dari Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Pemukiman adalah mewujudkan adanya regulasi daerah
yang dapat dijadikan acuan dan pedoman bagi pengembang serta pihak-pihak
terkait dalam melaksanakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Pemukiman di Kabupaten Buleleng. Tujuannya adalah:

1. Mewujudkan ketertiban dalam Pembangunan dan Pengembangan


Perumahan dan Kawasan Permukiman;
2. Memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
3. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan
kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan
keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;
4. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumberdaya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap mematuhi perundang-undangan
yang disesuaikan dalam konteks daerah dan kebutuhan pengaturan yang
dikehendaki.

Untuk itu, pengertian-pengertian dasar yang termuat dalam ketentuan


umum, merupakan pengertian dan peristilahan yang terkait dengan Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Pemukiman di Kabupaten Buleleng.
Selain pengertian-pengertian itu dapat berasal dari kutipan peraturan perundang-
undangan yang ada, dan artikel publikasi ilmiah yang berkaitan dengan kajian
tentang Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Adapun pengertian-pengertian yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Daerah adalah Kabupaten Buleleng;


2. Kepala Daerah adalah Bupati Buleleng;

71
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Buleleng;


4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng;
5. Perangkat Daerah adalah perangkat daerah pada Pemerintah Kabupaten
Buleleng;
6. Provinsi adalah Provinsi Bali;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adaah
hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif;
8. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di
dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu;
9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari
wilayah kabupaten, yang merupakan penjabaran dari rencana tata ruang
wilayah provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang
wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola
ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;
10. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten yang selanjutnya disebut RDTR
adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten yang
dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten;
11. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Buleleng Tahun 2021-2041 yang selanjutnya disingkat dengan PPKP adalah
dokumen perencanaan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman untuk periode 20 (dua puluh) tahun;
12. Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan

80
NASKAH AKADEMIK
______________________

kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan


peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat;
13. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni;
14. Pemanfaatan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses
untuk memanfaatkan Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan
rencana yang ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan
pemeriksaan secara berkala;
15. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan
dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan
terpadu;
16. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan perumahan dan
permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas umum.
17. Perbaikan adalah pola penanganan dengan titik berat kegiatan perbaikan dan
pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk sebagian aspek tata
bangunan.
18. Pemugaran adalah kegiatan perbaikan tanpa perombakan mendasar, serta
bersifat parsial terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum jika
terjadi kerusakan untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.
19. Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara
menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan permukiman.
20. Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat terdampak
dari lokasi perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang tidak mungkin
dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau
rawan bencana.
21. Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut PBG adalah
perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk

81
NASKAH AKADEMIK
______________________

membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau


merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung;
22. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
23. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri
atas lebih dari satu satuan permukiman;
24. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan;
25. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya;
26. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan
mendapatkan keuntungan;
27. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya
masyarakat;
28. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
29. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan khusus;
30. Rumah negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri;
31. Kawasan siap bangun adalah yang selanjutnya disebut Kasiba adalah
sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana sarana dan utilitas umumnya
telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai
dengan rencana tata ruang;
32. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang
tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana dan utilitas umumnya

82
NASKAH AKADEMIK
______________________

dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kavling


yang jelas dan merupakan bagian dari kasiba sesuai dengan rencana rinci tata
ruang;
33. Hunian berimbang adalah perumahan dan kawasan permukiman yang
dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah
tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan
rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum
dan rumah susun komersial, atau dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun
umum;
34. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat;
35. Kawasan pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin, maupun kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran serta memiliki peluang yang sangat besar untuk
terkena dampak dari bencana-bencana alam yang terjadi akibat dari
perubahan iklim dan banyak mengalami kerusakan akibat meningkatnya air
pasang laut yang tidak normal;
36. Kawasan rawan bencana adalah wilayah yang untuk jangka waktu tertentu
tidak mampu mengurangi dampak buruk dari suatu bahaya geologis,
hidrologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan teknologi;
37. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas adalah penyerahan berupa
tanah dengan bangunan dan/atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk
asset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada
pemerintah daerah;
38. Indikasi program adalah petunjuk yang memuat usulan program
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman,
perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan.

83
NASKAH AKADEMIK
______________________

39. Pendanaan adalah penyedia sumberdaya keuangan yang berasal dari


anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
40. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
setiap pengeluaran yang akan diterima kembali untuk kepentingan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari
dana masyarakat, tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya;
41. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak,
sehat, aman, dan nyaman;
42. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya,
dan ekonomi;
43. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian;
44. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disebut MBR
adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga perlu
mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh Rumah;
45. Masyarakat adalah orang perseorangan yang kegiatannya di bidang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, termasuk masyarakat hukum adat dan
masyarakat asli, yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman;
46. Setiap orang adalah orang perorangan atau Badan Hukum;
47. Pengembang atau Badan Hukum adalah institusi atau lembaga yang
didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman;
48. Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman yang
selanjutnya disebut Pokja PKP adalah wadah koordinasi pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman yang dibentuk berdasarkan surat
keputusan kepala daerah;

84
NASKAH AKADEMIK
______________________

49. Sad Kertih adalah enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana
kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertih dan jagat kertih;
50. Nangun Sat Kerthi Loka Bali adalah pola pembangunan semesta berencana
yang mengandung makna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali
beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan
bahagia, sekala niskala menuju kehidupan krama dan gumi Bali sesuai
dengan prinsip Trisakti Bung Karno: berdaulat secara politik, berdikari secara
ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan melalui pembangunan secara
terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
51. Tri Mandala adalah pola pembagian wilayah, kawasan, dan/atau pekarangan
yang dibagi menjadi tiga tingkatan terdiri atas utama mandala, madya
mandala dan nista mandala;
52. Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki
wilayah, kedudukan, susunan asli, hak tradisional, harta kekayaan sendiri,
tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam
ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan
kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;
53. Pemerintahan Desa Adat adalah penyelenggaraan tata kehidupan
bermasyarakat di Desa Adat yang berkaitan dengan Parahyangan, Pawongan,
dan Palemahan yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
54. Awig-Awig adalah aturan yang dibuat oleh Desa Adat dan/atau Banjar Adat
yang berlaku bagi Krama Desa Adat, Krama Tamiu, dan Tamiu;
55. Kawasan Perdesaan Desa Adat adalah kawasan lintas Desa Adat yang
dapat digunakan dan dimanfaatkan bersama oleh beberapa Desa Adat yang
berdampingan untuk melestarikan sumberdaya alam, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui pembangunan infrastruktur,
peningkatan ekonomi, pengembangan teknologi tepat guna, dan
pemberdayaan Krama Desa Adat;

85
NASKAH AKADEMIK
______________________

56. Perumahan Tradisional Bali adalah perumahan yang memiliki struktur


ruang dan pola ruang berdasarkan Budaya Bali yang menyatu dengan desa
adat;
57. Permukiman Tradisional adalah manifestasi dari nilai sosial budaya
masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya penghuninya,
yang dalam proses penyusunannya menggunakan dasar norma-norma tradisi;
58. Kawasan Permukiman Tradisional adalah suatu tempat kehidupan yang
utuh dan bulat yang berpola tradisional yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur
kahyangan tiga (pura desa), unsur krama desa (warga), dan karang desa
(wilayah) dengan latar belakang norma-norma dan nilai-nilai tradisional yang
melandasinya.

5.3 Arah Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan


Permukiman
Arah pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman secara keseluruhan di Kabupaten Buleleng adalah mencakup hal-hal
sebagai berikut.
A. Visi dan Misi
Visi pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman di Kabupaten Buleleng ialah:
“Terwujudnya Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Buleleng yang Layak Huni dan Sejahtera Berlandaskan Tri Hita Karana”
Visi tersebut dalam pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
bermakna sebagai berikut.
1. Layak Huni mengandung makna: Tersedianya tempat tinggal bagi
masyarakat perdesaan maupun perkotaan yang sesuai dengan standar yang
berlaku serta fasilitas-fasilitas penunjang di dalamnya.
2. Sejahtera mengandung makna: Terpenuhinya hak dasar masyarakat untuk
kehidupan yang berkualitas dalam hal yang berhubungan dengan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
3. Berlandaskan Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh yang
memiliki konsep yang dapat melestarikan keragaman budaya dan

86
NASKAH AKADEMIK
______________________

lingkungan di era global. Hakikat Tri Hita Karana menekankan kepada


ketiga hubungan manusia yang ada dikehidupan dunia ini yaitu hubungan
dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan dengan sesama (Pawongan) dan
hubungan dengan alam sekitar (Palemahan). Dari penjelasan tersebut
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di
Kabupaten Buleleng diharapkan memperhatikan lingkungan yang ada di
sekitar dan tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk menjalankan visi tersebut, diperlukan misi yang harus ditempuh.
Adapun misi pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman di Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut.
1. Memantapkan partisipasi pemangku kepentingan dalam pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;
2. Menciptakan regulasi terkait pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur daerah untuk
pemenuhan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman;
4. Mewujudkan pembangunan Buleleng yang berbudaya dan berkelanjutan
(sustainable development).

B. Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pengembangan


Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kebijakan dan strategi dibutuhkan dalam mewujudkan pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng,
mencakup:
1. Pengembangan lembaga pengelola perumahan dan permukiman;
2. Pengembangan konsep pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman;
3. Pengembangan konsep efisiensi lahan dan peningkatan kualitas
permukiman.
Kebijakan dalam pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud di atas dijabarkan lebih lanjut dalam
bentuk strategi untuk pencapaiannya, yang meliputi:

87
NASKAH AKADEMIK
______________________

1. Strategi untuk pengembangan lembaga pengelola perumahan dan


permukiman, melalui:
a. Pembentukan badan pengelola perumahan dan kawasan permukiman
beserta lembaga pembiayaannya.
b. Pengembangan peraturan perundang-undangan, pedoman dan standar
teknis pembangunan perumahan dan kawasan permukiman terutama
terkait dengan prasarana dan sarana bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
2. Strategi untuk pengembangan konsep pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman, melalui:
a. Alokasi ruang untuk perumahan swadaya dan pengembang diarahkan
pada wilayah, di luar Perkotaan Singaraja yang memiliki kemungkinan
untuk dikembangkan perumahan swadaya dan pengembang.
b. Konsep subsidi silang, dalam konsep tersebut kapling tanah matang
berupa kapling ukuran besar dijual dengan harga tinggi guna memberi
subsidi kepada rumah-rumah inti sederhana.
c. Konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
d. Konsep rumah sangat sederhana yang dilaksanakan dengan subsidi
pemerintah, swasta, koperasi dalam pengadaan rumah dan kemitraan
antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
e. Konsep pemenuhan rumah terjangkau dengan pemberian subsidi
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau pembangunan rumah sederhana
bagi masyarakat berpenghasilan rendah terutama di daerah perkotaan.
3. Strategi pengembangan konsep efisiensi lahan dan peningkatan kualitas
permukiman, melalui:
a. Konsep pembangunan perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai
khususnya bagi kawasan berpenduduk padat dengan lahan terbatas.
Untuk itu diperkenankan bentuk rumah susun yang terdiri dari bagian
yang dimiliki bersama dan satuan yang masing-masing dapat dimiliki
secara terpisah.

88
NASKAH AKADEMIK
______________________

b. Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni dengan perbaikan


kampung-kampung padat hunian atau dikenal dengan istilah Kampung
Improvement Program (KIP).
c. Konsep pemenuhan ruang terbuka hijau minimal 30% (tiga puluh
persen).

C. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan


Permukiman
Pembangunan dan Pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu
dan berkelanjutan. Pembangunan dan pengembangan perumahan dilaksanakan
dengan prinsip pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman sebagai
dasar pembangunan dan pengembangan perumahan.
Prinsip pembangunan kawasan permukiman merupakan perwujudan
kegiatan pembangunan peruntukan perumahan di kawasan permukiman
sebagaimana yang dituangkan di dalam rencana tata ruang yang mengutamakan
keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum kawasan sebagai pengendalian
dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
1. Penyelenggaraan Perumahan
Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana
dan utilitas umum. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan perumahan
meliputi:
a. Perencanaan perumahan.
b. Pembangunan perumahan.
c. Pemanfaatan perumahan.
d. Pengendalian perumahan.
Rencana penyelenggaraan perumahan dilaksanakan melalui konsep
pembangunan perumahan baru. Konsep pembangunan perumahan baru
mencakup:

89
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi


dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan
industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumberdaya
dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
b. Pembangunan perumahan dilaksanakan melalui upaya penataan pola dan
struktur ruang pembangunan rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang terpadu dengan penataan lingkungan sekitar;
c. Pembangunan perumahan untuk peningkatan kualitas perumahan
dilaksanakan melalui upaya penanganan dan pencegahan terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta penurunan kualitas
lingkungan;
d. Pembangunan perumahan dilakukan sesuai dengan status penguasaan atau
kepemilikan tanah dan perizinan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal dan/atau
rumah deret;
f. Pembangunan rumah harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah;
g. Setiap pembangunan kawasan perumahan baru harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis;
h. Persyaratan administratif meliputi status hak atas tanah, dan/atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan, izin
mendirikan bangunan; dan
i. Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi, persyaratan proporsi
penyediaan lahan dan kepadatan hunian, persyaratan tata bangunan,
persyaratan pengendalian dampak lingkungan, dan persyaratan prasarana,
sarana dan utilitas.

2. Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman


Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana,

90
NASKAH AKADEMIK
______________________

menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.


Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman mencakup lingkungan
hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan.
Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dilaksanakan
melalui tahapan perencanaan kawasan permukiman, pembangunan kawasan
permukiman, pemanfaatan kawasan permukiman dan pengendalian kawasan
permukiman. Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dengan
lingkungan hunian pola Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap
Bangun (Lisiba) yang berdiri sendiri dilakukan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman disertai dengan
peningkatan kualitas kawasan permukiman khususnya penekanan pada kawasan
permukiman yang cenderung membentuk kawasan permukiman kumuh atau
kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi yang mengalami penurunan
kualitas kawasan. Peningkatan kualitas permukiman dalam hal ini dilakukan
dengan konsep:
a. Revitalisasi atau peremajaan;
b. Pemugaran;
c. Kampung Improvement Program (KIP);
d. Program peningkatan kualitas permukiman melalui kerjasama instansi
terkait, seperti: program bantuan rehabilitasi rumah, jalan lingkungan,
Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dan sebagainya;
e. Peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia dan akses informasi
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) permukiman kumuh perkotaan;
f. Peningkatan kualitas hunian di lingkungan permukiman kumuh perkotaan;
dan
g. Peningkatan kualitas infrastruktur lingkungan permukiman kumuh di
perkotaan.
Secara keseluruhan, pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman mencakup:

91
NASKAH AKADEMIK
______________________

1. Perumahan dan Kawasan Permukiman Umum


Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman umum
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR). Pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman umum mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pemberian kemudahan tersebut dapat
berupa:
a. Subsidi perolehan rumah;
b. Stimulan rumah swadaya;
c. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan;
d. Perizinan;
e. Asuransi dan penjaminan;
f. Penyediaan tanah;
g. Sertifikasi tanah; dan/atau
h. Prasarana, sarana dan utilitas umum.

Orang perseorangan yang memiliki Rumah Umum dengan kemudahan


yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah hanya dapat
menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas Rumah kepada pihak
lain dalam hal:

a. Pewarisan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;


b. Penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun); atau
Jika orang perseorangan yang merupakan pemilik meninggalkan rumah
secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi
kewajiban bedasarkan perjanjian, Pemerintah atau Pemerintah Darah berwenang
mengambil alih kepemilikan rumah tersebut.
Penyelenggaraan perumahan dan permukiman umum dapat berupa jenis
rumah tapak, satuan rumah susun, pembangunan rumah baru dan pembangunan
ulang rumah.
a. Rumah Tapak Umum
Luas lantai rumah tapak dan satuan rumah susun memiliki ukuran paling sedikit
27 m2 (dua puluh tujuh meter persegi) atau paling banyak 36 m2

92
NASKAH AKADEMIK
______________________

(tiga puluh enam meter persegi), dengan luas kebutuhan tanah dalam
penyelenggaraan rumah tapak umum paling sedikit sebesar 80 m 2 (delapan puluh
meter persegi) atau paling banyak 200 m2 (dua ratus meter persegi).
b. Rumah Susun Umum
Rumah susun umum terdiri atas satuan rumah susun yang saling terhubung dan
memiliki akses dalam bangunan rumah susun, akses menuju lingkungan dan jalan
umum. Satuan rumah susun dalam hal ini minimal terdiri atas ruang duduk/ruang
keluarga, ruang tidur, KM/WC dan ruang service (dapur dan cuci) dengan luas
lantai minimal per unit adalah 21 (dua puluh satu) meter persegi dan luas lantai
maksimal per unit adalah 36 (tiga puluh enam) meter persegi.
Pembangunan rumah susun umum dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan
penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang
disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang
mengacu pada:
1) Rencana tata ruang wilayah.
2) Ketentuan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan.
3) Kearifan lokal.

2. Perumahan dan Kawasan Permukiman Swadaya


Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman swadaya
diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat baik secara sendiri maupun
berkelompok. Pembangunan setiap bangunan rumah dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman swadaya wajib memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan.
a. Persyaratan administratif bangunan dapat meliputi status hak atas tanah
dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan PBG.
b. Persyaratan teknis bangunan dapat meliputi:
1) persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang terdiri atas:
i. persyaratan peruntukan lokasi;
ii. persyaratan intensitas;

93
NASKAH AKADEMIK
______________________

iii. persyaratan arsitektur bangunan;


iv. pengendalian dampak lingkungan;
v. rencana tata bangunan dan lingkungan.
2) persyaratan keandalan bangunan gedung terdiri atas:
i. persyaratan keselamatan;
ii. persyaratan kesehatan;
iii. persyaratan kenyamanan;
iv. persyaratan kemudahan.

3. Perumahan dan Kawasan Permukiman Khusus


Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman khusus
diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan
rumah khusus. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman khusus
mencakup:
a. Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
permukiman pada kawasan strategis, yang mencakup:
1) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman pada Kawasan Strategis Pariwisata Daerah,
dikembangkan pada:
a) KSPD Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng;
b) KSPD Batu Ampar, Kecamatan Gerokgak;
c) KSPD Air Sanih, Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan
Tejakula; dan
d) KSPDK Bedugul – Pancasari.
Pengelolaan perumahan dan kawasan permukiman pendukung
kawasan strategis pariwisata ditujukan untuk meningkatkan
perekonomian penduduk setempat, melalui:
a) Pemenuhan fasilitas pengunjung wisata berupa rumah makan, toilet
umum, penginapan dan pertokoan.
b) Pemberdayaan masyarakat dalam lingkungan perumahan dan
kawasan permukiman pendukung kawasan strategis pariwisata.

94
NASKAH AKADEMIK
______________________

c) Pengembangan permukiman pada kawasan pariwisata berupa


dukungan amenitas yang terdiri atas prasarana umum seperti
jaringan listrik dan lampu penerangan, jaringan air bersih, jaringan
telekomunikasi, dan sistem pengelolaan air limbah. Selain itu
dukungan amenitas lainnya berupa fasilitas umum dan fasilitas
pariwisata.
Adapun pengaturan lokasi peruntukan ruang perumahan dan kawasan
permukiman diatur lebih lanjut dalam RDTR atau RTR Kawasan
Strategis Kabupaten.

2) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman pada kawasan permukiman tradisional, dikembangkan
pada:
a) Desa Julah, Kecamatan Tejakula;
b) Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula;
c) Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar;
d) Desa Banyuseri, Kecamatan Banjar;
e) Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar;
f) Desa Cempaga, Kecamatan Banjar; dan
g) Desa Pedawa, Kecamatan Banjar.
h) Desa Gobleg, Kecamatan Banjar
i) Desa Sudaji, Kecamatan Sawan.
j) Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan
k) Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula
l) Desa Pacung, Kecamatan Tejakula
Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman pada kawasan permukiman tradisional didasarkan pada
arahan untuk mempertahankan keberadaan rumah tradisional agar
dapat melestarikan budaya setempat melalui penanganan khusus.
Penanganan khusus dilakukan pada permukiman yang wajib
dipertahankan keberadaan dan nilai-nilai yang dikandung, melalui

95
NASKAH AKADEMIK
______________________

revitalisasi Desa Adat dan pelestarian serta pengembangan


permukiman tradisional.
Revitalisasi Desa Adat diterapkan melalui fasilitasi oleh pemerintah
kepada Desa Adat untuk meningkatkan kualitas keberadaan Desa Adat
dalam menggiatkan aktifitas-aktifitas budaya. Penerapan revitalisasi
Desa Adat diberikan pada kawasan permukiman tradisional dengan
persyaratan memiliki hukum adat serta kekuatan identitas budaya,
memiliki kegiatan budaya yang khas, dilaksanakan secara rutin,
memiliki pola dan aktivitas hidup yang khas, dan diperoleh secara
turun-temurun. Pemberian revitalisasi Desa Adat diberikan pada
kawasan permukiman tradisional untuk perbaikan bangunan adat,
lingkungan adat, serta sarana dan prasarana ritual adat.
Pelestarian dan pengembangan permukiman tradisional dilakukan
melalui penerapan arahan rencana dengan konsep kearifan lokal Tri
Pramana (Desa, Kala, Patra) sebagai landasan taktis operasional.
Arahan rencana terkait pelestarian dan pengembangan permukiman
tradisional terdiri atas:
a) Melakukan identifikasi dan pengenalan kondisi masing masing
desa dengan melakukan identifikasi serta pendataan;
b) Melakukan pelestarian dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat desa adat;
c) Melakukan pemeliharaan terhadap rumah-rumah tradisional.
Pemeliharan tersebut dapat dilakukan dengan pembangunan
kembali dengan tidak meninggalkan ciri khas arsitektur tradisional;
d) Menjadikan permukiman tradisional sebagai objek wisata budaya
yang menarik serta peningkatan infrastruktur di sekitar
permukiman tradisional untuk memfasilitasi wisatawan yang
datang;
e) Melakukan pengembangan kegiatan pariwisata diselenggarakan
secara terpadu, sehingga membutuhkan partisipasi masyarakat agar
adat budaya setempat tetap terjaga;

96
NASKAH AKADEMIK
______________________

f) Melakukan penyusunan master plan yang mengatur khusus arahan


tata bangunan dan lingkungan di sekitar desa–desa tradisional,
sehingga pengembangan serta pelestariannya dapat berjalan dengan
baik.
g) Melakukan pengembangan kawasan permukiman tradisional
berdasarkan potensi masing-masing kawasan.
h) Penyusunan Peraturan Desa atau Awig-Awig tentang pelestarian
perumahan dan kawasan permukiman tradisional.

3) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman pada kawasan permukiman nelayan, dikembangkan pada
sepanjang pesisir:
a) Kecamatan Gerokgak;
b) Kecamatan Seririt;
c) Kecamatan Banjar;
d) Kecamatan Buleleng;
e) Kecamatan Sawan;
f) Kecamatan Kubutambahan; dan
g) Kecamatan Tejakula.
Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman pada kawasan permukiman nelayan dilakukan dengan
pemenuhan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk para nelayan.
Pemenuhan fasilitas berupa pengadaan pendukung kegiatan perikanan
laut, berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) setelah melalui kajian
teknis dan pangkalan perahu atau jukung nelayan tradisional pada
pantai-pantai desa nelayan.
Penyediaan perumahan dan kawasan permukiman pendukung kawasan
permukiman nelayan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
para nelayan dari segi sosial dan ekonomi serta meningkatkan kualitas
hunian dan lingkungan hidup. Peningkatan kesejahteraan serta kualitas
hunian dan lingkungan hidup dilakukan melalui perwujudan kawasan
permukiman nelayan, sehingga diakses dari segala arah, peningkatan

97
NASKAH AKADEMIK
______________________

serta pemeliharaan infrastruktur, meningkatkan kualitas sarana dan


prasarana, seperti: sarana kesehatan dan pendidikan, pemberdayaan
masyarakat dalam penciptaan industri kecil rumah tangga berbahan
dasar ikan, kemudahan mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM,
pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu dan
MCK umum, penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), peningkatan
cakupan pelayanan pengangkutan sampah serta pembinaan masyarakat
dalam pengelohan sampah organik dan non-organik. Pendetailan
pengaturan rencana peruntukan perumahan dan kawasan permukiman
nelayan kemudian akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Tata Ruang.

4) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman pada kawasan permukiman di sekitar Pelabuhan Celukan
Bawang, dikembangkan pada pada wilayah sekitar Pelabuhan Celukan
Bawang di Kecamatan Gerokgak. Pengembangan dan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman diterapkan sekaligus menjadi
penunjang kegiatan industri.
Penunjang kegiatan industri meliputi pengembangan sentra industri
kecil atau rumah tangga dan menengah pada ruas Jalan Seririt-Cekik
yang mencakup sebagian wilayah Desa Celukanbawang, Desa Patas,
Desa Pengulon, Desa Tinga-Tinga, dan sebagian wilayah Desa Tukad
Sumaga. Penyediaan perumahan dan kawasan permukiman pendukung
kawasan peruntukan Industri Celukan Bawang, mencakup perumahan
swadaya masyarakat dan perumahan pengembang. Penyediaan
perumahan dan kawasan permukiman pendukung kawasan peruntukan
Industri Celukan Bawang diarahkan pada perkembangan kawasan
terbangun sesuai dengan kebutuhan.

5) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman pada permukiman di kawasan Landasan Udara Letkol
Wisnu dan Bandar Udara Bali Baru, didasarkan pada Rencana Induk
Bandara, mencakup:

98
NASKAH AKADEMIK
______________________

a) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP);


b) Daerah Lingkungan Kerja (DLKR);
c) Batas Kawasan Kebisingan (BKK);
d) Pengaturan penggunaan lahan; dan
e) Pembatasan ketinggian bangunan dan benda tumbuh.
Penyediaan perumahan dan kawasan permukiman pendukung sekitar
Kawasan Landasan Udara Letkol Wisnu dan Bandar Udara Bali Baru
diarahkan untuk membuka peluang pendirian perumahan-perumahan
baru di sekitar lokasi Bandara.
Pemberian izin untuk pendirian bangunan baru dalam kawasan
pendekatan pendaratan dan lepas landas wajib memenuhi batas
ketinggian dengan tidak melebihi kemiringan 1,6% (satu koma enam
persen) arah ke atas dan ke luar, dimulai dari ujung permukaan utama
pada ketinggian masing-masing ambang landas pacu.

6) Pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman pada perumahan dinas, mencakup:
a) Perumahan dinas di Depo Pendidikan Latihan dan Pertempuran
(Dodiklatpur) Resiman Induk Daerah Militer (Rindam) Pulaki;
b) Perumahan dinas pada wilayah Komando Distrik Militer (Kodim);
c) Perumahan dinas pada wilayah Komando Rayon Militer (Koramil);
d) Perumahan dinas pada wilayah Batalyon Infanteri (Yonif);
e) Perumahan dinas pada wilayah Sekolah Calon Tamtama (Secata);
dan
f) Perumahan dinas pada wilayah kompi bantuan militer di
Kabupaten Buleleng.

b. Penyelenggaraan perumahan dan permukiman pendukung fungsi lain,


mencakup penyediaan perumahan dan kawasan permukiman pendukung
kawasan permukiman pada kawasan rawan bencana, yang merupakan
permukiman yang berada pada wilayah yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam berupa bencana banjir, banjir bandang,

99
NASKAH AKADEMIK
______________________

gelombang ekstrim dan abrasi, cuaca ekstrim, tanah longsor, kebakaran hutan dan
lahan, tsunami, gempa bumi dan kekeringan.
Penyediaan perumahan dan kawasan permukiman pada kawasan rawan bencana
dilakukan dengan konsep pengurangan risiko bencana melalui upaya mitigasi
bencana bidang perumahan dan kawasan permukiman berupa:
1) Upaya mitigasi bencana dalam pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman pada kawasan rawan bencana, dengan memperhatikan:
a) pemilihan lokasi yang artinya sesuai dengan RTRW Kabupaten
Buleleng, bukan kawasan lindung dan tidak pada zona dengan
tingkat kerawanan bencana tinggi;
b) pengaturan Intensitas penggunaan lahan melalui penetapan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan
(KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), ketinggian bangunan, serta
kepadatan bangunan.
c) peta mikrozonasi bencana alam pada lokasi perumahan dan
kawasan permukiman;
d) struktur bangunan yang kokoh, tahan terhadap gempa, bahan
bangunan sesuai dengan kearifan lokal, dalam hal ini sesuai dengan
adat Bali;
e) penyediaan prasarana, sarana dan utilitas sesuai cakupan layanan
yang mendukung tindakan mitigasi dan tanggap darurat terhadap
bencana alam; dan
f) pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
sesuai perizinan.
2) Upaya mitigasi bencana dalam penanganan perumahan dan kawasan
permukiman pada kawasan rawan bencana yang telah terbangun,
melalui:
a) peningkatan kualitas prasarana, sarana dan utilits umum sesuai
kebutuhan mitigasi bencana alam;
b) pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui pengaturan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan

100
NASKAH AKADEMIK
______________________

(KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), ketinggian bangunan, serta


kepadatan bangunan terutama wilayah rentan bencana alam;
c) pelibatan peran serta masyarakat dalam penentuan risiko bencana
alam, mitigasi bencana dan penyusunan rencana kontijensi berbasis
masyarakat;
d) penataan daerah aliran sungai, pantai serta wilayah rawan bencana
alam; dan
e) menentukan jalur evakuasi maupun titik berkumpul dan tempat
penampungan sementara.

4. Perumahan dan Kawasan Permukiman Kumuh


Rencana penanganan kawasan permukiman kumuh mencakup pola
penanganan:
a. Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru, melalui pengawasan dan pengendalian serta
pemberdayaan masyarakat. Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas
kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis dan kelaikan fungsi. Adapun
kesesuaian terhadap standar teknis dan kelaikan fungsi dilakukan terhadap
pemenuhan standar teknis yang mencakup aspek:
1) Aspek kondisi bangunan gedung
Penanganan terkait aspek kondisi bangunan gedung diterapkan
melalui:
a) pemenuhan persyaratan teknis aspek kondisi bangunan gedung;
b) peningkatan pengawasan perkembangan pembangunan
permukiman;
c) pemberdayaan masyarakat untuk membangun perubahan sikap
perilaku terhadap lingkungan;
d) pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta
pengembangan kehidupan berkelanjutan (rehabilitasi bangunan);
dan
e) program peningkatan kualitas atau pembangunan baru Rumah
Tidak Layak Huni (RTLH).

101
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pemenuhan persyaratan aspek kondisi bangunan gedung


memperhatikan:
a) keteraturan bangunan;
b) tingkat kepadatan bangunan; dan
c) persyaratan teknis bangunan gedung.
2) Aspek kondisi jalan lingkungan
Penanganan terkait aspek kondisi jalan lingkungan diterapkan melalui:
a) pemenuhan persyaratan komponen jalan lingkungan;
b) pemeliharaan, perbaikan jalan dan pembangunan jalan lingkungan;
dan
c) inventarisasi jalan lingkungan yang ditetapkan menjadi aset
Pemerintah Daerah.
Pemenuhan persyaratan komponen jalan lingkungan untuk mencegah
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru memperhatikan:
a) ketersediaan cakupan pelayanan; dan
b) kualitas permukaan jalan mengacu dan menyesuaikan pada Standar
Pelayanan Minimal.
3) Aspek kondisi penyediaan air minum
Penanganan terkait aspek kondisi penyediaan air minum diterapkan
melalui:
a) pemenuhan persyaratan komponen penyediaan air minum;
b) pemeliharaan sarana air minum; dan
c) pengembangan jaringan penyediaan air minum melalui
penambahan Sambungan Rumah.
Pemenuhan persyaratan komponen penyediaan air minum pencegahan
tumbuh tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru memperhatikan:
a) ketersediaan akses aman air minum; dan
b) pemenuhan kebutuhan air minum.

102
NASKAH AKADEMIK
______________________

4) Aspek kondisi drainase lingkungan


Penanganan terkait aspek kondisi drainase lingkungan diterapkan
melalui:
a) pemenuhan, perbaikan dan pembangunan jaringan drainase
lingkungan sesuai dengan standar teknis; dan
b) saluran drainase lingkungan bersifat terbuka dan tidak ditutupi oleh
bangunan.
Pemenuhan, perbaikan dan pembangunan jaringan drainase lingkungan
sesuai dengan standar teknis memperhatikan komponen drainase
lingkungan, meliputi:
a) kemampuan mengalirkan limpasan air;
b) ketersediaan drainase;
c) keterhubungan saluran drainase dengan sistem drainase perkotaan;
d) pemeliharaan drainase; dan
e) kualitas konstruksi jaringan drainase.
5) Aspek kondisi pengelolaan air limbah
Penanganan terkait aspek kondisi pengelolaan air limbah diterapkan
melalui:
a) pembangunan dan perbaikan prasarana dan sarana air limbah
sesuai dengan standar teknis; dan
b) sosialisasi dan edukasi mengenai aturan dan ketentuan teknis
pembangunan sistem pengolahan air limbah.
Pembangunan dan perbaikan prasarana dan sarana air limbah sesuai
dengan standar memperhatikan:
a) pelaksanaan sistem pengelolaan air limbah sesuai dengan standar;
dan
b) pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah sesuai
dengan persyaratan teknis.

6) Aspek kondisi pengelolaan persampahan


Penanganan terkait aspek kondisi persampahan diterapkan melalui:
a) pemenuhan persyaratan aspek kondisi pengelolaan persampahan;

103
NASKAH AKADEMIK
______________________

b) pemeliharaan tempat sampah yang sudah tersedia; dan


c) penambahan bank sampah dan TPS-3R.
Pemenuhan persyaratan aspek kondisi pengelolaan persampahan
memperhatikan:
a) pembentukan sistem pengelolaan sampah skala kawasan yang
terintegrasi; dan
b) penyelenggaraan prasarana dan sarana pengelolahan sampah.

7) Aspek kondisi proteksi kebakaran


Penanganan terkait aspek kondisi proteksi kebakaran diterapkan
melalui:
a) penyediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran; dan
b) peningkatan kegiatan pencegahan dengan mengedepankan
pengurangan atau mitigasi risiko bencana kebakaran.
Penyediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran mencakup:
a) prasarana proteksi kebakaran yang terdiri atas:
i. penyediaan pasokan sumber air yang diperoleh dari sumber
alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan
(tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air, dan
hydrant);
ii. penyediaan jalan lingkungan yang bebas hambatan sebagai
jalur evakuasi dan sirkulasi bagi kendaraan pemadam
kebakaran; dan
iii. penyediaan sarana komunikasi yang terdiri dari telepon umum
maupun alat lainnya sebagai media pemberitahuan terjadinya
kebakaran.
b) sarana proteksi kebakaran yang terdiri atas:
i. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
ii. mobil pompa sesuai kebutuhan;
iii. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan
iv. peralatan pendukung lainnya.

104
NASKAH AKADEMIK
______________________

8) Aspek Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Penanganan terkait aspek RTH diterapkan melalui:
a) Penyediaan RTH publik skala kawasan disesuaikan dengan
cakupan jumlah penduduk yang dilayani serta standar luas RTH
per kapita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penyediaan RTH publik skala kawasan Penyediaan RTH
publik skala kawasan merupakan bagian wajib dari pemenuhan
proporsi 30% (tiga puluh persen) dalam pembangunan dan
pengembangan prasarana, sarana dan utilitas.
b) Penyediaan RTH privat mengacu pada penyediaan RTH pada
masing-masing bangunan atau RTH pekarangan dengan ketentuan:
i. luas RTH minimum pada pekarangan yang diharuskan adalah
luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai
peraturan daerah setempat;
ii. jenis tanaman yang harus disediakan minimal berupa pohon
pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu serta
penutup tanah dan/atau rumput; dan
iii. untuk keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang
sempit, dapat mewujudkan RTH pekarangan melalui
penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam
lainnya.

b. Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,


dilaksanakan melalui pemugaran, peremajaan dan pemukiman kembali.
Pemugaran. Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau
pembangunan kembali Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
menjadi Perumahan dan Permukiman yang layak huni, dengan komponen
peningkatan kualitas melalui pemugaran meliputi:
1) bangunan gedung, dengan jenis kegiatan berupa rehabilitasi dan/atau
rekonstruksi;
2) jalan lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa perbaikan
aspal/paving/cor pada jalan lingkungan;

105
NASKAH AKADEMIK
______________________

3) drainase lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa pengerukan


sedimentasi jaringan drainase, perbaikan drainase yang tersumbat
dan/atau perbaikan drainase yang rusak karena ambrol, atau kerusakan
akibat bencana;
4) air minum, dengan jenis kegiatan berupa perbaikan sarana/instalasi non
perpipaan air bersih (dari kebocoran, korosi, jaringan instalasi
terkontaminasi bakteri berbahaya, kerusakan akibat bencana) dan/atau
perbaikan jaringan air minum atau air bersih perpipaan yang
mengalami kerusakan (kebocoran, korosi, akibat bencana);
5) air limbah, dengan jenis kegiatan berupa perbaikan instalasi air limbah
setempat yang mengalami sedimentasi, mampat atau kerusakan akibat
bencana dan/atau perbaikan instalasi air limbah terpusat yang
mengalami sedimentasi, mampat atau kerusakan akibat bencana;
6) sampah, dengan jenis kegiatan berupa perbaikan sarana persampahan
komunal (TPS) yang mengalami penurunan kualitas karena
pengendapan sampah basah dan/atau perbaikan sarana persampahan
yang mengalami pencampuran jenis sampah;
7) proteksi kebakaran, dengan jenis kegiatan berupa perbaikan alat
pemadam api sederhana yang mengalami kerusakan karena korosi atau
rusak karena bencana dan/atau perbaikan hidran air yang mengalami
kerusakan akibat korosi atau bencana.
Peremajaan. Peremajaan dilakukan dengan mewujudkan permukiman yang lebih
baik guna melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat sekitar dengan
terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat, dengan komponen
peremajaan meliputi:
1) bangunan gedung, dengan jenis kegiatan peremajaan berupa:
a) rehabilitasi dengan perbaikan atau penambahan terhadap
komponen bangunan agar memenuhi standar konstruksi dan
persyaratan teknis bangunan gedung;
b) rekonstruksi dengan membongkar dan membangun kembali
bangunan atau sarana, prasarana dan utilitas umum dengan
penambahan komponen atau fungsi;

106
NASKAH AKADEMIK
______________________

c) penataan kawasan dengan pengaturan petak bangunan;


d) penambahan dan penyediaan sarana permukiman (RTH, MCK
umum); dan/atau
e) penyediaan hunian sementara untuk masyarakat terdampak.
2) jalan lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa:
a) rehabilitasi jalan untuk peningkatan kapasitas jalan dengan
penambahan lebar, perubahan material, penambahan bangunan
pelengkap jalan; dan/atau
b) peningkatan struktur jalan.
3) drainase lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa :
a) peningkatan kualitas unit sistem drainase;
b) penyediaan sistem drainase; dan/atau
c) penambahan segmen jaringan agar terhubung dengan sistem
drainase kota.
4) air minum, dengan jenis kegiatan berupa rehabilitasi unit SPAM
dengan penambahan jaringan perpipaan, penyediaan jaringan non
perpipaan, penambahan instalasi pengelolaan air minum.
5) air limbah, dengan jenis kegiatan berupa:
a) penyediaan sistem sanitasi setempat atau terpusat; dan/atau
b) perbaikan komponen sanitasi pengelolaan air limbah.
6) sampah, dengan jenis kegiatan berupa:
a) pembangunan prasarana sarana persampahan (PSP); dan/atau
b) rehabilitasi PSP dengan perbaikan dan penambahan komponen
PSP.
7) proteksi kebakaran, dengan jenis kegiatan berupa:
a) pembangunan sarana proteksi kebakaran; dan/atau
b) peningkatan kualitas sarana sistem proteksi kebakaran.

Permukiman kembali. Pemukiman kembali dilakukan dengan pemindahan


masyarakat dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali atau tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta menimbulkan bahaya
bagi barang ataupun manusia, melalui:

107
NASKAH AKADEMIK
______________________

1) bangunan gedung, dengan jenis kegiatan berupa:


a) Pembangunan permukiman di lokasi baru;
b) Pembangunan kembali di permukiman lama dengan model baru
(rumah susun); dan/atau
c) Rekonstruksi.
2) jalan lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa pembangunan jalan
baru;
3) drainase lingkungan, dengan jenis kegiatan berupa pembangunan unit
sistem drainase baru;
4) air minum, dengan jenis kegiatan berupa pembangunan SPAM unit
baru;
5) air limbah, dengan jenis kegiatan berupa pembangunan unit
pengolahan air limbah baru;
6) sampah, dengan jenis kegiatan berupa pembangunan PSP baru;
7) proteksi kebakaran, dengan jenis kegiatan berupa:
a) pembangunan pengamanan kebakaran sederhana; dan/atau
b) pembangunan hydrant air.

5. Perumahan dan Kawasan Permukiman Berbasis Pengembang


Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berbasis
pengembang hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau pengembang yang
menjadi anggota resmi dalam asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan
kawasan permukiman, asosiasi profesi penyelenggara perumahan dan kawasan
permukiman, dan/atau asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha
penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman yang secara resmi diakui
oleh Pemerintah.
Pengembang perumahan dan kawasan permukiman wajib mewujudkan
perumahan baru dengan hunian berimbang dengan komposisi pembangunan
Perumahan skala besar yaitu 1 (satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 2
(dua) Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana.
Pembangunan Perumahan selain skala besar terdiri atas: (1). 1 (satu) Rumah
mewah berbanding paling sedikit 2 (dua) Rumah menengah dan berbanding

108
NASKAH AKADEMIK
______________________

paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; (2). 1 (satu) Rumah mewah berbanding
paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; atau (3). 2 (dua) Rumah menengah
berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana. Pengembangan perumahan
sederhana terdiri atas rumah sederhana subsidi dan nonsubsidi dengan
perbandingan: (a). kawasan perkotaan besar, 1 (satu) Rumah sederhana subsidi
berbanding 3 (tiga) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi
persentase 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding
75% (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana nonsubsidi; (b). kawasan
perkotaan sedang, 2 (dua) Rumah sederhana subsidi berbanding 2 (dua) Rumah
sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 50% (lima puluh
persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 50% (lima puluh persen) Rumah
sederhana nonsubsidi; atau (c). kawasan perkotaan kecil, 3 (tiga) Rumah
sederhana subsidi berbanding 1 (satu) Rumah sederhana nonsubsidi dengan
perhitungan komposisi persentase 75% (tujuh puluh lima persen) Rumah
sederhana subsidi berbanding 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana
nonsubsidi.
Pembangunan rumah kavling besar yang dilakukan oleh badan hukum
wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan, kecuali untuk badan
hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah umum.
Rumah tunggal, Rumah deret, dan/atau Rumah susun yang masih dalam
tahap pembangunan dapat dilakukan Pemasaran oleh pelaku pembangunan
melalui Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB). Sistem PPJB berlaku
untuk Rumah umum milik dan Rumah komersial milik yang berbentuk Rumah
tunggal, Rumah deret, dan Rumah susun. PPJB dilakukan setelah kepastian atas:
status kepemilikan tanah, hal yang diperjanjikan, PBG, ketersediaan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum, dan keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
persen).
Pembangunan perumahan baru oleh pengembang mencakup tahapan yang
terdiri atas:
a. Mencari lahan yang layak;
b. Kondisi fisik lahan;

109
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. Kondisi legalitas;
d. Analisis lahan;
e. Menyusun masterplan;
f. Perizinan;
g. Pemasaran; dan
h. Penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman.

D. Penerapan Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan


dan Kawasan Permukiman dengan Pola Hunian Berimbang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, hunian berimbang
adalah Perumahan atau Lingkungan Hunian yang dibangun secara berimbang
antara Rumah sederhana, Rumah menengah, dan Rumah mewah.
1. Tujuan Pola Hunian Berimbang
Adapun dalam penerapannya, pola hunian berimbang bertujuan untuk:
a. Menjamin tersedianya rumah mewah, rumah menengah dan rumah
sederhana bagi masyarakat yang dibangun dalam satu hamparan atau tidak
dalam satu hamparan untuk rumah sederhana.
b. Mewujudkan kerukunan antar berbagai golongan masyarakat dari berbagai
profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan, pemukiman,
lingkungan hunian dan kawasan pemukiman.
c. Mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana dan
utilitas umum serta pembiayaan pembangunan perumahan.
d. Menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi.
e. Mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan
dan kawasan permukiman.

2. Lokasi Hunian Berimbang


Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan permukiman
wajib melakukan Hunian Berimbang, kecuali seluruhnya diperuntukkan bagi
rumah sederhana dan/atau rumah susun umum. Penyelenggaraan perumahan dan

110
NASKAH AKADEMIK
______________________

kawasan permukiman selanjutnya harus memenuhi persyaratan lokasi Hunian


Berimbang.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan Hunian
Berimbang dilaksanakan di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan
kawasan permukiman dengan skala sebagai berikut.
a. Perumahan skala besar merupakan kumpulan Rumah yang terdiri paling
sedikit 3.000 (tiga ribu) unit Rumah.
b. Perumahan selain skala besar merupakan kumpulan Rumah yang terdiri
atas 100 (seratus) unit Rumah sampai dengan 3.000 (tiga ribu) unit
Rumah.
Lokasi untuk hunian berimbang dapat dilaksanakan dalam satu
kabupaten/kota pada satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan. Lokasi
Hunian Berimbang pada pembangunan perumahan skala besar dengan hunian
berimbang harus dilakukan dalam 1 (satu) hamparan sedangkan pembangunan
perumahan selain skala besar dengan hunian berimbang dilakukan dalam 1 (satu)
hamparan atau tidak dalam 1 (satu) hamparan, untuk yang tidak dalam 1 (satu)
hamparan harus dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten.

3. Komposisi Hunian Berimbang


Dalam penerapannya, terdapat beberapa persyaratan komposisi atas pola
hunian berimbang, berdasarkan sebagai berikut.
a. Jumlah Rumah
Komposisi perumahan dengan hunian berimbang merupakan perbandingan jumlah
Rumah mewah, Rumah menengah, dan Rumah sederhana. Komposisi
pembangunan Perumahan skala besar yaitu 1 (satu) Rumah mewah berbanding
pating sedikit 2 (dua) Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga)
Rumah sederhana. Sedangkan komposisi pembangunan Perumahan selain skala
besar terdiri atas: 1). 1 (satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 2 (dua)
Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; 2). 1
(satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; atau 3).
2 (dua) Rumah menengah berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah

111
NASKAH AKADEMIK
______________________

sederhana. Paling sedikit 3 (tiga) rumah sederhana terdiri atas Rumah sederhana
subsidi dan Rumah sederhana nonsubsidi dengan perbandingan untuk:
1) kawasan perkotaan besar, 1 (satu) Rumah sederhana subsidi
berbanding 3 (tiga) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan
komposisi persentase 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana
subsidi berbanding 75 % (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana
nonsubsidi;
2) kawasan perkotaan sedang, 2 (dua) Rumah sederhana subsidi
berbanding 2 (dua) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan
komposisi persentase 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana
subsidi berbanding 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana
nonsubsidi; atau
3) kawasan perkotaan kecil, 3 (tiga) Rumah sederhana subsidi
berbanding 1 (satu) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan
komposisi persentase 75 % (tujuh puluh lima persen) Rumah
sederhana subsidi berbanding 25% (dua puluh lima persen) Rumah
sederhana nonsubsidi.
Rumah mewah merupakan Rumah yang harga jualnya di atas 15 (lima belas) kali
harga Rumah umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Rumah menengah
merupakan Rumah yang harga jualnya paling sedikit 3 (tiga) kali sampai dengan
15 (lima belas) kali harga jual Rumah umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
Rumah sederhana merupakan Rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas
lantai dan harga jual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Luasan Lahan
Komposisi berdasarkan luasan lahan merupakan perbandingan luas lahan untuk
rumah sederhana, terhadap luas lahan keseluruhan. Luasan lahan tersebut minimal
25% (dua puluh lima persen) dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah
sederhana sekurang-kurangnya sama dengan jumlah rumah mewah ditambah
jumlah menengah.

112
NASKAH AKADEMIK
______________________

4. Perencanaan, Pembangunan, Pengendalian dan Pemanfaatan


Perencanaan perumahan dan kawasan pemukiman dengan Hunian
Berimbang dapat dilaksanakan dalam satu hamparan atau tidak dalam satu
hamparan. Perencanaan tidak dalam satu hamparan wajib dilakukan oleh setiap
orang yang sama dan perencanaan tersebut tertuang dalam dokumen-dokumen
berupa:
a. Rencana tapak.
b. Desain rumah.
c. Spesifikasi teknis rumah.
d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang.
e. Rencana kerjasama.
Dokumen tersebut harus mendapat pengesahan dari pemerintah daerah
kabupaten/kota. Selanjutnya, pembangunan pemukiman, lingkungan hunian dan
kawasan pemukiman dengan hunian berimbang hanya dilakukan oleh badan
hukum bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Badan hukum tersebut dapat
berupa badan hukum yang berdiri sendiri maupun badan hukum dalam bentuk
kerjasama. Kerjasama yang dimaksud dapat berbentuk:
a. Konsorsium.
b. Kerjasama operasional.
c. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengendalian atas perumahan dan kawasan pemukiman dengan Hunian
Berimbang dilakukan melalui:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Penyegelan lokasi dan penghentian sementara kegiatan pembangunan.
c. Pembatalan izin mendirikan bangunan.
d. Pembatalan izin mendirikan bangunan.
e. Pembongkaran bangunan.
f. Pemberian sanksi.
Kemudian terkait dengan pemanfaatan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang, digunakan sebagai fungsi hunian dimana
dengan memperhatikan ketentuan:

113
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. Setiap orang yang menempati, menghuni atau memiliki rumah wajib


memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya.
b. Pemanfaatan Rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara
terbatas tanpa membahayakan dan tidak menganggu fungsi hunian.
c. Pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus
memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.
d. Pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian
berimbang memperhatikan keseimbangan antara kepentingan publik dan
kepentingan setiap orang dengan diarahkan untuk kepentingan publik lebih
besar dari kepentingan setiap orang terhadap alokasi sumberdaya di bawah
kewenangan Pemerintah Daerah.
e. Kepentingan publik dalam hal ini meliputi prasarana, sarana dan utilitas
umum.

E. Penyediaan Tanah
Penyediaan tanah untuk pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman dalam hal pembangunan dan Penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Pengadaan tanah.
b. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai oleh
negara atau pemerintah daerah.
c. Konsolidasi tanah.
d. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah.
e. Pemanfaatan dan pemindahan tanah milik negara atau milik daerah.
f. Pendayaan tanah negara bekas tanah terlantar.
g. Pemindahan hak bangun atas tanah.
Penyediaan tanah dilaksanakan untuk memenuhi ketersediaan tanah bagi
pengembangan dan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, sebagai
berikut.
a. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.

114
NASKAH AKADEMIK
______________________

b. Fasilitasi penyediaan tanah bagi masyarakat yang tidak memenuhi syarat


akses pembiayaan perumahan.
Dalam hal penyediaan tanah, Pemerintah Daerah memiliki peran sesuai
dengan kewenangannya bertanggung jawab atas ketersediaan tanah untuk
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan RTRW dan
RDTR.
Dalam penerapannya, arahan dan ketentuan dalam penyediaan tanah untuk
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman juga
mencakup arahan pengaturan sebagai berikut.
1. Kebutuhan Tanah Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
Terkait dengan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Buleleng Tahun 2021-2041 membutuhkan lokasi lahan permukiman
dengan luas total sebesar 317,5 Ha (tiga ratus tujuh belas koma lima hektar).
Rencana kebutuhan lahan permukiman dengan asumsi bahwa Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman mencakup pembangunan dan
pengembangan perumahan horisontal maupun perumahan vertikal.
Penerapan pembangunan dan pengembangan perumahan dilakukan secara
dua basis, mencakup:
a. Pembangunan dan pengembangan perumahan berbasis swadaya
masyarakat, yang dilakukan dengan pola proporsi 60% (enam puluh
persen) dari jumlah kebutuhan rumah.
b. Pembangunan dan pengembangan perumahan berbasis pengembang, yang
dilakukan dengan pola proporsi 40% (empat puluh persen) dari jumlah
kebutuhan rumah.
Pola proporsi dalam rencana kebutuhan tanah untuk pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baik berbasis swadaya
masyarakat maupun oleh pengembang masing-masing digunakan sebesar 70%
(tujuh puluh persen) untuk pembangunan dan pengembangan perumahan dan 30%
(tiga puluh persen) untuk pembangunan dan pengembangan prasarana, sarana dan
utilitas.

115
NASKAH AKADEMIK
______________________

2. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Berbasis Swadaya


Masyarakat
Pembangunan dan pengembangan perumahan berbasis swadaya
masyarakat memperhatikan:
a. Jumlah kebutuhan rumah yang disediakan sesuai pola proporsi.
b. Jumlah kebutuhan lahan yang disediakan sesuai pola proporsi;
Kebutuhan rumah untuk pembangunan dan pengembangan perumahan
berbasis swadaya masyarakat di Kabupaten Buleleng dengan pola proporsi 60%
(enam puluh persen) dari jumlah kebutuhan rumah total adalah sebesar 15.744
(lima belas ribu tujuh ratus empat puluh empat) rumah. Adapun kebutuhan rumah
terdiri atas:
a. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling besar minimal seluas 200 m2
(dua ratus meter persegi) adalah sebanyak 2.676 (dua ribu enam ratus
tujuh puluh enam) rumah.
b. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling sedang minimal seluas 150 m2
(seratus lima puluh meter persegi) adalah sebanyak 5.195 (lima ribu
seratus sembilan puluh lima) rumah.
c. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling kecil minimal seluas 75 m2
(tujuh puluh lima meter persegi) adalah sebanyak 7.872 (tujuh ribu
delapan ratus tujuh puluh dua) rumah.
Kemudian untuk kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan
perumahan berbasis swadaya masyarakat adalah seluas 190,50 Ha (seratus
sembilan puluh koma lima puluh hektar), terdiri atas:
a. Kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan kavling
perumahan dengan pola proporsi 70% (tujuh puluh persen) seluas 133,35
Ha (seratus tiga puluh tiga koma tiga lima hektar).
b. Kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan prasarana,
sarana dan utilitas dengan pola proporsi 30% (tiga puluh persen) seluas
57,15 Ha (lima puluh tujuh koma lima belas hektar).

116
NASKAH AKADEMIK
______________________

3. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Berbasis Pengembang


Pembangunan dan pengembangan perumahan berbasis pengembang dalam
penerapannya diarahkan dan diwajibkan untuk memperhatikan:
a. Jumlah kebutuhan rumah yang disediakan sesuai pola proporsi.
b. Jumlah kebutuhan lahan yang disediakan sesuai pola proporsi.
Kebutuhan rumah untuk pembangunan dan pengembangan perumahan
berbasis pengembang di Kabupaten Buleleng dengan pola proporsi 40% (empat
puluh persen) dari jumlah kebutuhan rumah total adalah sebesar 10.496 (sepuluh
ribu empat ratus sembilan puluh enam) rumah, dimana kebutuhan rumah tersebut
terdiri atas:
a. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling besar minimal seluas 200 m2
(dua ratus meter persegi) adalah sebanyak 1.784 (seribu tujuh ratus
delapan puluh empat) rumah.
b. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling sedang minimal seluas 150 m2
(seratus lima puluh meter persegi) adalah sebanyak 3.464 (tiga ribu empat
ratus enam puluh empat) rumah.
c. Kebutuhan rumah dengan kategori kavling kecil minimal seluas 80 m2
(delapan puluh meter persegi) adalah sebanyak 5.248 (lima ribu dua ratus
empat puluh delapan) rumah.
Kemudian untuk kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan
perumahan berbasis pengembang adalah seluas 127 Ha (seratus dua puluh tujuh
hektar), terdiri atas:
a. Kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan kavling
perumahan dengan pola proporsi 70% (tujuh puluh persen) seluas 88,9 Ha
(delapan puluh delapan koma sembilan hektar).
b. Kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pengembangan prasarana,
sarana dan utilitas dengan pola proporsi 30% (tiga puluh persen) seluas
38,1 Ha (tiga puluh delapan koma satu hektar).

F. Persetujuan Bangunan Gedung


Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2021. PP No. 16 tahun 2021 merupakan aturan turunan Undang-

117
NASKAH AKADEMIK
______________________

Undang Cipta Kerja yang baru diundangkan pada bulan Februari lalu. Sesuai
Pasal 1 angka 17 PP 16 Tahun 2021, PGB adalah perizinan yang diberikan kepada
pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis
bangunan gedung.
PP No. 16 Tahun 2021 menambahkan pengaturan mengenai sanksi
administratif. Pemenuhan terhadap standar teknis bangunan gedung
memperhatikan fungsi dari bangunan gedung yang ditetapkan oleh pemilik
bangunan gedung. Ketentuan ini, masih sama seperti aturan sebelumnya, yaitu
terdiri atas fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan
budaya, serta fungsi khusus. PP No. 16 Tahun 2021 juga mengatur bahwa fungsi
Bangunan Gedung dapat berupa fungsi campuran.
Dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2021 disebutkan bahwa
“Pemilik yang tidak memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dikenai sanksi administratif,”
Adapun sanksi administratif dapat berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Pembatasan kegiatan pembangunan
3. Penghentian sementara atau tetap proses pelaksanaan pembangunan
4. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung
5. Pembekuan PBG
6. Pencabutan PBG
7. Pembekuan SLF bangunan gedung
8. Pencabutan SLF bangunan gedung dan atau pembongkaran bangunan
gedung.
Pemberian PBG sendiri meliputi dua proses, yakni :
1. Konsultasi perencanaan
2. Penerbitan
Pertama, agar bisa memperoleh PBG, pemilik wajib mengajukan dokumen
rencana teknis kepada pemerintah daerah kabupaten sebelum pelaksanaan
konstruksi. Dokumen rencana teknis kepada pemda harus diperiksa dan disetujui

118
NASKAH AKADEMIK
______________________

ketika proses konsultasi perencanaan. Proses konsultasi perencanaan terdapat tiga


tahapan:
1. Pendaftaran
2. Pemeriksaan pemenuhan standar teknis
3. Pernyataan pemenuhan standar teknis.

Pemenuhan standar teknis, wajib melalui dua tahapan pemeriksaan:


 Pemeriksaan dokumen rencana arsitektur, ketika tahap ini telah memenuhi
standar teknis
 Pemeriksaan dokumen rencana struktur, mekanikal, elektrikal, dan
perpipaan (plumbing).
Jika kedua pemeriksaan telah memenuhi standar teknis, maka dinas teknis
menerbitkan surat pernyataan pemenuhan standar teknis yang digunakan untuk
memperoleh PBG.
Kedua, tahap penerbitan PBG. Sesuai Pasal 261 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2021,
penerbitan PBG meliputi :
1. Penetapan nilai retribusi daerah
2. Pembayaran retribusi daerah
3. Penerbitan PBG yang dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Apabila PBG sudah terbit, pemilik Bangunan Gedung dapat memulai


pembangunannya. PP No. 16 Tahun 2021 juga mengatur mengenai bangunan
gedung yang telah memperoleh IMB sebelum berlakunya PP No. 16 Tahun 2021.
Sesuai Pasal 346 ayat (2) PP No. 16 Tahun 2021 meyebutkan bahwa: “Bangunan
gedung yang telah memperoleh izin mendirikan bangunan dari pemerintah daerah
kabupaten/kota sebelum peraturan pemerintah ini mulai berlaku, izinnya masih
tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin” untuk bangunan gedung yang telah
berdiri dan belum memiliki PBG, harus mengurus sertifikat laik fungsi-nya
berdasarkan ketentuan dalam PP No. 16 Tahun 2021 untuk bisa memperoleh
PBG.

119
NASKAH AKADEMIK
______________________

G. Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan


Permukiman
Penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan kawasan
permukiman diarahkan dan diwajibkan untuk menjamin keberlanjutan
pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas di lingkungan
perumahan dan kawasan permukiman.
Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman
wajib memenuhi persyaratan:
a. Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah.
b. Keterpaduan antara prasarana, sarana dan utilitas umum dan lingkungan
hunian.
c. Ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum.

Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan kawasan


permukiman harus memenuhi standar:

a. Ketentuan Umum
Ketentuan umum dalam hal ini paling sedikit memenuhi:
1) Kebutuhan daya tampung perumahan
2) Kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat
3) Mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan.
4) terhubung dengan jaringan perkotaan existing
b. Standar Teknis
Standar teknis meliputi standar prasarana, standar sarana dan standar utilitas
umum.
Standar Prasarana meliputi:
1) Jaringan Jalan.
2) Saluran pembuangan air hujan atau drainase
3) Penyediaan air minum;
4) Saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan
5) Tempat pembuangan sampah
Standar Sarana meliputi:
1) Ruang Terbuka Hijau
2) Sarana Umum

120
NASKAH AKADEMIK
______________________

Sedangkan standar utilitas mecakup tersedianya jaringan listrik.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum


perumahan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.
Terkait dengan penyediaan yang dilakukan oleh setiap orang dalam hal ini adalah
merujuk pada orang perorangan atau badan hukum yang didirikan oleh warga
Negara Indonesia yang berkegiatan di bidang penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.

Kewajiban penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan


kawasan permukiman yang diselenggarakan oleh setiap orang ditujukan untuk
luas lahan ≥15 (lebih dari dan sama dengan lima belas) are sebagai bentuk
kewajiban pemenuhan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas minimum 30%
(tiga puluh persen), dimana pembangunan prasarana, sarana dan utilitas oleh
setiap orang tersebut wajib terintegrasi dengan pembangunan prasarana, sarana
dan utilitas umum sistem perkotaan. Adapun prasarana, sarana dan utilitas umum
yang telah selesai dibangun oleh setiap orang wajib untuk diserahkan kepada
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaannya, arahan dan ketentuan terkait penyediaan prasarana, sarana dan
utilitas oleh setiap orang adalah sebagai berikut.
1. Penyediaan Prasarana oleh Setiap Orang
Penyediaan prasarana oleh setiap orang mencakup:
a. Jaringan Jalan, dengan ketentuan:
1) Penyediaan prasarana jalan dalam mendukung Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah melalui rencana
pengembangan ruas jalan.
2) Pengembangan ruas jalan meliputi pengembangan jalan baru
penghubung dengan sistem jaringan jalan sesuai rencana tata ruang
wilayah dan melalui kajian teknis beserta pemeliharaan secara
berkelanjutan.
3) Pengembangan prasarana jalan wajib memenuhi standar dimensi
minimal ideal jalan di perumahan dan kawasan permukiman,
mencakup:

121
NASKAH AKADEMIK
______________________

a) jalan Lokal Sekunder I harus memenuhi standar lebar jalur


ideal minimum untuk jalan satu jalur dengan dua lajur adalah
5,5 (lima koma lima) – 6,0 (enam koma nol) meter agar mampu
melayani lalu lintas dengan jumlah kendaraan relatif besar (800
(delapan ratus) – 2.000 (dua ribu) kendaraan/hari), dengan
lebar bahu antara 1,0 (satu koma nol) – 1,5 (satu koma lima)
meter;
b) jalan Lokal Sekunder II harus memenuhi stándar lebar badan
jalan 4,5 (empat koma lima) – 5,5 (lima koma lima) meter agar
mampu melayani lalu lintas dengan jumlah kendaraan relatif
besar (200 (dua ratus) – 800 (delapan ratus) kendaraan/hari)
dengan lebar bahu jalan 0,75 (nol koma tujuh lima) – 1,0 (satu
koma nol) meter;
c) jalan Lokal Sekunder III harus memenuhi stándar lebar badan
jalan 4,0 (empat koma nol) – 5,5 (lima koma lima) meter agar
mampu melayani lalu lintas dengan jumlah kendaraan kurang
dari 350 (tiga ratus lima puluh) kendaraan/hari, dengan lebar
bahu 0,75 (nol koma tujuh lima) – 1,0 (satu koma nol) meter;
d) jalan Lingkungan I harus memenuhi stándar lebar badan jalan
3,5 (tiga koma lima) – 4 (empat) meter agar mampu melayani
lalu lintas dengan jumlah kendaraan kurang dari 350 (tiga ratus
lima puluh) kendaraan/hari dengan lebar bahu 0,5 (nol koma
lima) – 0,75 (nol koma tujuh lima) meter, yang dapat
dilengkapi dengan trotoar untuk pejalan kaki dan fasilitas orang
cacat;
e) jalan Lingkungan II harus memenuhi stándar lebar badan jalan
3 (tiga) – 3,5 (tiga koma lima) meter agar mampu melayani lalu
lintas dalam lingkungan perumahan dengan jumlah kendaraan
relatif sedikit (<350 (tiga ratus lima puluh) kendaraan/hari),
yang dilengkapi dengan lebar bahu 0,5 (nol koma lima) – 0,75
(nol koma tujuh lima) meter serta trotoar apabila diperlukan.

122
NASKAH AKADEMIK
______________________

4) Pengembangan prasarana jalan wajib menyediakan ruang atau


lahan untuk pembangunan saluran drainase, penanaman kabel
jaringan listrik, pipa air minum dan IPAL.
5) Pengembangan prasarana jalan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
b. Drainase, dengan ketentuan:
1) Penyediaan prasarana drainase dalam mendukung Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah terdiri atas:
a) pengembangan dan penyediaan sistem jaringan drainase wajib
menyatu dengan sistem dan sub sistem tata air terdekat
meliputi:
i. jaringan primer berupa sungai utama;
ii. jaringan sekunder berupa parit atau saluran-saluran yang
ada di tepi jalan; dan
iii. jaringan tersier berupa saluran-saluran kecil yang masuk
pada kawasan perumahan.
b) pembangunan sistem jaringan drainase terpadu antara sistem
makro dengan sistem mikro mengikuti sistem jaringan
eksisting dan daerah tangkapan air hujan;
c) pembangunan jalan inspeksi dan sempadan sungai untuk
saluran drainase yang disesuaikan dengan kondisi lapangan;
d) pengembangan sistem jaringan drainase bersifat terbuka dan
tidak tertutupi oleh bangunan;
e) peningkatan kapasitas alur sungai dan jaringan drainase;
f) pembangunan sistem pembuangan dan pengelolaan air hujan
yang terintegrasi mulai dari lingkungan perumahan sampai
saluran drainase primer yang dilengkapi prasarana pengelolaan
air hujan meliputi :
i. sumur resapan atau penampungan air hujan (biopori);
ii. saluran air hujan;
iii. talang air hujan;

123
NASKAH AKADEMIK
______________________

iv. bangunan atau bak pengontrol genangan;


v. bak penyaring dan penampung sedimen;
vi. pembuatan konstruksi baru berupa turap atau senderan;
vii. pembuatan parit infiltrasi air hujan.
g) pemisahan antara jaringan drainase dengan jaringan irigasi dan
jaringan air limbah; dan
h) pengembangan drainase di setiap kecamatan yang diawali
dengan kajian rencana induk drainase masing-masing
kecamatan.
2) Penyelenggaraan dan penyediaan prasarana sistem jaringan
drainase melalui tahapan:
a) penyusunan rencana induk atau master plan;
b) studi kelayakan; dan
c) perencanaan teknik terinci.
3) Pengembangan prasarana sistem jaringan drainase harus
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a) arahan perencanaan induk sistem drainase perlu
memperhatikan Rencana Tata Ruang serta disesuaikan dengan
keperluan lapangan;
b) pembangunan sistem drainase wajib berwawasan lingkungan;
c) bangunan pelengkap yang dibangun pada saluran dan sarana
drainse kapasitasnya minimal 10% (sepuluh persen) lebih
tinggi dari kapasitas rencana saluran dan sarana drainase; dan
d) Rencana Induk Sistem Drainase yang berwawasan lingkungan
disahkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang.
4) Pembangunan prasarana sistem jaringan drainase wajib memenuhi
standar nilai koefisien aliran saluran drainase di kawasan
perumahan dan kawasan permukiman sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar teknis yang berlaku.

124
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. Jaringan air minum, dengan ketentuan:


1) Penyediaan jaringan air minum dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
wajib melalui penyediaan instalasi air minum untuk pemenuhan
kebutuhan penghuni dalam perumahan dan kawasan permukiman.
2) Penyediaan sumber air yang dilaksanakan melalui pengolahan air
setempat harus memenuhi persyaratan terkait:
a) sumber air, dengan persyaratan meliputi:
i. tersedianya kontinuitas ketersediaan sumber air;
ii. kapasitas minimum sumber air;
iii. cara pengambilan air dari sumber air;
iv. pengambilan air dari sumber yang digunakan bersama oleh
penduduk sekitar tidak diperbolehkan mengganggu
aktivitas penduduk di lokasi sumber dalam pemakaian air;
dan
v. pengambilan air dari sumber sebaiknya berada di bawah
muka air saat debit sungai minimum, demikian pula apabila
sumber airnya adalah mata air.
b) teknologi pengaliran air, dengan persyaratan berupa teknologi
sederhana dan terjangkau seperti teknologi pengaliran air
secara gravitasi atau teknologi pemompaan, apabila tidak
dimungkinkan dengan teknologi gravitasi.
c) kebutuhan air minum, dengan persyaratan meliputi:
i. kebutuhan air minum yang disediakan untuk wilayah
perumahan dan kawasan permukiman harus
memperhitungkan kebutuhan air penghuni di wilayah
tersebut untuk periode minimal 20 (dua puluh) tahun;
ii. dilakukan studi/survei terhadap penggunaan air minum oleh
masyarakat yang akan menempati wilayah tersebut agar air
minum yang disuplai dapat mendekati kebutuhan
sebenarnya; dan

125
NASKAH AKADEMIK
______________________

iii. persyaratan terkait kualitas air minum adalah bahwa


kualitas air minum yang dihasilkan harus memenuhi
standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau standar
yang diatur oleh Pemerintah Daerah di lokasi perumahan
dan kawasan permukiman.
d) teknologi pengolahan air minum, dengan persyaratan meliputi:
i. teknologi pengolahan air minum yang dapat digunakan
harus diupayakan merupakan teknologi yang dapat
disediakan secara murah dan memiliki biaya operasi dan
pemeliharaan yang murah tetapi memiliki efesiensi kerja
yang cukup tinggi; dan
ii. teknologi yang digunakan harus dapat mengolah air yang
berasal dari sumber menjadi air yang memenuhi standar air
minum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
3) Penyediaan utilitas jaringan air minum wajib disertai dengan
pemeliharan dan keberlanjutan pengoperasian instalasi air minum
yang dibangun.
d. Air limbah, dengan ketentuan:
1) Penyediaan prasarana pengolahan air limbah dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
melalui:
a) pengembangan pengolahan air limbah sistem setempat (on
site); dan
b) pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat (off site).
2) Pengembangan pengolahan air limbah sistem setempat (on site)
berupa pengembangan jaringan air limbah komunal pada kawasan-
kawasan padat permukiman, melalui:
a) tangki septik komunal;
b) tangki septik bersekat; dan/atau
c) sistem MCK plus.
3) Pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat (off site)
berupa:

126
NASKAH AKADEMIK
______________________

a) penggunaan pipa sewer, flushing untuk seluruh air limbah; dan


b) penggunaan sistem small bore seller.
4) Pengembangan pengolahan air limbah sistem setempat (on site)
didukung dengan pengelolaan air limbah permukiman berbasis
masyarakat melalui Sanitasi oleh Masyarakat (Sanimas), berupa
dukungan perencanaan, pemilihan tekonologi, pembangunan,
operasi dan pemeliharaan sistem pengolahan air limbah setempat.
5) Penyediaan prasarana pengolahan air limbah dalam mendukung
pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman
disediakan terpisah dengan sistem jaringan drainase.
6) Penyediaan prasarana pengolahan air limbah mengacu kepada
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) Daerah.
7) Pembangunan prasarana air limbah wajib memenuhi standar
dimensi prasarana pengelolaan air limbah di kawasan perumahan
dan kawasan permukiman sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan dan standar teknis yang berlaku.
e. Persampahan, dengan ketentuan:
1) Penyediaan prasarana persampahan dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ditujukan
untuk pengelolaan dan pengurangan timbulan terhadap:
a) sampah rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik;
b) sampah sejenis rumah tangga; dan
c) sampah plastik sekali pakai (PSP).
2) Penyediaan prasarana persampahan untuk pengelolaan dan
pengurangan sampah diarahkan melalui:
a) peningkatan sarana pengangkutan persampahan dan TPS;
b) pengembangan TPST;
c) komposter skala rumah tangga; dan
d) pengembangan bank sampah

127
NASKAH AKADEMIK
______________________

3) Peningkatan sarana pengangkutan persampahan dan TPS


dilaksanakan dengan ketentuan:
a) melibatkan peran masyarakat terutama dalam pemilihan lokasi
dan penyediaan lahan di dekat/sekitar masyarakat yang
dilayani;
b) tidak berada pada lahan RTH atau sempadan badan air;
c) memperhatikan aspek lingkungan dan estetika;
d) memperhitungkan volume sampah dan jangkauan pelayanan;
e) mudah dijangkau kendaraan angkutan sampah dan berada pada
lokasi yang aman terhadap kegiatan;
f) mencegah perembesan air lindi, mengendalikan dampak bau
dan memperhitungkan dampak kesehatan terhadap lingkungan
sekitar.
4) Pengembangan TPST dikembangkan dengan kriteria sebagai
berikut:
a) memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar;
b) memaksimalkan kegiatan pengolahan dan/atau 3R (reduce,
reuse, recycle) sampah;
c) memperhatikan aspek kelayakan pembiayaan dan kewajiban
pemerintah kabupaten;
d) memperhatikan jarak pencapaian dan ketersediaan fasilitas
yang ada; dan
e) memperhatikan kecukupan ketersediaan lahan termasuk untuk
zona penyangganya.
5) Pengembangan komposter atau proses pengolahan sampah skala
rumah tangga dilakukan untuk mengurangi beban Tempat
Pemrosesan / Pengolahan Akhir (TPA).
6) Pengembangan bank sampah dikembangan dengan memperhatikan
persyaratan konstruksi bangunan bank sampah sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

128
NASKAH AKADEMIK
______________________

2. Penyediaan Sarana oleh Setiap Orang


Penyediaan sarana oleh setiap orang
mencakup:
a. Sarana kesehatan, dengan ketentuan:
1) Penyediaan sarana kesehatan dalam mendukung Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah melalui:
a) pengembangan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di
kawasan perkotaan fungsi PPK, ditingkatkan statusnya dengan
kelengkapan pelayanan rawat inap;
b) pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dengan skala
pelayanan sebagian wilayah kecamatan atau beberapa desa,
tetap dipertahankan dan ditingkatkan kualitas pelayanannya;
c) pusat kesehatan masyarakat pembantu (pustu) dengan skala
pelayanan satu sampai dua desa tetap dipertahankan dan
ditingkatkan kualitas pelayanan;
d) penyediaan sarana kesehatan lainnya berupa posyandu, praktek
dokter mandiri, dan poliklinik kesehatan.
2) Penyediaan sarana kesehatan mengacu pada RTRW Kabupaten
Buleleng dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sarana peribadatan, dengan ketentuan penyediaan mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
mengacu pada ketentuan dalam RTRW Kabupaten Buleleng dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Sarana perdagangan dan jasa, dengan ketentuan:
1) Penyediaan sarana perdagangan dan jasa dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
melalui:
a) penyediaan fasilitas berupa toko atau warung sebagai fasilitas
perbelanjaan terkecil yang melayani kebutuhan sehari-hari dari
unit lingkungan terkecil.

129
NASKAH AKADEMIK
______________________

b) penyediaan fasilitas berupa pertokoan sebagai fasilitas


perbelanjaan yang lebih lengkap dari pada toko untuk melayani
kebutuhan sehari-hari.
c) penyediaan sarana lingkungan fasilitas pusat perbelanjaan
lingkungan sebagai pusat perbelanjaan dan niaga.
2) Penyediaan dan pembangunan sarana perdagangan dan jasa
mengacu pada RTRW Kabupaten Buleleng dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Ruang Terbuka Hijau (RTH), dengan ketentuan:
1) Penyediaan RTH dalam mendukung Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman adalah melalui pengadaan lahan untuk
penambahan jumlah RTH.
2) Pengadaan lahan untuk penambahan jumlah RTH dilakukan
berdasarkan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan
memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.
3) Penyediaan RTH merupakan bagian wajib sebagai pemenuhan
ketentuan proporsi 30% (tiga puluh persen) dalam penyediaan
prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan kawasan
permukiman.

3. Penyediaan Utilitas oleh Setiap Orang


Penyediaan utilitas oleh setiap orang mencakup:
a. Jaringan energi listrik, dengan ketentuan:
1) Penyediaan jaringan energi listrik dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman wajib
untuk menyediakan jaringan listrik yang mencukup kebutuhan
penghuni pada perumahan dan kawasan permukiman.
2) Persyaratan jaringan listrik untuk pemenuhan kebutuhan meliputi:
a) instalasi listrik;
b) sumber daya listrik;
c) jaringan tiang listrik; dan

130
NASKAH AKADEMIK
______________________

d) konduktor listrik.
3) Penyediaan utilitas jaringan energi listrik wajib disertakan dengan
pemberian ruang akses untuk pelayanan oleh PLN dan
pemeliharaan jaringan secara berkelanjutan.
b. Jaringan telekomunikasi, dengan ketentuan:
1) Penyediaan jaringan telekomunikasi, dalam mendukung
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
melalui:
a) sistem jaringan kabel; dan
b) sistem jaringan nirkabel.
2) Penyediaan jaringan telekomunikasi melalui sistem jaringan kabel
dilakukan melalui:
a) pengembangan STO baru sesuai perkembangan kebutuhan
pelayanan; dan
b) pengembangan jaringan bawah tanah untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas ruang dan estetika lingkungan.
3) Penyediaan jaringan telekomunikasi melalui sistem jaringan
nirkabel dilakukan melalui:
a) menara telekomunikasi terpadu secara bersama oleh beberapa
penyedia layanan telekomunikasi (operator) untuk
menempatkan dan mengoperasikan peralatan telekomunikasi
berbasis radio (Base Transceiver Station) berdasarkan cellular
planning yang diselaraskan dengan rencana jaringan
telekomunikasi yang tersedia;
b) pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi
khusus seperti untuk keperluan meteorologi dan geofisika,
radio siaran, navigasi, penerbangan, pencarian dan pertolongan
kecelakaan, amatir radio, televisi, komunikasi antar penduduk
dan keperluan transmisi jaringan telekomunikasi utama
(backbone) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

131
NASKAH AKADEMIK
______________________

c) pemenuhan kebutuhan lalu lintas telekomunikasi selular


nirkabel secara optimal untuk seluruh operator seluler dengan
kehandalan cakupan yang menjangkau seluruh wilayah;
d) pengembangan sistem jaringan satelit meliputi pengembangan
jaringan melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi untuk
melengkapi sistem telekomunikasi jaringan bergerak dan
pengembangan jaringan backbone serta jaringan distribusi
untuk wilayah-wilayah yang belum terjangkau secara langsung.
4) Penyediaan jaringan telekomunikasi wajib terintegrasi dengan
rencana jaringan telepon regional dan dapat dijangkau oleh
penghuni.

4. Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas oleh Setiap Orang


Penyerahan prasarana, sarana dan utilitas oleh setiap orang khususnya
badan hukum atau pengembang kepada Pemerintah Daerah dilakukan dengan
ketentuan:
a. Pemerintah Daerah meminta pengembang atau badan hukum untuk
menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman
yang dibangun oleh pengembang;
b. penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman
dilakukan:
1) paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa pemeliharaan dan/atau telah
terbangun minimal 60% (enam puluh persen);
2) sesuai dengan rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah
daerah.
c. penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan permukiman
sesuai rencana tapak dilakukan:
1) secara bertahap, apabila rencana pembangunan dilakukan bertahap;
dan/atau
2) sekaligus, apabila rencana pembangunan dilakukan tidak bertahap.
d. penyerahan prasarana, sarana dan utilitas pada perumahan tidak bersusun
berupa tanah dan bangunan.

132
NASKAH AKADEMIK
______________________

e. penyerahan sarana pada perumahan tidak bersusun berupa tanah siap


bangun.
f. penyerahan prasarana, sarana dan utilitas rumah susun berupa tanah siap
bangun.
g. tanah siap bangun berada di satu lokasi dan di luar hak milik atas satuan
rumah susun.
Pemerintah Daerah menerima penyerahan prasarana, sarana dan utilitas
perumahan dan permukiman yang telah memenuhi persyaratan:
a. persyaratan umum meliputi:
1) lokasi prasarana, sarana dan utilitas sesuai dengan rencana tapak yang
sudah disetujui oleh pemerintah daerah; dan
2) sesuai dengan dokumen perizinan dan spesifikasi teknis bangunan.
b. Persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman.
c. Persyaratan administrasi harus memiliki:
1) dokumen rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah daerah;
2) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi bangunan yang
dipersyaratkan;
3) Izin penggunaan bangunan (IPB) bagi bangunan yang dipersyaratkan;
dan
4) surat pelepasan hak atas tanah dari pengembang kepada pemerintah
daerah.
Adapun tata cara dalam penyerahan prasarana, sarana dan utilitas
perumahan dan kawasan permukiman oleh setiap orang, diarahkan dengan
ketentuan sebagai berikut.
a. Tata cara persiapan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas meliputi:
1) Bupati menerima permohonan penyerahan prasarana, sarana dan
utilitas perumahan dan permukiman dari setiap orang khususnya badan
hukum atau pengembang.
2) Bupati menugaskan tim verifikasi untuk memproses penyerahan
prasarana, sarana dan utilitas.

133
NASKAH AKADEMIK
______________________

3) Tim verifikasi mengundang pengembang untuk melakukan pemaparan


prasarana, sarana dan utilitas yang akan diserahkan.
4) Tim verifikasi melakukan inventarisasi terhadap prasarana, sarana dan
utilitas yang akan diserahkan, meliputi rencana tapak yang disetujui
oleh pemerintah daerah, tata letak bangunan dan lahan, serta besaran
prasarana, sarana dan utilitas.
5) Tim verifikasi menyusun jadwal kerja tim dan instrumen penilaian.
b. Tata cara pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas meliputi:
1) Tim verifikasi melakukan penelitian atas persyaratan umum, teknis dan
administrasi.
2) Tim verifikasi melakukan pemeriksaan lapangan dan penilaian fisik
prasarana, sarana dan utilitas.
3) Tim verifikasi menyusun laporan hasil pemeriksaan dan penilaian fisik
prasarana, sarana dan utilitas, serta merumuskan prasarana, sarana dan
utilitas yang layak atau tidak layak diterima.
4) Prasarana, sarana dan utilitas yang tidak layak diterima diberikan
kesempatan kepada pengembang untuk melakukan perbaikan paling
lambat satu bulan setelah dilakukan pemeriksaan
5) Hasil perbaikan prasarana, sarana dan utilitas dilakukan pemeriksaan
dan penilaian kembali.
6) Prasarana, sarana dan utilitas yang layak diterima dituangkan dalam
berita acara pemeriksaan untuk disampaikan kepada Bupati.
7) Bupati menetapkan prasarana, sarana dan utilitas yang diterima.
8) Tim verifikasi mempersiapkan berita acara serah terima, penetapan
jadwal penyerahan dan OPD yang berwenang mengelola.
9) Penandatanganan berita acara serah terima prasarana, sarana dan
utilitas dilakukan oleh pengembang dan Bupati dengan melampirkan
daftar prasarana, sarana dan utilitas, dokumen teknis dan administrasi.
c. Tata cara pasca penyerahan prasarana, sarana dan utilitas meliputi:
1) Bupati menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas kepada OPD yang
berwenang mengelola dan memelihara paling lambat tiga bulan setelah
penyerahan prasarana, sarana dan utilitas dilaksanakan.

134
NASKAH AKADEMIK
______________________

2) Pengelola barang milik daerah melakukan pencatatan asset atas


prasarana, sarana dan utilitas ke dalam Daftar Barang Milik Daerah
(DBMD).
3) OPD yang menerima asset prasarana, sarana dan utilitas melakukan
pencatatan ke dalam DBMP.
4) OPD yang menerima asset prasarana, sarana dan utilitas
menginformasikan kepada masyarakat mengenai prasarana, sarana dan
utilitas yang sudah diserahkan oleh pengembang.
d. Dalam hal prasarana, sarana dan utilitas ditelantarkan dan belum
diserahkan, pemerintah daerah membuat berita acara perolehan prasarana,
sarana dan utilitas perumahan dan permukiman;
e. Pemerintah Daerah membuat pernyataan asset atas tanah prasarana, sarana
dan utilitas tersebut sebagai dasar permohonan pendaftaran hak atas tanah
di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat;
f. Bupati menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas kepada OPD yang
berwenang mengelola dan memelihara paling lambat tiga bulan setelah
kantor Badan Pertanahan Nasional menerbitkan hak atas tanah;
g. Pengelola barang milik daerah melakukan pencatatan asset atas prasarana,
sarana dan utilitas ke dalam DBMB; dan
h. OPD yang menerima asset prasarana, sarana dan utilitas melakukan
pencatatan ke dalam DBMP.

Pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas dilakukan dengan ketentuan:


a. Pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas yang telah diserahkan kepada
pemerintah daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah yang bersangkutan;
b. Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan pengembang, badan usaha
swasta dan/atau masyarakat dalam pengelolaan prasarana, sarana dan
utilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. dalam hal pemerintah daerah melakukan kerja sama pengelolaan
prasarana, sarana dan utilitas dengan pengembang, badan usaha swasta,
dan masyarakat, pemeliharaan fisik dan pendanaan prasarana, sarana dan
utilitas menjadi tanggungjawab pengelola; dan

135
NASKAH AKADEMIK
______________________

d. pengelola prasarana, sarana dan utilitas tidak dapat merubah peruntukan


prasarana, sarana dan utilitas.
Dalam hal pengelolaan terhadap prasarana, sarana dan utilitas didukung
oleh pembiayaan pemeliharaan dengan ketentuan:
a. Pembiayaan pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas sebelum
penyerahan menjadi tanggung jawab pengembang; dan
b. Pembiayaan pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas setelah
penyerahan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten.
Penyelenggaraan penyerahan dan pengelolaan prasarana, sarana dan
utilitas disertai dengan pelaporan dan kegiatan pembinaan serta pengawasan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

H. Lokasi Pelayanan Jasa Pemerintahan, Sosial dan Ekonomi


Rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan ekonomi
dilakukan dalam rangka penyediaan kawasan peruntukan fasilitas penunjang
permukiman. Kawasan peruntukan fasilitas penunjang permukiman terdiri atas:
1. Fasilitas Pelayanan Jasa Pemerintahan
Rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan direncanakan pada lokasi:
a. Fasilitas perkantoran pemerintahan skala wilayah kabupaten yang tersebar
di kawasan perkotaan fungsi PKW dan PKL;
b. Fasilitas perkantoran pemerintah skala kecamatan yang tersebar di
kawasan perkotaan ibukota kecamatan; dan
c. Fasilitas perkantoran pemerintah skala desa/kelurahan yang tersebar di tiap
pusat-pusat desa/kelurahan.
2. Fasilitas Pelayanan Sosial dan Kegiatan Ekonomi
Rencana lokasi pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, di antaranya
mencakup:
a. Fasilitas pendidikan, terdiri atas:
1) Fasilitas pendidikan tinggi tersebar di kawasan perkotaan fungsi PKW;

136
NASKAH AKADEMIK
______________________

2) Fasilitas pendidikan menengah mencakup SMA dan sejenisnya


mempertahankan fasilitas yang telah ada dan menambah fasilitas
sesuai ketentuan jumlah penduduk pendukung; dan
3) Fasilitas pendidikan dasar mempertahankan fasilitas yang telah ada
dan menambah fasilitas sesuai ketentuan jumlah penduduk pendukung.
b. Fasilitas kesehatan, terdiri atas:
1) Pengembangan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dengan skala
pelayanan sebagian wilayah kecamatan atau beberapa desa, tetap
dipertahankan dan ditingkatkan kualitas pelayanannya;
2) Pusat kesehatan masyarakat pembantu (Pustu) dengan skala pelayanan
satu sampai dua desa tetap dipertahankan dan ditingkatkan kualitas
pelayanan;
3) Penyediaan sarana kesehatan lainnya berupa posyandu, praktek dokter
mandiri, dan poliklinik kesehatan.
c. Fasilitas peribadatan, terdiri atas:
1) Sebaran fasilitas peribadatan umat yang beragama hindu terdiri atas
Pura Kahyangan Tiga, Pura Swagina, Pura Dadia, Pura Dang
Kahyangan dan Pura Kahyangan Jagat; dan
2) Sebaran fasilitas peribadatan umah yang bukan beragama hindu tetap
dipertahankan terdiri atas fasilitas peribadatan umat Islam, umat
Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu.
d. Fasilitas rekreasi dan olahraga, terdiri atas:
1) Sebaran taman-taman kota sebagai bagian dari ruang terbuka hijau
kota terdiri atas taman lingkungan perumahan, taman skala banjar,
taman skala desa, taman skala kecamatan dan skala kabupaten atau
kota;
2) Sebaran lapangan umum atau lapangan olahraga skala banjar, skala
desa, skala kecamatan dan skala kabupaten atau skala kota; dan
3) Sebaran lapangan olahraga skala kecil tersebar di dalam kawasan
permukiman.

137
NASKAH AKADEMIK
______________________

e. Fasilitas perdagangan dan jasa, terdiri atas:


1) Fasilitas perdagangan dan jasa skala pelayanan wilayah seperti pasar
wilayah, pusat pertokoan atau perdagangan modern yang tersebar di
kawasan perkotaan fungsi PKW, PKL maupun pusat kawasan efektif
pariwisata;
2) Fasilitas perdagangan dan jasa skala pelayanan kecamatan seperti
pasar kecamatan, kelompok pertokoan, maupun perdagangan modern
skala kecamatan tersebar di ibukota kecamatan fungsi PPK; dan
3) Fasilitas perdagangan dan jasa skala pelayanan local seperti pasar desa,
kelompok pertokoan tersebar di tiap desa atau tiap lingkungan
permukiman.

I. Lokasi dan PPKP


Penetapan lokasi dan PPKP mencakup perumahan dan kawasan
permukiman dengan karakteristrik permukiman perkotaan dan karakteristik
permukiman perdesaan. Penetapan lokasi dan PPKP masing-masing mencakup
lokasi rencana penyediaan perumahan dan kawasan permukiman yang meliputi:
1. Rencana pengembangan perumahan dan kawasan permukiman;
2. Rencana pengembangan baru perumahan dan kawasan permukiman
(kebutuhan backlog);
3. Rencana penataan perumahan dan kawasan permukiman, terdiri atas:
a. Rencana penataan perumahan dan kawasan permukiman kumuh;
b. Rencana penataan rumah tidak layak huni (RTLH);
c. Rencana penataan rumah sehat;
d. Rencana revitalisasi permukiman tradisional;
e. Rencana penataan permukiman pada kawasan rawan bencana;
f. Rencana penataan permukiman nelayan; dan
g. Rencana penataan permukiman fungsional yang terdiri atas
permukiman khusus dan permukiman pada kawasan strategis.
Penetapan lokasi dan PPKP dilakukan pada seluruh kecamatan di
Kabupaten Buleleng yang terdiri atas penetapan lokasi dan PPKP Kecamatan
Gerokgak, Kecamatan Seririt, Kecamatan Busungbiu, Kecamatan Banjar,

138
NASKAH AKADEMIK
______________________

Kecamatan Sukasada, Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sawan, Kecamatan


Kubutambahan dan Kecamatan Tejakula.

J. Pemanfaatan dan Pengendalian Pembangunan dan Pengembangan


Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Kawasan Fungsi Lain
Pengaturan pemanfaatan dan pengendalian pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada kawasan fungsi lain
ditujukan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketetapan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan pemanfaatan dan
pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman pada kawasan
fungsi lain dilakukan melalui:
1. pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD);
2. Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada KSPDK (Kawasan Strategis Pariwisata Daerah
Khusus);
3. Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan minapolitan (nelayan);
4. Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan peruntukan industri;
5. Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan pertahanan dan keamanan.
Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada Kawasan Strategis Pariwisata Daerah diperkenankan
dengan pertimbangan:
1. Pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya
pelestarian budaya dan lingkungan hidup;
2. Dalam peruntukan lainya baik peruntukan kawasan lindung maupun
kawasan budidaya lainnya diatur lebih lanjut dalam rencana rinci tata
ruang kawasan strategis pariwisata dan ditetapkan dalam Peraturan
Daerah;

139
NASKAH AKADEMIK
______________________

3. Pemanfaatan potensi alam dan budaya setempat sesuai daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
4. Perlindungan situs warisan budaya setempat;
5. Pembatasan pendirian bangunan non-pariwisata pada kawasan efektif
pariwisata;
6. Pembatasan koefisien wilayah terbangun (KWT) lebih lanjut ditetapkan
dalam Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Pariwisata;
7. Pembatasan koefisien dasar bangunan bagi setiap usaha akomodasi dan
fasilitas pariwisata lainnya, setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen)
dari persil yang dikuasai;
8. Ketinggian bangunan setinggi-tingginya 15 m (lima belas meter) dari
permukaan tanah;
9. Pembangunan fasilitas pariwisata pada kawasan efektif pariwisata
diutamakan fasilitas akomodasi pariwisata dengan klasifikasi berbintang;
10. Pengharusan penerapan ciri khas arsitektur Bali pada setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata;
10. Pengharusan penyediaan fasilitas parkir yang cukup bagi setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata; dan
11. Pengharusan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada KSPDK (Kawasan Strategis Pariwisata Daerah
Khusus) diperkenankan dengan pertimbangan:
1. Pengembangan fasilitas penunjang pariwisata, jasa pelayanan makan dan
minum, serta akomodasi non bintang atau melati yang berkualitas;
2. Pengharusan penerapan ciri khas arsitektur Bali pada setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata;
3. Pembatasan koefisien wilayah terbangun (KWT) untuk kawasan efektif
pariwisata setinggi-tingginya 5% (lima persen) dari luas kawasan KSPDK
di luar kawasan lindung, serta sebaran akomodasi dan fasilitas penunjang
pariwisata diatur dalam rencana rinci tata ruang kawasan strategis
KSPDK;

140
NASKAH AKADEMIK
______________________

4. pemanfaatan potensi alam dan budaya setempat sesuai daya dukung, daya
tampung lingkungan dan perlindungan situs warisan budaya setempat;
5. Pembatasan koefisien dasar bangunan, setinggi-tingginya 40% (empat
puluh persen) dari persil yang dikuasai;
6. Pembatasan ketinggian bangunan, setinggi-tingginya 8 (delapan) meter
dari permukaan tanah tempat bangunan berdiri;
7. Pengharusan penyediaan fasilitas parkir yang cukup bagi setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata; dan
8. Pengharusan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan minapolitan (nelayan) diperkenankan
dengan:
1. Peningkatan sarana-prasarana meliputi jaringan jalan, termasuk jalan
usaha tani, irigasi, pasar, air bersih, pemanfaatan air limbah dan sampah;
dan
2. Peningkatan sarana prasarana kesejahteraan sosial meliputi pendidikan,
kesehatan, kebudayaan dan sarana-prasarana umum lainnya seperti listrik
dan lainnya.
Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan peruntukan industri masih diperkenankan
namun dengan pertimbangan:
1. Kegiatan pembangunan yang diperbolehkan adalah pembangunan
permukiman yang di peruntukan untuk karyawan dalam kawasan tersebut;
2. Pembangunan fasilitas penunjuang antara 8-14% (delapan sampai dengan
empat belas persen) dari luas lahan berupa kantin, perumahan karyawan,
guest house, tempat ibadah, fasilitas olahraga, gardu induk dan rumah
telekomunikasi;
3. Pemanfaatan kawasan peruntukan industri diprioritaskan untuk mengolah
bahan baku lokal menggunakan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia setempat;

141
NASKAH AKADEMIK
______________________

4. Pemanfaatan kawasan industri untuk menampung kegiatan aneka industri


sesuai karakteristik kawasan;
5. Penyediaan sarana dan prasarana kawasan industri siap bangun; dan
6. Pembatasan pembangunan perumahan di dalam kawasan industri.
Pengaturan pemanfaatan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman pada kawasan pertahanan dan keamanan merupakan
pengaturan pada permukiman khusus yang ada di Kabupaten Buleleng dengan
pertimbangan:
1. Kegiatan yang diperbolehkan meliputi: kegiatan pertahanan dan keamanan
negara meliputi kantor hankam, tempat latihan dan kegiatan lain yang
mendukung fungsi kawasan pertahanan dan keamanan;
2. Pendirian bangunan secara terbatas, untuk menunjang kegiatan pertahanan
dan keamanan negara;
3. Pembinaan dan pemeliharaan instalasi, fasilitas, sarana dan prasarana
pertahanan dan keamanan negara yang telah ada sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. Kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu kegiatan selain poin 2 dan 3 yang
dapat menggangu fungsi kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
negara; dan
5. Prasarana dan sarana minimum untuk kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan negara meliputi utilitas umum, pos penjagaan, serta peralatan
keamanan dan pertahanan.

K. Daerah Terlarang untuk Pembangunan dan Pengembangan


Perumahan dan Kawasan Permukiman Baru
Daerah terlarang atau negative list untuk pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasna permukiman baru ditetapkan berdasarkan
hasil analisa fungsi kawasan. Daerah terlarang atau negative list pada Kabupaten
Buleleng terdiri atas:
1. Sempadan sungai;
2. Sempadan danau;
3. Sempadan pantai;

142
NASKAH AKADEMIK
______________________

4. Sempadan mata air;


5. Sempadan irigasi;
6. Radius kesucian pura;
7. Kawasan peruntukan pertanian, berupa :
a. Sawah irigasi; dan
b. Sawah tadah hujan.
8. Hutan rakyat;
9. Hutan lindung;
10. Hutan produksi terbatas;
11. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah Khusus (KSPDK);
12. Taman Wisata Alam (TWA);
13. Radius pengamanan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Sebaran daerah terlarang atau negative list pada Kabupaten Buleleng


adalah seluas 87.030,57 Ha (delapan puluh tujuh ribu tiga puluh koma lima puluh
tujuh hektar), mencakup:

1. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Gerokgak seluas


33.598,83 Ha (tiga puluh tiga ribu lima ratus sembilan puluh delapan
koma delapan puluh tiga hektar);
2. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Seririt seluas 8.093,90
Ha (delapan ribu sembilan puluh tiga koma sembilan puluh hektar);
3. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Busungbiu seluas
11.077,33 Ha (sebelas ribu tujuh puluh tujuh koma tiga puluh tiga hektar);
4. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Banjar seluas
10.788,34 Ha (sepuluh ribu tujuh ratus delapan puluh delapan koma tiga
puluh empat hektar);
5. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Sukasada seluas
14.801,05 Ha (empat belas ribu delapan ratus satu koma nol lima hektar);
6. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Buleleng seluas
2.353,57 Ha (dua ribu tiga ratus lima puluh tiga koma lima tujuh hektar);
7. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Sawan seluas 6.396,99
Ha (enam ribu tiga ratus sembilan puluh enam koma sembilan puluh
sembilan hektar);

143
NASKAH AKADEMIK
______________________

8. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Kubutambahan seluas


5.553,92 Ha (lima ribu lima ratus lima puluh tiga koma sembilan puluh
dua hektar); dan
9. Daerah terlarang atau negative list pada Kecamatan Tejakula seluas
5.710,02 Ha (lima ribu tujuh ratus sepuluh koma nol dua hektar).

L. Arahan Pengaturan Mitigasi Bencana


Pengaturan mitigasi bencana dalam lingkup pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada prinsipnya
memperhatikan:
1. Penyediaan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana;
2. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi
bencana
3. Pemahaman tata cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait
yang harus dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan
diri jika bencana timbul; dan
4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.
5. Pengaturan teknis terkait mitigasi bencana dalam pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Bupati.
Penerapan pengaturan mitigasi bencana dalam lingkup pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Buleleng
terdiri atas:
1. Mitigasi bencana alam terhadap perumahan dan kawasan permukiman
dalam perencanaan, dengan memperhatikan :
a. Jenis bahaya alam yang berada pada lokasi atau sekitar perumahan dan
kawasan permukiman;
b. Lokasi perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah;

144
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. Sesuai standar kualitas lingkungan, daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup;
d. Rencana dan rancangan perumahan dan kawasan permukiman tanggap
terhadap bencana alam terutama yang berlokasi pada daerah rawan
bencana;
e. Pelibatan peran serta masyarakat; dan
f. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
kemandirian masyarakat dalam mengelola risiko bencana alam.
2. Mitigasi bencana alam terhadap perumahan dan kawasan permukiman
dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman baru, dengan
memperhatikan:
a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan atau sesuai
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
b. Bukan kawasan lindung;
c. Tidak pada zona dengan tingkat kerawanan bencana tinggi;
d. Pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui koefisien dasar
bangunan, koefisien luas bangunan, koefisien daerah hijau, ketinggian
bangunan dan kepadatan bangunan;
e. Struktur konstruksi bangunan, bahan bangunan sesuai dengan kearifan
lokal;
f. Penyediaan prasarana, sarana dan utilitas sesuai cakupan layanan yang
mendukung tindakan mitigasi dan tanggap darurat terhadap bencana
alam; dan
g. Pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
sesuai perizinan.
3. Mitigasi bencana alam terhadap perumahan dan kawasan permukiman
yang telah terbangun, dengan memperhatikan:
a. Peningkatan kualitas prasarana, sarana dan utilitas umum sesuai
kebutuhan mitigasi bencana alam;
b. Pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui pengaturan koefisien
dasar bangunan, koefisien luas bangunan, koefisien daerah hijau,

145
NASKAH AKADEMIK
______________________

ketinggian bangunan dan kepadatan bangunan terutama wilayah rentan


bencana alam;
c. Pelibatan peran serta masyarakat dalam penentuan risiko bencana
alam, mitigasi bencana dan penyusunan rencana kontijensi berbasis
masyarakat; dan
d. Penataan daerah aliran sungan, pantai serta wilayah rawan bencana
alam.

M. Kelembagaan
Kelembagaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman diarahkan dengan dibentuk oleh Bupati sesuai
kewenangannya. Untuk mendukung penyelenggaraan PPKP, Bupati sesuai
kewenangannya menunjuk dan/atau membentuk kelembagaan sesuai tahapan
PPKP, meliputi:
1. Kelembagaan tahap penyusunan PPKP, dengan arahan:
a. Penyusunan PPKP difasilitasi melalui Kelompok Kerja Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Pokja PKP).
b. Pokja PKP dibentuk sebelum dimulainya pelaksanaan penyusunan
PPKP.
c. Pembentukan Pokja PKP ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
d. Keanggotaan Pokja PKP terdiri atas dinas, instansi, perguruan tinggi,
dan asosiasi bidang perumahan dan kawasan permukiman.
2. Kelembagaan tahap pemanfaatan PPKP, dengan arahan:
a. Lembaga yang bertanggung jawab pada tahap pemanfaatan PPKP
adalah OPD yang membidangi perumahan dan kawasan permukiman.
b. OPD dalam hal ini mempunyai tugas:
1) Mengkoordinasikan penyusunan program perumahan dan kawasan
permukiman dengan sektor terkait;
2) Mengkoordinasikan pelaksanaan PPKP secara terpadu sebagai
dasar bagi penentuan perizinan dalam pelaksanaan pembangunan
dan pengambangan perumahan dan kawasan permukiman;

146
NASKAH AKADEMIK
______________________

3) Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah-


masalah yang timbul dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman serta memberikan arahan dan
pemecahannya;
4) Mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan di
bidang perumahan dan kawasan permukiman di daerah;
5) Membantu memaduserasikan penatagunaan tanah dan
penatagunaan sumberdaya alam lainnya dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang terkait dengan perumahan dan kawasan
permukiman;
6) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPKP;
dan
7) Melaporkan progress pelaksanaan PPKP terhadap Bupati.

N. Pemantauan, Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan


Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pemantauan, pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman dilakukan untuk mengantisipasi pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman yang padat dan tidak teratur
atau kumuh.
1. Pemantauan
Pemantauan terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
dilakukan melalui:
a. Pemantauan secara langsung dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian
antara pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman dengan perizinan
yang diberikan;
b. Pemantauan secara tidak langsung dilakukan dengan memverifikasi
kesesuaian antara rencana pembangunan yang disusun oleh pelaku
pembangunan dengan rencana pembangunan yang disahkan oleh
pemerintah daerah kabupaten;

147
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. Pemantauan melalui laporan masyarakat dilakukan sesuai dengan


mekanisme peran masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman; dan
d. Pemantauan ditindaklanjuti melalui evaluasi untuk menilai tingkat
pencapaian penyelenggaraan kawasan permukiman secara terukur dan
obyektif.
Evaluasi menghasilkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh satuan kerja
perangkat daerah atau instansi pemerintah yang membidangi perumahan dan
kawasan permukiman daerah.Pemantauan didukung dengan sistem informasi
pemantauan pemanfaatan kawasan permukiman yang terintegrasi dengan sistem
informasi pembangunan daerah provinsi dan daerah kabupaten.

2. Pengawasan
Pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman, dilakukan melalui:
a. Pemeriksaan secara berkala di lingkungan perumahan dan kawasan
permukiman;
b. Peringatan terhadap masyarakat maupun pihak swasta (developer) yang
melakukan pelanggaran pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman. Melalui pengeluaran surat peringatan atau
pemberhentian pembangunan/penyegelan bangunan; dan
c. Penertiban terhadap bangunan perumahan dan kawasan permukiman yang
tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Buleleng dengan RDTR di masing-
masing wilayah perkotaan yang ada di Kabupaten Buleleng.

3. Pengendalian
Pengendalian dalam pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman dilakukan melalui tahapan pengendalian yang terdiri atas:
a. Pengendalian pada tahap perencanaan, dilaksanakan dalam bentuk:
i. Perizinan, dilakukan melalui pemberian izin yang efektif dan
efisien, mulai dalam proses permohonan informasi tata ruang, izin
lokasi, perubahan aspek penatagunaan lahan ke fungsi perumahan,

148
NASKAH AKADEMIK
______________________

persetujuan lingkungan, persetujuan/konfirmasi kesesuaian


kegiatan pemanfaatan ruang, pengesahan rencana tapak,
persetujuan bangunan gedung serta Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Bangunan Gedung.
1) Penertiban, dilakukan melalui pengawasan terhadap pembangunan
perumahan yang tidak sesuai dengan RTRW dan RDTR dan belum
mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung.
2) Penataan, dilakukan melalui perbaikan guna mewujudkan perumahan
yang sesuai dengan RTRW, RDTR serta tata bangunan dan lingkungan
yang terstruktur serta mencegah terjadinya penurunan kualitas
perumahan.
b. Pengendalian pada tahap pembangunan, dilakukan dengan mengawasi
pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman dalam bentuk: 1).
perizinan melalui kesesuaian pembangunan dengan perizinan; 2)
penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan
perumahan dengan rencana tata ruang wilayah, perencanaan perumahan,
persetujuan bangunan gedung, dan persyaratan lain sesuai peraturan
perundang-undangan; 3) penataan dilakukan untuk menjamin
pembangunan Perumahan yang layak huni sehat, aman, serasi, dan teratur
serta mencegah terjadinya penurunan kualitas Perumahan.
c. Pengendalian pada tahap pemanfaatan, dilakukan dengan:
1) Pemberian insentif untuk mendorong pengembangan kawasan
permukiman sesuai rencana tata ruang.
2) Pengenaan disinsentif untuk membatasi pengembangan kawasan
permukiman sesuai rencana tata ruang.
3) Pengenaan sanksi terhadap setiap pelanggaran pembangunan dan
pengembangan kawasan permukiman.
4) Pengendalian perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
perizinan dilakukan melalui pemberian arahan penerbitan Sertifikat
Laik Fungsi (SLF) bangunan gedung untuk menjamin kesesuaian
pemanfaatan rumah dengan fungsinya.

149
NASKAH AKADEMIK
______________________

O. Pemeliharaan dan Perbaikan


Pemeliharaan dan perbaikan dalam pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman diarahkan sebagai berikut.
1. Pemeliharaan
Pemeliharaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan melalui
perawatan dan pemeriksanaan secara berkala. Perawatan merupakan proses
menjaga atau mempertahankan fungsi rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang dilakukan secara rutin. Pemeriksaan secara berkala merupakan proses
memeriksa secara kondisi fisik rumah serta prasarana, sarana dan utilitas umum
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan umur konstruksi.
Pemerintah Daerah bertanggungjawab dalam pemeliharaan perumahan,
permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman meliputi prasarana,
sarana dan utilitas umum yang menjadi Barang Milik Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeliharaan dalam hal ini meliputi
prasarana, sarana dan utilitas umum yang belum menjadi Barang Milik Daerah
dilakukan oleh Badan Hukum.

2. Perbaikan
Perbaikan dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran. Rehabilitasi atau
pemugaran rehabilitasi atau pemugaran merupakan kegiatan perbaikan rumah
serta prasarana, sarana dan utilitas umum jika terjadi kerusakan untuk
mengembalikan fungsi sebagaimana semula.
Perbaikan dilakukan di perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan
kawasan permukiman oleh setiap orang secara berkala. Perbaikan rumah oleh
masyarakat miskin dan MBR dilakukan secara swadaya dapat diberikan fasilitasi
pendanaan dan/atau pembiayaan oleh Pemerintah Daerah. Perbaikan dalam hal ini
dilakukan terhadap prasarana, sarana dan utilitas umum yang merupakan barang
milik Pemerintah Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

150
NASKAH AKADEMIK
______________________

5.4 Ruang Lingkup Materi Muatan yang Diatur dalam Peraturan Daerah
Materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
meliputi bab-bab sebagai berikut.
1. BAB I KETENTUAN UMUM berisikan pengertian istilah yang tertuang
dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan kawasan Pemukiman.
2. BAB II TUJUAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN PPKP.
3. BAB III ASAS, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP PERENCANAAN.
4. BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN.
5. BAB V KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN
PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN.
6. BAB VI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN.
7. BAB VII PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN DENGAN HUNIAN BERIMBANG.
8. BAB VIII KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH
9. BAB IX PENCEGAHAN TERHADAP TUMBUH DAN
BERKEMBANGNYA PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH
10. BAB X PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN
KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
11. BAB XI RENCANA PENYEDIAAN TANAH.
12. BAB XII RENCANA PENYEDIAAN PRASARANA, SARANA DAN
UTILITAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN.
13. BAB XIII RENCANA LOKASI PELAYANAN JASA
PEMERINTAHAN, SOSIAL DAN EKONOMI.
14. BAB XIV PENETAPAN LOKASI DAN PPKP.

151
NASKAH AKADEMIK
______________________

15. BAB XV RENCANA AKSI PPKP.


16. BAB XVI PENGATURAN PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN FUNGSI LAIN.
17. BAB XVII DAERAH TERLARANG UNTUK PEMBANGUNAN DAN
PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
BARU.
18. BAB XVIII PENGATURAN MITIGASI BENCANA.
19. BAB XIX KELEMBAGAAN.
20. BAB XX PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN
21. BAB XXI HAK DAN KEWAJIBAN
22. BAB XXII PERAN SERTA MASYARAKAT.
23. BAB XXIII PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN.
24. BAB XXIV PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN.
25. BAB XXV LARANGAN.
26. BAB XXVI KETENTUAN PEMBERIAN INSENTIF DAN
PENGENAAN DISINSENTIF.
27. BAB XXVII TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH.
28. BAB XXVIII KETENTUAN PENGENAAN SANKSI.
29. BAB XXIX SANKSI ADMINISTRATIF.
30. BAB XXX KETENTUAN PENYIDIKAN.
31. BAB XXXI KETENTUAN PIDANA
32. BAB XXXII KETENTUAN PERALIHAN.
33. BAB XXXIII KETENTUAN PENUTUP.

152
NASKAH AKADEMIK
______________________

BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari analisis tentang penyusunan naskah akademik ini, dapat disimpulkan
bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman serta sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi khususnya Pasal 36, Pasal 49, dan Pasal 98 UU
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman beserta
peraturan pelaksanaannya dan sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan di
daerah terkait di bidang Perumahan dan kawasan permukiman.
Selanjutnya pokok-pokok pengaturan yang perlu dirumuskan dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang mengatur ketentuan
sebagai berikut.
1. Ketentuan Umum: berisikan pengertian istilah yang tertuang dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng tentang Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan kawasan Pemukiman.
2. Tujuan, Fungsi dan Kedudukan PPKP.
3. Asas, Prinsip, dan Ruang Lingkup Perencanaan.
4. Visi dan Misi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
5. Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
6. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Penyelenggaraan
perumahan, pembangunan dan pengembangan perumahan dan
permukiman, perumahan dan permukiman tradisional, perumahan dan
permukiman kumuh).
7. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang.

Tim Penyusun NA PPKP Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah Kabupaten Buleleng 153
NASKAH AKADEMIK
______________________

8. Kriteria dan tipologi perumahan dan permukiman kumuh


9. Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan dan
permukiman kumuh
10. Peningkatan kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh
11. Rencana Penyediaan Tanah.
12. Rencana Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
13. Rencana Lokasi Pelayanan Jasa Pemerintahan, Sosial, dan Ekonomi.
14. Penetapan Lokasi dan PPKP.
15. Rencana Lokasi PPKP.
16. Pengaturan Pemanfaatan dan Pengendalian Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Pada Kawasan
Fungsi Lain.
17. Daerah Terlarang untuk Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman Baru.
18. Pengaturan Mitigasi Bencana.
19. Kelembagaan
20. Pendanaan dan Pembiayaan
21. Hak dan Kewajiban
22. Peran Serta Masyarakat.
23. Pemantauan, Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
24. Pemeliharaan dan Perbaikan.
25. Larangan.
26. Ketentuan Pemberian Insentif dan Pengenaan Disinsentif.
27. Tugas dan Wewenang Pemerintah.
28. Ketentuan Pengenaan Sanksi.
29. Sanksi Administratif.
30. Ketentuan Penyidikan
31. Ketentuan Pidana.
32. Ketentuan Peralihan.
33. Ketentuan Penutup.

Tim Penyusun NA PPKP Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah Kabupaten Buleleng 154
NASKAH AKADEMIK
______________________

6.2 Saran
Sebagian materi Naskah Akademik diatur dalam bentuk Peraturan Daerah
Kabupaten Buleleng tentang Rencan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Kawasan Permukiman dan sebagian lagi membutuhkan pengaturan lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati. Pemerintah Kabupaten Buleleng perlu memprioritaskan
penyusunan Raperda Kabupaten Buleleng tentang Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman dan memasukkan dalam
Program Pembentukan Peraturan Daerah.

15
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

Lampiran Draft Ranperda

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Buleleng.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Buleleng.
3. Bupati adalah Bupati Buleleng.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng,
yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng;
5. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana sarana dan utilitas.
6. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, berupa kawasan perkotaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
7. Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan
permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan
permukiman.
8. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
9. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan,
dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
10. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan
keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya,
serta aset bagi pemiliknya.
11. Rumah Komersial adalah rumah yang diselenggarakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
12. Rumah Swadaya adalah rumah yang dibangun atas
prakarsa dan upaya masyarakat.
13. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat

15
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

berpenghasilan rendah.
14. Rumah Khusus adalah rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus.
15. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
16. Rumah sederhana adalah rumah umum yang dibangun
di atas tanah dengan luas lantai dan harga jual sesuai
ketentuan pemerintah.
17. Rumah menengah adalah rumah komersial dengan harga
jual di atas harga jual rumah sederhana dan di bawah harga
jual rumah mewah dengan perhitungan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
18. Rumah mewah adalah rumah komersial dengan harga jual
di atas harga jual rumah menengah dengan perhitungan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.
20. Perumahan Kumuh adalah Perumahan yang mengalami
penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
21. Permukiman Kumuh adalah Permukiman yang tidak layak
huni karena ketidak teraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
22. Kapling adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana rinci
tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.
23. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Kasiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,
sarana dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai
rencana tata ruang.
24. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Lisiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,
sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk
pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling
yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun

15
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

sesuai dengan rencana rinci tata ruang.


25. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan
bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
27. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan Lingkungan Hunian.
28. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR, adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan
pemerintah untuk memperoleh rumah.
29. Setiap orang adalah orang perseorangan.
30. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
31. Lahan efektif adalah luas total lahan perpetakan yang
digunakan untuk kapling perumahan maupun fasilitas
lingkungan komersial dan dapat dijual kepada pihak swasta
maupun perorangan.
32. Pengembang adalah institusi atau lembaga penyelenggara
perumahan dan permukiman.
33. Site Plan adalah rencana tapak suatu lingkungan dengan
fungsi tertentu yang memuat rencana tata bangunan,
jaringan sarana dan prasarana fisik serta fasilitas
lingkungan.
34. Aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian yang
disediakan bagi semua orang, termasuk yang memiliki
ketidakmampuan fisik atau mental, seperti penyandang
cacat, lanjut usia, ibu hamil, penderita penyakit tertentu,
dalam mewujudkan kesamaan kesempatan.
35. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan
untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka
penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut
guna keperluan usaha penanaman modalnya. Izin lokasi
dilakukan jika luas lahan > 1 ha.
36. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah yang selanjutnya
disingkat IPPT adalah Izin yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah kepada usaha perorangan, badan hukum untuk
menggunakan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Daerah (RTRD), yang meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), dan
Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) atau site plan jika luas

15
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

lahannya < 1 ha.


37. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan
yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada pemilik
bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan
gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
38. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat
SPPL, adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas
dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya
di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL.
39. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat
UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan.
40. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disingkat AMDAL, adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
41. Pembangunan adalah setiap upaya yang dikerjakan secara
terencana untuk melaksanakan perubahan yang memiliki
tujuan utama untuk memperbaiki dan menaikkan taraf
hidup, kesejahteraan dan kualitas manusia.
42. Pemeliharaan dan perbaikan adalah upaya menjaga
kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum secara
terpadu dan terintegrasi melalui perawatan rutin dan
pemeriksaan secara berkala agar dapat berfungsi secara
memadai.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;

15
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. kenasionalan;
d. keefisienan dan kemanfaatan;
e. keterjangkauan dan kemudahan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan keberlanjutan; dan
l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan; dan
m. tri hita karana.

Pasal 3
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
bertujuan:
a. memberikan kepastian hukum dalam Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta
penyebaran penduduk yang proporsional melalui
pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman
sesuai dengantata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan, terutama bagi MBR;
c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber
daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan dan di kawasan perdesaan;
d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya; dan
f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Pasal 4
Ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman meliputi:
a. pembinaan;
b. tugas dan wewenang;
c. penyelenggaraan perumahan;
d. penyelenggaraan kawasan permukiman;
e. pengendalian penyelenggaraan perumahan
f. pengendalian penyelenggaraan kawasan permukiman;
g. pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh;
h. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

16
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

permukiman kumuh;
i. hak dan kewajiban;
j. peran serta masyarakat;
k. larangan; dan
l. sanksi.

BAB III
PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Pembinaan atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dilaksanakan oleh Bupati terhadap aspek:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada pemangku kepentingan.

Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pembinaan terhadap aspek perencanaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilakukan terhadap
penyusunan :
a. perencanaan program dan kegiatan bidang perumahan dan
kawasan permukiman yang ditetapkan dalam rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, tahunan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. perencanaan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Pembinaan terhadap aspek penyusunan perencanaan
program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan oleh Bupati dalam rangka penyusunan
program dan kegiatan.
(3) Pembinaan penyusunan perencanaan pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di Daerah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program dan
kegiatan di bidang perumahan dan kawasan permukiman di
Daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Bupati.

16
1
NASKAH AKADEMIK
______________________

Bagian Ketiga
Pengaturan
Pasal 7
(1) Pembinaan terhadap aspek pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilakukan dalam
penyusunan peraturan perundang- undangan.
(2) Pembinaan terhadap aspek pengaturan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di bidang perumahan dan kawasan
permukiman selain rumah susun dilakukan terhadap aspek:
a. penyediaan tanah;
b. pembangunan;
c. pemanfaatan; dan
d. pemeliharaan.
(3) Pembinaan terhadap aspek pengaturan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di bidang rumah susun dilakukan
terhadap aspek :
a. pembangunan;
b. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;
c. pengelolaan;
d. peningkatan kualitas; dan
e. kelembagaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Pengendalian
Pasal 8
(1) Pembinaan terhadap aspek pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dilakukan
terhadap:
a. rumah;
b. perumahan;
c. permukiman;
d. lingkungan hunian; dan
e. kawasan permukiman.
(2) Pembinaan terhadap aspek pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap perizinan,
penertiban dan penataan di bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan

16
2
NASKAH AKADEMIK
______________________

Bupati.

Bagian Kelima
Pengawasan
Pasal 9
(1) Pembinaan terhadap aspek pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan melalui
kegiatan pemantauan, evaluasi, dan koreksi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan untuk melakukan pengamatan dan
pencatatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
(3) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan untuk menilai dan mengukur hasil
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
(4) Kegiatan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan untuk memberikan rekomendasi
perbaikan terhadap hasil evaluasi penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Bupati.

BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
mempunyai tugas :
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi
pada tingkat daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan provinsi;
b. menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan
berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang
pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
c. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
daerah;

16
3
NASKAH AKADEMIK
______________________

d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan


koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan daerah dalam
penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman;
e. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan;
f. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan,
strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat daerah;
g. melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
daerah;
h. melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat daerah;
i. melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan
permukiman;
j. melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi
dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan
nasional;
k. melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;
l. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat daerah;
m. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
n. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman
bagi masyarakat, terutama bagi MBR;
o. menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan
p. memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang
melakukan pembangunan rumah swadaya.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Pemerintah Daerah mempunyai wewenang:
a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman;
b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-
undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten bersama DPRD;
c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang

16
4
NASKAH AKADEMIK
______________________

perumahan dan permukiman;


d. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang- undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
e. mencadangkan atau menyediakan tanah untuk
pembangunan perumahan bagi MBR;
f. menyediakan prasarana dan sarana pembangunan
perumahan bagi MBR;
g. memfasilitasi kerja sama antara pemerintah kota dan
badan hukum dalam penyelenggaran perumahan dan
kawasan permukiman;
h. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
i. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.

BAB V
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan perumahan dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, Badan Hukum dan/atau setiap orang.
(2) Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk menjamin hak setiap warga dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia untuk menempati, menikmati,
dan/atau memiliki Rumah yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
(3) Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi:
a. perencanaan perumahan;
b. pembangunan perumahan;
c. pemanfaatan perumahan; dan
d. pengendalian perumahan.
(4) Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
rumah beserta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum;
(5) Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib mengacu kepada arahan rencana tata ruang.

Bagian Kedua
Perencanaan Perumahan
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi

16
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

kebutuhan rumah.
(2) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. perencanaan dan perancangan rumah; dan
b. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan.
(3) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan bagian dari perencanaan permukiman.

Pasal 13
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk kegiatan:
a. pembangunan baru; dan
b. peningkatan kualitas.
(2) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh setiap orang dan badan hukum yang
memiliki keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memiliki perijinan terkait jasa konsultasi konstruksi
dan/atau pekerjaan konstruksi

16
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

Paragraf 2
Perencanaan dan Perancangan Rumah
Pasal 14
(1) Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk:
a. menciptakan rumah yang layak huni;
b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh
masyarakat dan pemerintah; dan
c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang
terstruktur.
(2) Perencanaan dan perancangan rumah meliputi:
a. rumah umum;
b. rumah khusus;
c. rumah negara;
d. rumah komersil; dan
e. rumah swadaya.
(3) Rumah umum, rumah khusus, rumah negara, rumah
komersil dan rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berbentuk rumah tunggal, rumah deret atau rumah
susun.
(4) Dalam hal rumah umum yang berbentuk rumah tunggal dan
rumah deret sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mendapatkan bantuan dan kemudahan dari Pemerintah
Daerah harus mempertimbangkan:
a. keterjangkauan daya beli masyarakat; dan
b. potensi dan sumber daya daerah.

Pasal 15
(1) Perencanaan perumahan harus memenuhi persyaratan
teknis, administratif, lokasi dan ekologis.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rencana teknis perumahan yang terdiri atas:
a. tata bangunan dan lingkungan; dan
b. keandalan bangunan.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebagai berikut:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah; dan
b. status kepemilikan bangunan.
(4) Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan
sebagaimana diatur dalam rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana detail tata ruang;
b. memenuhi kriteria layak huni;
c. elevasi lahan tidak berada dibawah permukaan air

16
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

setempat;
d. harus berada pada lahan yang jelas status
kepemilikannya;
e. mempunyai akses dengan jaringan jalan umum;
f. berada dalam jangkauan pelayanan utilitas perkotaan,
terutama listrik dan air bersih;
g. dalam hal lokasi perumahan dan kawasan permukiman
belum dapat dijangkau oleh pelayanan jaringan listrik dan
air bersih, maka pembangun/pengembang wajib
menyediakan.
(5) Kriteria layak huni sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b, meliputi:
a. kriteria keamanan, yaitu tidak berada pada daerah
buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area
bandara, daerah di bawah jaringan listrik tegangan ekstra
tinggi dan daerah rawan bencana;
b. kriteria kesehatan, yaitu tidak berada pada daerah
pencemaran udara, pencemaran air permukaan dan air
tanah dalam yang berada diatas ambang batas;
c. kriteria kenyamanan, kemudahan aksesibilitas,
kemudahan berkomunikasi, dan kemudahan berkegiatan;
d. kriteria keindahan dan keserasian dengan
memperhatikan estetika lingkungan; dan
e. kriteria fleksibilitas, yaitu kemungkinan
pertumbuhan/pemekaran lingkungan perumahan
dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan
keterpaduan prasarana.
(6) Persyaratan ekologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi keserasian dan keseimbangan antara:
a. lingkungan perumahan dengan lingkungan alam; dan
b. lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya
bangsa.
(7) Perencanaan perumahan wajib menyusun dokumen
pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai upaya untuk menjaga
pelestarian fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
dilaksanakan sejak tahap pra konstruksi sampai pasca
konstruksi.
(8) Ketentuan mengenai rincian persyaratan teknis dan
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.

16
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 16
Pelaksanaan perencanaan dan perancangan rumah mengacu
pada ketentuan perundangan yang berlaku.

Paragraf 3
Perencanaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
Pasal 17
(1) Setiap perencanaan pembangunan dan/atau pengembangan
perumahan wajib disertai perencanaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum yang didasarkan pada luas lahan
peruntukan perumahan.
(2) Setiap pengembang perumahan wajib menyediakan luas
lahan untuk prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan
proporsi paling kecil 30% (Tiga puluh persen) dan lahan
efektif perumahan paling besar 70% (Tujuh puluh persen)
dari luas tanah yang dikembangkan.
(3) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum dapat
dilaksanakan oleh Badan Hukum dan Pemerintah.
(4) Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
memiliki Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK).
(5) Jenis prasarana, sarana, dan utilitas dan luasan lahan yang
dialokasikan untuk penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dituangkan pada Rencana Tapak (site plan) yang dilegalisasi
oleh instansi yang berwenang.

Pasal 18
Rencana prasarana, sarana, dan utilitas umum terdiri atas:
a. rencana jalan;
b. rencana Ruang Terbuka Hijau;
c. rencana elevasi, perhitungan volume, dan material saluran
drainase;
d. rencana saluran pembuangan limbah dan/atau septictank;
e. dalam hal kawasan merupakan skala pelayanan IPAL,
rencana pengelelolaan air limbah wajib terkoneksi ke
jaringan IPAL;

16
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

f. rencana pengelolaan persampahan;


g. rencana integrasi prasarana (jalan dan saluran) dan
utilitas (jaringan penerangan jalan umum, telekomunikasi,
dan listrik) dengan kawasan sekitar;
h. rencana pemenuhan kebutuhan air bersih; dan
i. rencana Tempat Pemakaman Umum (TPU) atau dalam
bentuk kompensasi lain.

Pasal 19
(1) Jalan dalam lingkungan perumahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi jalan masuk dan
jalan lingkungan.
(2) Jaringan jalan yang direncanakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus terkoneksi dengan sistem jaringan jalan
yang sudah ada.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar jalan perumahan
diatur dalam Peraturan Bupati.
(4) Ketentuan mengenai pelaksanaan pembangunan jalan
mengacu pada standar teknis penanganan jalan kawasan
perumahan.

Pasal 20
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf b berupa taman, tempat olah raga, tempat bermain
dan/atau tempat parkir lingkungan.
(2) Taman yang direncanakan sebagai ruang terbuka hijau
harus dilengkapi dengan tanaman peneduh dan dilarang
menanam tanaman yang membahayakan bagi masyarakat.
(3) Selain ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pengembang perumahan dapat menyediakan sarana
lainnya paling sedikit 1 (satu) petak lahan kosong yang
nantinya dapat digunakan untuk membangun tempat
untuk melaksanakan kegiatan sesuai kebutuhan
masyarakat setempat.
(4) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
terletak di lokasi yang mudah dijangkau dan dapat
dimanfaatkan penghuni perumahan atau masyarakat sekitar
dan bukan merupakan ruang sisa.

Pasal 21
(1) Drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c
merupakan saluran yang terintegrasi dengan sistem saluran
drainase lingkungan diluar kawasan perumahan dan
pemukiman.
(2) Di setiap rumah yang dibangun wajib dibuatkan sumur

17
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

resapan/lubang resapan biopori yang berfungsi untuk


menampung air hujan, disesuaikan dengan ketentuan teknis
yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pembangunan drainase
mengacu pada standar teknis penyediaan prasarana
drainase.

Pasal 22
(1) Pembuangan limbah dari setiap rumah dapat diarahkan
pada saluran pembuangan limbah komunal.
(2) Dalam hal saluran pembuangan limbah komunal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk maka
pada setiap rumah wajib dibuatkan septictank sebagai
sarana pembuangan limbah.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan penanganan air limbah
mengacu pada standar teknis penyediaan sistem
penanganan air limbah.

Pasal 23
(1) Pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf f berupa penyediaan tempat sampah di
masing-masing unit rumah dengan sistem terpilah.
(2) Pengembang yang membangun perumahan wajib
menyediakan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse,
and Recycle (3R).
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengelolaan sampah
mengacu pada standar teknis pengelolaan persampahan.

Pasal 24
(1) Dalam lingkungan perumahan pengembang wajib
menyediakan jaringan penerangan jalan.
(2) Ketentuan mengenai pemasangan jaringan penerangan jalan
harus mengikuti ketentuan yang berlaku pada Perusahaan
Listrik Negara (PLN).

Pasal 25
(1) Pemenuhan kebutuhan air bersih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf h wajib menggunakan air bersih. dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
(2) Dalam hal pembangunan rumah oleh perseorangan, maka
penggunaan air bersih dapat menggunakan sumber air
bersih setempat dan mengikuti standar teknis PDAM

Pasal 26
(1) Penyediaan tempat pemakaman sebagaimana dimaksud

17
1
NASKAH AKADEMIK
______________________

dalam Pasal 18 huruf i wajib dilakukan oleh pengembang


perumahan dan kawasan permukiman dengan cara
menyediakan lahan sebesar 2% (dua persen) dari
keseluruhan luas lahan perumahan dan kawasan
permukiman atau kompensasi berupa uang senilai
prosentase tersebut sesuai harga jual lahan di pasaran pada
saat itu.
(2) Lokasi penyediaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengacu pada rencana induk pemakaman yang dibuat
Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penyediaan lahan atau
pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 27
(1) Penataan perumahan harus mempertimbangkan terhadap
kemungkinan terjadi kebakaran dengan menyediakan ruang
yang memadai untuk akses mobil pemadam kebakaran.
(2) Desain bangunan perumahan harus mempertimbangkan
akses untuk penanggulangan kebakaran dengan mudah.
(3) Kawasan perumahan yang dibangun harus menyediakan
sarana pemadam kebakaran sebagai upaya antisipasi
terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran.

Pasal 28
(1) Penempatan dan penataan sarana harus berada pada lokasi
yang mudah terjangkau.
(2) Lahan peruntukan Sarana tidak ditempatkan pada lahan
sisa, sejajar pada garis sempadan dan/atau di bawah
saluran udara bertegangan tinggi.
(3) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan
menjadi satu hamparan besar dengan tujuan memusatkan
kegiatan masyarakat kecuali Sarana taman dan ruang
terbuka hijau.

Pasal 29
(1) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum
perumahan dapat dilaksanakan oleh kelompok masyarakat.
(2) Dalam hal perencanaan prasarana, sarana dan utilitas
umum dilaksanakan oleh kelompok masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. perencanaan tindak kelompok masyarakat; dan
b. perencanaan detail teknik.
(3) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan dan
pendampingan kelompok masyarakat dalam perencanaan

17
2
NASKAH AKADEMIK
______________________

prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan.


(4) Fasilitasi pendampingan oleh Pemerintah Daerah dilakukan
dengan menggunakan tenaga pendamping.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara fasilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), serta penggunaan
tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pembangunan Perumahan
Paragraf 1
Pelaksanaan Pembangunan Perumahan
Pasal 30
(1) Pembangunan perumahan harus mempunyai akses menuju
Pusat Pelayanan Kota (PPK) dan Sub Pusat Pelayanan Kota
(SPPK).
(2) Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
sistem jaringan prasarana perumahan yang terhubung
dengan sistem jaringan prasarana kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem jaringan prasarana
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buleleng.

Pasal 31
(1) Pembangunan perumahan dilakukan dengan
mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah
lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan
yang mengutamakan pemanfaatan sumber dalam negeri dan
kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.
(2) Industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Pasal 32
(1) Pembangunan perumahan dilaksanakan dengan
memprioritaskan pemanfaatan bahan bangunan dan
pendayagunaan tenaga kerja setempat.
(2) Pembangunan perumahan dapat memperhatikan unsur
kearifan lokal sesuai dengan karakteristik wilayah dalam
rangka melestarikan kebudayaan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan perumahan
dengan unsur kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum

17
3
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah dan/atau Badan Hukum yang
melakukan pembangunan perumahan, wajib membangun
prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan
dokumen perencanaan.
(2) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan harus memenuhi ketentuan:
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah
rumah;
b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum
dan lingkungan hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum;
d. keterpaduan antara prasana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dengan jaringan prasarana, sarana,
dan utilitas umum diluar perumahan.
(3) Dalam hal prasarana jalan, harus telah dibangun sebelum
perumahan mulai dihuni.
(4) Prasanana jalan sebagaimana dimaksud ayat (3) adalah
prasarana jalan dengan permukaan aspal,beton dan paving.
(5) Pola pengembangan infrastruktur perumahan harus
dilakukan secara terpadu dengan kawasan di sekitarnya dan
tidak diperkenankan melakukan pengembangan perumahan
secara tertutup.
(6) Dalam rangka memberikan bantuan stimulan pembangunan
perumahan, Pemerintah dapat membangun sebagian
prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Paragraf 3
Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
Pasal 34
(1) Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan yang telah selesai dibangun oleh pengembang,
wajib diserahkan kepada pemerintah daerah untuk tujuan
mewujudkan keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan
prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan
perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Prasarana perumahan terdiri atas:
a. jaringan jalan;
b. jaringan saluran pembuangan limbah dan/atau
septictank;
c. jaringan sumur resapan/biopori;
d. jaringan drainase; dan
e. tempat pembuangan dan/atau pengelolaan sampah
Reduce, Reuse, Recycle (3R).

17
4
NASKAH AKADEMIK
______________________

(3) Sarana perumahan dan kawasan permukiman, terdiri atas:


a. sarana peribadatan;
b. sarana rekreasi dan olah raga;
c. sarana pemakaman;
d. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan
e. sarana parkir.
(4) Utilitas umum, terdiri atas:
a. jaringan air bersih;
b. jaringan listrik;
c. jaringan telepon;
d. sistem proteksi kebakaran; dan
e. penerangan jalan umum.

Pasal 35
(1) Pelaku pengembang perumahan wajib menyerahkan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
kepada pemerintah daerah.
(2) Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk
hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4)
huruf b, dan huruf c.
(3) Penyerahan fisik prasarana, sarana, dan utilitas umum
kepada pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah melalui penilaian kelayakan oleh Tim
Verifikasi dan dituangkan dalam berita acara serah terima.
(4) Penyerahan fisik prasarana, sarana, dan utilitas umum
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. telah selesai dibangun dan dalam keadaan baik;
b. sesuai dengan persyaratan umum, teknis, dan
administrasi yang telah ditentukan sebelumnya;
c. sesuai dengan rencana tapak yang tertuang didalam
dokumen rencana teknis yang telah disahkan; dan
d. setelah selesai masa pemeliharaan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara persiapan dan pelaksanaan
penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur
dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4
Pengelolaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
Pasal 36
(1) Pemerintah daerah berwenang untuk melakukan pengelolaan
prasarana, sarana dan utilitas umum yang telah diserahkan
oleh pengembang.
(2) Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pengembang,

17
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

badan hukum dan/atau masyarakat dalam pengelolaan


prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
(3) Dalam hal Pemerintah daerah melakukan kerjasama
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeliharan fisik dan
pendanaan prasarana, sarana dan utilitas umum menjadi
tanggung jawab pengelola.
(4) Pengelola prasarana, sarana dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dapat merubah peruntukan
prasarana, sarana dan utilitas umum, kecuali atas
persetujuan Pemerintah daerah.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Rumah
Paragraf 1
Umum
Pasal 37
(1) Setiap orang yang menempati, menghuni, atau memiliki
rumah wajib memanfaatkan rumah sebagai fungsi hunian.
(2) Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan
usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak
mengganggu fungsi hunian.
(3) Kegiatan usaha terbatas sebagaimana dimaksud ayat (2)
meliputi:
a. usaha retail dengan kategori usaha mikro dan kecil
dan/atau skala pelayanan lingkungan;
b. kegiatan jasa pelayanan skala lingkungan;
c. kegiatan perkumpulan keahlian dimana pelaku juga
melakukan kegiatan hunian pada rumah tersebut dan
tidak menimbulkan dampak yang merusak tatanan
lingkungan perumahan; dan
d. organisasi sosial dimana anggota juga melakukan
kegiatan hunian pada rumah tersebut dan tidak
menimbulkan dampak yang merusak tatanan lingkungan
perumahan.
(4) Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian
harus memastikan terpeliharanya ketentraman perumahan
dan lingkungan hunian.
(5) Pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) wajib diikuti dengan upaya pemeliharaan dan
perbaikan.

Paragraf 1
Penghunian Rumah
Pasal 38

17
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

Penghunian rumah dapat dilakukan dengan cara:


a. hak milik;
b. sewa; atau
c. pinjam pakai.

Pasal 39
(1) Penghunian rumah dengan hak milik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf a, merupakan cara
penghunian rumah dengan sifat kekuasaan penuh sebagai
pemilik rumah dengan luas tertentu dengan waktu yang
tidak terbatas.
(2) Bukti hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
(1) Penghunian rumah dengan cara sewa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b didasarkan pada suatu
perjanjian sewa yang dibuat secara tertulis antara pemilik
atau penguasa rumah dengan penghuni rumah.
(2) Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek yang disewakan
c. hak dan kewajiban;
d. jangka waktu sewa; dan
e. besarnya harga sewa.
(3) Rumah yang statusnya masih dalam sengketa tidak dapat
disewakan.
(4) Orang perseorangan yang memiliki rumah dengan
kemudahan yang diberikan Pemerintah Daerah hanya dapat
menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya sesuai
ketentuan perundang-undangan.

Pasal 41
(1) Penghunian rumah dengan cara pinjam pakai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf c didasarkan kepada suatu
perjanjian pinjam pakai yang dibuat secara tertulis antara
pemilik atau penguasa rumah dengan penghuni rumah.
(2) Perjanjian pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek yang dipinjampakaikan (jenis, luas atau jumlah
barang yang dipinjamkan);
c. hak dan kewajiban; dan
d. jangka waktu pinjam pakai;

17
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

(3) Rumah yang statusnya masih dalam sengketa tidak dapat


dipinjamkan.

Pasal 42
Pemanfaatan rumah susun hanya untuk fungsi hunian,
kecuali terjadi perubahan rencana tata ruang yang
memungkinkan pemanfaatan fungsi campuran.

Pasal 43
(1) Perubahan terhadap Rencana fungsi dan pemanfaatan
rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib
mendapatkan izin kembali dari Bupati.
(2) Perubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi
fungsi bagian bersama, benda bersama, dan fungsi hunian.
(3) Untuk mendapatkan izin perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pelaku pembangunan harus mengajukan
alasan dan usulan perubahan dengan melampirkan:
a. gambar rencana tapak beserta perubahannya;
b. gambar rencana arsitektur beserta perubahannya;
c. gambar rencana struktur dan penghitungannya beserta
perubahannya;
d. pertelaan/gambar rencana yang menunjukkan dengan
jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama beserta perubahannya; dan
e. gambar rencana utilitas umum dan instalasi serta
perlengkapannya beserta perubahannya.

Paragraf 2
Pemanfaatan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
Pasal 44
(1) Pemerintah daerah dapat memanfaatkan prasarana, sarana
dan utilitas umum sesuai peraturan perundang undangan
yang berlaku.
(2) Pemanfaatan prasarana, sarana dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengubah
fungsi dan status kepemilikan.
(3) Perubahan pemanfatan dapat dilakukan sepanjang
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. perubahan yang disebabkan oleh kondisi alam;
b. force majure (bencana alam);
c. program pemerintah; dan
d. persetujuan warga.

Pasal 45

17
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

(1) Setiap orang dapat memanfaatkan prasarana, sarana dan


utilitas umum sesuai dengan rencana induk dan/atau
rencana tapak dan atas izin Pemerintah daerah.
(2) Pemanfaatan prasarana, sarana dan utilitas umum
berdasarkan asas kepentingan umum.

Paragraf 4
Pemeliharaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
Pasal 46
(1) Pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas umum
sebelum proses penyerahan, menjadi tanggung jawab
pengembang.
(2) Pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas umum setelah
penyerahan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

Pasal 47
(1) Dalam hal prasarana, sarana dan utilitas umum terlantar
dan dalam kondisi belum diserahkan kepada Pemerintah
daerah, maka Pemerintah daerah menyampaikan surat
permintaan kepada pengembang untuk memperbaiki
prasarana, sarana dan utilitas umum dimaksud dan
selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah daerah.
(2) Dalam hal pengembang tidak sanggup memperbaiki atau
memelihara namun mau menyerahkan prasarana, sarana
dan utilitas umum, maka langkah yang dapat ditempuh
sebagai berikut:
a. pengembang membuat surat pernyataan tidak sanggup
memelihara prasarana, sarana dan utilitas umum; dan
b. pengembang mengajukan permohonan penyerahan kepada
Pemerintah daerah melalui mekanisme yang berlaku.
(3) Dalam hal prasarana, sarana dan utilitas umum
ditelantarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta
pengembang tidak diketahui keberadaannya, atau
pengembang mengabaikan surat permintaan penyerahan
prasarana, sarana dan utilitas umum, maka surat kuasa
pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat
dijadikan dasar oleh Pemerintah daerah dalam pembuatan
akta pernyataan pelepasan hak atas tanah dan/atau
bangunan.
(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan
oleh warga perumahan kepada pemerintah daerah.

Bagian Kelima
Pengendalian Perumahan
Pasal 48

17
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

(1) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pengendalian


perumahan.
(2) Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada setiap tahapan, yaitu:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pemanfaatan.
(3) Pelaksanaan pengendalian perumahan dilakukan oleh
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang perumahan dan kawasan
permukiman.

Pasal 49
(1) Bentuk pengendalian perumahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah pada tahap perencanaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf a berupa pemberian
perizinan sesuai ketentuan yang berlaku, meliputi:
a. Perijinan yang berlaku;
b. izin lokasi;
c. IPPT;
d. Persetujuan Lingkungan;
e. persetujuan site plan; dan
f. PBG.
(2) Bentuk pengendalian perumahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah pada tahap pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b adalah dalam
bentuk pemantauan atau pengawasan, meliputi:
a. kesesuaian dengan site plan yang telah disetujui;
b. kepemilikan izin mendirikan bangunan;dan
c. pengembang wajib memiliki persetujuan lingkungan
dengan menyusun dokumen Amdal/dokumen
UKL-UPL/SPPL
(3) Bentuk pengendalian perumahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah pada tahap pemanfaatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c adalah dalam
bentuk penertiban kesesuaian fungsi bangunan.

Bagian Keenam
Kemudahan dan Bantuan Perumahan Bagi MBR
Paragraf 1
Umum

18
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 50
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan dan
bantuan perumahan bagi MBR dalam bentuk kemudahan
dan bantuan pembangunan rumah dan kemudahan
perolehan rumah.
(2) Kemudahan dan bantuan perumahan bagi MBR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk:
a. kepemilikan;
b. sewa beli;
c. sewa;
d. peningkatan kualitas; dan
e. pembangunan baru.

Paragraf 2
Kemudahan dan Bantuan Pembangunan Rumah
Pasal 51
(1) Kemudahan pembangunan rumah bagi MBR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) berupa:
a. pembiayaan konstruksi rumah bagi MBR;
b. pembiayaan konstruksi bagi rumah swadaya;
c. perizinan; dan/atau
d. insentif perpajakan atau retribusi sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan.
(2) Bantuan pembangunan rumah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) berupa:
a. stimulan rumah swadaya;
b. penyediaan rumah khusus;
c. pendampingan rumah swadaya;
d. penyediaan tanah;
e. fasilitasi sertifikasi hak atas tanah; dan/atau
f. konsolidasi tanah.
(3) Sumber pembiayaan untuk kemudahan dan bantuan
pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat diperoleh dari APBD dan sumber dana
lain yang sah dan tidak mengikat.

18
1
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 52
(1) Bantuan stimulan rumah swadaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a dapat diberikan dalam
bentuk:
a. dana untuk membeli bahan bangunan rumah;
b. dana untuk ongkos tukang.
(2) Bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b digunakan untuk:
a. peningkatan kualitas rumah; dan
b. pembangunan rumah baru.
(3) Bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat diberikan kepada orang perseorangan atau kelompok
masyarakat.
(4) Dalam hal dana diberikan untuk kelompok masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), bantuan dana dapat
digulirkan sesuai kesepakatan tertulis dalam kelompok yang
bersangkutan.

Pasal 53
(1) Pendampingan rumah swadaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) huruf c dapat diberikan untuk:
a. perencanaan pembangunan baru dan/atau peningkatan
kualitas;
b. pelaksanaan pembangunan baru dan/atau peningkatan
kualitas; dan
c. mengakses ke sumber pembiayaan.
(2) Pelaksanaan bantuan perumahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 3
Kemudahan Perolehan Rumah
Pasal 54
(1) Pemerintah daerah memfasilitasi kemudahan perolehan
rumah bagi MBR melalui:
a. akses terhadap subsidi perumahan;
b. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan; dan/atau
c. fasilitasi sertifikasi hak atas tanah.

18
2
NASKAH AKADEMIK
______________________

(2) Akses terhadap subsidi perumahan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. kredit kepemilikan rumah dengan bunga rendah;
dan/atau
b. asuransi dan/atau penjaminan.
(3) Dalam pelaksanaan fasilitasi kemudahan perolehan rumah
bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta dan/atau
perbankan.

Bagian Ketujuh
Bantuan Perumahan Bagi Korban Bencana Alam
Pasal 55
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan perumahan
bagi korban bencana alam melalui rehabilitasi rumah atau
relokasi hunian.
(2) Dalam pelaksanaan rehabilitasi rumah atau relokasi hunian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bantuan perumahan
dapat diberikan dana untuk membeli bahan bangunan
rumah dan ongkos tukang.

BAB VI
PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 56
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak
warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta
menjamin kepastian bermukim.

Pasal 57
Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 mencakup lingkungan hunian dan tempat
kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di
kawasan permukiman.

18
3
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 58
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 wajib dilaksanakan sesuai
dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang
terpadu dan berkelanjutan.
(2) Arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung;
b. keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
dan pengembangan kawasan;
c. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan
hidup; dan
d. keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan
setiap orang.

Pasal 59
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui:
a. pengembangan yang telah ada;
b. pembangunan baru; atau
c. pembangunan kembali.
(2) Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
a . peningkatan efisiensi potensi dengan memperhatikan
fungsi dan peran lingkungan hunian;
b . peningkatan pelayanan lingkungan hunian;
c . peningkatan keterpaduan prasarana, sarana dan utilitas
umum lingkungan hunian;
d . penetapan bagian lingkungan hunian yang dibatasi dan
yang didorong pengembangannya; dan
e . pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan dan
permukiman kumuh.
(3) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:
a. penyediaan lokasi permukiman;
b. penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
(4) Pembangunan kembali lingkungan hunian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk
memulihkan fungsi lingkungan hunian.
(5) Pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan cara:
a. rehabilitasi;

18
4
NASKAH AKADEMIK
______________________

b. rekonstruksi; atau
c. peremajaan.
(6) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
adalah upaya mengembalikan kondisi komponen fisik
lingkungan permukiman yang mengalami degradasi.
(7) Rekontruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
adalah upaya mengembalikan suatu lingkungan
permukiman sedekat mungkin dari asalnya yang diketahui,
dengan menggunakan komponen-komponen baru maupun
lama.
(8) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c
upaya pembongkaran sebagian atau keseluruhan
lingkungan perumahan dan pemukiman, kemudian di
tempat yang sama dibangun prasarana dan sarana
lingkungan perumahan dan pemukiman baru yang lebih
layak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Pasal 60
(1) Dalam penyelenggaraan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pemerintah Daerah
dapat membentuk atau menunjuk badan hukum.
(2) Pembentukan atau penunjukan badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai
dengan kewenangannya.

Pasal 61
Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (1) dilaksanakan melalui tahapan:
a. perencanaan;
b. pembangunan;
c. pemanfaatan; dan
d. pengendalian.

Bagian Kedua
Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 62
(1) Perencanaan kawasan permukiman harus sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan
permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.
(3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hunian dan
digunakan untuk tempat kegiatan pendukung dalam

18
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.


(4) Perencanaan Kawasan Permukiman harus mencakup:
a. peningkatan sumber daya;
b. mitigasi bencana; dan
c. penyediaan atau peningkatan Prasarana, Sarana, dan
Utilitas Umum.
(5) Dokumen rencana Kawasan Permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan
Bupati.

Pasal 63
(1) Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas perencanaan
lingkungan hunian serta perencanaan tempat kegiatan
pendukung kawasan permukiman yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan.
(2) Perencanaan tempat kegiatan pendukung kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perencanaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan
ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(3) Perencanaan tempat kegiatan pendukung kawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 64
(1) Perencanaan lingkungan hunian kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan melalui:
a. perencanaan pengembangan lingkungan hunian kawasan
permukiman;
b. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
kawasan permukiman; atau
c. perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
kawasan permukiman.
(2) Perencanaan pengembangan lingkungan hunian kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a. penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi
lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan
fungsi dan peran kawasan permukiman;
b. penyusunan rencana peningkatan pelayanan lingkungan
hunian kawasan permukiman;
c. penyusunan rencana peningkatan keterpaduan
prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan
hunian kawasan permukiman;
d. penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan

18
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

e. penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan


berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana
dan tidak teratur.
(3) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mencakup:
a. penyusunan rencana penyediaan lokasi permukiman;
b. penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum permukiman; dan
c. penyusunan rencana lokasi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
(4) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan
Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru bukan
skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(5) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului
dengan penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian
baru yang dapat diusulkan oleh badan hukum bidang
perumahan dan permukiman atau Pemerintah Daerah.
(6) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan keputusan
Bupati.
(7) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan
hasil studi kelayakan, meliputi:
a. rencana pembangunan perkotaan;
b. rencana penyediaan tanah; dan
c. analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan

Pasal 65
(1) Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64 ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi
lingkungan hunian perkotaan.
(2) Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
kawasan permukiman dilakukan dengan cara:
a. penyusunan rencana rehabilitasi;
b. penyusunan rencana rekonstruksi; atau
c. penyusunan rencana peremajaan.

Pasal 66
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung
jawab dalam perencanaan pengembangan lingkungan hunian

18
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

kawasan permukiman, pembangunan lingkungan hunian baru


kawasan permukiman, dan pembangunan kembali lingkungan
hunian kawasan permukiman.

Bagian Ketiga
Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 67
(1) Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi
rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan
kegiatan pendukung.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dan/atau badan hukum.

Pasal 68
Pembangunan kawasan permukiman terdiri atas pembangunan
lingkungan hunian perkotaan serta pembangunan tempat
kegiatan pendukung kawasan permukiman.

Pasal 69
(1) Pembangunan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan melalui:
a. pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian;
b. pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru;
atau
c. pelaksanaan pembangunan kembali lingkungan hunian.
(2) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:
a. pembangunan permukiman;
b. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c. pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan
pelayanan sosial.

Pasal 70
(1) Pembangunan tempat kegiatan pendukung kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
meliputi pembangunan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(2) Pembangunan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 71

18
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung


jawab dalam pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian,
pembangunan lingkungan hunian baru, dan pembangunan
kembali lingkungan hunian.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Kawasan Permukiman
Pasal 72
Pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk:
a. menjamin kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya
sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah;
dan
b. mewujudkan struktur ruang sesuai dengan perencanaan
kawasan permukiman.

Pasal 73
Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 terdiri atas pemanfaatan lingkungan hunian
kawasan permukiman serta pemanfaatan tempat kegiatan
pendukung kawasan permukiman.

Pasal 74
(1) Pemanfaatan lingkungan hunian kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dilakukan melalui:
a. pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian;
b. pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian
baru; atau
c. pemanfaatan hasil pembangunan kembali lingkungan
hunian.
(2) Pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. tempat tinggal;
b. prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan
c. lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.

Pasal 75
(1) Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
meliputi pemanfaatan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(2) Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

18
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 76
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung
jawab dalam pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan
hunian, pembangunan lingkungan hunian baru, dan
pembangunan kembali lingkungan hunian di perkotaan.

BAB VII
PENGENDALIAN PENYELENGGARAAN KAWASAN
PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 77
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab melaksanakan pengendalian dalam
penyelenggaraan kawasan permukiman.
(2) Pengendalian kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a. menjamin pelaksanaan pembangunan permukiman dan
pemanfaatan permukiman sesuai dengan rencana
kawasan permukiman;
b. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. mencegah terjadinya tumbuh dan berkembangnya
lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak
teratur.

Pasal 78
(1) Pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dilakukan
pada tahap:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pemanfaatan.
(2) Pengendalian kawasan permukiman dilakukan pada
lingkungan hunian kawasan permukiman.
(3) Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian
perkotaan dilaksanakan pada:
a. pengembangan kawasan permukiman; atau
b. perkotaan baru.

Bagian Kedua
Pengendalian Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 79
(1) Pengendalian pada tahap perencanaan dilakukan dengan:

19
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. mengawasi rencana penyediaan prasarana, sarana, dan


utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan minimal;
dan
b. memberikan batas zonasi lingkungan hunian dan tempat
kegiatan pendukung.
(2) Pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan
oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah.

Bagian Ketiga
Pengendalian Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 80
(1) Pengendalian pada tahap pembangunan dilakukan dengan
mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan
permukiman.
(2) Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan
permukiman.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan
dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kegiatan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan
kawasan permukiman secara langsung, tidak langsung,
dan/atau melalui laporan masyarakat.
(5) Evaluasi sebagaimana dimaksudpada ayat (3) merupakan
kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian
penyelenggaraan kawasan permukiman secara terukur dan
objektif.
(6) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
kegiatan penyampaian hasil evaluasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan
penyelenggaraan kawasan permukiman diatur dalam
Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Permukiman
Pasal 81
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pengendalian
pemanfaatan kawasan permukiman melalui:
a. pemberian insentif;
b. pengenaan disinsentif; dan
c. pengenaan sanksi.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, berupa:

19
1
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang- undangan di bidang perpajakan;
b. pemberian kompensasi;
c. subsidi silang;
d. pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum; dan/atau
e. kemudahan prosedur perizinan.
(3) Pengenaan disinsentif sebagaiaman dimaksud pada ayat (1)
huruf b berupa:
a. pengenaan retribusi daerah;
b. pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. pengenaan sanksi.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dapat
dilakukan oleh:
a. Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya;
b. Pemerintah Daerah kepada badan hukum; atau
c. Pemerintah Daerah kepada masayarakat.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan
penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB VIII
PENCEGAHAN TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 82
(1) Pencegahan terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
agar tidak terjadi:
a. ketidaksesuaian dengan tata ruang wilayah;
b. ketidakteraturan bangunan;
c. kepadatan bangunan tinggi;
d. ketidaklengkapan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum;
dan/atau
e. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan/atau
permukiman.
(3) Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh
dilaksanakan melalui:
a. pengawasan dan pengendalian; dan

19
2
NASKAH AKADEMIK
______________________

b. pemberdayaan masyarakat.

Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian
Paragraf 1
Umum
Pasal 83
(1) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 ayat (3) huruf a dilakukan atas kesesuaian
terhadap:
a. perizinan;
b. standar teknis; dan
c. kelaikan fungsi.
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan pada:
a. tahap perencanaan;
b. tahap pembangunan; dan
c. tahap pemanfaatan.
Paragraf 2
Bentuk Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 84
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap
perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Perijinan yang berlaku;
b. Izin lokasi;
c. IPPT;
d. Persetujuan Lingkungan;
e. Persetujuan site plan; dan
f. PBG.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada tahap perencanaan perumahan dan kawasan
permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menjamin:
a. kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman yang
direncanakan dengan rencana tata ruang; dan
b. keterpaduan rencana pengembangan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan dan standar
teknis yang berlaku.
c. Pengembang wajib memiliki persetujuan lingkungan
dengan menyusun dokumen Amdal/dokumen
UKL-UPL/SPPL

19
3
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 85
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf
b dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air bersih;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
tahap pembangunan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menjamin:

19
4
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. terpenuhinya sistem pelayanan yang dibangun sesuai


ketentuan standar teknis yang berlaku;
b. terpenuhinya kuantitas, kapasitas, dan dimensi yang
dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
c. terpenuhinya kualitas bahan atau material yang
digunakan serta kualitas pelayanan yang diberikan sesuai
ketentuan standar teknis yang berlaku.

Pasal 86
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelaikan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf
c dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelaikan
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
tahap pemanfaatan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelaikan
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menjamin:
a. kondisi sistem pelayanan, kuantitas kapasitas dan
dimensi serta kualitas bahan atau material yang
digunakan masih sesuai dengan kebutuhan
fungsionalnya masing-masing;
b. kondisi keberfungsian bangunan gedung beserta
prasarana, sarana dan utilitas umum dalam perumahan
dan permukiman; dan
c. kondisi kerusakan bangunan gedung beserta
prasarana, sarana dan utilitas umum tidak mengurangi
keberfungsiannya masing-masing.

Pasal 87
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84, Pasal 85, dan Pasal 86 dilakukan oleh perangkat
daerah.

19
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

Paragraf 3
Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 88
Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh
baru dilakukan dengan cara:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.

Pasal 89
(1) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf a merupakan
kegiatan pengamatan yang dilakukan secara:
a. langsung; dan/atau
b. tidak langsung.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan
peran masyarakat.
(3) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan melalui pengamatan lapangan
pada lokasi yang diindikasi berpotensi menjadi kumuh.
(4) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan:
a. data dan informasi mengenai lokasi kumuh yang
ditangani.
b. pengaduan masyarakat maupun mediamassa.
(5) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berkala maupun sesuai kebutuhan atau insidental.

Pasal 90
(1) Evaluasi dalam rangka pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf b
merupakan kegiatan penilaian secara terukur dan obyektif
terhadap hasil pemantauan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.

19
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

(3) Pemerintah daerah dapat dibantu oleh ahli yang memiliki


pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan menilai kesesuaian perumahan dan permukiman
terhadap:
a. perizinan pada tahap perencanaan;
b. standar teknis pada tahap pembangunan; dan/atau
c. kelayakan fungsi padatahap pemanfaatan.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan rekomendasi pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru.

Pasal 91
(1) Pelaporan dalam rangka pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf c
merupakan kegiatan penyampaian hasil pemantauan dan
evaluasi.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.
(3) Pemerintah daerah dapat dibantu oleh ahli yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar bagi pemerintah
daerah untuk melaksanakan upaya pencegahantumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru sesuai kebutuhan.
(5) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disebarluaskan kepada
masyarakat.

Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat
Paragraf 1
Umum
Pasal 92
Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
82 ayat (3) huruf b dilakukan terhadap pemangku kepentingan
bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui:

19
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

a. pendampingan; dan
b. pelayanan informasi.

Paragraf 2
Pendampingan
Pasal 93
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
huruf a dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat melalui fasilitasi pembentukan dan fasilitasi
peningkatan kapasitas kelompok swadaya masyarakat.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam
bentuk:
a. penyuluhan;
b. pembimbingan; dan
c. bantuan teknis.

Pasal 94
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2) huruf a merupakan kegiatan untuk memberikan
informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat terkait pencegahan terhadap
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa sosialiasi dan diseminasi.
(3) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan alat bantu dan/atau alat peraga.

Pasal 95
(1) Pembimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2) huruf b merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk
atau penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan
atau larangan aktivitas tertentu terkait pencegahan terhadap
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
(2) Pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pembimbingan kepada kelompok masyarakat;
b. pembimbingan kepada masyarakat perorangan; dan
c. pembimbingan kepada dunia usaha.

19
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 96
(1) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2) huruf c merupakan kegiatan untuk memberikan
bantuan yang bersifat teknis berupa:
a. fisik; dan
b. non-fisik.
(2) Bantuan teknis dalam bentuk fisik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan bangunan
gedung;
b. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan jalan
lingkungan;
c. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan drainase
lingkungan;
d. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan sarana dan
prasarana air minum;
e. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan sarana dan
prasarana air limbah; dan/atau
f. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan sarana dan
prasarana persampahan.
(3) Bantuan teknis dalam bentuk non-fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. fasilitasi penyusunan perencanaan;
b. fasilitasi penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria;
c. fasilitasi penguatan kapasitas kelembagaan;
d. fasilitasi pengembangan alternatif pembiayaan; dan/atau
e. fasilitasi persiapan pelaksanaan kerjasama pemerintah
swasta.

Pasal 97
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
dilaksanakan dengan ketentuan tata cara sebagai berikut:
a. pendampingan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
melalui perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam
urusan perumahan dan permukiman;
b. pendampingan dilaksanakan secara berkala untuk mencegah
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru;
c. pendampingan dilaksanakan dengan melibatkan ahli,
akademisi dan/atau tokoh masyarakat yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman memadai dalam hal
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh;

19
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

d. pendampingan dilaksanakan dengan menentukan lokasi


perumahan dan permukiman yang membutuhkan
pendampingan;
e. pendampingan dilaksanakan dengan terlebih dahulu
mempelajari pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi
yang telah dibuat baik secara berkala maupun sesuai
kebutuhan atau insidental;
f. pendampingan dilaksanakan berdasarkan rencana
pelaksanaan dan alokasi anggaran yang telah ditentukan
sebelumnya.

Paragraf 3
Pelayanan Informasi
Pasal 98
(1) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
92 huruf b merupakan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat dalam bentuk pemberitaan hal-hal terkait upaya
pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. rencana tata ruang;
b. penataan bangunan dan lingkungan;
c. perizinan; dan
d. standar perumahan dan permukiman.
(3) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemerintah daerah untuk membuka akses
informasi bagi masyarakat.
(4) Pemerintah daerah menyampaikan informasi melalui media
elektronik dan/atau cetak.

BAB IX
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH
DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 99
(1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh didahului dengan:
a. penetapan lokasi; dan
b. penanganan.
(2) Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditindaklanjuti degan pengelolaan untuk
mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan
permukiman secara berkelanjutan.

20
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

Bagian Kedua
Penetapan Lokasi
Pasal 100
(1) Penetapan lokasi yang dinyatakan sebagai perumahan
kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan kriteria :
a. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah,
Rencana Detail Tata Ruang, dan Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan
lingkungan;
c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak
membahayakan penghuni;
d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;
e. kualitas bangunan rendah dan sangat rendah; dan
f. kondisi sosial ekonomi masyarakat.
(2) Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.
(3) Proses pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi proses:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai identifikasi lokasi dan
penilaian lokasi sebagaimana dimaskud pada ayat (3) diatur
dalam Keputusan Bupati.

Pasal 101
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100
dilakukan oleh pemerintah daerah dalam bentuk keputusan
Bupati berdasarkan hasil penilaian lokasi.
(2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan kondisi kekumuhan, aspek legalitas lahan, dan
tipologi digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan
pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh.
(3) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan aspek pertimbangan lain digunakan sebagai
dasar penentuan prioritas penanganan.

20
1
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 102
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud Pasal 101 ayat (1)
dilakukan peninjauan ulang 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
(2) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengetahui
pengurangan jumlah lokasi dan/atau luasan perumahan
kumuh dan permukiman kumuh sebagai hasil dari
penanganan yang telah dilakukan.
(3) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui proses pendataan.
(4) Hasil peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga
Penanganan
Pasal 103
(1) Penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
didasarkan pada hasil penilaian aspek kondisi kekumuhan
dan aspek legalitas lahan.
(2) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
direncanakan dengan mempertimbangkan tipologi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemugaran;
b. peremajaan; dan
c. pemukiman kembali.
(4) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat
dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah peremajaan;
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat
dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah pemukiman kembali;
c. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang
dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah peremajaan;
d. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang
dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah pemukiman kembali;

20
2
NASKAH AKADEMIK
______________________

e. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan


dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah pemugaran;
f. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan
dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang
dilakukan adalah pemukiman kembali.
(5) Pelaksanaan pemugaraan, peremajaan, dan/atau
pemukiman kembali dilakukan dengan memperhatikan
antara lain:
a. hak keperdataan masyarakat terdampak;
b. kondisi ekologis lokasi; dan
c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
terdampak.
(6) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan
melibatkan peran masyarakat.

Pasal 104
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (3)
huruf a merupakan kegiatan perbaikan rumah serta
prasarana, sarana, dan utilitas umum jika terjadi kerusakan
untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.
(2) Pemugaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi
sebagaimana semula.
(3) Pemugaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan atau
rencana rinci tata ruang;
b. keamanan dan keselamatan penghuni; dan
c. persetujuan masyarakat penghuni.
(4) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh badan hukum di bidang perumahan dan kawasan
permukiman.
(5) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
pengawasannya oleh Perangkat Daerah yang menangani
urusan perumahan dan kawasan permukiman.

Pasal 105
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (3)
huruf b merupakan pembangunan kembali perumahan dan
permukiman yang dilakukan melalui penataan secara
menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan dan permukiman.

20
3
NASKAH AKADEMIK
______________________

(2) Peremajaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh


dilakukan untuk mewujudkan kondisi perumahan dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keamanan
dan keselamatan masyarakat.
(3) Peremajaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dilakukan bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(4) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui tahapan:
a. sosialisasi;
b. persetujuan masyarakat penghuni;
c. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
atau rencana rinci tata ruang; dan
d. penyiapan rumah tinggal sementara.

Pasal 106
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 ayat (3) huruf c merupakan upaya memindahkan lokasi
perumahan dan permukiman dari lokasi yang rawan
bencana, kumuh, dan/atau lokasi yang alih fungsi
menurut rencana tata ruang ke lokasi yang sesuai untuk
perumahan dan permukiman.
(2) Pemukiman kembali bertujuan untuk memindahkan
masyarakat dari suatu lokasi ke lokasi lain yang lebih sehat,
aman, dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(3) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud ayat (1), hanya
dapat dilakukan dengan alasan:
a. lokasi terkena dampak bencana;
b. lokasi rawan bencana; dan/atau
c. alih fungsi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(4) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui tahapan:
a. sosialisasi;
b. persetujuan masyarakat penghuni;
c. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
atau rencana rinci tata ruang; dan
d. penyiapan rumah tinggal.

20
4
NASKAH AKADEMIK
______________________

Bagian Keempat
Pengelolaan Pasca Peningkatan Kualitas
Pasal 107
(1) Pasca peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dilakukan pengelolaan untuk
mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan
permukiman secara berkelanjutan melalui upaya
pemeliharaan dan perbaikan.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
(3) Tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan mengenai
pengelolaan hasil peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. melakukan bimbingan teknis kepada masyarakat untuk
terlibat dalam pengelolaan pasca peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Tanggung jawab masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dengan menjaga serta melakukan pemeliharaan dan
perbaikan pada lokasi hasil peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

Pasal 108
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemeliharaan
prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
permukiman yang telah diserahkan kepada pemerintah
daerah secara berkala.
(2) Pemeliharaan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang yang
menghuni rumah.
(3) Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan
hunian yang belum diserahkan ke pemerintah daerah
wajib dilakukan oleh badan hukum.
(4) Ketentuan mengenai pelaksanaan pemeliharaan
dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pasal 109
Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum
dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran.

20
5
NASKAH AKADEMIK
______________________

Pasal 110
(1) Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang yang
menghuni rumah.
(2) Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk
perumahan dan permukiman yang telah diserahkan ke
pemerintah daerah wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Setiap orang dapat melakukan perbaikan sarana dan utilitas
umum untuk lingkungan hunian.
(4) Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau badan hukum.
(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan perbaikan dilaksanakan
sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pasal 111
Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian
kegiatan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh.

BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 112
Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
setiap orang berhak:
a. menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh
rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur;
b. melakukan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman;
c. memperoleh informasi dan manfaat dari penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
dialami, secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman; dan
e. mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
yang merugikan masyarakat.

Pasal 113
Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
setiap orang wajib:
a. menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan
di perumahan dan kawasan permukiman;
b. turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan
kawasan

20
6
NASKAH AKADEMIK
______________________

c. permukiman yang merugikan dan membahayakan


kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum;
d. menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana
lingkungan, dan utilitas umum yang berada diperumahan
dan kawasan permukiman; dan
e. mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman.

BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 114
(1) Penyelenggaraanperumahan dan kawasan permukiman
dilakukan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan memberikan masukan.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan dengan membentuk forum pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas
dan unsur Forum sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Keputusan Bupati.

BAB XII
LARANGAN
Pasal 115
Setiap orang dan badan hukum dilarang:
a. menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak
sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana,
sarana dan utilitas umum yang di perjanjikan;
b. menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah
umum kepada pihak lain;
c. menjual satuan lingkungan perumahan atau lingkungan siap
bangun yang belum menyelesaikan status hak atas
tanahnya;
d. membangun perumahan dan /atau permukiman diluar
kawasan yang khusus diperuntukkan bagi perumahan dan
permukiman berdasarkan peraturan zonasi;
e. membangun perumahan, dan /atau permukiman ditempat
yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang
ataupun orang;
f. menolak atau menghalang-halangi kegiatan permukiman
kembali rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan/atau

20
7
NASKAH AKADEMIK
______________________

pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan


masyarakat setempat;
g. menginvestasikan dana dari pemupukan dana tabungan
perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
h. mengurangi aksebilitas atau menutup jalan perumahan bagi
masyarakat umum;
i. membuang limbah di saluran drainase; dan
j. melakukan pengembangan kegiatan peternakan skala
besar dan/atau menimbulkan dampak lingkungan yang
menurunkan kualitas lingkungan perumahan;
k. mengalihkan izin prinsip pembangunan perumahan tanpa
seizin pemerintah daerah.

Pasal 116
Setiap pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan
rumah, perumahan dan/atau permukiman yang tidak sesuai
rencana tata ruang wilayah.

Pasal 117
(1) Badan hukum yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman, dilarang
mengalihfungsikan prasarana, sarana dan utilitas umum
diluar fungsinya.
(2) Badan hukum yang belum menyelesaikan status hak atas
tanah lingkungan hunian atau lingkungan siap bangun,
dilarang menjual satuan permukiman.

BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 118
(1) Setiap orang dan badan hukum yang menyelenggarakan
perumahan dan kawasan permukiman yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (3), Pasal 15 ayat (7), Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 20 ayat (3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal
23 ayat (2), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26
ayat (1), Pasal 35 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 43 ayat (1)
dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pengelolaan

20
8
NASKAH AKADEMIK
______________________

perumahan;
d. penguasaan sementara oleh pemerintah daerah (disegel);
e. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka
waktu tertentu;
f. pembekuan izin mendirikan bangunan;
g. pencabutan izin mendirikan bangunan;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi;
i. pembekuan izin usaha;
j. pencabutan izin usaha; dan/atau
k. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu
tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Bupati.

BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 119
(1) Penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam Peraturan
Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran
peraturan Perundang-undangan;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat
kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah penyidik
mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
dan selanjutnya penyidik memberitahukan hal tersebut
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

20
9
NASKAH AKADEMIK
______________________

(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum
melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XV
SANKSI PIDANA
Pasal 120
(1) Setiap orang dan badan hukum yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf h, huruf i,
huruf j, dan huruf k, dikenakan pidana penjara paling lama
3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp
30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.

BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 121
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman selain
yang diatur dalam peraturan daerah ini dilaksanakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 122
Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, maka:
a. Peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan daerah ini; dan

21
0
NASKAH AKADEMIK
______________________

b. Izin yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan


dan kawasan permukiman yang telah diterbitkan
dinyatakan tetap berlaku sampai habisnya masa izin
tersebut.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 123
Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah
ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan
Daerah ini diundangkan.

Pasal 124
Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, maka
ketentuan ______________________________ dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 125
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buleleng.

Anda mungkin juga menyukai