Anda di halaman 1dari 24

1

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA BIJI COKLAT


(Theobroma cacao L.) DENGAN METODE DPPH

NAMA : EKA PRA SETIAWAN S


STAMBUK : 150 2011 0072
PEMBIMBING : 1. RAHMAWATI, S.Si., M.kes., Apt.
2. ST. MARYAM, S.Si., M.Sc., Apt.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjamahan : “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu

tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda

(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An Nahl : 11)

Antioksidan adalah senyawa pemberi electron (electron donor) atau

reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah

terbentuknya radikal (Winarsi, 2007).

Seiring dengan kemajuan zaman penggunaan senyawa antioksidan

semakin berkembang baik dalam industri pengobatan, maupun makanan.

Senyawa antioksidan memiliki peran yang sangat penting dalam

1
2

kesehatan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa

antioksidan dapat mengurangi risiko berbagai penyakit kronis seperti

kanker dan penyakit jantung koroner. Karakter utama senyawa

antioksidan adalah kemampuannya menangkap radikal bebas (Boer,

2000).

Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki

elektron yang tidak berpasangan diorbital luarnya, sehingga memiliki sifat

reaktif dalam mencari pasangan elektron, dan kemampuannya yang

sangat cepat untuk dapat bereaksi dengan protein, lipid, ataupun DNA.

Reaksi antara radikal bebas dan molekul tersebut dapat menimbulkan

suatu penyakit. Reaktivitas radikal bebas ini dapat dicegah oleh senyawa

antioksidan (Sofia, 2006). Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang

secara nyata dapat menghambat oksidasi molekul lain, dimana senyawa

antioksidan ini akan melepaskan satu atau lebih elektronnya kepada

radikal bebas sehingga dapat menghentikan kerusakan yang disebabkan

oleh radikal bebas tersebut (Pratiwi et al., 2006).

Kakao diketahui memiliki kandungan senyawa katekin, epikatekin,

prosianidin yang merupakan polifenol yang dapat bersifat sebagai

antioksidan. Kelompok senyawa yang paling banyak terdapat pada kakao

adalah flavanoid golongan flavanol (Yuliatmoko, 2007).


3

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol biji coklat (Theobroma cacao L.) memiliki

aktivitas sebagai antioksidan ?

2. Berapakah potensi aktivitas antioksidan biji coklat (Theobroma cacao

L.) yang diperentasi selama 0, 3 dan 5 hari ?

C. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas

antioksidan pada biji coklat (Theobroma cacao L.) sebelum dan sesudah

difermentasi.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk melakukan uji

aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol biji coklat(Theobroma

cacao L.)

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengukur

aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol biji coklat (Theobroma cacao

L.) yang difermentasi selama 0, 3 dan 5 hari.

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi

tentang kadar polifenol ekstrak biji coklat (Theobroma cacao L.) sebagai

antioksidan.
4

F. Kerangka Pikir

Biji kakao (Theobroma


cacao L.) antioksidan

Ekstrak Biji kakao (Theobroma


cacao L.)
DPPH

(Radikal bebas)

Aktivitas antioksidan

G. Hipotesa

Biji coklat (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tumbuhan

yang berpotensi sebagai antioksidan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman (Encyclopedia of life, 2013)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

2. Jenis-jenis kakao

Terdapat banyak jenis tanaman kako namun jenis yang paling

banyak ditanami untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya 3

jenis, yaitu (Sunanto, 1994) :

a. Jenis criollo, yang terdiri dari criollo Amerika Tengah dan criollo

Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya

sangat baik dan terkenal sebagai : cokelat mulia, fine flavour cocoa,

choiced cocoa, idel cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau,

kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak.

b. Jenis forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen

cokelat dan menghasilkan biji cokelat yang mutuhnya sedang atau

5
6

bulk cocoa, atau dikenal juga sebagai ordinary cocoa. Buahnya

berarna hijau, kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan

kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.

c. Jenis trinatario, merupakan campuran atau hybrida dari jenis criollo

dan jenis Forastero secara alami, sehingga cokelat jenis ini sangat

heterogen. Buahnya berwarna merah atau hijau dan bentuknya

bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan

kotiledn berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.

Berdasarkan bentuk buahnya, trinatrio dapat dibedakan

menjadi 4 golongan yaitu(Sunanto, 1994) :

1.Angoleta, bentuknya lebih dekat dengan criollo, kulitnya sangat

kasar, buah besar, biji bulat, kualitas sangat baik, warna

endosperm ungu.

2.Cundeamor, bentuk buah sepeerti Angoleta, kulit kasar, biji

gepeng, kualitas sangat baik, warna endosperm ungu gelap.

3.Amelonado, bentuk buah bulat telur, kulit halus, bijinya (gepeng),

warna endosperm ungu.

4.Calabacillo, buah berukuran pendek agak bulat, kulit buah halus,

biji buah tipis, endosperm berwarna ungu.

3. Morfologi Buah dan Biji Kakao

Bentuk buah dan warna buah kakao sangat bervariasi, tergantung

pada kultivernya (Wahyudi et al, 2008). Buah yang ketika muda

berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna
7

kuning. Sementara itu, buah yang ketika mudah berwarna merah,

setelah masak berwarna jingga (PPKKI, 2004).

Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya

berselamg-seling. Pada tipe criolla dan trinitario alur kelihatan jelas.

Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaanya kasar. Sebaiknya

pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata),

kulitnya tipis, tetapi dan liat. (PPKKI, 2004). Buah kakao akan masak

setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat

penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk

cukup beragam dengan ukuran berkisar 10-30 cm diameter 7-15cm,

tetapi tergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama

perkembangan buah (Wahyudi et al., 2008).

Di dalam setiap buah terdapat 30-50 biji, tergantung pada jenis

tanaman (Tumpal et al., 1994). Pada penampakan melintang biji, akan

terlihat dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya

menempel pada embryo axis (Wahyudi, et al., 2008).

Biji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna

putih. Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang

tipis. Rasa buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat

penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat

kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan embryo axis. Biji

kakao yang bersifat rekalsitran dan tidak memiliki masa dorman

(Wahyudi et al., 2008).


8

4. Kandungan Kimia

Biji kakao mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan

menjadi empat. Keempat golongan itu adalah substansi fenol (katekin,

flavonol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam

amino, klorofil, asam organik), senyawa aromatis, dan enzim (Siregar,

2002).

 Zat yang tidak larut dalam air, protein 8 %, lemak 16 %, klorofil

dan pigmen lain 1,5 %, pektin 4 %, pati 0,5 %, serat kasar,

selulosa, lignin, dll totalnya 52 %.

 Zat yang larut dalam air : polifenol yang dapat difermentasi 20 %,

polifenol lain 10 %, kafein 4 %, gulah dan getah 3 %, asam

amino 7 %, mineral 4 %, totalnya 48 %.

5. Kegunaan Kakao

Disamping sebagai sumber pangan, pengguanaan kakao untuk

pengobatan sebenarnya telah diperaktikkan sejak abad 15, misalnya

untuk meredahkan demam, sesak nafas dan lemah jantung. Dari

penelitian Dillinger dan kawan-kawan pada menuskrip dari tahun 1600

dan awak abad 20 dibuat di Eropa dan Spanyol Baru, ternyata

memuat 100 kegunaan kakao/cokelat sebagai obat. Dari menuskrip

penngobatan tersebut, setidaknya 3 hal penting dari coklat untuk

pengobatan secara konsisten dan bisa diidentifikasi (ide, 2008) :

1. Cokelat digunakan untuk merawat pasien kurus untuk menambah

berat badan dan untuk menguruskan / melangsingkan berat tubuh.


9

2. Cokelat menstimulasi sistem saraf pasien yang apatis, kurang

gairah, sangat letih, kehabisan tenaga atau lemah.

3. Cokelat memperbaiki pencernaan diperut dan pengeluaran karena

kakao dapat mengatasi masalah pada lambung, mengstimulasi

fungsi ginjal, dan memperbaiki fungsi usus besar.

Sebagai tambahan, cokelat juga bisa menyembuhkan

anemia, masalah nafsu makan, kelelahan mental, prduksi air

susuh ibu yang kurang lancar, tubercolosis, demam, gout, batu

ginjal, penuaan, dan kurang gairah seksual. Pasta cokelat juga

digunakan oleh pembuat obat sebagai mediauntuk “membungkus”

obat yang pahit. Bahkan kulit kayu kakao, mentega kakao

(minyak), daun dan bunga juga digunakan untuk menyembuhkan

terbakar, sulit buang air, luka dan masalah kulit (ide, 2008).

B. Uraian Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan

mengekstraksi simplisia nabati atau hewani menurut carah yang cocok

diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Dirjen POM, 1997). Ekstraksi

adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia

menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung.

Ekstraksi kering harus mudah digerus menjasi serbuk (Dirjen POM, 2000).

Ekstraksi cair yang diperoleh dari hasil penyarian bahan alam

yang masih mengandung larutan penyari. Ekstrak kental, yang telah

mengalami proses penguapan dan tidak mengandung cairan penyari lagi


10

tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar. Ekstrak kering, yang

telah mengalami proses penguapan, tidak mengandung cairan penyari

lagi dan konsistensinya kering (Dirjen POM, 1997).

Penyarian merupakan pristiwa pemindahan masa. Zat aktif yang

semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi

larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian

akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan

dengan cairan penyarih makin luas. Dengan demikian maka makin luas

serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya. Tetapi dalam

pelaksanaan tidak selalu demikian, karena penyari masi tergantung juga

pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Dirjen pom, 1986).

Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi pembuatan serbuk,

pembasahan, penyarian, pemekatan. Secara umum penyarian dapat

dibedakan menjadi : infudasi, meserasi, perkolasi, dan destilasi uap

(Dirjen POM,1986).

Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah

(Dirjen POM, 1986) :

1. Secara panas seperti refluks dan destilasi uap. Ekstraksi secara panas

diguanakan untuk sampel yang tahan panas dan mempunyai tekstur

yang keras.

2. Secara dingin seperti meserasi, perkolasi dan soxhletasi. Ekstraksi

secara dingin digunakan untuk sampel yang lunak, tidak yahan panas,

dan tidak mudah mengembang dalam cairan penyari.


11

Metode ekstraksi yang dilakukan disesuaikan dengan sifat fisika

kimia dari sampel dan mungkin juga tergantung pada sifat komponen

kimia yang dikandung simplisia tersebut (Dirjen POM, 1986).

Proses tersarinya zat aktif dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung

zat aktif, yang akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi

perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut

organik di luar sel, maka larutan pekat akan berdifusi keluar sel dan

proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi

cairan zat aktif di dalam sel dan di luar sel (Dirjen POM,1986).

C. Metode Penguapan Ekstraksi

Penguapan ekstrak dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi

ekstrak yang lebih pekat. Menurut farmakope edisi III dikenal tiga macam

ekstrak yaitu (Rohman, 2009) :

1. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan

alam masih mengandung larutan penyari.

2. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses

penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi

konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.

3. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami peroses

penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai

konsistensi padat (berwujud kering)).


12

Tujuan dilakukan penguapan adalah untuk menghilangkan cairan

penyari yang digunakan, agar pada ekstraksi corong pisah diperoleh

hanya dua lapisan. Penguapan dapat terjadi karena adanya

pemanansan yang dipercepat oleh putaran labu alas bulat dan cairan

penyari dapat menguap 5-100C dibawah titik didih pelarutnya

disebabkan oleh adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa

vakum uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan

mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni

yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Rohman, 2009).

D. ANTIOKSIDAN

Antioksidan adalah bahan yang dapat menghambat atau mencegah

keruntuhan, kerusakan atau kehancuran akibat reaksi oksidasi yang

berlebih sehingga membentuk radikal bebas. Antioksidan merupakan

inhibitor penting dalam tubuh yang bermanfaat untuk mencegah reaksi

oksidasi yang timbul oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme

tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Mekanisme kerja antioksidan

secara umum menghambat oksidasi substrat yang terjadi dalam tiga tahap

utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi terjadi

pembentukan radikal substrat, yaitu turunan substrat yang bersifat tidak

stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satuatom H. Radikal substrat

akan bereaksi dengan oksigen membentuk radika.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan

menjadi 3 kelompok :
13

1. Antioksidan perimer

Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase

(SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSHPx). Antioksidan

primerdisebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa disebut anti

oksidan primer,apabila dapat memberikan atom hidrogen secara

cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang

terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Sebagai

antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan radikal

bebas, dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian

mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan dalam

kelompok ini disebut chain-breaking-antioxidant.

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau

nonenzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut

sistem pertahanan preparatif. sistem pertahanan tersebut akan

terbentuk senyawa eksogen reaktif yang dihambat dengan cara

pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Kerja sistem

antioksidan non enzimatik, yaitu dengan cara memotong reaksi

oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya.

Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen

seluler.Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, beta

karoten,flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Asam lipoat yang

ditemukan dalam kentang, wortel, brokoli, kapang, dan daging juga


14

bersifat antioksidan. Vitamin C dan karatenoid banyak terdapat dalam

sayurandan buah-buahan.

3. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-

repair Dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi

dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal

bebas.

E. Pengujian Antioksidan

Aktivitas antioksidasi dapat diuji secara langsung maupun tidak

langsung. Pengujian secara langsung didasarkan pada pengukuran

produk-produk utama dari oksidasi lipid, yang umumnya adalah

hidroperoksida dan produk sekunder seperti aldehid. Pengujian aktivitas

antioksidan secara langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode

diantaranya adalah metode oksigen aktif (active oxygen methods (AOM)),

metode feritiosianat (FTC), metode tiobarbituric acid (TBA), uji Schall, uji

masa simpan, dan uji rancimat (Adawiyah et al., 2001).

Pengujian secara tidak langsung didasarkan pada pengukuran

selain produk utama atau sekunder dari oksidasi lipid, misalnya jumlah

oksigen yang diperlukan untuk oksidasi. Beberapa pengujian aktivitas

antioksidasi secara tidak langsung, yaitu uji wadah oksigen (Oxygen

Bomb Test), sistem emulsi β-karoten-linoleat, penyemprotan larutan β-

karoten, dan metode penimbangan.Selain metode tersebut, ada pula


15

beberapa metode lainnya seperti bilangan ansindin, uji bilangan

peroksida, uji kreis, dan diena terkonjugasi (Adawiyah et al., 2001).

Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat

diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Terdapat berbagai metode

pengukuran aktivitas antioksidan. Pada prisipnya metode-metode tersebut

digunakan untuk mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses

oksidasi oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan

atau contoh ekstrak bahan alam (Apriandi, 2011).

Uji peredaman warna radikal bebas DPPH merupakan uji untuk

menentukan aktivitas antioksidan dalam sampel yang akan diujikan

dengan melihat kemampuannya dalam menangkal radikal bebas DPPH.

Sumber radikal bebas dari metode ini adalah senyawa 1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil. Prinsip dari uji ini adalah adanya donasi atom hidrogen dari

substansi yang diujikan kepada radikal DPPH menjadi senyawa non

radikal difenilpikrilhidrazin yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna

(Molyneux, 2004).

Gambar 1. Struktur Molekul DPPH Sebelum dan Setelah Menerima


Donor Atom H Sumber: Molyneux (2004).
16

Perubahan warna yang akan terjadi adalah perubahan dari larutan

yang berwarna ungu menjadi berwarna kuning. Intensitas perubahan

warna ini kemudian diukur pada spektrum absorpsi antara 515-520 nm

pada larutan organik (metanol atau etanol) (Molyneux, 2004).

DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas

dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul,

sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang

lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu

(violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam

pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux, 2004).

Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui

mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan warna DPPH dari

ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 517

nm.Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode

DPPH adalah IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan konsentrasi

larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap

aktivitas DPPH sebesar 50 % (Molyneux, 2004).

Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis simpel, dapat

dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-

Vis. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah radikal DPPH hanya

dapat dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak

pada media aqueous sehingga membatasi kemampuannya dalam

penentuan peran antioksidan hidrofilik. Penentuan aktivitas antioksidan


17

berdasarkan perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena

absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat

berkurang oleh cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Telah diketahui bahwa

terjadi pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar air pelarut

melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Magalhaes et

al., 2008).
18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu rencana penelitian akan dilakukan pada bulan Juli 2015

sampai selesai. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Kimia

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

B. Populasi dan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kakao

(Theobroma cacao L.) yang merupakan hasil fermentasi dari 0 hari, 3 hari

dan 5 hari.

C. Metode Kerja

Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara Eksperimental

Laboratorium.

D. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, cawan porselin,

Freeze-dryer (Scanvac), gelas kimia (Pyrex), gelas ukur, labu tentu

ukur, mikropipet (Memmert), penangas air, pipet skala, pipet tetes, rak

tabung, sendok tanduk, DPPH (1,1-Diphenyl-2-PicrylHydrazil),

seperangkat alatmaserasi, spektrofotometer UV-Vis (Apel® PD 302UV),

rotavapor (Ika® RV 10 basic), tabung reaksi, timbangan analitik

(Caratseries), dan vortex.

18
19

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling (Aquadest),

aluminium foil, DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picryl Hydrazil), ekstrak biji

cokelat (Theobroma cacao L), etanol 96%, kertas saring, kuersetin,

metanol p.a.

E. Prosedur Kerja

1. Penyiapan alat dan bahan

Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian

yang akan dilaksanakan.

2. Pengambilan dan Pengolahan Sampel

Sampel Biji cokelat (Theobroma cacao L.) diperolah dari

Fakultas Pertanian UMI yang merupakan hasil permentasi, kemudian

diserbukkan dan dilakukan proses ekstraksi kemudian dilakukan

pengukuran kadar polifenol dan pengujian antioksidan dengan

menggunakan metode DPPH.

3. Pembuatan Larutan DPPH

Pengujian antiradikal bebas pada ekstrak Biji cokelat (Theobroma

cacao L.) ekstrak etanol 96% merujuk pada prosedur Blois (1985) dan

Ahmad et al (2012) dengan beberapa modifikasi.

1) Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH 100 ppm dibuat dengan cara ditimbang

sebanyak 10 mg serbuk DPPH (BM= 394,32) kemudian dilarutkan

dengan 100 mL metanol p.a dalam labu tentuukur.


20

2) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH dilakukan

dengan cara mengukur panjang gelombang maksimum pada range

450-650 nm.

3) Pengukuran Blangko

Pengujian dilakukan dengan memipet 4 mL DPPH 100 ppm

dan dicukupkan volumenya dengan metanol sampai 5 mL dalam

labu tentukur. Larutan ini kemudian divortex dan diinkubasi selama

30 menit, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum.

4) Pengukuran Daya Antiradikal Bebas Ekstrak Biji cokelat

(Theobroma cacao L.)

Pengujian dilakukan dengan memipet 1 mL larutan sampel

dari berbagai konsentrasi. Kemudian masing-masing ditambahkan

4 mL DPPH 100 ppm dalam tabung reaksi. Campuran kemudian

divortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0C, lalu

serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum.

5) Pengukuran Daya Antiradikal Bebas Sampel Pembanding

Kuersetin

Dibuat larutan stok 100 ppm dengan cara menimbang

kuersetin setara 10 mg dan dilarutkan dengan metanol p.a sambil

diaduk dan dihomogenkan lalu cukupkan volumenya hingga 100

mL, kemudian dilakukan pengenceran:


21

Masing-masing larutan stok dipipet 0,050 mL, 0,1 mL, 0,2

mL, 0,3 mL, dan 0,4 mL. kemudian dicukupkan dengan metanol

p.a sampai volume akhir 10 mL (0,5 ppm),(1 ppm), (2 ppm), (3

ppm), dan (4 ppm).

Pengujian dilakukan dengan memipet 1 mL larutan sampel

dari berbagai konsentrasi. Kemudian masing-masing ditambahkan

4 mL DPPH 50 ppm. Campuran kemudian divortex dan diinkubasi

selama 30 menit pada suhu 37 0C, lalu serapannya diukur pada

panjang gelombang maksimum.


22

DAFTAR PUSTAKA

Boer,Y.,(2000). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis


(Garcinia parvifolia Miq), Jurnal Matematika dan IPA 1, (1) hal 26-
33.

Dirjen POM. (1986). “Sediaan Galenik”. Depertemen Kesehatan RI.


Jakarta
Dirjen POM. (1997). “Farmakope Indonesia Edisi III”. Depertemen
Kesehatan RI. Jakarta
Dirjen POM. (2000). “Sediaan Herbal”. Depertemen Kesehatan RI. Jakarta

EOL, (2013). Encyclopedia Of Life, (Online)


(http://eol.org/pages/484592/overview). Diakses tanggal 19
Oktober)
Ide. Pangkalan. (2008). “Dark Chocolate Healing”. PT.Elex Media
Komputindo. Jakarta
Kuncayo. I, Sunardi. (2007). “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap 1.1 Diphenyl1-2-
Picrylhidrazyl (DPPH)”. Teknologi Fakultas Teknik Universitas Setia
Budi. Yogyakarta.
PPKKI (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia). (2004). “Panduan
Lengkap Budidaya Kakao”. PT. Agromedia Pustaka. Depok
Pratiwi, Dewi P., Harapini, M., (2006). Nilai Peroksida dan Aktivitas Anti
Radikal Bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) Ekstrak
Methanol Knema Laurina. Majalah Farmasi Indonesia. 17(1), 32-36.

Rohdiana, D. (2001). “Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam


Daun The”. Majalah Jurnal Indonesia 12.
Rohman, A. (2009). “Kromatografi Untuk Analisis Obat”. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
Siregar. (2002). “Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat”. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sofia, D.,(2006). Antioksidan dan Radikal bebas. Diaksess 28 November
2006.situs Web Kimia Indonesia (online), (http:
www.chemistry.org).
23

Sunanto, H. (1994). “Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat”.


Penebar Swadaya. Jakarta
Sunami, T. (2005). “Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas
Beberapa Kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae”.
Jurnal Farmasi Indonesia 2.
Tamrin. (2012). “Perubahan Aktivitas Antioksidan Bubuk Kakao Pada
Penyangraian Vakum”. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakltas
Pertanian Universitas Haluleo Kendari. Sulawesi Tenggara.
Indonesia
Tumpal, H.S. Siregar., S.Riyadi., L.Nraeni.(1994) “Budidaya Pengolahan
dan Pemasaran Coklat”. Penebar Swadaya. Jakarta
Wahyudi, T, Pangabean, dan Pujiyanto. (2008). “Pandun Lengkap Kakao”.
Penebar Swadaya. Jakarta
Winarsi, H. (2007). “Antioksidan Alami dan Radikal Bebas”. Kanisus.
Yogyakarta
24

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema kerja analisi aktivitas antioksidan sampel biji coklat

(Theobroma cacao L.) dan pembanding kuarsetin dengan metide

DPPH

kuarsetin Uji kualitatif

Ekstrak etanol sampel


1 ml sampel + 4 1, 2 dan 3
Larutan stok (100 ml DPPH 100
ppm) ppm
25 mg sampel/25
Diamati warnanya
ml etanol
Larutan stok (10
ppm)
Larutan stok
(1000 ppm)
DPPH 100 ppm

+ 4 ml
0,5 1 2 3 4 100 150 200 250 300
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm

Masing- masing Masing- masing

Dipipet 1 ml Dipipet 1 ml
Spectro Uv-Vis

Absorbansi

Analisis data

Anda mungkin juga menyukai