Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PEMBAHASAN

1. Uraian Pembahasan

Peneliti melaksanakan implementasi keperawatan menghardik selama


lima hari hari pada Tn. H, Tn.B dan Tn. S, untuk itu peneliti perlu membina
hubungan saling percaya (BHSP) terlebih dahulu pada ketiga pasien untuk
mendapat kepercayaan dari pasien. Terdapat perbedaan ketika Tn. H, Tn.B dan
Tn. S pertama kali bertemu dengan peneliti. Tn. B dan Tn.S lebih mudah untuk
diajak komunikasi sedangkan Tn.H ingin cepat menyudahi obrolan dan kembali
ketempat tidurnya.

Ketiga pasien merupakan pasien yang mengalami harga diri rendah


meskipun penyebab harga diri mereka berbeda satu sama lain. Perilaku Tn.H
selaras dengan yang dikemukakan (Sutinah, 2018) klien yang mengalami harga
diri rendah akan menunjukkan perilaku menarik diri dan menghindari interaksi
dengan orang lain. Dari hal tersebut dapat disimpulkan membina hubungan
saling percaya sangat diperlukan sesuai dengan penelitian (Syagitta et al., 2017)
bhsp dapat menumbuhkan kepercayaan klien, sehingga klien bisa lebih terbuka
untuk berbicara mengenai masalah yang berhubungan dengan penyakitnya.
Pada saat pengkajian yang dilakukan pada tanggal 31 Januari dan 1
Februari 2022 didapatkan hasil pasien memiliki alasan masuk Yayasan Mitra
Mulia yang sama yaitu mengamuk dengan penyebab berbeda. Tn.H mempunyai
alasan masuk karena mengamuk dengan orang yang mengejek dirinya gila karena
suka berbicara sendiri sehingga pasien mengejar orang-orang tersebut. Pasien
kedua Tn.B mengamuk secara tiba-tiba juga tertawa dan berbicara sendiri seperti
sedang mengobrol dengan seseorang, ketika mengamuk pasien suka membanting
pintu. Tn.S mempunyai alasan masuk karena mengamuk lalu berteriak yang
diakibatkan oleh suara-suara yang ia dengar seperti kegaduhan. Ketiga pasien
memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya, Tn.H dan Tn.S sudah pernah masuk
rumah sakit jiwa sebanyak dua kali, Tn.B sebelumnya pernah dirawat di rumah
sakit jiwa sebanyak satu kali.
Ketiga pasien mengatakan sering mendengar bisikan, pasien pertama Tn.H
sering mendengar bisikan yang mengatakan ia tidak berguna, suara tersebut
muncul ketika pasien sedang duduk sendirian dan melamun di malam hari, pasien
mengatakan saat mendengar bisikan pasien hanya diam saja. Tn.B sering
mendengar bisikan yang mengatakan jangan mendekat, pasien mengatakan bisikan
itu sering datang ketika malam hari saat pasien ingin tidur, saat mendengar suara-
suara pasien hanya diam saja. Tn.S mengatakan sering mendengar bisikan-bisikan
seperti kegaduhan dan juga suara yang menyuruhnya melakukan sesuatu untuk
bekerja seperti menyapu, pasien mengatakan suara itu muncul saat malam hari
ketika akan tidur, pasien mengatakan jika suara-suara itu mulai datang pasien
mencoba mengusir suara-suara itu, namun tidak berhasil sehingga pasien menuruti
perintah dari bisikan tersebut.
Pada saat melakukan strategi pelaksanaan I tanggal 2 Februari, peneliti
mengajarkan mengusir halusinasi dengan mengatakan pergi, pergi, saya tidak mau
dengar, kamu tidak nyata, kamu suara palsu” sambil menutup telinga dengan
kedua tangan. Tn. H, Tn.B dan Tn.S tampak kooperatif, mengerti yang
diintruksikan perawat serta melakukannya dengan baik dan dapat langsung
mempraktekkannya tiga kali. Agar cara menghardik ini dapat diingat pasien dan
dapat diterapkan saat halusinasi itu muncul, penulis mengajarkan strategi
pelaksanaan I dalam lima kali pertemuan.
Ketiga pasien terlihat tenang serta kooperatif, dikarenakan ketiga pasien
masih terpengaruh terapi farmakologi yang dibuktikan dengan kedua pasien
mengkonsumsi obat yaitu haloperidol dan clozapine yang berfungsi untuk
menghambat zat kimia di otak sehingga dapat mengurangi gejala psikosis .
Peneliti juga mendapatkan data dari medical record bahwa ketiga pasien
memiliki kesamaan yaitu putus obat sehingga akan menimbulkan kekambuhan
seperti gaduh, gelisah, pikirannya penuh kecurigaan dan menyimpan rasa
permusuhan (Faturrahman et al., 2021).
Pada pertemuan selanjutnya ketiga pasien mengatakan mendengar suara saat
malam hari menjelang tidur, Tn. H, Tn.B dan Tn.S mengatakan ingat dengan apa
yang sudah diajarkan peneliti sehingga ketiga pasien menggunakan cara
menghardik. Pasien mengatakan “pergi, pergi, saya tidak mau dengar, kamu tidak
nyata, kamu suara palsu” sambil menutup telinga dengan kedua tangan. Pasien
mengatakan mampu menghilangkan suara suara yang didengarnya. Sehingga,
penulis bisa mengetahui bahwa cara menghardik ini cukup efektif untuk
mengontrol halusinasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Pratiwi, M.,
Setiawan, H., 2018) mengenai pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat
halusinasi dengar pada pasien halusinasi pendengaran dimana hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa cara terapi menghardik memperoleh hasil yang
diharapkan oleh peneliti yaitu ada pengaruh terhadap penurunan tingkat halusinasi
dengar.
Setelah melaksanakan evaluasi kepada ketiga pasien, didapatkan hasil
bahwa mengardik dapat mengontrol halusinasi dari ketiga pasien berdasarkan
pengakuan yang diberikan pasien mengatakan bahwa suara itu hilang saat pasien
mulai menghardik. Hasil penelitian ini juga dapat dibuktikan dengan penelitian
(Woley, 2017) yang menunjukkan bahwa menggunakan teknik pengendalian
halusinasi dengan menghardik dapat digunakan untuk mengontrol halusinasi
pendengaran. Selain itu (Novitasari, 2019) juga melakukan penelitian yang sama
dan mengungkapkan bahwa terapi menghardik perlu diberikan karena dapat
merubah dan mengontrol penurunan pada pasien yang mengalami halusinasi.

2. Keterbatasan
Pada penerapan strategi pelaksanaan menghardik yang telah dilakukan
kepada ketiga pasien Tn.H, Tn.B dan Tn.S faktor penghambat yang ditemukan
yaitu kurangnya dukungan atau kunjungan keluarga. Pada saat peneliti
melaksanakan implementasi keperawatan di Yayasan Mitra Mulia pada ketiga
pasien, pasien mengatakan bahwa keluarga sudah jarang menjenguk dan pasien
ingin pulang, Tn. H mengatakan kenapa keluarganya sudah setahun lebih tidak
menjenguknya, Tn.B mengatakan rindu dengan keluarganya sebab sudah lama
tidak bertemu, sedangkan Tn, A pasien mengatakan ingin segera pulang dan
bertemu keluarga.
Selama perawatan keluarga pasien jarang menjenguk pasien di Yayasan
Mitra Mulia, hal ini menyebabkan pasien sedih dan seringkali menanyakan
kepada perawat kapan keluarga mengunjungi mereka. Hal ini menjadi salah satu
faktor penghambat dalam kesembuhan pasien. dibuktikan dengan penelitan yang
sama menurut (Gani, 2019) yang mengatakan bahwa sebagian besar kegagalan
pengobatan dan perawatan gangguan jiwa disebabkan oleh rendahnya dukungan
dan kepedulian keluarganya.
Keluarga merupakan faktor pendukung yang penting bagi kesembuhan
pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, keluarga dapat
mendukung pasien dalam menghadapi dan mengendalikan halusinasi sehingga
kemungkinan kambuh dapat dicegah. Keluarga juga harus mengetahui perasaan
dan kedaan pasien setiap harinya saat berada di rumah. Hal tersebut selaras
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Rahmayani & Hanum (2018)
keberhasilan perawatan akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang
kemudian mengakibatkan penderita mengalami kekambuhan dan harus dirawat
kembali. Peran serta keluarga sejak awal perawatan akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan
kambuh dapat dicegah.

Anda mungkin juga menyukai