OLEH:
EGHA HANDRIANI
(NIM : 2020-01-14901-014)
PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
i
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan keperawatan yang
berjudul ”Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. H
Dengan Diagnosa Medis Striktur Uretra Di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.“ Ini dengan tepat waktu. Laporan kasus ini saya susun sebagai syarat yang
harus dipenuhi untuk menyelasaikan Praktek Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
pada Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap. Selama
penyusunan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak masukan dan bantuan
dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penyusun
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Profesi Ners Keperawatan
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners,. M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners yang
memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Hermanto, Ners., M. Kep selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, saran dan dukungan dalam menyelesaikan
laporan ini.
4. Dorma Simbolon, S. Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, saran dan dukungan dalam menyelesaikan
laporan ini.
5. Seluruh teman seangkatan Program Profesi Ners Angkatan VIII TA 2020/2021,
yang selalu memberikan dukungan dan semangat demi selesainya laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa asuhan keperawatan ini jauh dari
sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga asuhan keperawatan ini dapat
berguna bagi pengembangan ilmu kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan.
Palangka Raya, 14 Desember 2020
Egha Handriani
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................... 2
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................................... 2
1.4.2 manfaat Praktis ........................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit ................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Striktur Uretra ............................................................................ 4
2.1.2 Anatomi fisiologi Uretra ......................................................................... 5
2.1.3 Etiologi .................................................................................................... 6
2.1.4 Klasifikasi ................................................................................................ 9
2.1.5 Patofisiologi (WOC)................................................................................ 9
2.1.6 Manisfestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .................................................. 12
2.1.7 Konfikasi ................................................................................................. 14
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 15
2.1.9 Penatalaksanaan....................................................................................... 16
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................. 20
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 20
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 23
2.2.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................... 24
2.2.4 Implementasi Keperawatan ..................................................................... 28
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian ....................................................................................................... 30
3.2.Diagnosa ......................................................................................................... 42
3.3.Intervensi ......................................................................................................... 43
3.4. Implementasi .................................................................................................. 49
3.5.Evaluasi .......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
3. Bagi mahasiswa
Laporan pendahuluan ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn. H dengan
diagnosa medis striktur uretra.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
17
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari striktur uretra adalah sebagai berikut:
1. Kongenital
Pertumbuhan dan perkembangan meatus uretralis semenjak janin mengalami
gangguan, sehingga tidak terbentuk sempurna. Pembentukan yang tidak sempurna
7
4. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi
oleh kuman gonococcus yang menyebabkan uretritis gonorhoika atau non
gonorhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang
sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak dipars
membranosa walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang
merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindarikontak dengan
individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom (Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau infeksi,
keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan gejala
sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum di beberapa populasi berisiko
tinggi. Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral,
kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik
keseluruhan (reseksi transurethral, kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi,
operasi brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada pasien
yang lebih muda dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi hipospadia
dan fraktur panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah
reseksi transurethraldan idiopathy. Penyebab utama penyakit penyempitan
multifokal/panurethral adalah kateterisasi uretra anterior, sedangkan fraktur panggul
adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior. Etiologi striktur pada wanita
berbeda dengan laki-laki, etiologi striktura uretra pada wanita radang kronis.
Biasanya di derita wanita usia diatas 40 tahun dengan sindroma sistitis berulang yaitu
disuria, frekuensi dan urgensi. Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboul’e,
tanda khas dari pemeriksaan bougie aboul’e adalah pada waktu dilepas terdapat
flik/hambatan. Pengobatan dari striktura uretra pada wanita dengan dilatasi, kalo
gagal dengan otis uretrotomi (Prabowo & Pranata, 2014).
9
2.1.4 Klasifikasi
Derajat penyempitan uretra sesuai dengan derajat penyempitan lumennya,
striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan (Nurarif & Kusuma, 2015):
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra.
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Pada
penyempitan derajat berat kadangkala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.
2.1.5 Patofisiologis
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan gangguan, namun jika
banyak dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan terjadinya refluks dan jika
berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan hidronephrosis. Selain itu, stagnansi
urine yang lama menimbulkan sedimentasi sehingga kemungkinan akan terjadi
urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari dampak striktur adalah terjadinya gagal
ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal akan memperberat kerja ginjal untuk
melakukan fungsinya. Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi
masalah, begitu pula dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan
adanya striktur. Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha mencari jalan baru
10
sebgai saluran dengan meningkatkan iritabilitas pada mukosa jaringan sekitar dan
terbentukla fistel (Prabowo & Pranata, 2014).
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat
tersumbat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan
akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses
periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan
tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling
(Purnomo, 2015).
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada
selangkangan (straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses radang akibat trauma
atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatriks pada
uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine
hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain
(di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika
terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula
uretrokutan. Pada keadaan tertentu banyak dijumpai fistula sehingga disebut sebagai
fistula seruling (Prabowo & Pranata, 2014).
Tindakan yang kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan
salah jalan ( false route) yang menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan
strikture dikemudian hari. Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada
pemakaian kateter menetap yang menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan
uretra bulbo-pendulare yang mengakibatkan penekanan uretra terus menerus,
menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula
atau strikur uretra (Purnomo, 2015).
WOC (Web Of 11
Caution)
Striktur Uretra
Breathing (B1) Blood (B2) Brain (B3) Bladder (B4) Bowel (B5) Bone (B6)
Diafragma terdorong Hidroureter Perubahan Obstruksi saluran Penyem Obstruksi saluran Peningkatan Kurangnya asupan
keatas Fisiologis kemih yang pitan kemih yang estrogen kalsium & fospor
bermuara ke lumen bermuara ke
Hidronefrosi vasika urinaria uretra vasika urinaria Tonus otot Kram otot
Distensi paru-paru s Sistem kardio
menurun
vascular
Suplai darah Peningkatan Kekuatan Peningkatan
Menekan diagfragma keseluruh tubuh tekanan vasika pencaran dan tekanan HCL lambung Kelemahan fisik
kearah paru terganggu Peningkat urinaria jumlah urin vasika peristaltik
tekanan darah berkuarang urinaria meningkat
MK. Intolerasi
Dispnea (sesak napas) MK. Kelebihan Penebalan Aktivitas
Volume Cairan MK. Nyeri dinding vasika Pengeluaran Penebalan
Mual/muntah
Akut urinaria urin berkurang dinding vasika
MK. Pola Napas Tidak urinaria
Efektif MK. Defisit
Penurunan MK. Retensi
Nutrisi
kontraksi otot Urin Penurunan
vasika urinaria kontraksi otot
vasika urinaria
Kesulitan
berkemih Kesulitan
berkemih
MK. Gangguan
MK. Risiko
Eliminasi Urin Retensi urin
Infeksi
12
12
13
e. Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada meatus
uretralis, sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan.
f. Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan
resistensi kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas,
sehingga penis akan membengkak.
g. Infiltrat
Jika obstruksi pada klien striktur uretra tidak tertangani dengan baik dan
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur
akan terjadi mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang
baik. Jika hal ini terjadi, inflamasi jaringan striktu akan menjadi abses dan
infiltrasi akan terjadi pula.
h. Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi
striktur.
i. Fistel
Urine yang bersifat asam / basa akan berusaha secara patologis untuk
mencari jalan keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus terjadi
untuk membuat saluran baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel sebagai
jalan keluar urine baru.
j. Retensio urine
Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine, sehingga
urine tidak akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika urinaria.
k. Kencing bercabang
Pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/
obstruksi pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine
low dan obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah,
sehingga seolah-olah pancaran urine terbelah dua.
14
2.1.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari striktur uretra adalah (Prabowo & Pranata, 2014):
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka
otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan
menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase
dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli
sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
2. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak
timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah
keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing.Dalam
keadaan normal residu ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-
buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan
timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal
dengan segala akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulas
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine
15
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat
urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul
fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
5. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra.Jika diketemukan
adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu
memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk penderita Striktur Uretra
adalah dengan menggunakan penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis
(Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Terapi Farmakologis
a) Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan
periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie.
Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan
kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai
ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan
dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan
meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut.
Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi
pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah
bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan
bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian
lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus.
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi dengan
bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan
merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang
bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
17
Gambar 2.4 Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G) dilatasi
dengan sebuah bougie bengkok (H-J).
18
b) Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang
memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse,
laser atau elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior
terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi
juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah
striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang
tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2- 3 hari pasca
tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1
bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur
hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran
urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.
c) Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara
ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson;
dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.
d) Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm
atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi
Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah
striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan
dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit
preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
19
Pranata, 2014).
2) Sistem Neurosensory
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta. Jika penyempitan
lumen uretra dikarenakan gangguan kontraksi otot-otot genetalia,bisa
terjadi striktur karena penyempitan saluran kemih,misalnya pria pismus
(Prabowo & Pranata, 2014).
3) Sistem kardiovaskuler
Tidak ada gangguan kecuali penyakit penyerta lainnya. Pada klien post
op kaji warna konjungtiva, warna bibir dan distensi/ kolaps vena
jugularis. Selain itu, monitor nadi dan tekanan darah secara periodik
untuk memantau hemodinamika tubuh (Prabowo & Pranata, 2014).
4) Sistem pencernaan
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta lainnya. Palpasi
abdomen regio vesika urinaria (hipogastric) terjadi distensi karena
bendungan urine pada bladder, nyeri (+), dan perkusi menunjukan
bunyi yang redup, ballotement (+). Jika berlanjut pada kondisi
hidronephrosis (komplikasi) biasanya ditemukan nyeri daerah pinggang
dan nyeri ketok (jika terjadi batu ginjal/ ureter). Gangguan sering
diakibatkan karena dampak sekunder dari penyakit, misalnya nyeri
(disuria) sering menyebabkan anoreksia, sehingga HCL meningkat dan
terjadilah nausea dan vomiting. Pada klien post op struktur uretra kaji
peristiltik usus untuk tolok ukur normalisasi pasca operasi (Prabowo &
Pranata, 2014).
5) Sistem perkemihan
Pengkajian fokus pada pola BAK (frekuensi, output, warna urine,
gangguan eliminasi urine). Untuk pola lainnya biasanya gangguan
terjadi sebagai dampak sekunder gangguan eliminasi urine (Prabowo &
Pranata, 2014).
6) Sistem muskuloskeletal
Secara fisiologi tidak ada gangguan, namun intoleransi sering terjadi
karena klien mengalami nyeri. Intoleransi akan meningkat jika
distensivesika tidak segera diatasi (Prabowo & Pranata, 2014).
23
7) Sistem integumen
Pada sistem integumen turgor kulit buruk, kering, bersisik, rambut
kusam, kuku tidak berwarna pink, serta suhu badan klien biasanya
meningkat secara signifikan namun hilang timbun (Muttaqin, 2012).
8) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak
terdapat luka gangren (Muttaqin, 2012)
9) Sistem Reproduksi
Adanya atau riwayat lesi pada genital atau penyakit menular seksual.
(Suharyanto, 2013)
10) Sistem Imun
Tidak ada gangguan dalam sistem imun (Muttaqin, 2012).
11) Sistem Penginderaan
Tidak ada gangguan dalam sistem penginderaan (Muttaqin, 2012).
3. Mendeskripsikan urine)
rencana 4) Anjurkan pasien
perawatan di mengonsumsi cairan
rumah per oral berapa mL,
4. Tetap bebas dari untuk siang hari
infeksi saluran berapa mL, untuk
kemih sore hari dan malam
5. Melaporkan hari berapa mL
penurunan 5) Berikan cukup waktu
spasme kandung untuk pengosongan
kemih kandung kemih (10
6. Mempunyai menit)
keseimbangan
asupan dan
haluaran 24 jam
7. Mengosongkan
kandung kemih
secara tuntas
1. Independen
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa perintah atau petunjuk
dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen
Tindakan keperawatn yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan
kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,
fisioterapi dan dokter.
3. Dependen
Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
31
30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 14 Desember 2020 Pukul 15.00 WIB
didapatkan data sebagai berikut :
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.H
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. Patimura, No.20 B
Tgl MRS : 08 Desember 2020
Diagnosa Medis : Striktur Uretra
30
31
Egha Handriani
38
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. DS: Klien mengatakan Obstruksi saluran Nyeri Akut
nyeri perut bagian kemih (SDKI; D.0077. Hal,
bawah. 172)
- P: obtruksi pada
kandung kemih Tekanan vasika urinaria
- Q: seperti tertekan
benda tumpul
- R: Nyeri di bagian Nyeri saat berkemih
perut bawah
- S: Skala nyeri
sedang 4-6 Iskemia
- T: Nyeri hilang
timbul 5-10 menit
Nyeri Akut
DO :
- Klien tampak
menahan sakit
- Tampak meringis
dan gelisah
- Skala nyeri sedang
(4-6)
- Kesadaran klien
compos menthis
- TTV:
TD: 210/100 mmHg
N: 100 x/mnt
S: 37,5ºC
R: 23 x/mnt
38
39
Penebalan dinding
vasika urinaria
Penurunan kontraksi
otot vasika urinaria
Kesulitan berkemih
Gangguan eliminasi
urin
40
Pengeluaran urin
berkuarang
Retensi urin
Penebalan dinding
vasika urinaria
Penurunan kontraksi
otot vasika urinaria
Kesulitan berkemih
41
Retensi urin
Risiko Infeksi
42
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka biologi (iskemia) ditandai dengan
Klien mengatakan nyeri perut bagian bawah, P: obtruksi pada kandung
kemih, Q: seperti tertekan benda tumpul, R: nyeri di bagian perut bawah, S:
skala nyeri sedang 4-6, T: Nyeri hilang timbul 5-10 menit, klien tampak
menahan sakit, tampak meringis, skala nyeri sedang (4-6), kesadaran klien
compos menthis dan dengan TTV: TD: 210/100 mmHg, N: 100 x/mnt, S:
37,5ºC, R: 23 x/mnt. (SDKI; D.0077. Hal, 172)
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kontraksi otot
vasika urinaria ditandai dengan inteke dan output tidak seimbang, berkemih
tidak tuntas dan volume residu urin meningkat. (SDKI; D.0040. Hal, 96)
3. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi pada jalan urin ditandai dengan
terasa distensi pada kandung kemih saat di palpasi. (SDKI;D.0050. Hal,
115)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan ketahanan primer
dibuktikan dengan muncul keringat dingin, akral hangat dan suhu kulit
hangat 37,5°C. (SDKI;D.0142. Hal, 304)
43
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. H
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Manajemen Nyeri: 1) Untuk mendeteksi nyeri yang
dengan luka biologi keperawatan selama 1x7 (SIKI; I.08238. Hal, 201) dialami oleh pasien
(iskemia) ditandai dengan jam diharapkan nyeri dapat a. Identifikasi lokasi,
Klien mengatakan nyeri teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
perut bagian bawah, P: hasil: frekuensi, kualitas dan
obtruksi pada kandung (SLKI; L.08066. Hal, 145) intensitas nyeri
kemih, Q: seperti tertekan 1. Keluhan nyeri dengan b. Berikan teknik
benda tumpul, R: nyeri di skor 5. nonfarmakoligi untuk
bagian perut bawah, S: 2. Meringis dengan skor 5. mengurangi rasa nyeri
skala nyeri sedang 4-6, T: 3. Gelisah dengan skor 5. (mis. terapi pijat, terapi
Nyeri hilang timbul 5-10 4. Tekanan darah dengan musik dan aroma
menit, klien tampak skor 5. terapi)
menahan sakit, tampak 5. Fungsi berkemih dengan c. Jelaskan strategi
meringis, skala nyeri skor 5. meredakan nyeri
sedang (4-6), kesadaran 6. Pola tidur dengan skor 5. d. Anjurkan monitor nyeri
klien compos menthis dan secara mandiri
dengan TTV: TD: 210/100 e. Kolaborasi dengan
mmHg, N: 100 x/mnt, S: dokter dalam
37,5ºC, R: 23 x/mnt. pemberian obat Inj.
(SDKI; D.0077. Hal, 172) Katorolac 3 x 3 g
44
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. H
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional
hasil)
2. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urin: 1) Membantu dalam
berhubungan dengan tindakan keperawatan (SIKI; I.04152. Hal, 175) mengidentifikasi urin yang
penurunan kontraksi otot selama 1x7 jam 1) Monitor eliminasi urin (mis. keluar setiap BAK.
vasika urinaria ditandai diharapkan gangguan Frekuensi, konsistensi, 2) Untuk mengetehui
dengan inteke dan output eliminasi urin dapat aroma, volume dan warna ) pengeluaran urin berlebihan.
tidak seimbang, berkemih teratasi dengan kriteria 2) Catat waktu-waktu dan 3) Membantu dalam tanda dan
tidak tuntas dan volume hasil: haluran berkemih waktu yang tepat untuk
residu urin meningkat. (SLKI; L.04034. Hal, 3) Ajarkan mengenali tanda berkemih
(SDKI; D.0040. Hal, 96) 24) berkemih dan waktu yang 4) Membantu dalam mengatasi
1. Desakan berkemih tepat untuk berkemih sering BAK pada malam
(urgensi) dengan 4) Anjurkan mengurangi hari.
skor 5. minum menjelang tidur
2. Berkemih tidk
tuntas dengan skor
5.
3. Volume residu urin
dengan skor 5.
46
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. H
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional
hasil)
3. Retensi urin berhubungan Setelah dilakukan 1) Irigasi Kandung Kemih: 1) Untuk mengoptimalkan
dengan obstruksi pada jalan tindakan keperawatan (SIKI; I.04145. Hal, 126) dalam pengosongan
urin ditandai dengan terasa selama 1x7 jam a. Monitor cairan irigasi yang kandung kemih
distensi pada kandung diharapkan retensi urin keluar (mis. Bekuan darah
kemih saat di palpasi. klien dapat teratasi atau benda asing lainnya)
(SDKI;D.0050. Hal, 115) dengan kriteria hasil: b. Pastikan cairan irigasi
(SLKI; L.04034. Hal, mengalir ke kateter,
24) kandung kemih dan keluar
1. Distensi kandung ke kantung urine
kemih dengan skor c. Berikan posisi nyaman
5 d. Jelaskan tujuan dan
prosedur irigasi kantung
kemih
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. H
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional
hasil)
4. Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi: 1) Membantu dalam
dengan ketidakadekuatan tindakan keperawatan (SIKI; I.14539. Hal, 278) mengetahui tanda dan gejala
ketahanan primer selama 1x7 jam a. Monitor tanda dan gejala infeksi.
diharapkan risiko dapat infeksi lokal dan sistemik 2) Untuk menghindari
dibuktikan dengan muncul
teratasi dengan kriteria b. Batasi jumlah pengunjung penyebaran infeksi.
keringat dingin, akral hasil: c. Cuci tangan sebelum dan 3) Untuk menggontrol agar
hangat dan suhu kulit (SLKI; L.14137. Hal, sesudah kontak dengan tidak terpapar infeksi dari
hangat 37,5°C. 139) pasien dan lingkungan pasien
(SDKI;D.0142. Hal, 304) 1. Kebersihan tangan pasien 4) Membantu pasien untuk
dengan skor 5. d. Jelaskan tanda dan gejala mengetahui bahaya dari
2. Kebersihan badan infeksi infeksi
dengan skor 5. e. Ajarkan cara cuci tangan 5) Untuk meminimalisir risiko
3. Nyeri dengan skor yang benar infeksi.
5. f. Kolaborasi dengan dokter
4. Kultur urin dengan dalam pemberian Inj.
skor 5. Fosfomycin 2 x 2 g
49
Dx 1 S: -
Senin, 14 O: - Klien tampak meringis
Desember - PQRST:
2020 - P: obtruksi pada kandung kemih
- Q: nyeri seperti tertekan benda tumpul
15.30 WIB 1) Manajemen Nyeri: - R: nyeri di bagian perut bawah Egha Handriani
(SIKI; I.08238. Hal, 201) - S: skala nyeri ringan 3-4.
a. Mengidentifikasi lokasi, - T: nyeri yang hilang timbul 5-10 menit
karakteristik, durasi, frekuensi, - TTV:
kualitas dan intensitas nyeri TD: 210/100 mmHg
b. Memberikan teknik N: 100 x/menit
nonfarmakoligi untuk S: 37,5°C
mengurangi rasa nyeri (mis. RR: 23 x/menit
terapi pijat, terapi musik dan - Klien mau mendegarkan penjelasan perawat
aroma terapi) tentang strategi meredakan nyeri
c. Menjelaskan strategi - Klien monitor nyerinya secara mandiri
meredakan nyeri - Klien mau megikuti tujuan dan prosedur
d. Menganjurkan monitor nyeri pemantauan
secara mandiri - Klien mau diberikan obat sesuai resep dokter,
e. Melakukan kolaborasi dengan yaitu Inj. Katorolac 3 x 3 g
dokter dalam pemberian obat A: Masalah Nyeri Akut belum teratasi
Inj. Katorolac 3 x 3 g P: Lanjutkan Intervensi
50
Dx 2 S: -
Senin, 14 O: - Eliminasi urin kembali normal baik
Desember dari:
2020 Frekuensi: belum normal
Konsistensi: berwarna kuning
Manajemen Eliminasi Urin: pekat.
(SIKI; I.04152. Hal, 175) Aroma: khas amoniak.
Egha Handriani
15.45 WIB 1. Memonitor eliminasi urin (mis. Volume: terhambat.
Frekuensi, konsistensi, aroma, Warna: kuning kemerahan.
volume dan warna ) - Waktu dan haluran berkemih
15.55 WIB 2. Mencatat waktu-waktu dan sudah dicatat
haluran berkemih - Klien mau mengikuti cara untuk
16.00 WIB 3. Mengajarkan mengenali tanda mengenali tanda berkemih dan
berkemih dan waktu yang tepat waktu yang tepat untuk berkemih
untuk berkemih - Klian mau mengikuti anjuran
16.05 WIB 4. Menganjurkan mengurangi minum perawat untuk mengurangi minum
menjelang tidur menjelang tidur
A: Masalah Gangguan Eliminasi Urin
belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
52
Dx 3 S: -
Senin, 14 O:
Desember - Cairan irigasi pada klien yang keluar
2020 adanya pembekuan darah
- Cairan mengalir ke kateter kandung
16.10 WIB 1) Irigasi Kandung Kemih: kemih dan keluar ke kantung urine
(SIKI; I.04145. Hal, 126) - Klien sudah diberikan posisi nyaman
Egha Handriani
a. Memonitor cairan irigasi yang yaitu dengan posisi semi fowler
keluar (mis. Bekuan darah atau - Klien mau mendengarkan penjelasan
benda asing lainnya) tentang tujuan dan prosedur irigasi
b. Memastikan cairan irigasi kantung kemih
mengalir ke kateter, kandung - Indikasi irigasi katater urin belum
kemih dan keluar ke kantung membaik
urine - Intek dan output cairan selalu di
c. Memberikan posisi nyaman monitor
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur - Klem kateter dibuka dan biarkan urin
irigasi kantung kemih dan cairan irigasi mengalir keluar
16.30 WIB - Klien mau dipasangkan DC Kateter
2) Irigasi Kateter Urin: 30 F sesuai kolaborasi dengan dokter
(SIKI; I.04146. Hal, 127) A: Masalah Retensi Urin belum teratasi
a. Mengidentifikasi indikasi irigasi P: Lanjutkan Intervensi
katater urin
b. Memonitor intek dan output
cairan
53
Dx 4 S: -
Senin, 14 O:
Desember - Tanda dan gejala infeksi selalu di
2020 monitor
1) Pencegahan Infeksi: - Klien dan kelurga mau mengikuti
(SIKI; I.14539. Hal, 278) anjuran untuk membatasi jumlah
16.50 WIB a. Memonitor tanda dan gejala pengunjung
Egha Handriani
infeksi lokal dan sistemik - Petugas kesehatan selalu mencuci
16.55 WIB b. Membatasi jumlah pengunjung tangan sebelum dan sesudah kontak
17.00 WIB c. Mencuci tangan sebelum dan dengan pasien dan lingkungan pasien
sesudah kontak dengan pasien - Klien dan kelurga mau
dan lingkungan pasien mendengarkan penjelasan tentang
17.05 WIB d. Menjelaskan tanda dan gejala tanda dan gejala infeksi
infeksi - Klien dan kelurga mau diajarkan cara
17.10 WIB e. Mengajarkan cara cuci tangan cuci tangan yang benar
yang benar - Klien mau di berikan obat sesuai
17.15 WIB f. Melakukan kolaborasi dengan resep dokter yaitu Inj. Fosfomycin 2
dokter dalam pemberian Inj. x 2 g adalah antibiotik yang memiliki
Fosfomycin 2 x 2 g efek untuk menghambat sintesis
membran sel yang menyebabkan
kematian bakteri
A: Masalah Risiko Infeksi teratasi
sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
55
DAFTAR PUSTAKA