Anda di halaman 1dari 48

SINDROM NEFROTIK

Laporan Kasus Ini Dibuat Untuk Melengkapi Persyaratan


Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Pirngadi Medan

Disusun Oleh:

Indah Royhan Lubis 120100223


Robby Martin Simangunsong 120100313
Dara Novea Hutagalung 120100461
Thamarai Somu 120100429
Divieya Tharisini 120100467

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

COW Pembimbing I

dr. Efzah

COW Pembimbing II

dr. Djuang Rangkuti


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Sindroma Nefrotik.”
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter
Chief of Ward, dr. Efzah dan dr. Djuang Rangkuti, yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Maka dari itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 30 Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFATAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1. Definisi.......................................................................................................3
2.2. Epidemiologi..............................................................................................2
2.3. Etiologi.......................................................................................................3
2.4. FaktorResiko..............................................................................................4
2.5. Stratifikasi Resiko Perdarahan Berulang dan Mortalitas...........................4
2.6. Patofisiologi...............................................................................................6
2.7. Manifestasi Klinis......................................................................................7
2.8. Diagnosis....................................................................................................8
2.9. Penatalaksanaan.......................................................................................10
2.10. Komplikasi...............................................................................................18
2.11. Kriteria Merujuk......................................................................................18
2.12. Prognosis..................................................................................................18
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT................................................................................20
BAB 4 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN.........................................................29
BAB 5 DISKUSI KASUS..............................................................................................38
BAB 6 KESIMPULAN..................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................42
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patogenesis edema pada sindroma nefrotik...............................................7


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik...........................................3


DAFTAR SINGKATAN

ASGE = American Society of Gastrointestinal Endoscopy


BUN = Blood Urea Nitrogen
CRT = Capillary Refill Time
DPJP = Dokter Penanggung Jawab Pasien
GI = Gastrointestinal
LVAD = Left Ventricular Assist Device
NGT = Nasogastric Tube
OAINS = Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
PAPDI = Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
PBJ = Pulang Berobat Jalan
PGI = Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
PPI = Proton Pump Inhibitor
PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PSMBA = Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas
PSMBB = Perdarahan Saluran Makan Bagian Bawah
PUP = Perdarahan Ulkus Peptikum
SSRI = Selective Serotonin Reuptake Inhibit
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit glomerular ditandai dengan adanya tampilan klinis dan temuan
histologik yang berhubungan dengan penyakit tersebut. Penyakit glomerular juga
dapat dikategorikan sebagai proses primer yang terbatas pada ginjal atau sebagai
proses sekunder yang penyakit sistemik berdampak pada ginjal. Cedera pada
ginjal dapat disebabkan oleh deposisi kompleks imun dalam glomerulus atau oleh
autoantibodi yang ditujukan melawan antigen yang muncul dalam ginjal.
Pendekatan pada pasien dengan kemungkinan adanya penyakit glomerular harus
dimulai dengan pemeriksaan ekskresi protein dalam urin dan analisis mikrokopik
urin terhadap eritrosit dismorfik dan/atau sedimen eritrosit. Ketika hematuria
dan/atau proteinuria telah diidentifikasi dan penyakit glomerular dipertimbangkan
sebagai etiologi yang paling mungkin, informasi klinis yang lebih lanjut dan uji
serologik dapat menunjang klasifikasi gangguan ginjal sebelum dilakukan uji
invasif. Walaupun hal ini sering sulit untuk memprediksi pola cederanya secara
histologik, pasien sering jatuh ke dalam dua tampilan klinis yang umum, yaitu
sindrom nefritik dan sindrom nefrotik.1
Sindrom nefrotik (SN) merupakan tanda patognomonik penyakit
glomerular yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5
g/hari, hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.
Tidak semua pasien dengan proteinuria di atas 3,5 g/hari akan tampil dengan
gejala yang komplit. Beberapa diantaranya memiliki kadar albumin yang normal
dan tanpa edema. Umumnya fungsi ginjal pada pasien SN adalah normal, tetapi
pada sebagian kasus dapat berkembang menjadi gagal ginjal yang progresif. SN
memiliki berbagai efek metabolik yang dapat berdampak pada kesehatan individu
secara umum. Beberapa episode dari SN adalah self-limited (misalnya steroid
pada glomerulonefritis (GN) lesi minimal), dan sebagian diantaranya respon
terhadap terapi spesifik, namun untuk sebagian besar pasien merupakan kondisi
yang kronik.2
Pada umumnya, semua pasien dengan hiperkolesterolemia akibat SN perlu
diterapi dengan obat penurun lemak karena mereka beresiko tinggi mengalami
penyakit kardiovaskular. Edema akibat retensi garam dan air dapat dikontrol
dengan pemberian diuretik secara hati-hati untuk menghindari deplesi volume
intravaskular. Penyilit vena akibat keadaan hiperkoagubilitas karena SN dapat
diterapi dengan antikoagulan. Yang terakhir, proteinuria itu sendiri dihipotesiskan
bersifat nefrotoksik, dan terapi proteinuria dengan inhibitor sistem renin-
angiotensin dapat menurunkan ekskresi protein urin.3

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
sindrom nefrotik yang ditemukan di lapangan dan membandingkannya dengan
landasan teori yang sesuai.

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta kepaniteraan klinik senior untuk
mengintegrasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang dijumpai di
lapangan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular
yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari,
hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Tidak
semua pasien dengan proteinuria diatas 3,5 g/hari akan tampil dengan gejala yang
komplit, beberapa diantaranya memiliki kadar albumin yang normal dan tanpa
edema.2

2.2. Epidemiologi
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat mencapai 2-7 kasus
per 100.000 pada anak usia di bawah 16 tahun. Angka kejadian sindrom nefrotik
di Indonesia dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun. Sindrom nefrotik
paling banyak dijumpai pada anak usia 2-14 tahun, yaitu sindrom nefrotik primer
(85%), sedangkan untuk usia lebih dari 14 tahun berkaitan dengan penyakit ginjal
sekunder.2

2.3. Etiologi dan Klasifikasi


Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin, dan
akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis lesi minimal merupakan penyebab
sindrom nefrotik utama pada anak, meskipun tetap merupakan penyebab yang
banyak ditemukan pada semua usia. Sekitar 30% penyebab sindrom nefrotik pada
dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
amiloidosis, atau lupus eritematosus sistemik. Penyebab lain disebabkan oleh
kelainan primer pada ginjal seperti kelainan lesi minimal, glomerulosklerosis
fokal segmental, dan nefropati membranosa.2

Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik


Glomerulonefritis primer Glomerulonefritis sekunder akibat
GN lesi minimal Infeksi
- HIV, hepatitis virus B dan C
- Sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
Glomerulosklerosis fokal Keganasan
segmental - Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
limfoma hodgkin, mieloma multipel, dan
karsinoma ginjal
GN membranosa Penyakit jaringan penghubung
- Lupus eritomatosus sistemik, artritis
reumatoid, mixed connective tissue disease
(MCTD)
GN membranoproliferatif Efek obat dan toksin
- Obat antiinflamasi non-steroid, preparat
emas, penisilamin, probenesid, air raksa,
kaptopril, heroin
GN proliferatif lain Lain-lain
- Diabetes miletus, amiloidosis, pre-eklamsia,
rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter,
atau sengatan lebah
Tabel 2.1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik.2

2.4. Patofisiologi
Sindroma Nefrotik (SN) dicirikan oleh proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema. Kelainan ini adalah akibat dari kebocoran glomerulus
yang luar biasa dari protein plasma ke dalam urin. Defek muatan atau sawar yang
selektif –ukuran dari dinding kapiler glomerulus yang membawahi filtrasi protein
plasma yang berlebihan dapat meningkat sebagai akibat variasi berbagai jenis
penyakit, termasuk penyakit imunologik, cidera toksik, kelainan metabolik, defek
biokimiawi, dan penyakit vaskuler. Oleh karena itu sindroma nefrotik merupakan
titik akhir yang umum terjadi pada berbagai jenis penyakit yang mengubah
permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Proteinuria adalah tanda keadaan
nefrotik, yang berubah-ubah hingga laju eksresi protein urin total lebih dari 3,5 g
setiap 1,73 m3 daerah permukaan tiap hari. Proteinuria berat yang persisten biasa
terjadi dan disertai dengan hipoalbuminemia. Akibat kehilangan protein yang
hebat terjadi peningkatan katabolisme renal, dan akibat sintesis albumin di hati
yang tidak memadai maka terjadi penurunan albumin plasma lebih lanjut.
Pengurangan yang diakibatkan dalam tekanan onkotik plasma menyebabkan
gangguan perembesan cairan melewati kapiler perifer ke daerah intersitial
terutama pada daerah dengan tekanan jaringan yang rendah. Gangguan ini
dipostulasikan akan menyebabkan “kurangnya pengisian” dalam sirkulasi, yang
sebaliknya memulakan rangkaian penyesuaian hemostatik yang dirancang untuk
memperbaiki kekurangan volume plasma. Hal ini mencakup pengaktifan sistem
renin-angiotensin-aldosteron, sekresi vasopresin yang bertambah, perangsangan
sistem saraf simpatik, dan mungkin perubahan sekresi atau respon ginjal terhadap
peptida natriuretik atrium. Hal ini dan penyesuaian lain yang kurang diketahui
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, terutama disebabkan karena
reabsorbsi yang tinggi pada segmen nefron distal, mengakibatkan edema yang
berat.
Pada rumusan ini, ginjal dipandang responnya maladaptif terhadap
gangguan volume arteri yang efektif. Namun, skenario “pengisian yang kurang”
bukan merupakan penjelasan yang lengkap mengenai retensi garam dan air pada
sindroma nefrotik. Kenyataannya ukuran volume plasma, renin, dan aldosteron,
serta penentuan peristiwa yang mendasari reabsorbsi garam dan air oleh ginjal
telah mencatat adanya heterogenitas pada patofisiologi volume cairan pada
sindrom nefrotik. Beberapa pasien telah menambah volume cairan intravaskular
dan menekan sumbu renin-aldosteron, rupanya diperantarai oleh retensi cairan dan
garam renal yang primer tidak bergantung pada aldosteron, menyerupai
patofisiologi nefritis akut. Pasien ini sering mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan lesi pada struktur glomerulus nya, walaupun tidak
bervariasi. Pada ujung lain dari spektrum adalah pasien dengan hipervolemia yang
jelas, hipereninemia, dan retensi garam sekunder. Kadar albumin serum rendah,
volume cairan ekstraseluler bertambah, dan biasanya terdapat pada kedua
kelompok.4
Tampaknya, penurunan tekanan onkotik plasma juga merangsang sintesis
lipoprotein hati, dan hiperlipidemia sering menyertai status nefrotik. Lipoprotein
densitas-rendah dan kolestrol paling sering dijumpai meningkat, tetapi seiring
dengan penurunan tekanan onkotik plasma lebih lanjut, lipoprotein densitas sangat
rendah dan trigliserida juga meningkat. Kehilangan yang berlebihan dari faktor
protein plasma yang mengatur sintesis dan pembuangan lipoprotein dalam urin
juga dapat mempengaruhi status hiperlipidemik. Butiran lipid (silinder lemak,
badan lemak yang oval) biasanya muncul dalam urin.5
Hilangnya protein plasma dalam urine selain albumin juga harus
diperhatikan. Hilangnya globulin pengikat tiroksin dapat menyebabkan kelainan
dalam tes fungsi tiroid, termasuk ambilan nilai tiroksin yang rendah dan ambilan
triiodotironin yang bertambah. Kehilangan protein pengikat koleksikalsiferol
dapat menyebabkan defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme dan dapat
menyokong hipokalsemia dan hiperkasiuria yang umum dijumpai. Eksresi
transferin dalam urin yang bertambah dapat menyebabkan anemia hipokromik
mikrositik, yang resisten terhadap terapi sediaan besi. Defisiensi seng (Zn) dan
tembaga (Cu) dapat menyebabkan kehilangan protein pengikat logam melalui
urin. Keadaan hiperkoagulabilitas sering menyertai sindroma nefrotik yang berat
(albumin serum kurang dari 2g/dL). Variasi faktor memperbesar kecendrungan
untuk tombosis pada pasien nefrotik termasuk defisiensi antithrombin III (karena
kehilangan dari urin), kadar atau aktifitas protein C atau protein S yang berkurang,
hiperfibrinogenemia, fibrinolisis yang terganggu, agregasi trombosit yang
bertambah dan hiperlipidemia.4
Pada beberapa pasien berkembang defisiensi igG hebat, sebagian akibat
kehilangan dari urin dan hiperkatabolisme. Komponen komplemen yang berat
molekul nya rendah juga dapat hilang melalui urin dan menyebabkan defek pada
opsonisasi bakteri. Berbagai protein pengikat-obat (terutama albumin) mungkin
berkurang, sehingga mengubah farmakokinetika dan toksisitas banyak obat.
Disamping kadar albumin yang berkurang, elektroforesis serum juga
mengungkapkan adanya peningkatan globulin alfa dan beta.5
Berikut diterangkan patogenesis terkait sindroma nefrotik.
Reaksi Ag-Ab
Peradangan glomerulus

Permeabilitas membran basalis


Meningkat

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik lipid serum


Kapiler menurun meningkat

Transudasi kedalam Hipovolemia


interstitisium

ADH GFR menurun


meningkat RPF menurun
Aldosteron
meningkat
Retensi Na+ & H2O edema
Gambar 2.1. Patogenesis edema pada sindroma nefrotik.5

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala utama yang ditemukan adalah :
1. Edema anasarka. Pada awalnya dijumpai edema terutamanya jelas
pada kaki, namun dapat juga pada daerah periorbital, skrotum atau
labia. Bisa juga terjadi asites dan efusi pleura. Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
2. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05g/kg/hari pada anak
– anak.
3. Hipoalbuminemia <3,5g/dl.
4. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia > 250mg/dl.6

Pada sebagian pasien dapat ditemukan gejala lain seperti:


1. Hipertensi
2. Hematuria
3. Urin berbuih
4. Anemia
5. Diare
6. Anorexia
7. Fatigue atau malaise ringan
8. Nyeri abdomen atau nyeri perut
9. Berat badan meningkat
10. Hiperkoagulabilitas.6

2.6. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang


Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.7

Beberapa pemeriksaan penunjang guna menegakkan diagnosis sindroma nefrotik


antara lain,
 Urinalisis. Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri) yang
terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat
jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis
tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai
normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindroma nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tessemikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.6
 Pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan sedimen akan memberikan
gambaran oval fat bodies yaitu epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,leukosit, torak hialin dan torak
eritrosit.7
 Pengukuran protein urin. Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed
collection atau single spot collection. Timed collection dilakukan melalui
pengumpulan urin 24jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama
keesokan harinya.Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya
proteinuria masifmerupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih
mudahdilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkanpada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g/Dl.6
 Albumin serum. kualitatif : 2+ sampai 4+. kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari
(diperiksa dengan memakai reagenESBACH).7
 Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis.7
 USG renal. Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.7
 Biopsi ginjal. Biasanya diindikasikan pada anak dengan SN kongenital,
onset usia> 8tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps,
serta terdapatmanifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak
diketahui asalnya, biopsi mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan
diagnosispatologi penting dilakukan karena masing-masing tipe
memilikipengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon
yang lebih baik terhadapsteroid.7
 Darah. Hb menurun pada keadaan anemia, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan
kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam
amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :kurang
dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai protein total menurun, Albumin menurun, α1 globulin normal,
α2globulin meninggi, β globulin normal, γ globulin normal, rasio albumin
dan globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah, ureum, kreatinin
dan klirens kreatinin normal.8

2.7. Terapi

Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik ditujukan terhadap penyakit


dasar, Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) telah mengeluarkan
panduan dalam menatalaksanai pasien dengan sindrom nefrotik ..8 Pengobatan non-
spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. 8
1. Penatalaksanaan Umum
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaanberikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT). 8

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat


edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan pasienn dan tirah baring dapat
membantu mengontrol edema.9

2. Terapi Spesifik
Minimal change nephropathy pada orang dewasa respon terhadap
prednison. Pada lupus nefritis, prednison dengan siklofosfamid dapat
menyebabkan remisi.8

3. Terapi Non-spesifik
Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi
resiko komplikasi yang ditimbulkan. 9
a. Edema
Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi
dengan tiazid, metalazon, dan asetazolamid.
b. Hipertensi
Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II
receptor antagonist) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi
keduanya mempunyai efek aditif dalam mengurangi proteinuria. 9
c. Tromboemboli
Resiko tromboemboli pada sindroma nefrotik meningkat dan perlu
mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka
panjang masih kontroversial tetapi pada satu studi terbukti memberi
keuntungan. Jika terjadi trombosis dapat diberikan heparin dilanjutkan
dengan warfarin selama pasien masih nefrotik.9
d. Dislipidemia
Dislipidemia pada sindroma nefrotik belum secara meyakinkan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinis dalam
populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat
penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan
lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan
meningkatkan kolesterol HDL.9

4. Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Pembatasan
asupan protein 0,8 – 1,0 g/KgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Diet
rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari).8

2.8. Prognosis
Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera
dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme
kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis baik bila penyakit
memberikan respons terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Pada
umumnya sebagian besar (80%) pasien sindrom nefrotik memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50%di antaranya
akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan
pengobatan steroid. 10

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut:11


1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnya gambaran


klinis penyakit. 11
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

3.1. STATUS ORANG SAKIT


ANAMNESE PRIBADI

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Fedrya Jenerin Tambunan
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumnas mandak, Medan.
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen Protestan
Bangsal : Asoka I
No RM : 01.02.40.99
Tanggal Masuk : 24 Maret 2017

II. ANAMNESA PENYAKIT


a. Keluhan Utama : Bengkak pada seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini dialami pasien ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit dan
semakin memberat dalam tiga hari terakhir. Keluhan diawali dengan
bengkak pada mata dan wajah yang disadari pasien ketika bangun tidur
pagi hari dan berkurang saat beraktivitas. 3 hari kemudian bengkak
dirasakan pada tangan, perut, kaki, dan juga pada kantung kemaluan.
Buang air kecil berbuih juga dirasakan pasien sejak ± 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, warna kuning, volume ± 1 liter per hari.
BAK berpasir tidak dijumpai, BAK seperti air cucian daging tidak
dijumpai, nyeri saat BAK tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai.
Sesak nafas tidak dijumpai, nyeri dada tidak dijumpai. Riwayat
meminum obat-obatan tidak dijumpai, riwayat konsumsi jamu-jamuan
ridak dijumpai. Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama
tidak dijumpai. Riwayat penyakit gula tidak dijumpai, Riwayat
Hipertensi (-).
RPT: -
RPO: -

STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tek. Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/i, reguler
Pernapasan : 18 x/i
Suhu : 36,7 oC
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik

Keaadan Penyakit
Anemis : (-/-) Eritema : (-)
Ikterus : (-/-) Turgor : (-)
Sianosis : (-) Gerakan aktif : (-)
Dyspnoe : (-) Sikap tidur paksa : (-)
Edema : (+)
ekstremitas, perut, dan
skrotum

Keadaan Gizi
BB : 80 kg TB : 165 cm BB Kering : 60 Kg
RBW = 80
x 100% = 92% (Gizi Baik)
165 - 100
IMT = 80
x 100% = 22% (Normoweight)
165 - 100
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Pertumbuhan rambut : (+) N
Sakit kalau dipegang :-
Perubahan lokal :-
a. Muka
Sembab :-
Pucat :-
Kuning :-
Parese :-
Gangguan lokal :-
b. Mata
Stand mata : dbn Ikterus :-
Gerakan : dbn Anemia : (-/-)
Exoftalmus :- Reaksi Pupil : isokor, Ø 3x3mm
Ptosis :- Gang. Lokal :-
c. Telinga
Sekret :- Bentuk : dbn
Radang :- Atrofi :-
d. Hidung
Sekret : (+) N Benjolan :-
Bentuk : dbn
e. Bibir
Sianosis :- Kering :-
Pucat :- Radang :-
f. Gigi
Karies :- Jumlah : 32 buah
Pertumbuhan : (+) N Pyorre alveolaris : -
g. Lidah
Kering :- Beslag :-
Pucat :- Tremor :-
h. Tonsil
Merah :- Membrane :-
Bengkak :- Angina lacunaris : -
Beslag :-

2. Leher
Inspeksi :
Struma :- Torticollis :-
Kelenjar bengkak : - Venektasi :-
Pulsasi vena :-
Palpasi :
Posisi trakea : medial Tek. Vena Jugularis : R-2 cmH2O
Sakit/nyeri tekan :- Kosta servikalis :-

3. Thoraks Depan
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis Venektasi :-
Simetris/asimetris : simetris Pembengkakan : -
Bendungan vena : - Pylsasi verbal : -
Ketinggalan bernafas : - Mammae :-
Palpasi
Nyeri tekan :-
Fremitus suara : ka=ki, kesan: Normal
Fremissement :-
Iktus : tidak teraba
a. Lokalisasi : ICS 2 LMCS
b. Kuat angkat :-
c. Melebar :-
d. Iktus negatif :-
Perkusi
Suara perkusi paru : sonor Gerakan Bebas : ± 1 cm
Batas paru-hati Batas Jantung : dbn
a. Relatif : ICS V dextra
b. Absolut : ICS VI dextra
Auskultasi
 Paru-paru
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan
a. Ronchi basah :-
b. Ronchi kering :-
c. Krepitasi :-
d. Gesek pleura :-
 Cor
Heart rate : 82x/menit, regular, intensitas cukup
Suara katup : M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>P2
Suara tambahan :
 Desah jantung fungsional/organis :-
 Gesek pericardial/pleurocardial :-

4. Thoraks Belakang
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis Scapulae Alta :
Simetris/asimetris : simetris Ketinggalan bernafas :
Benjolan-benjolan : - Venektasi :-
Palpasi
Nyeri tekan :- Penonjolan :-
Fremitus suara : ka=ki, kesan: normal
Perkusi
Suara perkusi paru : sonor Gerakan Bebas: ± 1
cm
Batas bawah paru : dbn
Auskultasi
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan :-

5. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : simetris membesar
Venektasi/ pembentukan vena :-
Gembung :-
Sirkulasi kolateral :-
Pulsasi :-
Palpasi
Defens muscular :-
Nyeri tekan : sulit dinilai
Undulasi :-
Lien : sulit dinilai
Ren : sulit dinilai
Hepar : sulit dinilai
Perkusi
Pekak hati : sulit dinilai
Pekak beralih :+
Auskultasi
Peristaltik usus : Sulit dinilai
Double sound : (+)

6. Genitalia
Luka : tdp
Sikatriks : tdp
Nanah : tdp
Hernia : tdp
Scrotal swelling : (+)
7. Ekstremitas
a. Atas
Bengkak : +/+ Refleks
Merah : -/- Biceps : +/+
Stand abnormal : -/- Triceps : +/+
Gangguan fungsi : -/- Radioperiost : +/+
Tes rumple leed : -/-

b. Bawah
Bengkak : +/+
Merah : -/-
Edema : +/+
Pucat : -/- Pulsasi A. Tibialis ant/post : ka=ki
Gangguan fungsi : -/- Pulsasi A. Dorsalis pedis : ka=ki
Varises : -/- Pulsasi A. Femoralis : ka=ki
Reflex Pulsasi A. Poplitea : ka=ki
KPR : +/+
APR : +/+
Strumple : +/+

Anamnesa Umum
Badan kurang enak :+ Tidur : cukup
Merasa capek/lemas : + Berat Badan : Normoweight
Merasa kurang sehat : + Malas :-
Menggigil :- Demam :-
Nafsu makan : Normal Pening :-

Anamnesa organ
1. Cor
Dyspnoea de’ effort :- Sianosis :-
Dyspnoea de’repos :- Angina pectoris: -
Oedema :- Palpitasi cordis: -
Nycturia :- Asma cardial : -

2. Sirkulasi perifer
Claudication intermitten : - Gangguan tropis: -
Sakit waktu istirahat :- Kebas-kebas :-
Rasa mati ujung jari :-

3. Traktus respiratorius
Batuk :- Stridor :-
Pendarahan :- Sesak napas :-
Haemaptoe :- Pernafasan cuping hidung : -
Sakit dada waktu bernafas: - Suara parau :-

4. Traktus digestivus
a. Lambung
Sakit di epigastrium :- Sendawa :-
Sebelum/sesudah makan Anoreksia :-
Rasa panas di epigastrium : - Mual-mual :-
Muntah :- Dysphagia :-
Haematemesis :- Foetor ex ore : -
Ructus :- Pyrosis :-
b. Usus
Sakit di abdomen :- Melena :-
Borborygmi :- Tenesmi :-
Defekasi :- Flatulensi :-
Obstipasi :- Haemorrhoid : -
Diare :-
c. Hati dan saluran empedu
Sakit perut kanan : Gatal di kulit : -
Memancar ke :- Asites :-
Kolik :- Edema :-
Icterus :- Berak dempul : -
5. Ginjal dan saluran kencing
Muka sembab :- Sakit pinggang: -
Kolik :- Oliguria :+
Miksi : 5x/hari, Anuria :-
Kuning, berbuih
Polyuria :- Polakisuria :-

6. Sendi
Sakit :- Sakit digerakkan :
Sendi kaku :- Bengkak :-
Merah :- Stand abnormal :-

7. Tulang
Sakit :- Fraktur spontan :
Bengkak :- Deformasi :-

8. Otot
Sakit :- Kejang-kejang :-
Kebas-kebas :- Atrofi :-

9. Darah
Sakit di mulut dan lidah : - Muka pucat :-
Mata berkunang-kunang : - Bengkak :-
Pembengkakan kelenjar : - Penyakit darah :-
Merah di kulit :- Perdarahan sub kutan : -

10. Endokrin
a. Pankreas
Polidipsi :- Pruritus :-
Polifagi :- Pyorrhea :-
Poliuri :-
b. Tiroid
Nervositas :- Struma :-
Exoftalmus :- Miksodem :-

c. Hipofisis
Akromegali :- Distrofi adipos kongenital : -

11. Fungsi genital


Menarche :- Ereksi :+
Siklus haid :- Libido seksual : dbn
Menopause :- Coitus : dbn

12. Susunan saraf


Hipoastesia :- Sakit kepala :-
Parastesia :- Gerakan tics : -
Paralisis :-

13. Panca indera


Penglihatan : dbn Pengecapan : dbn
Pendengaran : dbn Pergerakan : dbn
Penciuman : dbn

14. Psikis
Mudah tersinggung :- Pelupa :-
Takut :- Lekas marah : -
Gelisah :-

15. Keadaan sosial


Pekerjaan : Wiraswasta
Hygiene : cukup

Anamnesa penyakit terdahulu :-


Riwayat pemakaian obat :-
Anamnesa penyakit veneris
Bengkak kelenjar regional :- Pyuria : -
Luka-luka di kemaluan :- Bisul : -
Anamnesa intoksikasi
Tidak ada
Anamnesa makanan
Nasi : frek 3x/hari Sayuran : cukup
Ikan : cukup Daging : cukup

Anamnesa famili
Penyakit famili :-
Penyakit seperti os :-
Anak – anak :-

Pemeriksaan Laboratorium Rutin


Darah Urin Tinja
Hb 16,1 gr/dL Warna Bahan belum Warna
Ht 45,6% Reduksi ada Konsistensi
Leukosit 11.800/µL Protein Eritrosit
Trombosit 518 x 103/µL Bilirubin Leukosit
LED - Urobilinogen Amuba/Kista
Eritrosit 5,8 x 10 /µL
6
Sedimen Telur cacing
Htg Jenis Eritrosit Ascaris
- Neu 9,48 x 103/µL Leukosit Ankilosis
- Limf 1,00 x 103/µL Silinder T. trichiura
- Mono 1,08 x 103/µL Epitel Kremi
- Eo 0,21 x 103/µL
- Baso 0,06 x 103/µL

RESUME
Keluhan Utama : Edema
Telaah : Edema dialami ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Edema diawali pada mata dan wajah dan selanjutnya
edema dijumpai pada ekstremitas. Ascites (+), Riwayat
hipertensi (-). Riwayat DM (-).
RPT : -
RPO : -

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
Mata : conj. palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
T/H/M : DBN
Thoraks :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : SF kiri=kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : SP : vesikular ST: -
Abdomen :
Inspeksi : simetris membesar
Palpasi : Soepel, H/L/R : sulit dinilai
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Extremitas sup : akral hangat, CRT <3”, nadi: 82x/i, edema (+/+)
Extremitas inf : akral hangat, edema (+/+)

Laboratorium
Darah lengkap : Hb/Ht/Leu/Plt/GlukosaAdR
16,1 (gr/dL) / 45,6 (%) / 11.830 (/µL) / 423 (103/µL) / 92 (mg/dL)

DIAGNOSA BANDING
1. Sindrom Nefrotik
2. Glomerulonefritis
3. Diabetic Nephropathy
4. Congestive Heart Failure

DIAGNOSA SEMENTARA
Sindrom Nefrotik
Terapi:
- Tirah Baring
- O2 2-4 L/i via nasal canule
- Diet Ginjal + Rendah garam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/ IV (k/p)
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam/ IV
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam/IV

Rencana Penjajakan:
1. Urinalisa harian
2. Feses rutin
3. Protein 24 jam/ Esbach
4. Lipid profile
5. Renal function test
6. Elektrolit
7. Foto thoraks PA
8. Liver function test
9. Albumin
10. USG ginjal dan saluran kemih
11. Biopsi ginjal
12. EKG
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
25/03/2017 Bengkak Compos mentis  Suspek Sindroma  Tirah baring
pada kedua Nefrotik  Diet Ginjal 1800
(H2) TD : 120/70 mmHg
kaki (+),  AKI stad Injury kkal + 48 gram
Perut HR : 82x/i dd CKD Stage V protein tanpa
membesar ec HN, UAN garam
(+), BAK RR : 28x/i
 Hiperuricemia  Threeway
sedikit T : 36,4C (8,9) terpasang
 Hipoalbuminemi
UOP : + 200ml  Inj.
a (1,4)
LPD : 38 cm  Post Ondansentron
Appendektomi 8mg/8jam/iv
LPB : 39 cm
 Inj. Furosemide
Kepala
20 mg/12jam/iv
Mata : Anemis (-/-),
ikterus (-/-), Oedema  Inj. Ranitidine 50
pada wajah (-/-) mg/12jam/iv
T/H/M : dbn  Inj. Ketorolac 30
Thoraks mg/12 jam/iv
TVJ : R-2 cm H2O  Captopril 3x 6,25
SP : Vesikuler mg

ST : -  Albumin 20% I
fl/hari (H1)
Abdomen
(selama 3 hari)
Simetris membesar
(+), Asites (+) R/ -Urinalisis, feses
rutin, proteinuria 24
H/L/R tidak teraba. jam, albumin
Ekstremitas -Foto Thoraks PA
Superior : edema (-/-) -USG Upper Lower
Inferior : edema Abdomen
(+/+) -Anemia profile,
lipid profile
-Darah Rutin, RFT,
Elektrolit per 3 hari
- Subtitusi Albumin
=(2,5-1,4) x 76 x 0,8
=66 3 Fl
= 1 Fl/hari
26/03/2017 Bengkak Compos mentis  Suspek Sindroma  Tirah baring
pada kedua Nefrotik  Diet Ginjal 1800
(H3) TD : 120/80 mmHg
kaki (+),  AKI stad Injury kkal + 48 gram
Perut HR : 91x/i dd CKD Stage IV protein tanpa
membesar ec UAN garam
(+), BAK RR : 18x/i
 Hiperuricemia  Threeway
sedikit T : 35,8C (8,9) terpasang
 Hiponatremia
Kepala  Inj.
(132)
Mata : Anemis (-/-),  Post Ondansentron
ikterus (-/-), Oedema Appendektomi 8mg/8jam/iv
pada wajah (-/-)  Asites sirotik dd
 Inj. Furosemide
nonsirotik
T/H/M : dbn
20 mg/12jam/iv
Thoraks  Inj. Ranitidine 50
TVJ : R-2 cm H2O mg/12jam/iv
SP : Vesikuler  Inj. Ketorolac 30
ST : - mg/12 jam/iv
Abdomen  Captopril 3x 6,25
Simetris membesar mg
(+), Asites (+)  IVFD Albumin
H/L/R tidak teraba. 20% I fl/hari
Ekstremitas (H2) (selama 3
Superior : edema (-/-) hari)

Inferior : edema R/ -Urinalisis, feses


(+/+) rutin, proteinuria 24
jam, albumin
-Foto Thoraks PA
-USG Upper Lower
Abdomen
-Anemia profile,
lipid profile
-Darah Rutin, RFT,
Elektrolit per 3 hari
27-03-2017 Bengkak Compos mentis  Sindrom Nefrotik  Tirah baring
pada kedua dd Sindrom  Diet Ginjal 1800
(H4) TD : 120/80 mmHg
kaki (+), Nefritik kkal + 48 gram
BAK sedikit HR : 88x/i  AKI stad Injury protein tanpa
dd CKD Stage IV garam + ekstra
RR : 18x/i
ec UAN putih telur
T : 36,8C  Hiperuricemia  Threeway
(8,9)
Kepala terpasang
 Hipoalbuminemi
 Inj.
Mata : Anemis (-/-), a (1,4)
ikterus (-/-), Oedema  Post Ondansentron
pada wajah (-/-) Appendektomi 8mg/8jam/iv
 Asites sirotik dd
T/H/M : dbn  Inj. Furosemide
nonsirotik
Thoraks 20 mg/12jam/iv
TVJ : R-2 cm H2O  Inj. Ranitidine 50

SP : Vesikuler mg/12jam/iv

ST : -  Inj. Ketorolac 30
mg/12 jam/iv
Abdomen
 Captopril 3x 6,25
Simetris membesar
(+), Asites (+) mg

H/L/R tidak teraba.  IVFD Albumin

Ekstremitas 20% I fl/hari


(H3) (selama 3
Superior : edema (-/-)
hari)
Inferior : edema
(+/+) R/ -Urinalisis, feses
rutin, proteinuria 24
jam, albumin
-Foto Thoraks PA
-USG Upper Lower
Abdomen
-Anemia profile,
lipid profile
-Darah Rutin, RFT,
Elektrolit, HST,
Globulin, Albumin,
D-Dimer

Follow Up Penunjang (27/03/2017)

TANGGAL 09/01/2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Hb = 14,6 g/dl
Eritrosit = 4,96 juta/μl
Leukosit = 8250 /μl
Darah Lengkap Trombosit = 384.000 /μl
Ht = 40,3%
MCV/MCH/MCHC = 81,4 fl / 29,3 pg / 36,0 g/dl
E/B/N/L/M = 0,71/0,10/4,84/1,56/1,04
INR = 1,30
PT : Pasien = 15,4 detik
Kontrol = 14,9 detik
HST
aPTT : Pasien = 28,4 detik
Kontrol = 30,0 detik
D-dimer = 4000 ng/ml
Na/K/Cl = 138 mEq/l / 4,6 mEq/l / 112
Elektrolit
mEq/l
RFT Ureum/Kreatinin = 109 mg/dl / 2,62 mg/dl
Uric acid = 9,20 mg/dl
Cholesterol Total = 367 mg/dl
Trigliserida = 298 mg/dl
Lipid Profile
HDL = 22 mg/dl
LDL = 285,4 mg/dl
Albumin = 1,50 g/dl
Hati Globulin =1,80 g/dl
Total Protein = 3,30 g/dl
BAB 5
DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Epidemiologi
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat Pasien Laki-laki berusia 32
mencapai 2-7 kasus per 100.000 pada anak usia di tahun datang dengan keluhan
bawah 16 tahun. Angka kejadian sindrom nefrotik di bengkak pada beberapa
Indonesia dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per bagian tubuh.
tahun. Sindrom nefrotik paling banyak dijumpai
pada anak usia 2-14 tahun, yaitu sindrom nefrotik
primer (85%), sedangkan untuk usia lebih dari 14
tahun berkaitan dengan penyakit ginjal sekunder.5
Manifestasi Klinis  Keluhan bengkak
Gejala utama yang ditemukan adalah : dialami pasien ± 3
1. Edema anasarka. Pada awalnya dijumpai minggu sebelum
edema terutamanya jelas pada kaki, masuk rumah sakit
namun dapat juga pada daerah dan semakin
periorbital, skrotum atau labia. Bisa juga memberat dalam tiga
terjadi asites dan efusi pleura. Akhirnya hari terakhir. Keluhan
sembab menjadi menyeluruh dan masif diawali dengan
(anasarka). bengkak pada mata
2. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa dan wajah yang
atau 0,05g/kg/hari pada anak – anak. disadari pasien ketika
3. Hipoalbuminemia <3,5g/dl. bangun tidur pagi hari
4. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia dan berkurang saat
> 250mg/dl beraktivitas. 3 hari
kemudian bengkak
Pada sebagian pasien dapat ditemukan gejala dirasakan pada
lain seperti: 2
tangan, perut, kaki,
5. Hipertensi dan juga pada kantung
6. Hematuria kemaluan.
7. Urin berbuih  Buang air kecil
8. Anemia berbuih juga
9. Diare dirasakan pasien sejak
10. Anorexia ± 3 minggu sebelum
11. Fatigue atau malaise ringan masuk rumah sakit,
12. Nyeri abdomen atau nyeri perut warna kuning, volume
13. Berat badan meningkat ± 1 liter per hari.
14. Hiperkoagulabilitas.2 BAK berpasir tidak
dijumpai, BAK seperti
air cucian daging
tidak dijumpai, nyeri
saat BAK tidak
dijumpai. Demam
tidak dijumpai.
 Sesak nafas tidak
dijumpai, nyeri dada
tidak dijumpai.
Riwayat meminum
obat-obatan tidak
dijumpai, riwayat
konsumsi jamu-
jamuan ridak
dijumpai. Riwayat
keluarga yang
mengalami keluhan
yang sama tidak
dijumpai. Riwayat
penyakit gula tidak
dijumpai, Riwayat
Hipertensi (-).
Anamnesa  Pasien mengeluhkan
Keluhan yang sering dikeluhkan pasien adalah bengkak dialami
bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau pasien ± 3 minggu
seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang sebelum masuk rumah
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti sakit dan semakin
urin berwarna kemerahan yang menandakan memberat dalam tiga
hematuria.3 hari terakhir. Keluhan
diawali dengan
bengkak pada mata
dan wajah yang
disadari pasien ketika
bangun tidur pagi hari
dan berkurang saat
beraktivitas. 3 hari
kemudian bengkak
dirasakan pada
tangan, perut, kaki,
dan juga pada kantung
kemaluan.

Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi pasien


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan dijumpai:
edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau  Bengkak pada
adanya asites dan edema skrotum atau labia. ekstremitas, [erut,
Kadang-kadang ditemukan hipertensi.3 dan skrotum.
Pada palpasi, perkusi dan
auskultasi tidak dijumpai
kelainan

Pemeriksaan Penunjang
Langkah pertama dalam mengevaluasi pasien Pada pasien dijumpai:
dengan edema adalah untuk menetapkan apakah Albumin : 1.40 g/dL(rendah )
adanya sindrom nefrotik, karena hipoalbuminemia
dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (seperti pada
enteropati kehilangan protein), dan edema dapat
terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (misalnya,
pada angioedema, kebocoran kapiler, insufisiensi
vena, gagal jantung kongestif)
Dalam rangka menetapkan adanya sindrom
nefrotik, tes laboratorium harus mengkonfirmasi (1)
proteinuria nefrotik, (2) hipoalbuminemia, dan (3)
hiperlipidemia. Oleh karena itu, pengujian
laboratorium awal harus mencakup sebagai berikut:
1. Protein urin - Dengan ekskresi protein ≥ 40
mg/m2LPB/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam, atau
rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu > 2
mg/mg, atau dipstick ≥ 2+
2. Albumin serum - Kurang dari 2,5 g/dL
3. Panel lipid - Peningkatan kolesterol total,
kolesterol low-density lipoprotein (LDL),
peningkatan trigliserida dengan hipoalbuminemia
berat, kolesterol high-density lipoprotein (HDL)
(normal atau rendah)
Setelah menentukan adanya sindrom nefrotik,
tugas selanjutnya adalah untuk menentukan apakah
sindrom nefrotik primer (idiopatik) atau sekunder
terhadap gangguan sistemik dan, jika sindrom
nefrotik idiopatik (SNI) telah ditentukan, apakah ada
tanda-tanda penyakit ginjal kronis , insufisiensi
ginjal, atau tanda-tanda yang dapat mengecualikan
kemungkinan sindrom nefrotik kelainan minimal
(SNKM)). Oleh karena itu, di samping tes di atas,
berikut ini harus dimasukkan dalam hasil
pemeriksaan:
1. Jumlah sel darah lengkap (Complete Blood Count
(CBC)) – Peningkatan hemoglobin dan hematokrit,
jumlah trombosit meningkat
2. Panel metabolik - Elektrolit serum rendah, BUN
dan kreatinin tinggi, kalsium rendah, fosfor, dan
kadar kalsium terionisasi normal
3. Pengujian untuk HIV, hepatitis B dan C -
Pertimbangkan pemeriksaan enzim hati, seperti
alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST), ketika skrining untuk
penyakit hati.
4. Studi komplemen (C3, C4) – Kadar rendah
5. Antibodi antinuklear (ANA), antibodi anti–double-
stranded DNA (pada pasien yang dipilih).4
Penatalaksanaan - Tirah Baring
Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik - O2 2-4 L/i via nasal
ditujukan terhadap penyakit dasar, Kidney Disease canule
Improving Global Outcomes (KDIGO) telah - Diet Ginjal + Rendah
mengeluarkan panduan dalam menatalaksanai pasien garam
dengan sindrom nefrotik2.. Pengobatan non-spesifik - Inj. Ketorolac 30 mg/12
untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema jam/ IV (k/p)
dan mengobati komplikasi. 3 - Inj. Ranitidin 50 mg/ 12
2. Penatalaksanaan Umum jam/ IV
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan - Inj. Furosemide 20 mg/12
pemeriksaanberikut: 3 jam/IV
6. Pengukuran berat badan dan tinggi badan -
7. Pengukuran tekanan darah
8. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda
atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura
HenochSchonlein.
9. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi,
telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu
sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya
positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis
(OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps
hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka
yang berat atau disertai komplikasi muntah,
infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah
baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan pasienn
dan tirah baring dapat membantu mengontrol
edema3.
3. Terapi Spesifik
Minimal change nephropathy pada orang
dewasa respon terhadap prednison. Pada lupus
nefritis, prednison dengan siklofosfamid dapat
menyebabkan remisi.

4. Terapi Non-spesifik
Kontrol proteinuria dapat memperbaiki
hipoalbuminemia dan mengurangi resiko
komplikasi yang ditimbulkan. 5
e. Edema
Furosemid oral dapat diberikan dan bila
resisten dapat dikombinasi dengan tiazid,
metalazon, dan asetazolamid.
f. Hipertensi
Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II (angiotensin II receptor
antagonist) dapat menurunkan tekanan
darah dan kombinasi keduanya mempunyai
efek aditif dalam mengurangi proteinuria.
g. Tromboemboli
Resiko tromboemboli pada sindroma
nefrotik meningkat dan perlu mendapat
penanganan. Walaupun pemberian
antikoagulan jangka panjang masih
kontroversial tetapi pada satu studi terbukti
memberi keuntungan. Jika terjadi
trombosis dapat diberikan heparin
dilanjutkan dengan warfarin selama pasien
masih nefrotik.
h. Dislipidemia
Dislipidemia pada sindroma nefrotik
belum secara meyakinkan meningkatkan
resiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti
klinis dalam populasi menyokong pendapat
perlunya mengontrol keadaan ini. Obat
penurun lemak golongan statin seperti
simvastatin, pravastatin, dan lovastatin
dapat menurunkan kolesterol LDL,
trigliserid, dan meningkatkan kolesterol
HDL.5
5. Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban
glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus. Pembatasan asupan protein 0,8 – 1,0
g/KgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Diet
rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari).5

BAB 6
KESIMPULAN

Seorang laki-laki, usia 32 tahun datang dengan keluhan bengkak dialami pasien ±
3 minggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin memberat dalam tiga hari
terakhir. Keluhan diawali dengan bengkak pada mata dan wajah yang disadari
pasien ketika bangun tidur pagi hari dan berkurang saat beraktivitas. 3 hari
kemudian bengkak dirasakan pada tangan, perut, kaki, dan juga pada kantung
kemaluan. Buang air kecil berbuih juga dirasakan pasien sejak ± 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, warna kuning, volume ± 1 liter per hari. . Dari hasil
pemeriksaan fisik didapati adanya bengkak pada ekstremitas, perut, dan skrotum.
Pada pemeriksaan penunjang didapati terjadinya penurunan kadar albumin. Pasien
kemudian didiagnosis dengan sindroma nefrotik dan diterapi dengan:

- Tirah Baring
- O2 2-4 L/i via nasal canule
- Diet Ginjal + Rendah garam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/ IV (k/p)
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam/ IV
- Inj. Furosemide 20 mg/12 jam/IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Panzer SE, Thurman JM. The Patient with Glomerular Disease or Vasculitis.
In: Schrier RW. Manual of Nephrology. 8th edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health; 2015. p. 180-200.
2. Lydia A, Marbun MB. Sindrom Nefrotik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 2080-2087.
3. Lewis JB, Neilson EG. Glomerular Diseases. In: Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison‘s Nephrology and Acid-Base Disorders. 2nd edition. New York:
McGraw-Hill Education; 2013. p. 162-188.
4. Glassock, J. R., Brenner, M. B. 2000. Glomerulopati Mayor. In: Kurt J.
Isselbacher, Eugine Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph B, Marthin, Anthony
S, Fauci, and Dennis L. Kasper. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Vol III Ed 13. Jakarta: EGC. 1462-1463.
5. Lorraine M. Wilson. 2002. Gagal Ginjal Kronik. In: Sylvia A. Price and
Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Klinis Proses-Proses Penyakit Vol II Ed 6.
Jakarta: EGC. 933.
6. Kodner, C., 2009. Nephrotic Syndrome in Adults : Diagnostic and
Management. American Family Physician. Vol 80. No.10, pp.1129-1134.
7. Tribono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. 2012. Konsensus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Edisi Ke-2. Jakarta: UKK
Nefrologi IDAI.
8. Nephrotic Syndrome. Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO)
– Clinical Practice Guideline for Glomerulonephritis.
9. IDAI. 2012. Tata Laksana Sindroma Nefrotik Pada Anak. Available from:
http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-
SINDROM-NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf. [cited 1st March
2017].
10. Siburian, A. 2013. Analisis Praktik pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3
Selatan RSUP FATMAWATI. Available from: http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20351523-PR-Apriliani%20S.pdf. [cited 1st March 2017].
11. Gilda G. 2014. Pengaruh Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus terhadap
Kadar albumin dan Berat Badan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik. Jurnal
Media Medika Muda. FK UNDIP. Semarang. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf.
[cited 1st March 2017].

Anda mungkin juga menyukai