Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana cara pembuatan vaksinasi covid 19?

material dari apa saja,? mekanisme pembuatan?

vaksin yang dikenal selama ini dibuat dengan menggunakan patogen atau sebagian patogen virus
yang dinonaktifkan.

Namun pembuatan vaksin saat ini juga dapat dilakukan menggunakan materi genetik yang
disintesis secara kimiawi di laboratorium.

Materi genetik itu kemudian mengajari dan memberikan perintah sistem kekebalan tubuh cara
melawan infeksi virus SARS-CoV-2 di masa mendatang.

Hal itu salah satu contoh cara kerja vaksin mRNA Covid-19 yang dibuat oleh Pfizer-BioNTech dan
Moderna menggunakan materi genetik yang disintesis. Virus yang dinonaktifkan Adapun untuk
pembutan vaksin yang memanfaatkan seluruh virus dikenal dengan vaksin virus utuh. Cara
pembuatan vaksin virus utuh ini terbagi menjadi dua yakni menggunakan virus hidup yang
dilemahkan dan ada juga yang menggunakan virus yang dinonaktifkan. Baca juga: Simak, Berikut
Tingkat Efikasi 7 Vaksin Covid-19 Vaksin yang dibuat menggunakan virus yang dilemahkan,
menggunakan bentuk patogen yang dilemahkan. Vaksin yang menggunakan virus yang dilemahkan,
memberikan respons imun yang kuat. Namun kelemahannya adalah ia tidak cocok untuk orang
yang memiliki sistem kekebalan lemah. Virus inaktif Sementara itu, vaksin yang dibuat dengan virus
tidak aktif (inaktif)  bahan virus dibuat dengan cara patogen dimatikan ataupun dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga ia tidak akan bereplikasi. Vaksin virus inaktif tidak akan menyebabkan
penyakit, karenanya cocok untuk mereka yang memiliki kekebalan lemah. Adapun cara membuat
virus inaktif biasanya dilakukan dengan melibatkan panas, radiasi atau bahan kimia untuk
menghancurkan materi genetik patogen sehingga ia berhenti bereplikasi. Baca juga: Oximeter, Apa
Gunanya untuk Pasien Covid-19? Vaksin inaktif biasanya dapat memicu reaksi kekebalan yang
kuat, meskipun biasanya reaksi kekebalan tidak sekuat yang dilemahkan secara langsung. Karena
itu pada vaksin inaktif biasanya  memerlukan suntikan penguat guna memastikan adanya
perlindungan yang berkelanjutan. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac, Sinopharm,
dan Bharat Biotech merupakan contoh vaksin inaktif. Contoh lain vaksin yang dibuat dari virus inaktif
adalah vaksin untuk melawan polio, hepatitis A dan rabies. Pembuatan vaksin Perusahaan
biofarmasi dari China, Sinopharm mengembangkan vaksin Covid-19 dari virus yang tidak aktif yang
disebut dengan BBIBP-CorV. Pembuatan vaksin tersebut bekerja sama dengan Institut Produk
Biologi Beijing. Para peneliti mempelajari sampel virus SARS-CoV-2 yang berasal dari tiga orang.
Mereka kemudian memilih satu di antara ketiga sampel itu untuk dasar vaksin.  Baca juga: Profil
Vaksin Novavax yang Diklaim Efektif 89,3 Persen Cegah Covid-19 Virus tersebut kemudian
dikembangkan dalam sel dan kemudian menggunakan bahan kimia yang disebut beta-propiolakton
untuk menonaktifkannya. Bahan tersebut mengubah materi genetik virus sehingga ia tidak
bereplikasi. Perusahaan lain yang menggunakan inaktif virus juga menggunakan pendekatan yang
mirip. Para ilmuwan di Sinovac, China, mengembangkan vaksin Covid-19 yang dinonaktifkan yang
disebut CoronaVac, adapun Bharat Biotech dan Dewan Riset Medis India bersama-sama
mengembangkan Covaxin. Ketiga vaksin ini sama-sama mengandung aluminium hidroksida yang
berfungsi sebagai adjuvan yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas vaksin.
ahap Uji Klinis dan Pembuatan Vaksin COVID-19
Tidak berbeda jauh dengan obat atau vaksin baru pada umumnya, pembuatan vaksin
COVID-19 pun harus melalui berbagai penelitian dan tahap uji klinis yang
membutuhkan waktu lama, bahkan hingga bertahun-tahun. Penelitian ini dilakukan
dengan cara membandingkan efek vaksin COVID-19 dengan placebo.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kualitas, efektivitas, dan keamanan vaksin
COVID-19 terhadap manusia. Berikut ini adalah beberapa langkah atau proses uji klinis
yang harus dilalui dalam pembuatan vaksin COVID-19:

1. Studi praklinis
Pada penelitian tahap awal ini, vaksin COVID-19 akan disuntikkan ke hewan percobaan
di laboratorium untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya. Selama riset tersebut,
para peneliti juga akan mengkaji apakah vaksin layak digunakan atau memiliki efek
samping tertentu.

2. Uji klinis fase I


Pada tahap uji klinis fase I, vaksin disuntikkan ke beberapa sukarelawan yang
umumnya adalah orang dewasa dengan kondisi sehat. Hal ini dilakukan untuk menguji
keamanan vaksin COVID-19 dalam tubuh manusia. Jika dinyatakan aman dan efektif,
vaksin tersebut dapat memasuki uji klinis fase II.

3. Uji klinis fase II


Pada uji klinis fase II, pengujian vaksin COVID-19 dilakukan ke lebih banyak
sukarelawan, sehingga sampel yang diperoleh pun lebih beragam. Sampel ini akan
diteliti dan dikaji ulang oleh para peneliti terkait efektivitas, keamanan, dosis vaksin
yang tepat, serta respons sistem imun tubuh terhadap vaksin yang diberikan.

4. Uji klinis fase III


Setelah lulus uji klinis fase II, vaksin akan memasuki tahap uji klinis fase III. Pada
penelitian ini, vaksin akan diberikan kepada lebih banyak orang dengan kondisi yang
lebih bervariasi.
Setelah itu, para peneliti akan memantau respons kekebalan tubuh para penerima
vaksin serta memantau apakah terdapat efek samping vaksin dalam jangka waktu lebih
panjang. Penelitian ini bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun.
Saat ini, penelitian terhadap vaksin COVID-19 di Indonesia sudah memasuki tahap uji
klinis fase III dengan melibatkan sekitar 1.620 sukarelawan.
5. Tahap IV setelah pengawasan pemasaran
Studi tahap ini dilakukan setelah vaksin dinyatakan aman dan efektif digunakan, yaitu
setelah lulus uji klinis fase sebelumnya. Pada tahap ini, vaksin sudah bisa mendapatkan
izin edar dari BPOM untuk diberikan kepada manusia.
Namun, karena masih tergolong jenis vaksin baru, berbagai penelitian dan evaluasi
masih tetap perlu dilakukan untuk menilai efek vaksin dalam jangka panjang pada
manusia.
Apabila vaksin COVID-19 yang kini tengah dikembangkan berhasil lulus uji klinis,
pembuatan vaksin COVID-19 pun akan diteruskan agar dapat segera diberikan kepada
masyarakat luas.
Untuk mendapatkan manfaat vaksin COVID-19 dengan optimal, WHO menyarankan
agar setidaknya 70% jumlah populasi di setiap negara mendapatkan vaksin COVID-19.
Ini artinya, setidaknya 180 hingga 200 juta penduduk Indonesia perlu mendapatkan
vaksin COVID-19 jika vaksin ini dinyatakan aman dan efektif.
Sambil menunggu pembuatan vaksin COVID-19 selesai dan setelah vaksin tersedia,
masyarakat harus tetap berpartisipasi dalam mencegah dan memutus mata rantai
penularan COVID-19 dengan selalu menerapkan protokol kesehatan, yaitu menjaga
jarak fisik, mencuci tangan secara rutin, mengenakan masker saat beraktivitas di luar
rumah, dan menghindari keramaian.
Jika Anda mengalami gejala demam, batuk, dan sesak napas, terutama bila Anda
memiliki riwayat kontak dengan penderita COVID-19, segera lakukan isolasi
mandiri dan hubungi hotline COVID-19 di 119 ext. 9 untuk mendapatkan pengarahan
lebih lanjut.
Pembuatan vaksin COVID-19 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan
angka kasus infeksi virus Corona yang masih terus meningkat. Dengan begitu,
diharapkan masyarakat Indonesia bisa terlindung dari infeksi virus yang tengah
mewabah ini. Vaksin lindungi diri dan negeri dari pandemi.

Anda mungkin juga menyukai