Partisipan “ Ya gimana ya, ya kalau virus kan kita ndak tahu apa. Yang kita
musuh kan barang ndak kelihatan, jadi bisa kena siapa saja ndak itu
muda tua ataupun anak-anak. Ndak pandang lah, istilahnya ndak
pandang bulu walaupun imun kita kuat tapi virus itu kan tetap ada”
Peneliti “ Oke berarti tanggapan dari teman-teman baik semua ya?”
Partisipan “ Iya untungnya teman-teman saya support”
Peneliti “ Ndak ada yang mengucilkan ya?”
Partisipan “ Ndak ada”
Peneliti “ Waktu diruang isolasi itu kan memang. Tadi mas bilangnya Cuma
pernah 2 kali ya dirawat di Rumah Sakit?”
Partisipan “ Heem”
Peneliti “ Nah waktu diruang isolasi kan ndak ada yang nungguin, tiap
malam bisa tidur ndak itu?”
Partisipan “ Tiap malam ndak bisa tidur mbak, kan ventilator bunyi terus tatt
titt tatt tiit gitu, ventilatornya mas apa sebelah, kalau sebelah juga
pakai
ventilator ya..”
Peneliti “Ventilatornya mas apa sebelah, kalau sebelah juga pakai ventilator
ya..”
Pasrtisipan “ Heem, kalau sebelah juga pakai apa … alat-alat apa itu ndak tahu
saya yang bunyi terus”
Peneliti “ Oke, berarti waktu ndak bisa tidur kan mesti kalau orang sakit pasti
berfikirnya negatif ya. Pernah berfikiran negatif ndak waktu diruang
isolasi, mungkin hal terburuk apa yang pernah mas pikiran waktu
ada diruang isolasi?”
Partisipan “ Pernah mbak, saya nafas itu sudah diujung soale. Pikiran saya wah
usia saya sudah ndak lama lagi untuk pikiran jeleknya itu”
Peneliti “ Sempat berfikir bahwa mas bakal meninggal gitu?”
Partisipan “ Heem”
Peneliti “ Berarti itu kondisi asmanya mas juga kambuh kan?”
Partisipan “ Kalau asmanya kurang tahu saya mbak”
Peneliti “ Tapi sesek kan ya”
Partisipan “ Heem kalau sesek …sesek mbak”
Peneliti “ Oke berarti hal terburuk itu pikiran mas bakal tertolong atau ndak
ya. Memikirkan keluarga dan juga memikirkan masa depan kedepan
juga ya”
Partisipan “ Iya seperti itu”
Peneliti “ Oke waktu itu berarti Cuma dapat perawatan penanganan, tau nya
kan Cuma dokter sama perawatnya aja kan?”
Partisipan “ Iya tau nya Cuma dokter sama perawatnya aja sih”
Peneliti “ Itu aja mereka pakai APD ya?”
Partisipan “ Iya pakai APD ndak bisa lihat, ya Cuma tau namanya aja tapi ndak
bisa lihat mukanya”
Peneliti “ Tapi malah justru takut ndak sih mas ?”
Partisipan “ Ya takut mbak, takut…takut”
Peneliti “ Sempat ndak mas waktu diisolasi di Rumah Sakit berpikiran bakal
dikucilkan sama lingkungan”
Partisipan “ ya kepikiran juga ada sih mbak, soale itu baru marak-maraknya
lagi viral-viralnya Covid warga kan menutup diri semua. Warga itu
takut lah istilahnya takut gitu. Ya waktu dikucilkan sempat ada sih
waktu saya pulang kemarin itu”
Peneliti “ Hal apa sih yang mas lakuin selama ada diruang isolasi? Kalau
kondisinya ndak ngedrop ya, kalau ngedrop kan ndak bisa apa-apa.
Mungkin saat keadaannya mas sedang membaik hal apa sih yang
biasanya dilakukan?”
Partisipan “ E..paling juga nonton yotube , doa gitu aja sih mbk”
Peneliti “ O berarti memang saat ada diruang isolasi hanya bisa berserah
sama Tuhan ya? Mendekatkan diri kepada Tuhan”
Partisipan “Heem iya berserah sama Tuhan”
Peneliti “ Berserah sama kehendak Tuhan”
Partisipan “ Heem iya mbak”
Peneliti “ Oke mas kalau boleh tahu support system apa dalam diri mas
sehingga mas bisa bangkit saat itu, apa sih yang mendorong mas atau
memotivasi mas sehingga mas bisa sembuh saat itu”
Partisipan “Emm motivasi apa ya, ya..keluarga sih mbak salah satu yang jadi
motivasi saya”
Peneliti “ Yang jadi motivasi untuk sembuh berarti karena keluarga ya?”
“ Dukungan dari keluarga seperti apa mas waktu mas sakit”
Partisipan “ Ya keluarga pastinya kasih support”
Peneliti “ Berarti mas waktu drop keluarganya sempat dipanggil ya?”
Partisipan “ Sempat mbak,sempat dipanggil”
Peneliti “ Dikasih tahu kalau mas drop gitu ya”
Partisipan “ Eh ..Cuma dikasih tahu aja sih mbak ndak dipanggil”
Peneliti “ Oh dikasih tahu aja ya berarti, reaksi keluarga seperti apa sih waktu
itu mas ?
Partisipan “ Keluarga ya gimana ya mbak….ya sedih sih”
Peneliti “ Iya soalnya anaknya kan masih muda baru 20 tahun”
Partisipan “ He emmm mbak”
Peneliti “ Oke kalau boleh tahu setelah itu saat ada diruang isolasi jenuh ya,
sempat pengen pulang ya?”
“ Waktu dikasih tahu kalau isolasinya sudah selesai itu seperti apa?
Partisipan “ Gimana gimana mbak?” (sambil membalas chat di hp)
Peneliti “ Kan dikasih tahu kalau isolasinya sudah selesai itu dikasih tahu
dokter apa perawatnya?”
Partisipan “Sam dokternya”
Peneliti “ Melihat kondisi mas memang sudah membaik ya saat itu?”
Partisipan “ heem mbak kondisi sudah membaik”
Peneliti “ Jadi memang dianjurkan untuk pulang”
Partisipan “ Ya mbak, ndak nyangka aja saya bisa melewati masa-masa kritis
dalam hidup saya itu 12 hari sudah bisa pulang kalau pasien sebelah
saya atau pasien lain kan bisa sampai 14 hari bahkan ada yang lebih
dari 20 hari mbak…. Ya gimana ya saya Cuma berserah sama Tuhan
terus percaya sama tim medis. E…menghibur diri ajalah supaya ndak
kepikiran aneh-aneh itu kan salah satu cara membangkitkan imun
juga kan”
Peneliti “ Itu kan satu kamar berdua ya disampinya pasangan ventilator ndak
ada yang nunggu, itu suasananya seperti apa sih mas?”
Partisipan “ Suasananya ya bener-bener sepiii…hening..ya Cuma alat-alat
medis aja yang berbunyi sama tv itu”
Peneliti “Ok mas kalau gitu, tadi saya sudah tanya setelah mas keluar dari
ruang isolasi berarti responnya baik-baik saja ya?
Partisipan “ Ya memang diawal mengucilkan mbak kan baru keluar ya..tapi
seiring berjalannya waktu ya welcome-welcome aja mbak”
Peneliti “Ya berarti dengan adanya covid dan mas harus diisolasi ini
membawa pelajaran berharga ya bagi mas?”
Partisipan “ Iya mbak memang membawa pelajaran berharga dalam hidup
saya”
Peneliti “ Baik mas terimkasih ya buat waktunya hari ini sudah mau jadi
partisipan saya, ini saya rekam loh mas sesuai dengan kessepkatan
tadi akan saya putar waktu saya ujian. Ndak apa-apa ya mas ?”
Partisipan “ Oh iya ndak apa-apa mbak”
Peneliti “ Terimakasih ya mas”
Partisipan “ Sama-sama mbak”