Anda di halaman 1dari 18

Amhar Rasyid

MISTIK, ONTOLOGIS, DAN FUNGSIONAL


(BUDAYA HUKUM ISLAM: A NEW PERSPECTIVE)

Amhar Rasyid
Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Jl. Lintas Jambi-Ma. Bulian KM. 16 Simpang Sei Duren
Jambi Luar Kota, 36361, Muaro Jambi
E-mail: amharrasyid345@gmail.com

Abstract: This article discussess the cultural segment of Islamic law seen from the Dutch scholar Van Peursen’s
3 (three) differentiations: mystical, ontological, and functional. These differentions then actually affected the
Islamic jurisprudence (fiqh) as can be witnessed from the Muslim daily life as well as in the evergrowing Syari’a
banking concept in Indonesia. The writer then tries to analyze those cultural aspects from Gadamer’s herme-
neutical philosophy: meaning, Horizon Vermeltzung, and Truth. It finds that the functional aspect of Islamic
(the Syari’a) legs ontologically behind the so called Islamic jurisprudence (fiqh). The main cause is that most
readers (the Muslims) still consider the written text (author’s mind) as the Truth itself which is in contradictory
to Gadamer’s contention that the Truth should be found dialogically in the Tradition. Significantly, the herme-
neutical study of the religious text particularly should be taught in campuses to enrich the Islamic tradition with
better and better insights in the future.

Keywords: culture: mystical, ontological, functional, Horizon Vermeltzung (fusion of horizon), the Truth in
Tradition, Islami, Syari’ah, Fiqh

Abstrak: Artikel ini mendiskusikan tentang budaya hukum Islam dilihat dari sarjana Belanda Van Peursen
3 (tiga) diferensiasi: mistis, ontologis, dan fungsional. Diferensiasi ini kemudian benar-benar mempengaruhi
hukum Islam (fiqh) seperti dapat disaksikan dari kehidupan sehari-hari ummat muslim serta dalam perkem-
bangan konsep perbankan syaria di Indonesia. Penulis kemudian mencoba untuk menganalisis aspek-aspek
budaya dari filsafat Gadamer hermeneutika: berarti, Horizon Vermeltzung, dan Kebenaran. Ia menemukan
bahwa aspek fungsional dari Islam (syari'a) yang secara ontologis disebut hukum Islam (fiqh). Penyebab utama
adalah bahwa sebagian besar pembaca (umat Islam) masih menganggap teks tertulis (pikiran penulis) sebagai
kebenaran itu sendiri yang di bertentangan dengan pendapat Gadamer bahwa kebenaran harus ditemukan
dialogis di Tradisi. Secara signifikan, studi hermeneutika teks agama khususnya harus diajarkan di kampus
untuk memperkaya tradisi Islam dengan lebih baik dan lebih baik wawasan di masa depan.

Kata Kunci: Budaya: mistis, ontologis, fungsional, Horizon Vermeltzung (fusi cakrawala), Kebenaran Tra-
disi, Islam, Syari'ah, Fiqh

Pendahuluan modern ini telah terjadi perobahan metodolo-


Berbeda dari zaman pertengahan, pada zaman gi studi agama-agama di Barat. Kalau dahulu

40 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

Timur dijadikan objek, di jajah, dieksploitasi Seiring dengan pemikiran tersebut, ba-
oleh Barat1, sekarang pandangan itu ‘berges- rangkali pembaca dan penulis sependapat
er’. W.C. Smith merupakan pencetus ide dika- bahwa agama dalam pandangan dunia akade-
langan Orientalis yang menggeluti perband- mik adalah keyakinan yang terletak di dalam
ingan agama dan menyarankan dengan gigih dada (‘aqidah), tetapi keagamaan adalah sega-
agar fenomena-fenomena eksternal suatu la macam bentuk manifestasi yang bersumber
agama jangan lagi dideduksi sebagai ‘kebe- dari ‘aqidah pada dataran luar (dunia nyata).
naran’ agama itu sendiri, seperti fenomena Baiklah, yang terakhir ini saja yang kita sebut
jilbab dan jihad yang diartikan sebagai agama dengan budaya. Oleh karena itu, paham kea-
Islam itu sendiri, sebab masalah keyakinan gamaan berbeda dengan agama, sebab kea-
adalah masalah pribadi yang memancar dari gamaan adalah sesuatu kultural. Agama Islam
dalam spiritual pribadi yang bersangkutan. sangat terikat dengan ajaran transenden Ilahi,
Artinya, diyakini oleh orang non-Muslim bah- tetapi paham keagamaan sudah menjadi ba-
wa terdapat ‘kebenaran’ dalam agama-agama hagian kehidupan pemeluk agama itu sendiri.
yang hidup dewasa ini, dan untuk merealisir Agama Allah tersebut a-historis, sementara
kehidupan dalam komunitas umat yang sal- paham keagamaan historis. Antara keduanya
ing mempunyai pengertian maka diperlukan berjalin berkelindan, namun ia harus dibeda-
‘dialog’2. kan. Islam yang universal telah menjadi pa-
ham keagamaan yang particular. Komaruddin
1 Contoh di abad modern ini, orientalis kawakan Hidayat mengatakan bahwa kita harus pandai
HAR Gibb menjuluki Islam dengan Moham- menangkap makna universal Islam dari balik
madenism yang dijadikan judul bukunya. Sikap
particularitas Arab, sebab tanpa menggunakan
ini telah menuai banyak kritik dari dalam Islam
sendiri. Edward Said pun walau seorang posi- particularitas semacam itu mustahil bagi kita
tivist non-Muslim Palestina yang sudahmenjadi hari ini memahami Islam3.
guru besar di Amerika mengeritik Gibb yang Islam yang universal mengandung hu-
masih keras kepala menggunakan istilah Mo- kum-hukum yang particular. Manusia tidak
hammadenism, sebab, kata Said, istilah itu dibuat
menciptakan hukum, tetapi menemukan hu-
bukan atas dasar kebenaran yang ada dalam Is-
lam tetapi atas dasar logika yang sengaja dari luar kum-hukum Allah. Hukum Islam (Fiqh) ada-
Islam. Jadi apa yang dilakukan Gibb,menurut lah produk nalar manusia sebagai buah hasil
Said, hanyalah meletakkan intelektualitas dirinya pencarian dalam memahami hukum-hukum
dalam kontradiksi yang sedang dia upayakan un-
Allah. Oleh karena itu dalam fiqh jelas ada
tuk menghindarinya. Edward Said, Orientalism,
(London: Routledge and Kegan Paul, 1978), hlm.
paham keagamaan, dan ia jelas mengandung
280-1. unsur budaya. Fiqh mu’amalat (hukum Islam
2 ‘...it is possible to understand a religion other than yang mengatur hubungan antar sesama ma-
one’s own’, ....’To meet this challenge demands nusia) seperti jual beli, hutang piutang, per-
that we rethink our purposes, recast our basic
bankan, keluarga berencana, dan sebagainya,
concepts’,.. ‘the results may contribute to that
largest of contemporary problems, the turning of sarat dengan paham keagamaan, namun di-
our nascent world society into a world communi-
ty’, tulis Smith dalam mengajak rekan-rekannya Eliade and Joseph M. Kitagawa, (ed.), (Chicago:
di Barat agar memikir ulang metoda kajian kea- The University of Chicago Press, 1959), hlm. 56-
gamaan Timur selama ini. Lihat. “Comparative 57.
Religion: Whither-and Why?” dalam The Histo- 3 Ketika Agama Menyejarah, Republika, 5 Januari
ry of Religions. Essays in Methodology, Mircea 2002.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 41


Amhar Rasyid

mana letak batas a-historis dengan historisnya nilai-nilai pada aspek pragmatiknya (tingkat
bagi kebanyakan kaum Muslimin tidak begitu kegunaan).
jelas. Itulah persoalannya. Jangankan keten- Pemikiran fungsional adalah titik kli-
tuan dalam al-Qur’an, ketentuan yang terdap- maks, ia sekarang mulai diragukan banyak
at dalam kitab fiqh klasikpun masih semuanya orang karena menjadikan manusia sebagai
dianggap sakral. Kenyataannya, produk fiqh objek dan budak-budak teknologi. Pasca pe-
dan teologi masa lampau oleh sebagian umat mikiran fungsional, kata Mulkhan, lahirlah
Muslim sangat ‘membelenggu’ kretivi- kecenderungan neo-tradisionalisme, yang
tas hari ini, ia belum ‘dijinakkan’ supaya hik- ditandai banyaknya kampus-kampus dan ke-
mah terdalam ajaran masa lalu tersebut ber- hidupan kota besar yang serba rasional kem-
fungsi maksimal bagi penentuan kehidupan bali menyuarakan spiritualisme baru6, seperti
keberadaan (eksistensi) hari ini. Penulis tidak diskusi religi, pengajian, remaja mesjid, dan
mengemukakan langkah-langkah kongkrit di lain-lain.
sini seperti wacana pemikiran yang tengah Dari alur pemikiran semacam itu, tu-
berkembang dengan berbagai teorinya, tetapi lisan ini akan memperjelas peta budaya hu-
menolong menjelaskan bagaimana paham kum Islam,yang akan berguna bagi pembaca
keagamaan merasuk dalam kehidupan di dun- dan mahasiswa umumnya (termasuk maha-
ia modern. Penulis menganalisanya dari teori siswa pasca sarjana) guna mengaca diri, dan
kebudayaan4 oleh (alm) C. A. Van Peursen merobah paradigma berfikir yang barangkali
(Guru Besar filsafat di Universitas Utrecht, selama ini ‘terbelenggu’oleh norma-norma
Negeri Belanda, 1953 dan pernah memimpin produk fiqh dan teologi masa lampau yang su-
penataran dosen-dosen filsafat se Indonesia di dah ‘lapuk’(canonical), tetapi tetap diwarisi
Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, semasa dan diajarkan kepada mahasiswa dan jama’ah
hidupnya). di luar kampus, yang saat ini tidak berfungsi
Van Peursen jelas tidak berbicara spesi- maksimal lagi. Bahan diskusi (materi) tulisan
fik tentang hukum Islam, tetapi penulis send- ini sama dengan bahan kajian kaum Mus-
iri yang membawa diskusinya tentang teori limin umumnya di berbagai belahan dunia,
kebudayaan (mistik, ontologis, fungsional tetapi cara memahaminya yang berbeda. Cara
disingkat MOF) kepada tulisan ini. Munir tersebut ialah menekankan fungsionalisasi
Mulkhan5 (tokoh Muhammadiyah) pernah yang digali dari hermeneutika filosofis. Un-
menyinggung konsep MOF di atas sebagai tuk itu, diskusi dibatasi hanya pada beberapa
tiga tahap perkembangan filsafat, dan telah topik pemahaman keagamaan yang selama ini
menjelaskannya secara umum dalam kaitan bertumpu pada teks, dengan menggunakan
gejala-gajala pemikiran yang timbul di za- pendekatan fungsional, dimulai dengan ura-
man modern. Menurut Mulkhan, pada tahap ian tentang arti budaya.
fungsional, manusia lebih menitik beratkan
Budaya: Mistik, Ontologis, dan Fung-
4 Bukunya berjudul Strategi Kebudayaan, Alih sional
Bahasa Dick Hartoko, Yogyakarta: Kanisius, dan
Jakarta: Gunung Mulya, Tahun 1976. Budaya (tsaqafah/culture) adalah ‘hal-hal
5 Munir Mulkhan, Masalah-Masalah Teologi dan yang bersangkutan dengan akal’, menurut
Fiqh Dalam Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta:
SIPRESS, 1994), hlm. 6. 6 Ibid., hlm. 6-7.

42 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

Koentjaraningrat. Sedangkan Edward Bur- sesuatu (objek) tertentu dengan pertanyaan


net Tylor menyebutkan bahwa budaya adalah ‘Apa itu?’. Kenyataannya, banyak manu-
keseluruhan pengetahuan, keyakinan, kes- sia berbudaya ontologis yang diikat dengan
enian, moral, hukum, adat istiadat, dan se- aturan-aturan dan norma yang dia sendiri tak
gala kemampuan dan kebiasaan yang diraih mengerti. Dia mengikut saja dalam keterjara-
manusia dalam hidupnya. Bahkan Kluckhohn kan antara eksistensi hidupnya dengan segala
dan Kroeber menganalisis tipe defenisi kebu- norma dan aturan yang melilit kehidupannya.
dayaan yang mencakup, antara lain, ‘tingkah Terjadi jarak antara subjek dengan objek . Ob-
laku yang dipelajari’7. Immanuel Kant men- jek dijadikan ‘barang hiasan etalase’.
gatakan bahwa ciri khas kebudayaan terda- Namun pada pemikiran fungsionil, menu-
pat dalam kepiawaian anak manusia dalam rut van Peursen, adalah bentuk pemikiran
mengajari dirinya sendiri. Jadi konsep kebu- yang senantiasa mencari hubungan dengan
dayaan sudah berobah arti dari cognitif kepadasegala sesuatu yang lain. Ia tidak berdiri
‘sekolah tempat mengasah diri’. Dalam kebu- sendiri. pemikiran fungsionil selalu terkait
dayaan, pertanyaan yang tepat untuk diajukan dengan lainnya dalam kerangka kebertautan.
bukan hanya apa sifat-sifat sesuatu, tetapi Ia tidak mengisolir dan mengurung diri. Cor-
‘bagaimana sesuatu harus bersifat’. Artinya, ak bertanya pemikiran fungsionil bukan lagi
harus selalu ada ‘ketegangan’ (tension) dalam Apa itu?, tetapi ‘Apa artinya itu? Bagaimana
kebudayaan, jangan hanya ‘melempem’8. sesuatu itu bisa berfungsi dan berguna bagi
Van Peursen menyebutkan ada 3 tingka- manusia. ’Singkat kata, ibarat melihat bu-
tan pemahaman dalam kebudayaan yang sa- lan, orang mistik meyakini bahwa di sana
ma-sama mengandung nilai positif dan negatif ada kekuatan gaib yang berpengaruh kepada
dan berlaku untuk semua zaman. Ketiganya kita, sementara orang ontologi mengajukan
sama-sama ada benarnya dan salahnya. Perta- pertanyaan dari jauh ‘Apa itu bulan?’, dan
ma, mistik. Di sini, menurutnya, alam fikiran orang fungsionil malah bertanya ‘Bagaimana
manusia (sebagai subjek) dan dunia (objek) caranya agar planet bulan tersebut dijelajahi
saling meresapi. Diyakini adanya pengaruh dan diselidiki.’(ada pertautan fungsi). Bahkan
timbal balik, dan objek dipercayai memiliki contoh yang sangat sederhana bisa dibuat,
kekuatan tersembunyi. Benda-benda tertentu misalnya sikap seorang anak terhadap sebuah
diyakini memiliki daya mitos, sehingga sub- boneka. Anak yang mistik percaya bahwa
jek (manusia) diyakini mendapat pengaruh boneka miliknya dapat berobah menjadi cin-
dari benda yang diyakininya tersebut. derella. Sedangkan anak ontologis menjauh-
Sedangkan pada corak pemikiran ontol- kan boneka di atas rak-rak/almari, tidak hirau
ogis, alam fikiran manusia mengambil jarak dan tetap memajangnya, dan anak fungsionil
(distansi). Dengan adanya jarak, orang (sub- malah memanjat rak/almari dan menjangkau
jek) mengajukan pertanyaan kepada segala boneka tersebut agar dapat main dengannya
untuk meraih kegembiraan. Itulah 3 corak pe-
7 Kluckhohn dan Kroeber, Ensiklopedi Nasional mikiran budaya.
Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1989),
hlm. 33.
Fiqh dan Budaya
8 C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Alih
Bahasa Dick Hartoko, (Yogyakarta: Kanisius, Sebelum membicarakan fiqh dan budaya, ada
1976), hlm. 14.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 43


Amhar Rasyid

baiknya dikemukakan terlebih dahulu 4 (em- dilihat pemikiran di bidang fiqh sekarang ini,
pat) konsep pembahagian pemikiran menurut menurut guru besar tersebut, masih banyak
seorang pakar Islam kontemporer. Amin Ab- kita terpaut pada canonical dan scriptural, ia
dullah membagi pemikiran ke Islaman di In- belum menyentuh ke tingkat critical apalagi
donesia menjadi 4: canonical, scriptural, crit- global. Dalam keempat pembagian tersebut,
ical, dan global. Canonical artinya pemikiran penulis membatasi diskusi hanya pada bidang
yang sangat bertumpu kepada undang-undang fiqh saja sejauh terkait dengan canonical dan
atau aturan tertulis. critical.
Penganutnya tidak mau beranjak sedikit- Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana
pun dari aturan yang termaktub di dalam kitab ketiga corak pemikiran di atas dalam sikap
sumbernya. Corak pemikirannya senantiasa sebahagian umat Islam bila dikaitkan terh-
mencari ketentuan segala sesuatu dengan kaca adap fiqh? Kalau pemikiran mistik berkeya-
mata halal-haram. Berdiskusi dengan orang kinan bahwa dalam fiqh tersebut mengandung
canonical tidak akan melahirkan kesimpu- nilai sakral, dan kita akan ‘kualat’ bila berani
lan open-ended, tetapi dead-lock. Sedangkan mengadakan reinterpretasi atasnya. Produk
scriptural adalah jenis pemikiran yang sangat fiqh diyakini mengandung nilai sakral karena
bertumpu pada ketentuan zahir Kitab Suci. di dalam fiqh banyak ayat-ayat Kalam Ilahi.
Kadang-kadang tidak disadari adanya Bahkan diyakini lebih baik mempelajari fiqh
perbedaan antara interpretasi yang dibuat- yang berbahasa Arab dari pada mempelajari
nya dengan ayat-ayat yang dijadikan hujjah. bahasa Inggeris karena ia bahasa orang ka-
Berdiskusi dengan orang scriptural tidak juga fir. Dari dalam fiqh diyakini adanya kekuatan
akan berujung pada take and give, tetapi han- hukum Islam yang luar biasa, jangan dikesa-
ya pada truth-claim (pembenaran sepihak). mpingkan. Berani melanggar, menyalahi, dan
Mereka sering berpandangan ekstrim, orang tidak menghiraukan fiqh klassik diartikan se-
lain yang berbeda pendapat dengannya diang- bagai akan ‘membawa bencana’ dalam hidup.
gap keliru. Bukankah untuk memahami suatu Di beberapa desa terdapat dukun kam-
ketentuan dalam al-Qur’an diperlukan wa- pung yang beragama Islam, berwudhuk ter-
wasan, dan wawasan setiap orang tidak sama lebih dahulu jika hendak mengobati pasien
kualitasnya? yang meminta pertolongannya. Ada juga yang
Sedangkan critical ialah jenis pemikiran mempercayai benda tasbih tertentu sebagai
yang kritis, yang mempertanyakan apa-apa barang keramat, kendati penganut Hindu di
yang sudah dianggap mapan di tengah ke- India juga menggunakan benda serupa. Ada
hidupan umat beragama. Kritis adalah sikap pula beberapa santri yang berebut nasi sisa
berfikir secara tajam, mampu membelah dan makanan kiyai. Bahkan beberapa jemaah haji
memilah apa-apa yang selama ini telah diang- pada tahun 1982 pernah menceritakan rasa
gap benar di dalam tradisi kebiasaan. Ujung- kagumnya kepada penulis sebagai Muthaw-
ujungnya, orang yang kritis akan merasa wifnya tentang thawaf berjalan di atas lantai
sampai kepada inti dari persoalan yang dibi- Masjidil Haram di tengah hari siang bolong
carakan dan difikirkan. tanpa kepanasan telapak kakinya sedikitpun.
Terakhir global yaitu jenis pemikiran Penulis hanya tersenyum, sebab marmar yang
yang telah mendunia, tidak eksklusif, ber- diinjaknya sebenarnya diimpor dari Italy dan
wawasan internasional, lintas budaya. Bila tebalnya 10 cm, jelas tidak setipis keramik di

44 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

Indonesia. Yang menggelikan, masih ada in- tetapi sesuatu yang telah mencapai titik kulm-
san akademis modern yang membubuhi tanda inasi. Mengkaji kitab klassik artinya berusaha
jempol berdarah di atas kain/kertas demi ‘ke- menggapai titik kulminasi kebenaran oleh au-
setiaan?’ kepada janji politik kampus. Itulah thor, bukan sama-sama berusaha (reader dan
sekedar contoh paham keagamaan yang mis- author), melalui peleburan cakrawala ala Ga-
tik yang hidup di tengah masyarakat. damer, ke arah pengungkapan celah-celah ke-
Sedangkan dalam pemikiran ontologis, benaran baru dari sudut yang menguntungkan
fiqh Islam diyakini sebagai produk unggul ( from a vintage point). Pemikiran ontologis
para Imam Mujtahid masa lalu, yang diletak- seperti ini bisa digolongkan kepada bahagian
kan pada dataran absolut, ia harus dijauhkan pemikiran canonical.
dari jangkauan ‘otak-atik’ manusia modern. Sementara budaya ontologis di kalan-
Pemikiran Imam-imam mujtahid diyakini gan awam kadangkala bisa membuat lelucon.
jauh lebih hebat dari pemikiran manusia mod- Masih ada orang Islam yang perilaku kes-
ern, oleh karena itu buah fikiran mujtahid ehariannya, menurut pemahamannya, hendak
sebagaimana terukir dalam berbagai kitab meniru in toto kehidupan gaya Nabi Muham-
kuning tersebut harus dipandang berada pada mad SAW dan Muhajirin abad ke 7 Masehi.
tempat yang ‘sepi’ dari jangkauan orang lain Mereka tidur di Mesjid kendati mempunyai
(tempatnya terpisah). Maka konsep keadilan keluarga di rumah. Mereka mendakwahkan
menurutnya masih dipersepsi sebagai sesuatu kaum Muslim lainnya agar tidak usah memi-
yang abstrak dan umum, dan umat Islam har- liki televisi dan sofa di rumah sendiri seba-
us memandang produk hukum Islam sebagai gaimana layaknya kehidupan Rasul dahulu.
‘warisan’ tak ternilai, khazanah intelektual Anehnya, mereka setiap hari menggunakan
Islam klassik yang harus ditempatkan pada hand phone dan naik sepeda motor serta pe-
etalase sakralitasnya. Siapa berani mengutak- sawat bila ke Tanah Suci, seakan lupa dengan
atik dan mereformulasi produk hukum terse- onta. Ini contoh paham keagamaan ontologis
but diyakini bakal berurusan dengan azab Al- di abad modern yang tak lekang di landa kem-
lah di akhirat. ajuan teknologi.
Barang kali sebahagian mahasiswa jebo- Sedangkan pada pemikiran fungsionil,
lan Timur Tengah ada yang berfikiran ontolo- konsep keadilan di dalam fiqh tidak lagi ab-
gis dan kiranya perlu dikritik dalam hal ini. strak, tetapi harus riil dalam berbagai keputu-
Mereka berbudaya ontologis dalam meman- san yang menuntut ‘aksi nyata’. Peran kaum
dang khazanah pemikiran hukum klassik. Bila wanita diberikan dan memang terlihat dalam
ditanya orang kepadanya misalnya tentang berbagai aktifitas sosial. Status anak yang ter-
pendapat Imam Baydhawi tentang dalil Ushul lahir dari perkawinan sirri harus diakui dan
Fiqh, jawabannya selalu:”Ya begitu!”. diberikan hak-haknya dari bapak biologisnya,
Artinya, pemikiran hukum klassik dil- kendati si bapak telah meninggal. Orang Islam
etakkan di etalase, gunanya untuk dihafal bu- yang berfikiran fungsionil menjadikan produk
kan untuk dianalisis dan ditafsir ulang. Teks- fiqh sebagai wujud Daseinnya (keberadaan)
teks klassik dianggap sebagai telah mencapai di dunia. Dunia tempat dia hidup hari ini
pemenuhan kebenaran. Dan kebenaran, bagi harus diatur, diolah, dimanage, dimanfaatkan
mereka, nampaknya bukan sesuatu yang his- semaksimal mungkin demi kesejahteraan ma-
torikal yang harus diungkap terus menerus, nusia.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 45


Amhar Rasyid

Dia betul-betul menfungsikan perannya warni kehidupan budaya tetap dalam kosmo-
sebagai khalifatullah fi al-Ardh. Oleh sebab politannya. Bila tipologi kultural van Peursen
itu, norma-norma fiqh klassik yang nampak ditarik ke ranah fiqh, di situ timbul masalah
tidak mampu merespon kehidupan modern bagi kita.
akan ditinggalkan, direinterpretasi ulang, dan Diskusi Van Peursen akan lebih signifi-
dibawa ke arah pragmatik (berdaya guna dan kan bagi kajian kita bila ditarik ke ranah fiqh
berhasil guna). dalam beberapa contoh aktual kontemporer.
Ajaran agama Islam untuk melaksanakan Fiqh yang tergolong mistikkal misalnya pa-
zakat di Indonesia nampaknya masih jauh dari ham keagamaan yang mengunakan ayat-ayat
fungsional. Farid M. Mas’udi sangat menda- al-Qur’an sebagai sarana (mantera) untuk ber-
lam analisisnya tentang zakat dalam disertas- obat. Cara semacam ini biasanya masyarakat
inya. Ternyata Pemerintah masih mewajibkan menyebutnya dengan ‘ilmu putih’. Contoh
pajak di samping kewajiban zakat bagi orang lain, apa yang dikenal di kalangan tertentu
Islam, yang mana menurut Fazlur Rahman hal dengan Qur’an Isthanbul (ukuran 1.5 x 1.5
tersebut menyuburkan sekularisasi seperti di cm lengkap 30 juz). Beberapa jema’ah haji In-
Pakistan. Ulama dan MUI harus menyadari donesia di Mekah tahun 1983 pernah berbisik
resiko negatif penerapan ganda tersebut. Bera- kepada penulis supaya membantunya men-
pa banyak dana yang lari keluar negeri (kasus jelajahi sudut kota Mekah untuk mencari dan
Mossac and Fonseca/Panama Papers) karena membelinya. Sedangkan dalam kehidupan
untuk menghindari pajak (tax), tetapi orang orang awam, banyak sekali dijumpai poton-
Islam tidak akan berniat lari keluar negeri un- gan ayat-ayat al-Qur’an (ayat Qursi dan Surah
tuk menghindari pembayaran zakat. Bila DPR Yasin) ditempel di atas pintu rumahnya (bu-
sibuk menyusun undang-undang tax-amnesty, kan dibaca). Inilah sekelumit contoh-contoh
apakah mereka juga akan sibuk untuk meny- kultur paham keagamaan, di mana Kitab Suci
usun undang-undang zakat amnesty? Itulah dipercayai mengandung unsur-unsur mistikal.
sekedar contoh belum fungsionalnya fiqh di Contoh kedua (ontologis) misalnya prak-
negeri berpenduduk Muslim terbesar di dun- tek ‘aqiqah. Nabi Muhammad SAW menga-
ia. takan bahwa Kullu ghulamin murtahinun bi
Ketiganya, di mata van Peursen khusus ‘aqiqah (Setiap anak tergadai (ditebus) dengan
soal budaya (bukan fiqh) dilihat sebagai men- ‘aqiqah. Fiqh Syafi’iyyah menetapkan 2 ekor
gandung unsur baik dan buruk. Tidak ada yang kambing bagi tiap anak-laki-laki dan 1 ekor
di’anak tirikan’. Ketiga sikap yang dijelaskan kambing untuk anak perempuan. Masyarakat
di atas dianggap, secara kultural, mengand- Muslim menerima dan mengamalkannya
ung warna kehidupan yang tidak perlu saling tetapi tetap saja anjuran untuk melaksana-
mempersalahkan. Sejarah diyakini berulang kan ‘aqiqah bersifat ontologis. Hanya sedikit
(siklus) dan dalam putaran siklus ‘pernik- mereka yang ber’aqiqah. Perintah Nabi untuk
pernik’ budaya mengandung ‘kebenaran’ yang melaksanakan ‘aqiqah masih jauh dari jang-
terkubur dalam tradisi masing-masing umat. kauan umumnya kaum Muslimin.
Lapisan-lapisan mistik, ontologis, dan Katakanlah penduduk Muslim Indonesia
fungsional adalah segment kehidupan budaya, sekarang 200 juta lebih (dalam dan luar neg-
di situ nampak wajah corak kehidupan anak eri), tetapi jumlah hewan kambing jelas tidak
manusia dimuka bumi. Biarkanlah warna- mencukupi bila mereka ber’aqiqah. Dan

46 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

tidak pernah Pemerintah sibuk mengimpor (Lima juta rupiah), maka biaya untuk 2 kamb-
kambing, seperti kasus daging. Ini menunjuk- ing saja dibutuhkan Rp 10.000.000,- (Sepuluh
kan bahwa perintah ‘aqiqah masih terletak juta) rupiah. Bila ditambah dengan pembelian
di’etalase’ hukum Islam. beras, dan rempah-rempah lainnya, diperkira-
Pertanyaannya sekarang ialah bagaimana kan akan menghabiskan Rp 11.000.000 s/d Rp
caranya agar perintah ‘aqiqah ditingkatkan 12.000.000,- (Sebelas sampai dua belas juta
ke level fungsional? Penulis mengusulkan rupiah) untuk meng’aqiqahkan 1 orang anak
suatu cara pandang yang mungkin barangkali laki-laki. Bagaimana jadinya bila si empunya
aneh dan baru dengan memberi contoh secara hajat ‘aqiqah memiliki anak laki-laki sampai
deduktif, tetapi penulis bertujuan agar hukum 5 orang anak laki-laki dan 2 anak perempuan?
Islam tentang ‘aqiqah tetap hidup di tengah- Bagaimana kalau mata pencahariannya hanya
tengah umat dan semakin fungsionil. sebagai kuli bangunan, atau tukang ojek, atau
Pertama, dari aspek sosiologis, porsi ma- sopir angkot, buruh pabrik, sementara ia di-
kan daging kambing antara orang Arab dan tuntut untuk meng’aqiqahkan semua anak-
Melayu tidaklah sama. Kepala, isi perut dan anaknya sebagai Muslim yang taat, karena
kaki kambing biasanya tidak dikonsumsi oleh mereka tergadai kata Hadis. Ini sungguh berat
bangsa Arab, berlainan dengan orang Islam di lagi memberatkan.
Asia Tenggara (Melayu) yang biasanya meng- Bagaimana alternatif memfungsionalkan
konsumsi seluruh tubuh kambing kecuali ba- ‘aqiqah? Di sini penulis mengemukakan ar-
hagian yang tak mampu tertelan. Artinya, 1 gumentasi, bukan ilmiah, tetapi rukhsoh (ke-
ekor kambing bisa dimakan oleh 5-10 orang mudahan). Bila dalam menunaikan kewajiban
Arab, tetapi boleh jadi untuk 100 orang Mel- solat, seseorang tidak mampu berdiri karena
ayu dalam jamuan ‘aqiqah. Arab memakannya alasan tertentu, dia diperbolehkan solat sam-
bersama roti. Sedangkan Melayu memakan- bil duduk, atau kalau juga tidak mampu duduk
nya bersama nasi. Artinya, si empunya hajat malah diperbolehkan solat sambil tidur ber-
‘aqiqah harus membeli beberapa karung be- baring, atau kalau tak mampu juga, diperbole-
ras sebagai persediaan untuk memakan 2 ekor hkan ia menggerak-gerakan matanya.
kambing. Tidak cukup beras saja, harus juga Bila demikian kemudahannya dalam
dibeli minyak goreng, bawang merah/putih, hal ibadah mahdhah, kenapa tidak ada rukh-
cabai dan rempah-rempah. Selain itu juga dii- soh pada ibadah ‘aqiqah? Boleh saja ses-
kuti dengan ‘cuci mulut’ (dessert), dan bah- eorang yang karena alasan ketidak mampuan
kan di beberapa kelompok masyarakat harus ekonominya melaksanakan ‘aqiqah bagi 1
disediakan beberapa bungkus rokok dan kopi- orang putranya, bukan dengan menyembe-
gula untuk mereka yang memasak di dapur lih 2 ekor kambing, tetapi dirukhsoh dengan
dan hadirin semuanya. dua ekor ayam jantan. Katakanlah harga 1
Ini tidak termasuk biaya pembelian 1 ekor ayam jantan besar dewasa ini sekitar Rp
tabung gas 15 kg. Hal ini menunjukkan bahwa 200.000,- (Dua ratus ribu) rupiah. Bila ditotal-
secara sosiologis, terdapat disparitas yang cuk- kan kebutuhan biaya untuk meng’aqiqahkan
up signifikan (Arab dan Melayu) dan pada gil- 1 orang anak laki-laki dewasa ini, ditambah
irannya berdampak pada kemampuan ekonomi dengan biaya beli beras, minyak goreng,cabe,
si empunya hajat. Seandainya 1 ekor kambing dan lain-lain sebagaimana disebutkan di atas,
jantan besar hari ini berharga Rp 5.000.000,- barangkali biayanya mencapai Rp 1.000.000,-

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 47


Amhar Rasyid

(Satu juta) rupiah. tas perkawinan telah lebih diangkat ke level


Dengan adanya rukhsoh semacam itu, fungsionalisasi karena beberapa pertimban-
mayoritas Muslim Indonesia akan melaksan- gan politik, kependudukan, dan birokrasi ken-
akan ibadah ‘aqiqah kendati kemampuan fin- egaraan.
ansialnya di bawah standar kecukupan. Yang Bahkan ayat al-Qur’an tentang laki-laki
dipentingkan ialah bagaimana agar supaya (al-Rijal) saja yang menjadi pemimpin juga
ibadah ‘aqiqah tidak lagi ontologis, tetapi ditarik ke ranah equality. Laki-laki dan wanita
fungsional. Yassiruu walaa tu’assiru (Bermu- dikatakan sebagai mempunyai hak yang sama
dah-mudahlah,jangan bersusah-susah). untuk berkarir (khusus politik), kendati di
Adapun yang bertanggung jawab men- belakangnya sebenarnya ada tekanan politik
jadikannya ontologis semacam itu adalah imperialisme Barat, terutama Amerika Serikat
ulama. Oleh karena itu kita tunggu jawaban- dan kebijakan Bank Dunia serta IMF untuk
nya dalam bentuk fatwa MUI untuk melahir- mewujudkan demokrasi politik dan persamaan
kan sistem yang berbeda. Sebab Van Peursen hak warga negara di negara berkembang.
mengatakan bahwa bilamana seseorang yang Menjamurnya partai politik di tanah air
memiliki fantasi kreatif dan juga memiliki pasca regime Soeharto menyebabkan organisai
jalan fikiran imajinatif, dapat memasukkan parpol kekurangan kader poltik wanita hing-
unsur yang sama ke dalam suatu sistem yang gga ke cabang dan ranting di pelosok-pelosok.
berbeda, boleh jadi unsur yang dimasukkan Sikap budaya politis demokratis dan egaliter
tersebut akan memperoleh dimensi yang lebih seperti ini ternyata lebih memfungsikan kand-
luas, dan ini akan membantu terlihatnya prob- ungan ayat, ketimbang bunyi ayat (nash).
lem solving yang baru 9. Dalam hal ini sikap budaya kontemporer yang
Apa contoh lain dari fungsional? Di- fungsional mengarah kepada pembenaran
antaranya hukum perkawinan. Departemen atas pendapat Gadamer bahwa ‘meaning’
Agama menyatakan tidak sah nikah sese- sebenarnya tertetak di luar teks, sebagaimana
orang bila tidak didaftarkan ke Kantor Uru- akan dibahas nanti. Teks, sebagai bukti tertu-
san Agama (KUA). Artinya, apa yang diya- lis, adalah refleksi atas kebenaran eksistensial
kini sebagai ‘nikah secara agama’ di tengah yang hidup di dalam tradisi. Tetapi sikap poli-
masyarakat digolongkan sebagai tindakan hu- tis nampaknya, bukan bertumpu pada tinjauan
kum yang belum sah. Pemerintah lebih mem- filsafat hermeneutis, tetapi lebih menekankan
fungsikan ikatan pernikahan administratif. kondisi ke kinian yang pragmatik-demokratik.
Sejalan dengannnya, poligami yang dipahami Jadi, dilihat dari teori kebudayaan, kebenaran
umum sebagai kebolehan beristeri hingga em- (Truth) sifatnya ontologis, bukan fungsional.
pat, sekarang dibatasi hingga satu saja (mo- Ontologis, artinya ialah bahwa kebenaran ter-
nogami) terutama bagi Pegawai Negeri Sipil dapat pada suatu tempat yang mempunyai ja-
(PNS), dengan beberapa pengecualian yang rak (space) dengan si pembaca.
sangat ketat. Sedangkan fungsional, artinya bahwa
Dengan pembatasan semacam itu di- kebenaran tersebut dipahami dalam arti re-
harapkan bisa menekan tingkat pertambahan lational (berhubungan) dengan si pembicara:
jumlah penduduk Indonesia. Artinya, sakrali- bagaimana ia lebih berfungsi di tengah-ten-
gah kehidupan. Pembicara mengambil peran
9 C. A. Van Peursen, Op. Cit., hlm. 153. dalam sejarah. Beramal, bukan lagi sekedar

48 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

mengharap pahala di akhirat (ontologis), tetapi adalah ‘sikap budaya’ yang kita miliki (sikap
lebih diartikan sebagai cara untuk mengisi ke- prilaku), bukan ‘aqidah.
hidupan eksistensial hari ini. Amal bukan lagi Sedangkan anda yang berfikiran ontolo-
dipahami sebagai kata benda (isim), tetapi gis akan menyikapinya dengan menunggu
lebih kepada arti kata kerja (fi’il). Maka inti saja kapan acara hendak dimulai, kapan mau
pemahaman sesungguhnya adalah gerak his- selesai, siapa yang akan membaca tahlil dan
torikal. Dengan kata lain ia adalah prosesual. berdoa. Doa yang panjang-panjang di’amini’
Dalam proses, objek yang difikirkan boleh saja. Perut keroncong ditekan saja. Acara
jadi sama, tetapi cara memikirkannya yang tahlilan adalah ‘barang’ yang tak boleh dis-
berbeda. Bandingkan dengan filsafat klasik entuh dan dipersoalkan. Pokoknya, semua di-
Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa ada ke- jauhkan dari campur tangan kita. Singkatnya,
samaan ide pemikiran manusia antara intelek Anda bersikap pasif.
aktif dengan intelek pasif, hanya saja yang Sedangkan anda yang berfikiran fung-
membedakannya saat berfikir ialah perbedaan sionil akan bersikap aktif dan bertanya ‘Ka-
objek yang difikirkan. Intelek aktif dalam pan acara ini akan dimulai? Siapa lagi yang
proses penyempurnaan dirinya akan menga- hendak ditunggu? Jam berapa mau selesai?
rah pada ide abstrak menuju kepada sesuatu Mau apa saya di sini? Tugas lain terbayang
universal dan semakin menjauh dari particu- menumpuk yang harus dikerjakan di rumah
laritas, kurang bersifat individual10. (LKD misalnya).
Kalau begitu, anda masuk kelompok yang Hari sudah larut malam. Bacaan doa
mana? Bila anda, misalnya, menghadiri acara dipesankan pada Ustadz agar pendek-pendek
tahlilan kematian di suatu tempat, anda yang saja yang akan berguna bagi kita hari ini. Anda
termasuk manusia berfikiran mistik akan yakin lantas mengambil peran, sambil mempersilah-
bahwa ada kekuatan gaib dalam acara tahlilan kan sang Ustadz atau tuan rumah untuk segera
tersebut, kendati anda tak paham apa isi doa memulai acara. Ini ciri manusia berfikiran
yang dibacakan. Anda tak berani mengeritik fungsionil. Sekali lagi, ketiga corak pemikiran
isi bacaan doa dan tahlil, sebab anda yakin tersebut mengandung nilai baik dan nilai bu-
ada kekuatan lain di luar diri anda. Anda tidak ruk, dan penulis di sini tidak berpihak dengan
berani absen dari acara tersebut, sebab diya- cara memberikan justifikasi parsial.
kini nanti akan tertimpa musibah. Dan anda
percaya bahwa acara tahlilan kematian itu ba- Fiqh: Tinjauan Hermeneutika Filosofis
hagian dari ajaran agama Islam sejak zaman Gadamer
Nabi Muhammad SAW, ia diyakini sebagai
Bila fiqh diartikan sebagai hasil pemahaman
anjuran Tuhan meski tidak ada di dalam al-
manusia atas hukum-hukum Allah yang rin-
Qur’an dan hadis. memang Nabi senyatanya
ci yang diambil dari dalil-dalil yang tafshili,
tidak pernah mengajarkan dan menghadiri ac-
maka Hermeneutika filosofis Gadamer lebih
ara tahlilan mayit, dan anda akan merasa ber-
menerangkan cara-cara pemahaman kita, ba-
dosa kalau tidak ikut acara tahlilan tersebut.
gaimana pemahaman tersebut dapat terjadi,
Sekali lagi, yang dibicarakan penulis di sini
hal-hal apa yang terjadi saat pemahamn terse-
10 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah but berlangsung. Hermeneutika ini membawa
Pendekatan Tematis, (Terj. Musa Kazhim dan Arif pemahaman tersebut kepada paham eksisten-
Mulyadi), (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 198.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 49


Amhar Rasyid

sialis (paham atas keberadaan/wujud). Anda Bagi bangsa Indonesia, khususnya umat
akan keliru bila memahami hermeneutika Islam, ada satu pertanyaan filosofis yang
hanya sebagai warisan dunia Kristen saja. mungkin akan sangat bagus diutarakan terkait
Manusia sepanjang sejarah telah meng- dengan pembahasan buku Gadamer. Pertan-
hasilkan pemahaman, nilai, dan pandangan- yaannya ialah: ”Apa syarat-syarat pengeta-
pandangan yang dipegang bersama. (‘History huan hermeneutis kita, yang mana dengan
created point of views, preferences, values, syarat-syarat tersebut pemahaman atas Fiqh
and preoccupationsor in short, “prejudices” dan Ushul Fiqh menjadi mungkin?” Pertan-
Sejarah melahirkan pendapat dan pandangan, yaan ini menantang secara keilmiahan, sebab
nilai-nilai, dan preokupasi singkat kata, ‘pras- pengalaman hermeneutis, menurut Gadamer,
angka-prasangka’). universal.
Kita sekarang mewarisi hal-hal semacam Karena ia universal, pokok-pokok ba-
itu yang disebut dengan prejudices (prasang- hasan hermeneutika filosofis di dalam buku-
ka-prasangka). Kitab-kitab kuning yang men- nya Truth and Method sangat terkait dengan
jadi rujukan dalam berfiqh sebenarnya sarat/ celah-celah rationalitas dan realibilitas dibalik
penuh dengan prejudices. Yang disebut den- historisitas, tentunya juga, termasuk tekstual
gan hasil ijtihad, fatwa, pendapat Imam tak Fiqh dan Ushul Fiqh. Historisitas teks-teks
lebih dari pada prejudices. Ia bukan hakikat semacam itu banyak menyimpan pesan-pesan
kebenaran (final), tetapi hasil renungan, re- dari masa silam yang ingin dibisikkannya
fleksi pemikiran atas kebenaran (Truth) yang kepada pembaca modern. Proses pergumu-
ada dalam tradisi Islami. lan teks-teks Ushul dengan filsafat Yunani,
Maka berpegang teguh atas pendapat bayang-bayang kekuasaan politis Dinasty
masa orang lampau sama artinya dengan ber- Umayyah dan Abbasiyah, perdebatan klassik
pegang teguh, bukan kepada kebenaran final, tentang persoalan al-Qur’an sebagai Makhluq
tetapi kepada pendapat terbaik yang ada pada atau Bukan Makhluq, pengaruh ajaran teologi
masanya, belum tentu the best untuk zaman Asy’ariyah dan Maturidiyah, Arabisasi keuni-
kita. versalan nilai-nilai Islami umpamanya, semua
Apa hubungannya dengan hari ini? mempunyai bias atas Ushul dan Fiqh.
Masing-masing kita menyimpan seperangkat Oleh sebab itu sekarang harus diajukan
‘bias’ atau prasangka yang mempengaruhi pertanyaan tentang syarat-syarat pengetahuan
persepsi kita atas dunia dan juga mempen- hermeneutis kita. Syarat-syarat pengetahuan
garuhi cara kita menjawab dunia. Prasangka yang ‘memungkinkan’ tersebut jelas meru-
semacam itu bukan hanya tumbuh dari dalam pakan suatu proyek besar dan merupakan
diri kita, tetapi sebagai akibat warisan seja- terobosan baru dibidang filsafat sekarang ini,
rah yang jauh dari nenek moyang, tetangga sebab, pada dataran dunia ilmu pengetahuan
dan bangsa yang pernah ada. Jadi, pandangan global, telah terjadi dikotomi metodik dalam
dunia kita sesungguhnya adalah produk masa penggalian kebenaran (Truth) antara bidang
lampau dari aneka ragam peristiwa sejarah ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu alam.
dan ideologi. Ini tersimpan dalam kitab-kitab Pada bidang ilmu-ilmu kemanusiaan,
kuno11. lluralitas makna dalam kata, menurut Ga-
damer, menunjukkan bahwa bahasa, jauh
11 http://www.nndb.com/people/964/000093685/. keberadaannya sebelum proses berfikir, ba-

50 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

rangkali menunjuk kepada sesuatu yang inti. Tradisi bukan kumpulan akidah yang bersifat
Pluralitas makna tersebut kemudian muncul teoritis-statis, dan fakta-fakta mati yang tidak
bersamaan dengan gagasan dasar Gadamer menerima perubaan, tetapi berwujud sejum-
tentang pemahaman. Gagasan dasar itu ken- lah realisasi dari banyak teori yang muncul
dati memiliki banyak arti namun seluruhnya dalam situasi tertentu, dalam kondisi sejarah
menunjuk kepada suatu fenomena sentral: tertentu, dan di dalam kelompok masyarakat
pemahaman tak lain adalah bentuk kesadaran tertentu yang memberikan pandangan mereka
atas keberadaan kita (wujud insani). mengenai alam’13.
Dalam tradisi Islami mungkin bisa diis- Mengerti (understand) bukan masuk ke
tilahkan dengan arti bahwa pemahaman diri dalam pemikiran seseorang lawan bicara kita.
sebagai khalifatullah fi al-ardl kalau hanya Tetapi seseorang dikatakan mulai mengerti
ditafsirkan sebagai wakil Allah di bumi belum ialah tatkala ‘being open to the perspective
tercapai, tetapi harus berujung kepada makna from which the person or a text has formed
dari keberadaan itu sendiri, yaitu pemahaman. the views to be disclosed’14. Pemahaman ter-
Pemahaman adalah bentuk asli dari wujud jadi antara deskripsi dan interpretasi. Pemaha-
insani fi al-ardl. Jadi bedanya terletak pada man, yang terjadi antara deskripsi dan inter-
penekanan Gadamer atas aspek kognitif yang pretasi, bukanlah penyatuan pemikiran secara
bersandar kepada intelektualitas, sedangkan misterius, tetapi ia adalah ‘peristiwa/kejadian’
teologi Islami lebih memahami keberadaan (Ereignis)15.
manusia sebagai ‘pemikul beban’ yang ber- Pemahaman adalah partisipasi dalam
implikasi tanggung jawab agar tercipta har- makna. Bila dilihat dari aspek hermeneutika
monisasi antara micro dengan macro cosmos.
Seyyed Hossein Nasr, mengutip perumpamaan
Pemahaman (understanding) bagi Ga- dari seorang ahli tasawwuf, mengibaratkan tra-
damer adalah apa yang sedang ada di dalam disi dengan ‘air laut’ dan ikan di dalamnya yang
diri kita(it is what is existing beings we are), tak pernah mempertanyakan kandungan air laut
bukan sesuatu hasil yang diraih sebagai akibat tempat hidupnya, namun si ikan sering menden-
gar dari ikan-ikan lain tentang perihal adanya air
perjumpaan dengan sesuatu (isi kitab misal-
laut yang mengitari dirinya. Itulah kiasan untuk
nya), mengutip penjelasan Komaruddin Hi- manusia dan tradisi. Tradisi Islam, Yahudi, Kris-
dayat dari Robert Hollinger. Ia berbeda dari ten, Mesir Kuno, Babylonia, Dynasti Ming, dan
pemahaman orang lain pada umumnya. Jadi, Romawi serta Persia telah banyak menghasilkan
Truth, sebagai hasil dari pergulatannya dengan
makna ‘memahami’ adalah keadaan tersam-
dunia nyata. Bahkan sebahagian penduduk di in-
bung seketika (nyantol/jawa) dengan tradisi12. donesia, malah menganggap ada Truth di zaman
Soeharto dibandingkan dengan zaman sesudah-
12 Tradisi berasal dari kata Latin ‘traditio’,artinya nya dan dengan bangga menempelkan gambar
meneruskan kepada orang lain suatu berita,segala sang mantan Presiden pada truk dan angkot prib-
sesuatu yang sampai kepada kita melalui peran adinya.
sejarah, misalnya adat, bahasa, tata masyarakat, 13 Hasan Hanafi dalam Abu Zaid, Tekstualitas.,
keyakinan, dsb. Dalam pengertian ini termasuk hlm. 10.
juga proses bagaimana ia diturunkan kepada 14 Indo-Pacific Journal of Phenomenology, vol. 7,
generasi berikut. Dalam tradisi, masa silam hadir September 2007, hlm. 6.
kembali sembari memberi dimensi baru kepada 15 Andrzej Wiercinski, “Hans-Georg Gadamer and
masa kini. Adalah suatu kemustahilan bila hidup the Truth of Hermeneutic Experience”, Journals.
tanpa tradisi. Kamus Populer Filsafat, Dick Har- library. mun. ca, PDF, hlm. 8, akses 23 Novem-
toko, (Jakarta: Rajawali Press, 1986), hlm. 187. ber 2014.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 51


Amhar Rasyid

filosofis, maka ‘pemahaman’ (understanding) sampai pada pemahaman yang berbeda kar-
menurut Heidegger, sebagaimana diikuti oleh ena, antara lain, faktor-faktor yang disebutkan
Gadamer, adalah ‘the way to be’ (cara berada di atas.
manusia). Gadamer mengatakan ‘peleburan Dapat dikatakan, membaca potongan-
cakrawala’ bukan harus dengan (author), potongan atau suatu Surah tertentu dalam
tetapi dengan tradisi melalui proses dialog. al-Qur’an bukanlah menghasilkan pemaha-
Oleh karena itu sifat pencarian kebenaran man. Kata-kata Gadamer ‘common sphere of
bukan metodologis, tetapi ontologis. Maka meaning’ artinya bukan apa yang ditemukan
pembacaan teks/nash yang kalimatnya/ayat- diantara rangkaian-rangkaian teks, tetapi dari
nya bersifat petunjuk/irsyad, pada umumnya balik apa yang tak tertulis (mengungkapkan).
berisikan indikatif (arahan) dan kurang bersi- Reader (pembaca), berdasarkan wawasan
fat regulatif (aturan), mengutip kata-kata bijak pengetahuannya, terus berdialog dengan teks/
Fazlur Rahman. ayat, terus bertanya sekitar topik pembicar-
Pernyataan ini menegasikan pendapat aan untuk mengungkapkan kebenaran baru.
yang biasanya mengatakan bahwa pemaha- Dialog yang lama dan mendalam yang terjadi
man diraih dengan membaca teks/nash/matan antara makna-makna sementara yang diraih
Hadis. Teks hanyalah sarana (jembatan) guna si reader dengan makna-makna tersembunyi
sampai kepada tradisi. Dengan mengadakan oleh teks, disitulah terjadi ‘perjumpaan’ yang
dialog panjang via teks/matan Hadis/ayat- menghasilkan understanding.
ayat, maka seseorang akan sampai kepada ke- Ambillah contoh lain tentang membaca
benaran (Truth) yang ada dalam tradisi. KUHPidana. Membaca fasal demi fasal tidak-
Untuk meraih pemahaman baru, diper- lah dianggap sebagai mendatangkan pemaha-
lukan proses dialog antara pembaca dengan man oleh Gadamer. Pembaca KUHP tersebut
teks. Ibarat dua orang yang berteman sedang dengan segala kemampuan seyogyanya akan
berbincang-bincang dalam satu topik pembi- sampai pada makna, bukan terpaku kepada
caraan, namun komunikasi yang sebenarnya teks semata. Makna yang diraihnya tersebut
bukan berlangsung dalam bentuk orang, tetapi bertanya pula, bukan kepada teks dalam fasal-
‘dalam bentuk pemahaman bersama tentang fasal, tetapi kepada makna yang tersembunyi
arti’ (common sphere of meaning). Artinya, di antara fasal-fasal. KUHP akan bercerita ten-
mengandalkan kesimpulan bacaan suatu teks tang masa penyusunannya, siapa-siapa yang
bukanlah pemahaman. Pembaca (reader) dan menyusun fasal-fasal demi fasal.Bagaimana
pengarang buku (author) harus berbeda pada kondisi sosial politik pada masa itu. KUHP itu
pemahaman yang diraih masing-masing. Ke- juga akan membisikkan adanya unsur hukum
napa? Karena mereka berdua berbeda zaman, Kolonial Belanda yang telah menjiwai hukum
berbeda tingkat wawasan keilmuan, berbeda pidana Indonesia. Juga akan tersingkap alasan
dalam kemampuan (proses) berfikir, dan lain kenapa hukum rajam, hukum cambuk Islam
sebagainya. Teks yang tertulis, apakah berben- tidak masuk ke dalamnya. Itu semua akan
tuk naskah atau buku, hanyalah pantulan atau menghasilkan makna (meaning). Perjumpaan
refleksi dari perjumpaan author dengan tradisi makna-makna semacam itu, melalui dialog,
yang mengitarinya. Reader bisa saja menjadi akan membawa kepada pemahaman yang ber-
author kedua dan menulis sebuah buku atau sifat temporer pula. Demikianlah pemahaman
naskah tentang topik yang sama, tetapi akan reader akan terus berobah tergantung dari bo-

52 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

bot pertanyaan yang diajukannya. Itulah cara ing yang dibacanya masih terletak ‘jauh di
meraih pemahaman KUHP menurut pemaha- etalase’, akibatnya fiqh klassik tidak akomo-
man penulis atas ide Gadamer. Oleh sebab itu datif dengan dunia modern Indonesia.
wajar seorang hakim sebelum menjatuhkan Kalaupun diberlakukan bahagian-ba-
vonis harus menggali sebanyak-banyaknya hagian tertentu dari kandungan kitab (talfiq),
baik kebenaran tertulis atau bukti-bukti ma- tetapi harus diingat bukan teks hukum yang
teril dan yang tak tertulis. Nabi juga menepuk diseleksi semacam itu yang mengandung
bahu Mu’az bin Jabal tatkala hendak berang- nilai-nilai keadilan, sebab pada lapisan bawah
kat ke Yaman: ini bukti bahwa kebenaran teks hukum selalu ada lapisan moral yang
tertulis tidaklah cukup. dikandungnya. Jadi setiap teks hukum men-
Seluruh isi BAP (Berita Acara Pemerik- gandung 2 (dua) lapis: legal plane (ketentuan
saan) oleh Polisi dari pengakuan alm. Freddy tertulis) dan moral-plane (jiwa hukum), kata
Budiman (gembong narkoba/terpidana mati) Fazlur Rahman. Talfiq adalah seleksi pada da-
tidaklah cukup untuk mengungkap kebenaran, taran legal plane, dan yang terabaikan adalah
terutama untuk mengungkap kebenaran adan- moral-plane. Oleh karenanya, suatu aturan
ya keterlibatan oknum Polri, TNI AD, dan yang disusun atas jurisprudensi pada hakeka-
BNN yang membantu adanya dugaan penye- tnya adalah membangun particular di atas
lundupan 1 (satu) kontainer Narkoba ke Ja- particular.
karta. Bukankah jurisprudensi itu historikal?
Singkat kata, anda yang sangat berpegang Pernyataan ini tentu berimplikasi kritik kon-
teguh (di dalam kelas kuliah, atau di mimbar struktif ,antara lain, bagi kitab Kompilasi Hu-
dakwah) pada teks yang tertulis saja, sebai- kum Islam (KHI) dengan tidak mengecilkan
knya berfikir ulang. Kembali kepada pembi- jasa besar Munawir Syadzali dan lainnya, dan
caraan kita (mistik, ontologi, dan fungsional), penulis tidak akan membahasnya di sini.
nampaknya pemahaman (understanding) be- Di segi lain, konsep perbankan Syari’ah
lum banyak terjadi terhadap hukum-hukum yang menjamur dewasa ini, menurut penulis,
Islam dalam membaca kitab-kitab fiqh klasik. bukanlah Syar’iyyah secara material, tetapi
Di pesantren-pesantren pada umumnya masih bersifat normatif-konsepsional. Bila
yang diajarkan dari kitab fiqh tersebut adalah konsep syari’ah itu sendiri dipahami sebagai
apa hukum atas sesuatu (halal, haram), apa ajaran setiap Nabi dan Rasul (beda Rasul beda
pendapat Imam (pengarangnya), apa dalil- syari’ah), maka konsep dan praktek riba juga
dalil yang digunakannnya, kemudian ditarik telah dikutuk Tuhan pada masa Nabi Musa As:
kesimpulan, dan itulah yang dinamakan den- bukan hanya di zaman nabi Muhammad SAW.
gan pemahaman bagi mereka. Jadi,di mana letak beda syar’iyyah Muham-
Dengan kata lain,belum terjadi dialog madiyahnya dengan syari’at Nabi Musa As?
antara makna yang diraih santri (reader) den- Artinya, bila menganggap pengharaman
gan makna yang terselip-selip di dalam kitab riba sebagai syari’at Muhammad an sich,
yang dibacanya. Alhasil, pembacaan seperti maka pemahaman seperti itu jelas keliru dan
itu akan berujung pada canonical. Bisa dika- tidak adil kepada sejarah. Pengharaman riba
takan bahwa pemahaman yang didapat belum telah berlaku lama dalam sejarah anak ma-
fungsional, tetapi masih ontologis. Jiwa dan nusia. Praktek riba harus dipahami sebagai
spirit hukum yang dikandung oleh kitab kun- ‘kanker’ ekonomi yang berskala universal.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 53


Amhar Rasyid

Kalau perbankan syari’ah modern memaha- yang kaya dengan pernik-pernik kebenaran
mi konsep syari’ah terbatas hanya pada Nabi (Truth). Barangkali Syafi’i Antonio agak ke-
Muhammad SAW saja (sesuai ajaran Islam beratan dengan analisa penulis ini.
katanya), itulah yang ditolak penulis. Bila demikian halnya, apakah penulis
Melihat konsep syari’ah di atas, maka lebih cenderung kepada justifikasi cara kerja
konsep perbankan syari’ah modern pada Bahtsul Masa’il Nahdhatul Ulama? Tidak.
hakekatnya adalah perbankan fiqhiyyah. Bahtsul Masail, menurut penilaian penulis,
Konsep pengharaman riba masih diletakkan lebih melihat Truth di ‘dalam’ teks-teks fiqh
pada dataran ontologis, namun untuk opera- ulama klassik, sementara penulis mengikuti
sionalisasinya perbankan mengeluarkan ber- Gadamer bahwa kebenaran bersemayam di
bagai produk, seperti mudharabah, ijarah, ‘luar’ teks. Lebih jelasnya begini. Bahtsul
musyarakah,dan lain sebagainya. Masail, umpamanya, mencari kebenaran (jus-
Produk-produk perbankan semacam ini tifikasi) atas pengharaman riba dari semua
tak lebih sebagai fiqh modern. Ia adalah produk teks, nash al-Qur’an dan pendapat-pendapat
nalar anak manusia yang berusaha menunjuk- ulama fiqh klassik, dan kemudian dipegangi.
kan arti Daseinnya di bawah pelarangan riba Pendapat ulama-ulama itulah yang dijadi-
yang ontologis. Buktinya, perbankan syari’ah kan hujjah, dan tidak boleh berbeda pandan-
masih menetapkan suku bunga untuk pinjaman gan dengan mereka. Artinya, Bahtsul Masa’il
uang dalam jangka waktu tertentu. Apalagi di NU meyakini kebenaran (Truth) dalam sejarah
kalangan ulama hakikat riba itu sendiri masih sebagai perennial, pada hal dalam interpretasi
debatable sehingga mengarah ontologik. Bah- para ulama Salaf dan Khalaf juga terkandung
kan di lapangan, masih banyak kaum Muslim- pendapat-pendapat yang historikal. Lain pula
in yang lebih tertarik bermu’amalat dengan halnya Muhammadiyah. Ia masih ambivalen
(katakanlah) BRI konvensional dari pada BRI (sikap mendua) dalam menetapkan status hu-
Syari’ah. Maka dalam kajian ini yang perlu kum perbankan konvensional, karena yang
dilihat adalah, bukan kepiawaian perbankan dinyatakan masih terkait dengan praktek riba
memperdagangkan berbagai produknya, tetapi hanyalah bank perkreditan, bukan bank milik
bagaimana konsep syari’ah tentang penghara- negara dan bunga yang diberikan oleh bank
man riba di letakkan pada dataran ontologik. negara dianggap ‘musytabihat’16.
Menurut hemat penulis, seyogyanya kon- Sementara bagi penulis, ‘illat penghara-
sep pengharaman riba itu sendiri yang mesti man riba , mengikuti teori Gadamer, ditan-
dipasarkan pada dataran perbankan interna- yakan terus menerus kepada pengarang kitab
sional, agar produk-produk perbankan seperti yang menjadi rujukan. Bagaimana dia (pen-
murabahah, musyarakah, mudharabah dan garang) memahami ayat-ayat tentang riba,
ijarah dapat berfungsi. Barometer syari’ah Hadis-Hadis terkait, Asbab al-Nuzul ayat,
di dunia perbankan dilihat pada daya jual Asbab al-Wurud Hadis, dan bagaimana pema-
produk-produk fiqh tersebut. Namun harus hamannya tentang praktek riba di zamannya,
diingat pula bahwa maju atau mundurnya dan bagaimana pula pemahamannya tentang
syari’at Muhammad SAW adalah akibat gerak riba yang terjadi di zaman Rasul dan yang ter-
fiqh dalam putaran sejarah. Maka kebenaran
16 Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Him-
(Truth) dicari bukan dalam syari’at tetapi dari
punan Putusan Tarjih (HPT), (Bandung: Sumber
balik teks-teks fiqh. Fiqh Islam itulah tradisi Djaya, 1971), hlm. 309-310.

54 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

jadi di zamannya. Rasul menghadapi riba pada Mughni al-Muhtaj, al-Majmu’ oleh Imam
zamannya menghasilkan meaning, dan pen- Nawawi, I’anah al-Thalibin dan sebagainya.
garang kitab (author) menghadapi riba pada Refleksi pemikirannya itulah yang ditan-
zamannya sendiri juga menghasilkan mean- yai terus menerus dari balik untaian teks, se-
ing. Bagaimana parahnya keadaan adh’afun hingga menyingkapkan kebenaran-kebenaran
mudha’afah pada tiap zaman di mana praktek bagi ke dua belah pihak, bagai mengisi bejana
riba terjadi, perlu dicari khusus dan dimenger- yang mempunyai 2 sisi sehingga terisi seim-
ti pada zaman itu pula. bang. Ujung-ujungnya, sebagai kewajaran,
Maka terjadilah diskusi terus menerus se- reader (katakanlah Koperasi IAIN Jambi)
hingga terjadi peleburan cakrawala (Horizon akan berbeda kesimpulan dalam kasus yang
Vermeltzung): diskusi antara meaning dengan sama (makna riba) dengan author (pengarang
meaning. Hakikat keharaman riba jelas peren- kitab-kitab kuning), sebab mereka berdua
nial (sesuatu yang mutlak diyakini sepanjang berbeda zaman dan konteks. Author diyakini
masa), tetapi apa saja produk-produk per- telah berbuat maksimal di masanya, tetapi
bankan yang disangkakan menjauh dari prak- itupun belum cukup. Maka kebenaran dicari,
tek riba, masih dipertanyakan. bukan di dalam teks seperti sikap canonical
Lebih jauh, cobalah lihat prakteknya di (yang hanya bisa bicara halal-haram), tetapi
lapangan, khususnya peminjaman uang oleh dari balik teks kata Gadamer (critical dan
Koperasi IAIN Jambi yang bermodalkan pin- global). Begitulah cara kita melahirkan dan
jaman dari bank Mandiri Syari’ah! Mereka mewariskan tradisi untuk generasi menda-
takut riba, tetapi mereka memperdagangkan tang, terutama tradisi budaya akademik untuk
(kredit) uang tukar uang dan mendapatkan nilai menuju ke UIN. Itulah yang disebut the way
lebih: kepiawaian mereka untuk mendapatkan to be (cara berada).
nilai margin itulah yang penulis namakan fiqh. Jadi, tradisi merupakan kumpulan inter-
Pengharaman riba yang syar’iyyah menjadi pretasi yang diberikan oleh masing-masing
ontologis (terletak nun jauh di etalase). Kita generasi sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang
menjadi scriptural. Maka meaning (penghara- tengah dihadapi dalam hidupnya, dan itulah
man riba yang ontologis) memerlukan diskusi kemudian yang diwariskan. Menggali Truth
terus menerus, jangan hanya membatasi jus- adalah mendiskusikan, bukan berpegang teg-
tifikasi pada produk-produk perbankan yang uh (sampai-sampai fanatik) pada kumpulan
ditawarkan sesaat. Terus menerus artinya di- interpretasi tertentu.
lakukan dialog tanpa batas ala Socrates, bu-
kan ‘debat kusir’ yang menundukkan lawan Penutup
bicara, tetapi mencari ‘pemenuhan’ cakrawala
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
si penanya (reader) dengan cakrawala orang
bahwa, secara budaya, hanya hukum Islam
yang ditanya (author). Sebabnya ialah karena
‘ubudiyah yang banyak hidup di tengah umat
adanya keyakinan bahwa author menuliskan
Islam Indonesia. Sementara hukum Islam
kitab fiqhnya bermodalkan paham keagamaan
(politis, ekonomi) jelas belum banyak dip-
subjektif yang ada di masanya, maka pema-
raktekkan. Kenapa? Dari diskusi di atas ada
hamannya historikal, terbatas, dan refleksi
petunjuk implikatif bahwa eksklusifitas legal
pemikirannya itulah yang kemudian terekam
teks tidak membawa keharmonisan hidup bila
menjadi teks-teks fiqh klassik, seperti kitab

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 55


Amhar Rasyid

dipaksakan, sebab ia adalah particular. Ke- Bibliography


benaran (Truth) seyogyanya dicari dari balik
teks, agar kehidupan umat bisa harmoni da- Literature
lam multi kultur. Hakikat Truth memang satu C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Alih
(universal), tetapi pemahaman anak manusia Bahasa Dick Hartoko, Yogyakarta: Kani-
atas truth adalah multi. Maka truth semacam sius, 1976.
itu melahirkan kebenaran relatif/ nisbi. David Trueblood, Filsafat Agama, Alih Ba-
Fungsionalisasi hukum-hukum ekonomi hasa M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang,
Islam sekarang lebih banyak pada dataran no- 1965.
menclature, seyogyanya substansial. Istilah Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
bank-bank syari’ah, ekonomi syari’ah, dan Himpunan Putusan Tarjih (HPT), Band-
asuransi syari’ah belum menunjukkan hakikat ung: Sumber Djaya, 1971.
syari’ah Islam itu sendiri dimana moral se- Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat, Ja-
bagai raison d’etrenya, kecuali hanya pada karta: Rajawali Press, 1986.
dataran fiqhiyyah. Sejalan dengannya, masih Edward Said, Orientalism, London: Rout-
kabur oleh umat perbedaan antara Syafi’iyyah ledge and Kegan Paul, 1978.
(eksklusif) dan Islam totalitas (inklusif), Kluckhohn dan Kroeber, Ensiklopedi Nasion-
akibatnya mereka menganggap ajaran fiqh al Indonesia, Jakarta: Cipta Adi Pustaka,
Syafi’iyyah itulah yang Islami, sebahagian 1989.
penyebabnya bisa dilacak kepada sikap kita Mircea Eliade and Joseph M. Kitagawa, (ed.),
yang canonical. The History of Religions. Essays in Meth-
Atas pemikiran tersebut, disarankan ke odology, Chicago: The University of Chi-
depan agar kuliah perbandingan mazhab, per- cago Press, 1959.
bandingan hukum, perbandingan agama tidak Munir Mulkhan, Masalah-Masalah Teologi
lagi memenangkan/berfihak kepada salah satu dan Fiqh Dalam Tarjih Muhammadiyah
mazhab, atau hukum, atau agama yang dipe- Yogyakarta: SIPRESS, 1994.
gangi oleh dosen pengampu sehingga beru- Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam:
jung pada truth-claim, tetapi menggali truth Sebuah Pendekatan Tematis, (Terj. Musa
yang ada pada masing-masing tradisi (mazhab, Kazhim dan Arif Mulyadi), Bandung:
hukum, dan agama). Signifikansinya, filsafat Mizan, 2002.
teks perlu diajarkan bukan diindoktrinasi, se- Seyyed Hossein Nasr, Tentang Tradisi, dalam
bab kita memerlukan bukti kebenaran. Karena Perennialisme, Melacak Jejak Filsafat
bukti yang baik ialah bukti yang mempunyai Abadi, Ahmad Norma Permata, (ed.), Yo-
pintu belakang yang terbuka dalam menerima gyakarta: Tiara Wacana.
bukti-bukti baru akibat perkembangan penge-
tahuan17 Lain-lain
Andrzej Wiercinski, “Hans-Georg Gadamer
and the Truth of Hermeneutic Experi-
ence”, Journals. library. mun. ca, PDF.
17 David Trueblood, Filsafat Agama, Alih Bahasa h t t p : / / w w w . n n d b . c o m /
H. M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), people/964/000093685/.
hlm. 30-31.

56 Vol. 15, No. 1, Juni 2015 Al-Risalah


Mistik, Ontologis, dan Fungsional

Indo-Pacific Journal of Phenomenology, Vol. Republika, 5 Januari 2002.


7, September 2007.

Al-Risalah Vol. 15, No. 1, Juni 2015 57

Anda mungkin juga menyukai