Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir yaitu sejak hari

pertama kelahiran hingga bayi berusia 6 bulan sesuai dengan rekomendasi

World Health Organization (WHO, 2012). ASI merupakan makanan

tunggal terbaik bagi bayi baru lahir dan sangat penting untuk kesehatan

bayi karena mengandung banyak komponen yang bermanfaat bagi

kesehatan dan pertumbuhan bayi. Kandungan ASI terdiri dari kolostrum

yang mengandung immunology aktif yakni IgA dalam jumlah besar, IgM,

IgD, IgG, dan IgE yang berfungsi sebagai antibodi dalam melawan agen

infeksius seperti halnya kuman, bakteri, serta virus, yang mampu

mencegah serta menurunkan risiko kematian pada bayi baru lahir. Namun,

pemberian ASI eksklusif dapat terhambat oleh kelancaran produksi ASI

(Vidayanti dkk, 2020).

Kelancaran produksi ASI sedikit sulit diketahui apabila tidak muncul

let-down reflex. Let-down reflex (LDR) atau milk-ejection reflex (MER)

adalah reaksi alami tubuh ibu ketika bayi mengisap payudara yang

mengakibatkan saraf-saraf kecil payudara ikut terstimulasi. Ada beberapa

tanda produksi ASI mengalir dengan normal dan lancar diantaranya yaitu

ibu merasakan kram di sekitar rahim, bayi mengubah pola isapan dari

pendek menjadi panjang, ibu merasa ada sensasi kesemutan pada

1
2

payudara. Saat ibu merasakan salah satu tanda tersebut, itu tandanya ASI

mengalir lancar dan normal (Ediyati, 2020).

Serta ada beberapa kriteria lainnya yang digunakan sebagai patokan

dalam mengetahui kelancaran produksi ASI yakni ASI yang banyak dapat

merembes keluar melalui puting, sebelum disusukan payudara akan terasa

tegang, payudara ibu akan terasa lembut dan kosong ketika selesai

menyusui menandakan ASI telah habis. Ibu dapat mendengar suara

menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI (Marmi, 2015).

Secara fisiologis, pengeluaran ASI masih dapat dikategorikan

normal, pada saat ASI keluar saat hamil dan ASI keluar 2-3 hari setelah

melahirkan. Jika ASI keluar lebih lama, maka hal tersebut sudah termasuk

dalam kategori patofisiologi, dimana hal ini harus mendapatkan

penanganan lebih lanjut (Harismi, 2020).

Pada ibu yang melahirkan tidak secara spontan atau operasi Sectio

Caesarea (SC) sering mengalami penurunan kelancaran produksi ASI

yang mengakibatkan ibu mengalami kesulitan dalam memberikan ASI

eksklusif pada bayinya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Chertox dan Shoham Vardi (2017) dengan hasil yakni ibu-

ibu yang melahirkan secara SC berisiko 3 kali lebih besar untuk

mengalami hambatan dalam kelancaran produksi ASI dibandingkan

dengan ibu-ibu yang melahirkan secara spontan karena ibu pasca bedah

sesar masih membutuhkan waktu observasi, begitu pula dengan bayi yang

lahir melalui bedah sesar tersebut (Dewi dkk, 2018).


3

Dari penelitian internasional Nuampa (2021) didapatkan data

sebanyak 491 wanita berhenti menyusui pada usia 9 minggu, dengan

alasan pasokan ASI yang tidak mencukupi atau tidak lancar. Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) 80% ibu yang mengalami

proses persalinan melalui bedah sesar memiliki peluang lebih tinggi dalam

mengalami permasalahan kelancaran produksi ASI.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Miladiyah (2020) di

Ruang Irna Mawar RSUD dr. Mohammad Zyn Kabupaten Sampang di

dapatkan bahwa dari 10 responden Post SC terdapat 5 (50%) orang ibu

post partum mengalami kendala ASI tidak keluar, 4 (40%) orang ibu

postpartum mengalami ASI tidak lancar pada awal menyusui, serta hanya

1 (10%) orang ibu postpartum tidak mengalami kendala dalam menyusui

yaitu produksi ASI lancar. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa

masih ada ibu post Sectio Caesarea (SC) yang mengalami produksi ASI

yang tidak lancar.

Dalam prosedur tindakan operasi pasti terdapat tindakan anastesi,

salah satunya yaitu anastesi epidural yang mengakibatkan pengeluaran

hormone oksitosin terhambat. Anastesi juga memiliki beberapa efek

samping diantaranya yaitu rasa mual, pusing, serta menggigil masih bisa

dirasakan ibu pada masa pemulihan (Syukur dkk, 2020).

Selain itu ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelancaran

produksi ASI yaitu faktor makanan ibu dimana jika gizi ibu kurang dari

kebutuhan dapat mengakibatkan menurunnya jumlah ASI , faktor isapan

bayi dapat menstimulus kelenjar hipotalamus untuk merangsang prolatin,


4

frekuensi penyusuan berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormone

dalam kelenjar payudara, riwayat penyakit dapat mengganggu proses

laktasi kurang lancar, faktor psikologis dapat menyebabkan berkurangnya

kelancaran produksi ASI, dukungan suami atau keluarga akan sangat

membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui, berat badan lahir

berkaitan dengan kekuatan menghisap frekuensi dan lama penyusuan

dibanding bayi yang lebih besar, perawatan payudara jika dilakukan akan

memproduksi ASI yang cukup, jenis persalinan ketika persalinan normal

ibu bias langsung melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sedangkan

pada persalinan SC ibu kesulitan karena masih ada efek samping anastesi,

umur kehamilan saat melahirkan juga berpengaruh karena bayi sangat

lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif, konsumsi rokok akan

menganggu hormon prolactin dan oksitosin untuk produksi ASI, konsumsi

alcohol dapat menghambat produksi oksitosin, teknik menyusui yang

kurang tepat tidak dapat mengosongkan payudara optimal sehingga

mneurunkan kelancaran produksi ASI, rawat gabung mempermudah bayi

untuk lebih sering disusui dan frekuensinya lebih sering, dan pil

kontrasepsi bisa mempengaruhi hormon ibu untuk menyusui (Marmi,

2015).

Jika masalah ASI tidak lancar tersebut tidak ditangani, akan

menyebabkan terhentinya produksi ASI secara permanen. Hal tersebut

diakibatkan oleh tidak terstimulasinya refleks oksitosin yang berdampak

pada tidak ada pengeluaran hormon prolaktin untuk ibu memperoduksi

ASI (Astuti dkk, 2017). Jika ASI tidak diproduksi, maka akan berdampak
5

pada bayi yang dilahirkan, diantaranya yaitu akan mengalami risiko

infeksi lambung-usus, sembelit, alergi serta kekebalan bayi terhadap

penyakit menurun, bayi juga akan mengalami efek kuning (jaundice)

karena bilirubin dalam darah bayi masih tinggi (Nurjannah dkk, 2013).

Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk membantu kelancaran

produksi ASI. Salah satunya yaitu Endorphin massage, pijat yang bisa

dilakukan di sekitar leher, punggung dan lengan tersebut dapat

memberikan perasaan nyaman dan tenang, sehingga dapat merangsang

hormon endorfin dan oksitosin. Kedua hormon ini berperan dalam

merangsang keluarnya ASI sehingga bisa membantu melancarkan

produksi ASI (Alza & Megarezky, 2020). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Febriyanti (2020) menunjukkan setelah dilakukan pijat

endorphin, ibu nifas menghasilkan lebih banyak ASI dibandingkan ibu

yang tidak menerima pijat endhorpin.

Selain itu, ada cara lain untuk menstimulasi hormon oksitosin yaitu

pijat punggung. pijat punggung dapat memberikan sensasi rileks pada ibu,

sehingga melancarkan aliran saraf saluran ASI pada kedua payudara. Pijat

punggung akan memberikan kenyamanan dan membuat rileks ibu karena

massage dapat menstimulasi refleks oksitosin, dimana oksitosin akan

merangsang terjadinya let down reflex sehingga terjadi proses ejeksi ASI

dari alveoli dan duktus lactiferous yang secara otomatis ASI pun keluar

(Marmi, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vidayanti,

dkk (2020) menunjukkan adanya perbedaan kelancaran produksi ASI pada


6

kelompok intervensi pijat punggung dibandingkan dengan kelompok

kontrol (p-value 0.023; OR=3.85).

1.2 Identifikasi Penyebab Masalah

Faktor-faktor yang mempengaruhi

kelancaran produksi ASI

a. Faktor makanan ibu

b. Faktor isapan bayi Solusi

c. Frekuensi penyusuan a. Pijat punggung


b. Pijat Endorphin
d. Riwayat penyakit

e. Faktor psikologis

f. Dukungan suami maupun keluarga

g. Berat badan lahir Masih terdapat ibu post partum


sectio caesarea yang produksi
h. Perawatan payudara ASI nya tidak lancar di ruang Irna
Mawar RSUD dr. Mohammad
i. Jenis persalinan Zyn Sampang sebanyak 9 orang
(90%)
j. Umur kehamilan saat melahirkan

k. Konsumsi rokok

l. Konsumsi alcohol

m. Cara menyusui yang tidak tepat

n. Rawat gabung

o. Pil kontasepsi (pil KB)

Gambar 1.1 Identifikasi penyebab masalah

(Marmi, 2015).
7

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kelancaran Produksi ASI berdasarkan

identifikasi masalah diatas (Marmi, 2015):

a. Faktor makanan ibu

Seorang ibu yang gizinya kurang dari kebtuhan dapat mengakibatkan

menurunnya jumlah ASI yang akhirnya produksi ASI berhenti. Hal ini

disebabkan pada masa kehamilan jumlah pangan dan gizi yang

dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak

dalam tubuhnya, yang nanti akan digunakan sebagai salah satu komponen

ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.

b. Faktor isapan bayi

Isapan mulut bayi akan menstimulus kelenjar hipotalamus pada bagian

hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior menghasilkan

rangsangan (rangsangan prolaktin) untuk meningkatkan sekresi

(pengeluaran) hormon prolaktin. Hormon prolaktin bekerja pada kelenjar

susu (alveoli) untuk memproduksi ASI. Isapan bayi tidak sempurna atau

puting susu ibu yang sangat kecil akan membuat produksi hormon

oksitosin dan hormon prolaktin akan terus menurun dan ASI akan

terhenti.

c. Frekuensi penyusuan

Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI

akan optimal dengan pemompaan 5 kali perhari selama bulan pertama

setelah melahirkan. Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi

cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan kurang lebih 10

kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan


8

dengan peningkatan produksi ASI. Berdasarkan hal ini direkomendasikan

penyusunan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah

melahirkan. Penyusunan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi

hormon dalam kelenjar payudara.

d. Riwayat penyakit

Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses

laktasi dapat mempengaruhi kelancaran produksi ASI.

e. Faktor psikologis

Gangguan psikologis pada ibu menyebabkan berkurangnya produksi dan

pengeluaran ASI. Menyusui memerlukan ketenangan, ketentraman, dan

perasaan aman dari ibu. Kecemasan dan kesedihan dapat menyebabkan

ketegangan yang mempengaruhi saraf, pembuluh darah dan sebagainya

sehingga akan menganggu produksi ASI.

f. Dukungan suami maupun keluarga lain dalam rumah akan sangat

membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui. Perasaan ibu yang

bahagia, senang, perasaan menyayangi bayi, memeluk, mencium, dan

mendengar bayinya menangis akan meningkatkan pengeluaran ASI.

g. Berat badan lahir

Ada hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan

dengan kekuatan menghisap, frekuensi, dan lama penyusuan di banding

bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat

erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan

perbedaan inti yang besar di banding bayi yang mendapat formula.


9

h. Perawatan payudara

Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan bulan ke 7-8 memegang

peranan penting dalam menyusui bayi. Payudara yang terawat akan

memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan

dengan perawatan payudara yang baik, maka puting tidak akan lecet

sewaktu diisap bayi. Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi

perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut selama 6 minggu terakhir masa

kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apabila terdapat penyumbatan

pada duktus laktiferus dapat dihindari sehingga pada waktunya ASI akan

keluar dengan lancar.

i. Jenis persalinan

Pada persalinan normal inisiasi menyusui dini (IMD) dapat langsung

dilakukan setelah bayi lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari

pertama persalinan. Sedangkan pada persalinan tindakan Sectio Caesarea

(sesar) seringkali ibu kesulitan melakukan inisiasi menyusui dini (IMD),

terutama jika ibu diberikan anestesi epidural yang mengakibatkan

pengeluaran hormone oksitosin terhambat. Ibu relatif tidak dapat

menyusui bayinya pada jam pertama setelah bayi lahir karena efek

samping anastesi seperti rasa mual, pusing, serta menggigil masih bisa

dirasakan ibu pada masa pemulihan, serta kondisi luka operasi dibagian

perut membuat proses menyusui sedikit terhambat.

j. Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini

disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 37


10

minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif.

Sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak

prematur. Lemahnya kemampuan menghisap bayi pada prematur dapat

disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi

organ.

k. Konsumsi rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu

hormone prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan

menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat

pelepasan oksitosin.

l. Konsumsi alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu

merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun

disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim

saat penyusuan merupakan indicator produksi oksitosin. Pada dosis etanol

0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62%

dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim

menurun hingga 32% dari normal.

m. Cara menyusui yang tidak tepat

Teknik menyusui yang kurang tepat, tidak dapat mengosongkan payudara

dengan benar akhirnya akan menurunkan produksi ASI.

n. Rawat Gabung

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan

frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang


11

alami, dimana bayi mendapatkan nutrisi alami yang paling sesuai dan

baik. Untuk ibu, dengan menyusui, maka akan timbul reflex oksitosin

yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim (proses

pengembalian ukuran rahim seperti sebelum hamil). Disamping itu akan

timbul reflex prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI.

o. Penggunaan alat kontrasepsi

Penggunaan alat kontraepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar

tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa

digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik

hormonal 3 bulanan

1.3 Batasan masalah

Berdasarkan identifikasi penyebab masalah diatas maka penelitian ini

dibatasi pada efektivitas pijat punggung dan pijat endorphin terhadap

kelancaran produksi ASI pada ibu post partum sectio caesarea (SC).

1.4 Rumusan masalah

1.4.1 Bagaimana efektivitas pijat punggung dan pijat Endorphin terhadap

kelancaran produksi ASI pada ibu post partum Sectio Caesarea di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Mohammad Zyn Sampang?

1.5 Tujuan penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Menganalisis kelancaran produksi ASI ibu post partum Sectio

Caesarea sesudah dilakukan pijat punggung dan pijat endorphin di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Mohammad Zyn Sampang.


12

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis kelancaran produksi ASI ibu post partum Sectio Caesarea

sebelum dilakukan pijat punggung dan pijat endorphin di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Mohammad Zyn Sampang.

b. Menganalisis kelancaran produksi ASI ibu post partum Sectio Caesarea

sesudah dilakukan pijat punggung dan pijat endorphin di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Mohammad Zyn Sampang.

c. Menganalisis efektivitas kelancaran produksi ASI ibu post partum Sectio

Caesarea sesudah dilakukan pijat punggung dan pijat endorphin di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Mohammad Zyn Sampang.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu

pengetahuan bagi pengembangan Ilmu Keperawatan tentang Tingkat

Efektivitas Antara Pijat Punggung Dan Pijat Endorphin Terhadap

Kelancaran Produksi ASI Ibu Post Partum Sectio Caesarea. Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti atau pembaca

berikutnya.

1.6.2 Manfaat praktis

Bagi institusi pendidikan khususnya dapat bermanfaat sebagai

masukan dan referensi ilmiah yang berkaitan dengan peningkatan

produksi ASI, serta mengevaluasi pengetahuan dan pengalaman dalam

pelayanan kesehatan terhadap produksi ASI ibu post partum Sectio


13

Caesarea, selain itu juga dapat meningkatkan wawasan ibu terhadap

pijat punggung dan pijat endorphin.

1.7 Penelitian Terdahulu

N Judul Penelitian Penulis & Tahun Variabel Desain Hasil


o Penelitian Penelitian
1 Pengaruh Farhandika Putra, Pijat Quasi- Ada pengaruh
Massage Siti Rukayah, punggung dan experimen massage
Punggung tahun 2020. kelancaran tal dengan punggung
Terhadap ASI rancangan terhadap
Kelancaran ASI pretest kelancaran ASI
Pada Ibu dan pada ibu
PostPartum posttest postpartum
Dengan Sectio without dengan SC
Caesar. control
group
design
2 Pengaruh Pijat Adinda Putri Sari Pijat Randomiz Adanya
Punggung Dewi, Djaswadi punggung dan ed perbedaan
Terhadap Dasuki, Farida produksi ASI Controlled produksi ASI
Produksi Asi Kartini, tahun Trial antara kelompok
Pada Ibu Pasca 2018. intervensi dan
Bedah Sesar di kelompok kontrol
RSUD Kebumen dengan RR
sebesar 1,9
(95%CI: 1,097-
3,291).
3 Kelancaran Venny Vidayanti, Produksi ASI Quasi Terdapat
Produksi ASI Mae Sri Hartati dan pijat experimen perbedaan
Pasca Bedah Wahyuningsih, punggung. t post test- kelancaran
Cesar Dengan Akhmadi, tahun only with produksi ASI
Pijat Punggung 2020. control pada kelompok
Menggunakan group intervensi
Virgin Coconut design dibandingkan
Oil dengan kelompok
kontrol (p-value
0.023; OR=3.85).
4 Pengaruh Fadjriah Ohorella, Pijat Quasy Ada hubungan
Kombinasi Pijat Nurqalbi Sampara, Woolwich, Eksperime yang bermakna
Woolwich Dan dan Hasriani Endophine nt dengan antara kombinasi
Endophine dan pendekata pijat woolwich
Terhadap Kelancaran n one dan pijat
Kelancaran ASI ASI group pre endorphine
Pada Ibu Post test post terhadap
Partum Di RSUD test kelancaran ASI.
Labuang Baji
5 Pengaruh Nurfaizah Alza, Endorphin Quasy Terdapat
Endorphin Nurhidayat, tahun Massage dan eksperime pengaruh
Massage terhadap 2020. Produksi ASI nt yang endorphine
Produksi ASI bersifat message terhadap
pada Ibu Post kuantitatif produksi ASI.
Partum di
14

Puskesmas
Somba Opu
Kabupaten Gowa

Anda mungkin juga menyukai