Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA KAPITIS PADA PASIEN Tn.R

DI RSUD KOTA PRABUMULIH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NADIA SARTIKA PUTRI

NIM : PO.71.20.2.19.019

TINGKAT : III.A

DOSEN PEMBIMBING : Ni ketut sujati SKM.M.kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA TAHUN AKADEMIK


2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

STTR RASIO FEMUR PADA PASIEN Tn.H

DI RSUD KOTA PRABUMULIH

TELAH DI SAH KAN DAN DI SETUJUI PADA

HARI :

TANGGAL :

DI SETUJUI OLEH :

PEMBIMBING LAHAN
MAHASISWA

NADIA SARTIKA PUTRI


NIP. NIM :
PO.71.20.2.19.033

DOSEN PEMBIMBING

Ni ketut sujati SKM.M.kes

NIP.

2
A. Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah satunya karena adanya
benturan atau kecelakaan. Cedera kepala mengakibatkan pasien dan keluarga mengalami
perubahan fisik maupun psikologis dan akibat paling fatal adalah kematian. Asuhan
keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam
pencegehan komplikasi (Muttaqin, 2008)

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda.
Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan
cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. (Morton,2012)

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga, yaitu


cedera kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat menyebabkan gangguan
sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan
mengingat untuk beberapa 7 saat. Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami
kondisi yang sama, namun dalam waktu yang lebih lama. Bagi penderita cedera kepala
berat, potensi komplikasi jangka panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak
ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang
dapat dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi fisiologisnya
maupun struktur anatomisnya. Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi
cedera kepala terbuka dan tertutup.

Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan kerusakan pada tulang
tengkorak sehingga mengenai jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila
cedera yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak
mengenai otak secara langsung.

3
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai- Nilai Glas gow Come (GCS):
1. Minora
a. GCS 13– 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak fraktur cerebral, hematome
2. Sedang
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 Jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Berat
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia terjadi lebih dari 24 Jam
c. Juga meliputi kontusio serebal, laserasi atau hematoma serebral

C. Etiologi

Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:

1. Trauma Trauma tumpul


2. Trauma Trauma tajam tajam (penetrasi)

D. Manifestasi Klinis

4
1. Hilangnya kesadaran kurang dari kurang dari 30 menit atau lebih.

2. Kebingungan

3. Iritabel

4. Pucat.

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal

E. Patofisiologi

5
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas
vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera
kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,


berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada
penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika
terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak. (Tarwoto, 2007).

F. Pathway

6
Trauma Kepala

Ekstra Kranial

Terputusnya jaringan kontinuitas kulit, otot dan vaskuler

Nyeri
Hematoma
(Perdarahan)

Risiko Syok
Hipovolemik

Sumber

TIM POKJA SDKI PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia,DPP,PPNI.Jakarta Selatan

7
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi Membantu
menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau
ruptur atau fraktur)

2. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya  


 jaringan otak yang infark atau iskemia secara pasti

3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinaaracknoid jika dicurigai
4. MRI (magnetic (Magnetic Imaging Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo

6. PemeriksaPemeriksaan an fungsi fungsi pernafasanpernafasan


Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata)
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas

H. Penatalaksanaan

8
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi
atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner,2000)

Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala
(Turner, 2000)

a) Penatalaksanaan umum adalah:


1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

b) Penatalaksanaan Klinis

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah


sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara di puasakan terlebih dahulu
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Pasien diistirahatkan dulu atau tirah baring
5. Pemberian obat – obat analgetik
6. Pembedahan bila ada indikasi

I. Komplikasi

1. Perdarahan intra cranial


2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sada

1. Pengkajian
Data pengkajian yang dapat ditemukan pada penderita trauma kapitis menurut

9
Dongoes (2000 ; 270-272)
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran,letargi,hemiparese quadreplegia, ataksia, cara
berjalan tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Tanda : Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah. Gangguan menelan

f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, lapang pandang menyempit.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma.
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
3) Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran.
4) Wajah tidak simetri.
5) Genggaman lemah, tidak seimbang.
6) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah.
7) Apraksia, hemiparise, quedreplegia.
8) Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang.
9) Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan.
10) Kehilangan sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas

10
berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
1) Gangguan penglihatan
2) Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda Batle di
sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma).. Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
3) Gangguan kognitif.
4) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis.
5) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria, anomia.
k. Pemenuhan Pembelajaran
Gejala : penggunaan alkohol/obnat lain.
l. Pertimbangan Rencana Pemulangan :
Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan
makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan
tata ruang dan penempatan fasilitas lainnya di rumah.
m. Pemeriksaan Diagnostik

1) Scan CT :
Tanpa/dengan kontras : mengidentifikasi adanya SOL, hemoragic, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Catatan pemeriksaan berulang
mungkin diperlukan karena iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24 –
72 jam pascatrauma.
2) MRI :
Sama dengan skan CT dengan/tanpa menggunakan kontras.
3) Angiografi serebral :
Menunjukan kelaianan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma.
4) EEG :
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis,
5) Sinar X :
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6) BAER (Brain Auditori Evoked Respons). :
Menentuk fungsi korteks dan batang otak.

7) PET (Positron Emission Tomografi) :


Menunjukan perubahan aktivitas metabolisme dalam otak.
8) Pungsi Lumbal, CSS :

11
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachniod
9) GDA (Gas Darah Arteri) :
Mengetahuai adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK.
10) Kimia/Eolektrolit Darah :
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
11) Pemeriksaan Toksikologi :
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab dalam penurunan kesadaran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
b. Gangguan integritas jaringan b/d faktor mekanis
3. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan I
Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
Intervensi :
1 Indentifikasi karakteristik nyeri
2 memonitor tanda tanda vital
3 fasilitasi istirahat yang cukup
4 ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
5 kolaborasi pemberian dosis da jenis analgetik
Tujuan :
1) Untuk mengidentifikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda tanda
perkembangan dari resolusi komplikasi
2) Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan
TIK.

b. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan integritas jaringan b/d faktor mekanisme
Intervensi :
1 monitor karakteristik luka
2 monitor tanda tanda vital
3 cukup rambut diarea luka

12
13

Anda mungkin juga menyukai