Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anak Agung Adik Sri Utari

Nim : 2004551113
Kelas : A/Reguler Pagi
Matkul : Filsafat Pancasila

1. Pancasila sebagai sistem Filsafat


Pembahasan terkait Pancasila sebagai Sistem Filsafat, perlu diketahui dasar
dari filsafat Pancasila tersebut. Secara etimologi Pancasila berasal dari Bahasa
sansekerta yaitu panca artinya lima dan sila artinya dasar. Jadi, Pancasila berarti lima
dasar yang menjadi unsur. Selanjutnya, secara umum filsafat merupakan suatu
kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang
menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman
ilmiah. Berdasarkan padanan kata ketersebut terlihat bahwa definisi dari filsafat
Pancasila menurut Ruslan Abdulgani yang menyatakan bahwa Pancasila adalah
filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa
Indonesia. Hal itu dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan
dalam suatu sistem yang tepat. Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini
memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat Pancasila.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa filsafat pancasila adalah hasil berfikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana
dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Pembahasan dilanjutkan dengan menelaah Pancasila sebagai sistem filsafat.
Sejatinya, Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagianbagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila
Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi.
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan
demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme,
liberalisme, komunisme dan sebagainya. Jadi, Membahas Pancasila sebagai filsafat
berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja
ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Adapun ciri-ciri dari sistem filsafat Pancasila antara lain:
a. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
b. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
• Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5
• Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila
3, 4 dan 5
• Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai
sila 4, 5
• Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5
• Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

2. Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat


Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan kesatuan
yang memiliki hubungan yang bertingkat dan berbentuk piramida (kesatuan yang
bersifat hierarkhis dan berbentuk piramida), dan sebagai konsekuensinya merupakan
kesatuan yang saling mengkualifikasi. Adapun Susunan Pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
• Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5
• Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila
3, 4 dan 5
• Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai
sila 4, 5
• Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5
• Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, epistemologis, serta aksiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana
dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis dan mempunyai
bentuk piramida, yang digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-
sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas), dan dalam pengertian inilah
hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu mengandung arti formal-Iogis. Selain
kesatuan sila-sila Pancasila itu hierarkhi dalam hal kuantitas, juga dalam hal isi
sifatnya manyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Kesatuan yang demikian
ini meliputi kesatuan dasar ontologis, epistemologis, serta aksiologis dari sila-sila
Pancasila

3. Dasar ontologis sila-sila Pancasila


Menurut Aristoteles ontologis adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu
atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan
metafisika. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan
keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila,
setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah
manusia. Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis
memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat yaitu raga dan jiwa
atau jasmani dan rokhani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
sebagai makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Maka dari itu, dasar ontologis sila-sila Pancasila dengan subjek pendukung
adalah manusia dapat dilihat sebagai berikut:

1) Sila pertama KeTuhanan Yang Maha Esa pada hakikatnya bahwa pendukung
pokok negara adalah manusia. Karena negara adalah sebagai lembaga hidup
bersama sebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan
Yang Maha Esa sebagai kausa prima. Tuhan adalah sebagai asal mula segala
sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah,
tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tata tertib alam.
2) Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini dapat dijelaskan
menurut Notonegoro negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan
oleh manusia, maka manusialah sebagai subjek pendukung pokok negara.
Negara adalah dari, oleh dan untuk manusia oleh karena itu terdapat
hubungan sebab akibat yang langsung antara negara dengan manusia. Adapun
manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga sila kedua didasari
dan dijiwai oleh sila pertama. Pengertian tersebut hakikatnya mengandung
makna bahwa rakyat adalah sebagai unsur pokok negara dan rakyat adalah
merupakan totalitas individu-individu yang bersatu yang bertujuan
mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
3) Sila Ketiga Persatuan Indonesia, pada hakikatnya dapat dijelaskan bahwa
hakikat persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan dan
Kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang
pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam
suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Maka pada hakikatnya yang
bersatu adalah manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, adapun hasil
persatuan di antara individu-individu, pribadi-pribadi dalam suatu wilayah
tertentu disebut sebagai rakyat sehingga rakyat adalah merupakan unsur
pokok negara.
4) Sila keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan hakikatnya adalah rakyat adalah
penjumlahan manusia-manusia, semua orang, semua warga dalam suatu
wilayah negara tertentu. Hakikat rakyat adalah sebagai akibat bersatunya
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu wilayah negara
tertentu. Maka secara ontologis adanya rakyat adalah ditentukan dan sebagai
akibat adanya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang
menyatukan diri dalam suatu wilayah negara tertentu. Adapun sila keempat
tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial (sila kelima pancasila).
Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahteraan warganya
atau dengan lain perkataan negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya.
5) Sila kelima adalah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakikatnya adalah bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara
kebangsaan dari manusia-manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa. Sila
keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Menurut
Notonegoro hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu
keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu
kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap
Tuhan atau kausa prima.

4. Dasar epistemologis sila-sila Pancasila


Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan,
proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai
sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti
Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita- cita, menjadi suatu ideologi.
Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam
kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Dasar epistemologis Pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar
epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia
sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila. Dan susunan
pengetahuan Pancasila yang memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam
arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramida.
Adapun dasar epistemology sila-sila Pancasila dapat digambarkan bahwa Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang
bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini
sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan
manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan
manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang
tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi
Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu
paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka
moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

5. Dasar aksiologis sila-sila Pancasila


Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai,
manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai,
yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah
hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam
bahasa Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam
kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan
sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang
berguna, nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan, nilai adalah
suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia, nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Nila-nilai
dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang
mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu
bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan penghargaan atas
nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa
Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai