Nim : 2004551113
TUGAS TUTORIAL 2
HUKUM DAN HAM LANJUTAN
Jawab:
Menurut pandangan saya terkait persoalan di atas ibaratkan dua sisi mata uang logam
yaitu memiliki sisinya masing-masing namun tetap dalam satu tatanan. Hal tersebut dapat
dilihat Ketika polemik untuk menunjukkan sertifikat vaksin yang ingin berlibur ke Kota Baru.
Jika ditinjau dari aspek kesehatan, maka penunjukan sertifikat vaksin merupakan salah satu
alas an untuk melindungi kesehatan dan kepentingan publik. Secara tidak langsung diharapkan
dapat mendorong percepatan vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).
Kemudian jika ditinjau dari masalah sosialnya, menunjukkan sertifikat vaksin untuk
mengunjungi tempat wisata merupakan hal yang ribet dan tidak jarang membuat beberapa
orang merasa tertekan. Alasan tersebut dikarenakan kredibilitas vaksin yang masih banyak
orang tidak percaya terhadap virus covid-19 bahkan mereka menolak untuk divaksin. Maka
dari itu, sangat jelas terlihat bahwa kewajiban menunjukkan sertifikat vaksinasi covid-19 di
tempat wisata atau ruang publik menimbulkan pro dan kontra. Masyarakat yang pro
menyatakan, persyaratan tersebut dinilai untuk melindungi kepentingan publik. Namun di sisi
lain menimbulkan persoalan atas kepercayaan masyarakat untuk melaksanakan vaksin.
Jawab:
Namun Faktanya adalah, secara tidak langsung bahwa sertifikat vaksin menjadi syarat
mutlak bagi seseorang untuk berwisata. Hal tersebut diakibatkan karena factor budaya dan
kebiasaan yang sudah terjadi sebelumnya melalui Surat Edaran maupun Instruksi Menteri
Dalam Negeri. Padahal, jika hal tersebut memang terbukti sah untuk menjadi syarat mutlak
akan banyak mengakibatkan suatu akibat hukum seperti dapat mengakibatkan bias
pemahaman, bahwa dengan memiliki sertifikat vaksinasi maka dapat dengan bebas beraktivitas
tanpa menghiraukan protocol kesehatan karena merasa sudah kebal, tindak pidana pemalsuan
kartu vaksin terutama bagi mereka yang belum divaksin dan menginginkan untuk berwisata
3. Apakah penolakan kunjungan wisata yang dilakukan oleh manajemen telah melanggar hak
berwisata?
Jawab:
Penolakan kunjungan wisata yang dilakukan oleh manajemen terhadap hak berwisata
menjadi suatu permasalahan yang krusial. Jika secara kasat mata, penolakan tersebut memang
telah melanggar hak berwisata. Namun berbeda kondisi ketikan terdapat suatu peraturan-
perundang-undangan yang mewajibkan seseorang untuk memenuhi syarat-syarat tertentu
untuk berwisata, maka penolakan tersebut tidak melanggar hak berwisata karena pihak
manajemen hanya melaksanakan perintah yang sudah diatur. Hal ini juga dapat dikaitkan
dengan konteks Fundamental rights bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak- hak menurut
hukum, yang dibuat melalui proses pembentukan hukum. Dalam Pasal 28 J ayat (2)
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis. Jadi terkait persoalan di atas menurut saya tidak dapat dikatakan
sebagai melanggar hak berwisata karena penerapan HAM di Indonesia tidk serta merta bebas
hanya penuntutan hak, tetapi adanya kewajiban yang harus dijalani yaitu menaati aturan yang
berlaku.
4. Apakah berwisata memang Hak Asasi Manusia?
Jawab:
Iya, bahwa berwisata memang Hak Asasi manusia. Hal tersebut sudah sangat jelas diatur dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang dapat dilihat dalam bagian
menimbang huruf b yaitu bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu
luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa landasan filosofis tersebut. Selanjutnya dalam Pasal 5 huruf b bahwa
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi hak asasi manusia,
keragaman budaya, dan kearifan lokal. Kemudian Pasal 18 ayat 1 butir a disebutkan, setiap
orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata. Selanjutnya dalam Pasal
18-22 mengatur mengenai hak-hak wisatawan dan pengusaha pariwisata. Kemudian yang
terakhir dapat dilihat di bagian penutup bahwa terdapat Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia untuk mengundangkan undang-undang tentang kepariwisataan
ini. Hal tersebut sudah jelas bahwa hak berwisata merupakan bagian dari HAM karena
pengakuan hak asasi manusia dalam kegiatan berwisata juga merupakan representasi
pengakuan terhadap hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat dari pemerintah sejalan dengan
The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).