Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu
mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun
semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas yang semakin sistematis. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi
mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan
kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi
tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena. Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi
penting dan sangat diperlukan untuk menghindari praktek-praktek korupsi. Sementara itu,
penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa kondisi, yakni
masih lemahnya upaya penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM aparat penegak
hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum tindak pidana korupsi, serta
masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus korupsi.

Inti pembahasan kasus ini adalah korupsi bansos oleh mentri sosial Juliari Peter
Batubara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kasus dugaan
rasuah yang diduga dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan empat
orang lainnya terkait bantuan sosial dalam rangka penanganan covid-19.

Perkara itu diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan covid-19 berupa
paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020. Pengadaan tersebut bernilai
sekitar Rp5,9 Triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode.

Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan
langsung para rekanan.

Dari upaya itu diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang
harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh
Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per
paket Bansos. Kemudian kontrak pekerjaan dibuat oleh Matheus dan Adi pada bulan
Mei-November 2020 dengan beberapa suplier sebagai rekanan, yang di antaranya
adalah Ardian I M dan Harry Sidabuke (swasta) dan PT Rajawali Parama Indonesia
(RPI) yang diduga milik Matheus.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, ujar Firli, diduga
diterima fee sebesar Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh
Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 Miliar. Sedangkan
untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, Firli berujar bahwa
terkumpul uang fee dari bulan Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8
miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11
Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP.

Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b
atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo
Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan Ardian I M dan Harry Sidabuke dari unsur swasta, sebagai pemberi
suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b
atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Anda mungkin juga menyukai