Anda di halaman 1dari 17

Catatan DK Trigger 3 : Berdebar

Step 1

1. Pseudoefedrin

 Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala hidung


tersumbat pada kasus flu/pilek serta penyakit pernafasan
lainnya
 Salah satu isomer optis efedrin atau garam hidroklorida
digunakan sebagai dekongestan nasal dan bronkotilator
 Obat golongan simpatominetik tidak langsung yang cara
kerjanya dengan menghambat enzim monoanioksidase

2. Sistem saraf otonom

 Bagian dari sistem tubuh manusia yang mengatur organ tubuh


bagian dalam manusia/visceral yang mana cara kerjanya itu
secara tidak sadar

3. Neurotransmitter

 Senyawa yang digunakan oleh sel neuron untuk digunakan


untuk saling berinteraksi satu sama lain dan meneruskan
impuls antara sel-sel saraf secara kimiawi

4. Adrenalin

 Hormone yang dihasilkan oleh tubuh saat mengatasi situasi


berbahaya/stres, kondisi ini ditandai dengan kondisi tidak
nyaman

5. Reseptor

 Molekul di permukaan atau didalam sitoplasma sel yang


mengenal dan mengikat molekul spesifik dan menghasilkan
efek khusus pada sel
 Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi
oleh transmitor atau hormon
 Salah satu kelompok sel saraf yang berfungsi mengendali
rangsangan tertentu yang berasal dari dalam/luar tubuh

6. Sensasi

 Deteksi energi fisik yang dihasilkan atau dipantulkan oleh objek


fisik yang terjadi Ketika energi dalam lingkungan
eksternal/dalam tubuh merangsang reseptor dalam organ
indera
 Kesadaran pertama kita pada stimulus eksternal
 Fenomena yang terjadi akibat proses sensorik yang berkaitan
dengan alat-alat indera

7. Merinding

 Kontraksi otot halus yang dapat memicu rambut berdiri dan


membuat kulit terlihat bergelombang Ketika merespon suatu
ransangan
 Fenomena pada tubuh yang terjadi secara tidak sadar yang
melibatkan saraf simpatik akibat otak-otak kecil pada ku;it
yang berkontraksi yang menyebabkan folikel rambut sedikit
naik

8. Kembung

 Kondisi dimana perut kita tidak nyaman, biasanya perut terasa


kencang, penuh dan memiliki banyak gas

9. Berdebar-debar

 Bergerak-gerak atau berdenyut kencang daripada biasanya


yang berkaitan dengan jantung karena terkejut dan sebagainya
 Suatu kondisi Ketika seseorang merasakan denyutan kuat,
cepat atau tidak beraturan yang umumnya dirasakan di area
dada, tengorokan atau leher.

10. Mulut kering

 Kondisi dimana mulut dalam keadaan kekurangan kelenjar


saliva akibat dari kelenjar saliva tersebut atau xerostomia

Keyword

1. pemicu adrenaline
2. sensasi berdebar-debar dan merinding
3. mulut kering dan kembung
4. sistem saraf otonom dan neurotransmitter

Step 4

Simpatis

Parasimpatis

Ganglion
Komponen

Histologi Neurotransmitter
Sistem
Saraf
Otonom

Anatomi
& Farmakologi
Fisiologi
Step 5

1. Komponen sistem saraf otonom


2. Fisiologi dan anatomi sistem saraf otonom
3. Histologi sistem saraf otonom
4. Farmakologi sistem saraf otonom
5. Neurotransmitter sistem saraf otonom

Saraf simpatis dan saraf parasimpatis

Susunan saraf yang mengelola reaksi tubuh yang bersifat diluar


kehendak / keinginan
Bagian susunan saraf yang mengurus perasaan visceral dan semua gerakan
involunter reflek, vasodilatasi, vasokonstriksi, bronkodilatasi,
bronkokonstriksi peristaltic, berkeringat, dan merinding.
Saraf Otonom terdiri dari dua bagian yaitu pusat dan perifer.
Bagian pusat berlokasi di korteks cerebri, batang otak, dan sumsum tulang
belakang yang dihubungkan dengan jaras
Bagian perifer terdiri dari sepasang rantai neuron sebagai ganglion para
veterbrae serta juluran aferen dan eferen yang bersambung dengan neuron
yang berada di torakal, abdominal, dan pelvis.
Susunan saraf otonom perifer memberikan persarafan pada viscera,
kelenjar, pembuluh darah, otot polos, respon pupil serta susunan saraf
otonom Menyusun kegiatan sirkulatorik, sekretorik, genitourinarik, dan
respiratorik yang mana diregulasi oleh hipotalamus.
Susunan saraf otonom terdiri dari parasimpatik dan simpatik

Saraf Simpatik merupakan serabut pre ganglion yang meninggalkan sistem


saraf pusat melalui radik ventralis T1 sampai T12 dan radik ventral L1
hingga L3. Impuls saraf simpatik mengalir melalui lintasan torako lumbal.
Neuron efektor saraf simpatik berlokasi di dekat columna veterbrae
membentuk ganglion yang disebut dengan truncus simpaticus yang secara
fungsional bersifat menyeluruh seperti pada organ kardiovaskular yang
mana melibatkan seluruh arteri pada permukaan tubuh. Serabut pre
ganglioner mengeluarkan acetilkolin sedangkan post ganglioner
mengeluarkan norepineprin. Serabut post ganglioner kelenjar keringat juga
mengeluarkan acetilkolin.

Saraf parasimpatik merupakan pre ganglion yang meninggalkan sistem


saraf pusat melalui saraf otak 3, 7, 9, 10, 11 dan radik ventralis S2, S3, S4.
Impuls saraf parasimpatik mengalir keluar melalui lintasan cranio sacral
dan neuron efektor menyusun ganglion didekan organ tujuannya atau
didalam organ visceralnya sendiri. Secara fungsional saraf parasimpatik
hanya bersifat setempat saja tidak menyeluruh seperti saraf simpatik
dimana semua serabut pre ganglioner dan post ganglionernya
mengeluarkan asetilkolin.

Fisiologi sistem saraf otonom

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu


dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. 1, 3,
4, 6, 9, 16 Serabut post ganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan
norepinefrin sebagai neurotransmitter. Neuron- neuron yang mengeluarkan
norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik. Serabut postganglion
sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai
neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai tambahan
serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan beberapa
pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter.
Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin
sebagai neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik.
Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion
mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun parasimpatis.
Anatomi Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal


(Torak 1 sampai lumbal 2) . Serabut -serabut saraf ini melalui rangkaian
paravertebral simpatetik yang berada disisi lateral korda spinalis yang
selanjutnya akan menuju jaringan dan organ-organ yang dipersarafi oleh
sistem saraf simpatis. Tiap saraf dari sistem saraf simpatis terdiri dari satu
neuron preganglion dan saraf postganglion.Badan sel neuron preganglion
berlokasi di intermediolateral dari korda spinalis. Serabut saraf simpatis
vertebra ini kemudian meninggalkan korda spinalis melalui rami putih
menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari rangkaian paravertebral
simpatik. Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri
dari ganglia coeliaca, ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan
inferior. Ganglia terminal berlokasi dekat dengan organ yang disarafi
contohnya vesica urinaria dan rektum.
Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf-saraf kranial III,VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua
dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75%
dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf
kranial X) yang melalui daerah torakal dan abdominal,seperti diketahui
nervus vagus mempersarafi jantung, paru - paru , esophagus, lambung,
usus kecil, hati, kandung kemih, pankreas, dan bagian atas uterus.Serabut
saraf parasimpatis nervus III menuju mata, sedangkan kelenjar air
mata,hidung,dan glandula submaksilla menerima innervasi dari saraf
kranial VII, dan glandula parotis menerima innervasi dari saraf kranial IX.
segmennya. Sebagai contoh, serabut yang berasal dari torakal 1 biasanya
melewati rangkaian paravertebral simpatik naik kedaerah kepala, torakal 2
untuk leher, torakal 3 sampai torakal 6 untuk dada, torakal 7 sampai
torakal 11 ke abdomen dan torakal 12, lumbal 1 sampai lumbal 2 ke
ekstremitas inferior. Pembagian ini hanya kurang lebih demikian dan
sebagian besar saling tumpang tindih. Sistem saraf parasimpatis daerah
sakral terdiri dari saraf sakral II dan III serta kadang-kadang saraf sakral I
dan IV. Serabut -serabut saraf ini mempersarafi bagian distal kolon,rektum,
kandung kemih, dan bagian bawah uterus, juga mempersarafi genitalia
eksterna yang dapat menimbulkan respon seksual. Berbeda dengan sistem
saraf simpatis,serabut preganglion parasimpatis menuju ganglia atau organ
yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion
saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia yang
sesuai,ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron
postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian
paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang di per sarafnya.

Histologi Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf simpatik adalah salah satu divisi utama dari sistem saraf
otonom, yang fungsi utamanya yaitu mengaktifkan respons lawan atau lari.
Saraf ini digambarkan sebagai antagonis terhadap sistem saraf
parasimpatik. Saraf simpatik terletak di dekat daerah lumbar dan toraks.
Saraf ini ditemukan di sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf
parasimpatik adalah rangkaian saraf antagonis lain dari sistem saraf
otonom. Saraf ini mengatur organ visceral. Sambil memberikan kendali ke
berbagai jaringan, sistem parasimpatik tidak pernah mencoba untuk
mengendalikan sistem pemeliharaan. Saraf dari sistem ini membantu ketika
istirahat, mencerna, dan mengurangi detak jantung. Saraf ini juga dikenal
sebagai saraf kranial. Persamaan Sistem Saraf Simpatik dan parasimpatik
 Sistem saraf simpatik dan parasimpatik adalah bagian dari
Sistem Saraf Otonom.

 Baik sistem saraf parasimpatik dan simpatik berperan dalam


menjaga keseimbangan sistem tubuh (homeostasis).

 Sistem saraf simpatik dan parasimpatik terbuat dari neuron pra-


ganglionik dan pasca-ganglionik.

 Sistem saraf simpatik dan parasimpatik berasal dari sumsum


tulang belakang.

 Sistem saraf simpatik dan parasimpatik mengatur proses


fisiologis tubuh seperti buang air kecil, reproduksi, pernapasan,
sirkulasi, dan pencernaan.

Farmakologi sistem saraf otonom

Obat kolinergik sering disebut sebagai obat parasimpatomimetik karena


bekerjanya mirip dengan rangsangan saraf parasimpatis. Berdasar
mekanisme kerjanya obat kolinergik dibagi dalam 2 kelompok yaitu obat
yang bekerja langsung pada reseptor kolinergik sebagai agonis sehingga
disebut juga agonis kolinergik dan obat yang bekerjanya tidak langsung
yaitu dengan cara menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga terjadi
peningkatan kadar asetilkolin yang pada akhirnya bekerja pada reseptor
kolinergik.

Obat yang bekerja langsung sebagai agonis kolinergik ada yang berupa ester
kolin yaitu asetilkolin, metakolin, karbakol dan betanikol, ada pula berupa
alkaloid yaitu muskarin, pilokarpin, nikotin dan lobelin. Obat yang bekerja
tidak langsung dengan cara menghambat enzim asetilkolinesterase ada 2
macam yang penghambatannya reversibel yaitu neostigmin, fisostigmin,
edrofonium dan yang penghambatannya irreversibel adalah insektisida
organofosfat (ekotiofat, paration, malation).

Efek Pada Organ

1. Mata

Obat obat kolinergik dapat digunakan untuk menurunkan tekanan


intraokuler pada glaukom karena menimbulkan kontraksi otot siliaris
sehingga aliran cairan bola mata menjadi lancar. Obat yang dahulu
sering diberikan adalah pilokarpin, karbakol, fisostigmin, ekotiofat,
namun saat ini sudah tergeser oleh beta bloker dan derivat
prostaglandin.

2. Saluran Cerna dan urine

Paralitik otot polos yang tidak disertai obstruksi yang terjadi setelah
operasi dapat distimuli oleh obat obat kolinergik. Betanikol sering
digunakan untuk kasus distensi setelah operasi, atoni gaster,
gastroparesis dengan dosis 10-20 mg, 3-4 kali sehari diberikan per oral.

Namun saat ini penggunaanya sudah bergeser khususnya untuk


gastroparesis lebih banyak digunakan metoklopramid. Betanikol sub
kutan 2,5 mg digunakan untuk mengatasi retensi urin. Pilokarpin 5-10
mg per oral, 3 kali sehari digunakan untuk meningkatkan sekresi saliva
pada xerostomi (mulut kering).

Dari kelompok koliniesterase inhibitor yang banyak digunakan adalah


neostigmin untuk mengatasi ileus paralitik ataupun atoni otot vesika
urin. Neostigmin dapat diberikan secara oral dengan dosis 15 mg atau
secara subkutan dengan dosis 0,5-1 mg.

3. Sambungan Neuromuskular

Myastenia gravis merupakan penyakit autoimun pada sambungan


neromuskular dimana reseptor nikotinik terganggu fungsinya karena
adanya antibodi yang menempati reseptor nikotinik.

Asetilkolin terhambat menempati reseptor nikotinik dan dipecah oleh


asetilkolinesterase sehingga fungsi resptor terganggu dan terjadi gejala
paralisis otot rangka. Obat yang digunakan mengatasi ini adalah
penghambat asetilkolinesterase yaitu neostigmin, Hsostigmin.

4. Intoksikasi Atropin

Pada intoksikasi atropin terjadi hambatan pada reseptor muskarinik


yang dapat menyebabkan gejala aritmia yang bisa fatal. Atropin
merupakan antagonis kompetitif pada resptor muskarinik sehingga
untuk mengatasi intoksikasi perlu ditingkatkan asetilkolin endogen
dengan oabat penghambat asetilkoin esterase dalam hal ini yang
digunakan adalah Flsostigmin karena dapat menmbus sawar otak
sehingga mengurangi gejala di SSP.

Efek samping obat kolinergik merupakan kelanjutan dari efek


farmakologinya. Biasanya terjadi karena penggunaan pilokarpin dan
kolin ester pada dosis yang berlebih. Penghambat kolinesterase sering
menimbulkan intoksi akut khususnya dari kelompok irregular
(organofosfat) yang banyak terdapat pada pestisida dan insektisida.
Gejala intoksikasi akut utamanya merupakan gejala muskarinik, bisa
terjadi gejala SSP berupa kejang, koma dan dapat diikuti gejala nikotinik
perifer. Terapi intoksikasi akut ini adalah dengan suportif terapi dan
memberikan antimuskarinik atropin. Dapat pula diberikan pralidoksim
yang mampu mengaktivasi enzim asetilkolinesterase.

Obat antikolinergik atau antagonis reseptor kolinergik meliputi anti


muskarinik dan anti nikotinik. Obat obat yang lebih memberi efek anti
nikotinik adalah ganglion bloker dan neromuskular juntion bloker.
Obat anti muskarinik banyak digunakan untuk terapi dan yang menjadi
prototipe golongan ini adalah atropin. Beberapa alkaloid dari tanaman
memiliki efek mirip atropin dan sudah tersedia beberapa obat sintetik
anti muskarinik.

1. Sistem Saraf Pusat


Atropin dosis terapi sedikit memberi efek stimulan. Skopolamin lebih
jelas efeknya pada SSP berupa ngantuk, dan pada individu yang
sensitif menyebabkan amnesia. Efek lain Skopolamin adalah
mengurangi gejala motion sickness.
Obat antimuskarinik juga dapat untuk mengurangi gejala tremor
pada penyakit parkinson dengan mengurangi efek asetilkolin yang
relatif meningkat pada parkinson.

2. Mata

Atropin dan antimuskarinik lain yang diberikan secara topikal dapat


menyebabkan pupil midriasis dan kelemahan otot
siliaris (cycloplegia) sehingga tidak mampu melakukan akomodasi.

Kedua efek midriasis dan cycloplegia ini digunakan oleh dokter


spesialis mata untuk melakukan pemeriksaaan atau tindakan
optalmologik. Efek lain antimuskarinik adalah berkurangnya sekresi
lakrimalis sehingga terjadi mata kering.

3. Sistem Kardiovaskular

Atropin melalui hambatan pada reseptor M2 di nodus SA pada dosisi


besar menyebabkan takikardi. Hambatannya di M1 di atrium
ataupun ventrikel secara klinik tidak menunjukkan efek.

Efek hambatan di muskarinik endotel menyebabkan hambatan


vasodilatasi tetapi efek pada tekanan darah hanya sedikit.

4. Sistem Respirasi

Reseptor M3 di otot polos dan kelenjar saluran nafas dihambat oleh


atropin sehingga menghasilkan bronkodilatasi dan pengurangan
sekresi kelenjar. Efek ini lebih dimanfaatkan untuk mengatasi PPOK
dari pada asma bronkiale.

Selain itu atropin juga digunakan untuk premedikasi anestesi


khususnya mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.

5. Saluran Cerna
Efek atropin pada saluran cerna adalah menurunkan motilitas usus
disertai dengan pengurangan fungsi sekresi. Mulut kering akibat
antimuskarinik pada pengobatan penyakit parkinson lebih sering
terjadi. Pirenzepin dan telenzepin merupakan antimuskarinik yang
mempunyai efek menghambat sekresi asam lambung lebih baik
dibanding atropin. Motilitas otot polos gaster sampai dengan kolon
berkurang akibat antimuskarinik, dan hal ini akan menyebabkan
perpanjangan pengosongan lambung.
6. Sistem Genitourinaria

Antimuskarinik menyebabkan relaksasi ureter dan vesika urin. Efek


ini dimanfaatkan untuk mengatasi keadaan spasme tapi
menyebabkan efek samping retensi urin pada penderita hiperplasi
prostat.

7. Kelenjar Keringat

Atropin sebagai antimuskarinik menekan sekresi kelenjar keringat.

Obat adrenergik atau agonis adrenergik sering disebut sebagai obat


simpatomimetik, karena bekerjanya mirip dengan rangsangan saraf
simpatis yaitu mirip kerja epinefrin dan norepinefrin pada reseptornya.
Berdasar mekanisme kerjanya obat adrenergik dibagi menjadi kerja
langsung, tidak langsung dan kombinasi langsung dengan tidak langsung.

Obat adrenergik bekerja langsung adalah obat yang langsung bekerja


sebagai agonis di reseptor adrenergik (misal epinefrin, norepinefrin). Obat
yang bekerja tidak langsung adalah melalui pelepasan norepinefrin,
penghambatan reuptake dan penghambatan enzim metabolisme
norepinefrin (monoamin oksidase, catechol-0-methyltransferase).

Kerja kombinasi yaitu melalui pelepasan norepinefrin sekaligus juga bekerja


langsung pada reseptor adrenergik. Kesemuanya menghasilkan efek
farmakologi berupa aktivasi reseptor adrenergik yang mirip dengan efek
katekolamin endogen.

1. Kardiovaskuler
Obat adrenergik dapat digunakan untuk mengatasi hipotensi akut yang
disebabkan karena perdarahan hebat, kelainan neurologik, overdosis obat
dan infeksi. Obat-obat simpatomimetik digunakan untuk mengatasi
hipotensi emergensi khususnya untuk mempertahankan aliran darah ke
serebral dan koroner.

Pada kasus syok biasanya disertai hipotensi dan terjadi pengurangan


perfusi jaringan vital. Pengobatan syok ditujukan untuk mengatasi
hipovolumia dan penyakit penyertanya. Obat simpatomimetik yang
memberikan efek vasokonstriksi akan memperbaiki perfusi pada serebral,
koroner dan ginjal.

Pada syok kardiogenik lebih dipilihkan obat yang memiliki efek inotropik
positif seperti dopamin, dobutamin. Pada hipotensi ortostatik kronik, sering
disebabkan karena efek samping obat yang disertai dengan kegagalan
otonomik dalam pengaturan tekanan darah maka obat agonis adrenergik-a
diperlukan untuk meningkatan tahanan vaskuler perifer.

2. Respirasi

Obat agonis adrenergik-β2 selektif (salbutamol, terbutalin, metaproterenol)


digunakan untuk terapi asma bronkhiale akut. Sedangkan untuk asma
bronkiale kronik digunakan agonis-β2 kerja panjang sebagai tambahan
terapi kortikosteroid.

3. Anafilaksis

Obat pilihan utama untuk mengatasi syok anafilaktik adalah epinefrin 0,3-
0,5 mg (0,3-0,5 ml dari 1:1000 larutan epinefrin) diberikan secara
intramuskuler. Pemberian sub kutan sering tidak dapat diprediksi
kemunkinan terjadinya hipotensi. Pemilihan epinefrin karena dapat
mengaktifkan reseptor adrenergik-α, β1, β2.

4. Saluran Genitourinari
Agonis adrenergik-β2 selektif yang digunakan untuk relaksasi uterus hamil
adalah Ritrodin dan biasanya digunakan untuk mencegah kelahiran
prematur.

Efek samping obat Adrenergik pada umumnya merupakan kelanjutan efek


farmakologi pada penggunaan dosis yang berlebihan. Pada umumnya
menyebabkan kenaikan tekanan darah, takikardi, aritmia, sakit kepala,
nyeri dada. Penggunaan agonis adrenergik-β2 selektif dapat menimbulkan
efek samping takikardia, tremor.

Obat antiadrenergik atau antagonis reseptor adrenergik menghambat


interaksi antara Epinefrin, NE dan obat simpatomimetik lain dengan
reseptor adrenergik α dan β.

Obat obatan ini banyak digunakan di klinik karena efek hambatannya di


reseptor adrenergik α dan β dapat menghambat berbagai penyakit yang
patoflsiologinya melalui aktivitas simpatis.

Neurotransmitter Sistem saraf otonom

Neurotransmisi adalah suatu proses transmisi pada serat saraf yang diawali
dengan sintesa nerotransmiitter. Ada 5 tahap neurotransmisi yaitu sintesa,
penyimpanan, pengeluaran, ikatan dengan reseptor dan inaktivasi. Sintesa
neurotransmiter menggunakan bahan baku (precursor) dari ekstra neuronal
yang di uptake melalui mekanisme transport aktif masuk ke sel neron.
Setelah neurotransmiter disintesis maka akan disimpan di vesikel melalui
transporter khusus di vesikel. Selanjutnya adanya depolarisasi pada axon
yang diteruskan dari post ganglion akan menstimuli pembukaan kanal ion
kalsium dan ion kalsium (Ca++) masuk ke sel neron untuk selanjutnya
menyebabkan vesikel menuju ujung saraf dan terjadi eksositosis untuk
mengeluarkan neurotransmiter.

Neurotransmiter yang telah dikeluarkan dari ujung saraf akan berikatan


dengan reseptor post sinap di organ atau sel target dan menimbulkan efek
biologi. Sebagian neurotransmiter akan dimetabolisme dan dire-
uptake kembali ke sel neuron sebagai bentuk inaktivasi.
Mekanisme re-uptake ada yang langsung melalui transporter ada pula yang
melalui ikatan dengan reseptor pre sinap yang berfungsi sebagai auto
receptor.

Anda mungkin juga menyukai