Anda di halaman 1dari 8

AKUNTANSI SYARIAH VS AKUNTANSI KONVENSIONAL : KONSEP ISLAM

DALAM DASAR AKUNTANSI

MATA KULIAH : SEMINAR AKUNTANSI

DOSEN PENGAMPU :

HJ. RINA TJANDRAKIRANA DP, S.E, M.M, AK

DISUSUN OLEH :

ZEFANYA LEWI DAVE HARRA 01031281924050

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS EKONOMI

AKUNTANSI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabaarakatuh


Alhamdullilah. Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’la karena dengan rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “AKUNTANSI
SYARIAH VS AKUNTANSI KONVENSIONAL : KONSEP ISLAM DALAM DASAR
AKUNTANSI” ini dengan baik meskipun masih terdapat kekurangan didalamnya.

Dalam menulis makalah ini, penulis tidak mendapat kendala apapun terkait makalah
ini, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu HJ. Rina Tjandrakirana DP, S.E, M.M, AK.
selaku Dosen mata kuliah Seminar Akuntansi yang telah memberikan tugas ini kepada
penulis dan semua orang yang terlibat yang telah memberikan dorongan serta motivasi
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis juga menyampaikan kepada para pembaca, jika dalam penulisan makalah ini
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, Penulis dengan senang hati menerima
kritik, masukan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga apa yang diharapkan Penulis dapat dicapai dengan sempurna.

Indralaya, 2 Februari 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada pertengahan 1997, terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia terutama di negara-negara
kawasan Asia. Dimana peristiwa ini pada akhirnya membuka mata para ekonom yang
memandang adanya kelemahan terhadap sistem ekonomi konvensional sehingga adanya
pemikiran untuk mencari solusi alternatif terhadap sistem perekonomian yang saat ini
diterapkan (konvensional). Kelemahan ekonomi konvensional semakin terbukti dikarnakan
semakin parahnya ekonomi yang berada di Amerika Serikat dengan adanya resesi yang
diikuti dengan krisis global pada tahun 2008.

Hal ini pada akhirnya menjadi sebuah landasan untuk timbulnya ide dan pemikiran
bahwa sistem yang dibentuk harus kembali kepada nilai-nilai agama. Melalui pengamat,
memperhatikan adanya pergeseran tersendiri dari masyarakat yang mengarah ke institusi
keuangan seperti bank, asuransi, dan sebagainya. Sejalannya dengan fenomena tersebut,
munculnya produk institusi keuangan berbasis islam, seperti bank syariah, asuransi syariah,
dan reksadana syariah yang berdiri hingga ke seluruh dunia bahkan di negara-negara non-
Islam. Lembaga keuangan Islam yang berdiri pada akhirnya mampu berkembang dan
bersaing dengan lembaga konvensional lainnya dan mampu bertahan disaat terjadi krisis
ekonomi.

Disaat perkembangan lembaga keuangan berbasis Islam semakin pesat tersebut tidak
diikuti dengan berkembangnya sistem atau metode pelaporan informasi keuangannya
(akuntansi). Sehingga pada mulanya, memunculkan persepsi lembaga keuangan Islam
menggunakan konsep akuntansi konvensional yang memiliki acuan dimana dilakukan
pemilahan terhadap hal yang bertentangan dengan hukum Islam

AAOIFI dalam SFAC No. 1 untuk merumuskan konsep akuntansi syariah memiliki
dua pendapat yaitu tujuan dan kaidah akuntansi syariah harus harus dibentuk didasari prinsip
ajaran agama Islam kemudian melakukan perbandingan akan akuntansi konvensional yang
sudah mapan. Dan yang kedua adalah adanya tujuan dan kaidah akuntansi syariah yang sudah
ada, dilakukannya uji untuk melihat kembali dari sudut pandang syariah. Apakah akan ada
bagian yang diterima, yang sudah sesuai ajaran Islam dan hal yang dipandang tidak sesuai
akan dilakukan penghapusan.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama institusi lainnya membantu
menyempurnakan metode-metode akuntansi untuk diterapkan bagi lembaga keuangan Islam
yang terus bermunculan yang dituangkan dalam PSAK. Sehingga pada PSAK tersebut kita
dapat mengetahui sistem akuntansi ijarah, akuntansi murabahah, akuntansi musyarakah dan
lainnya.

Hal menarik muncul ketika metode akuntansi yang disempurnakan untuk lembaga-
lembaga keuangan Islam masih mendasar pada penerapan akuntansi konvensional sebagai
bahan pertimbangan. Diantaranya seperti konsep kesatuan ekonomi, kontinuitas usaha,
stabilitas unit pengukuran/ unit moneter, periode waktu dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


BAB 2

PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Akuntansi Dalam Perspektif Islam

Dalam lembaga keuangan syariah, konsep dasar akuntansi merupakan hal yang sangat
mendasar dan penting yang pada akhirnya konsep tersebut dibutuhkan untuk memperhatikan
adanya kesesuaian konsep dasar tersebut sesuai dengan hukum Islam. Konsep kontemporer
akuntansi disusun berdasarkan pertumbuhan teori akuntansi dalam hal pembangunan
kehidupan ekonomi dan perubahan kebutuhan dari kelompok-kelompok yang berbeda
terhadap informasi akuntansi (Eltegani Abdul Gader Ahmed, 1994).

2.1.1 Konsep Economic Entity

Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Institutions menyetuji


konsep ini. Dimana konsep ini merupakan konsep dimana perusahaan dipandang sebagai
suatu unit usaha yang berdiri sendiri dan terpisah dari pemiliknya atau dari kesatuan usaha
yang lain (Husband 1954; Risnaningsih 2017). Dalam fiqh Islam mengakui bahwa organisasi
adalah unit pertanggungjawaban yang terpisah dari entitas lain. Contoh dari organisasi ini
adalah masjid, darul mal, dan lembaga pemerintahan lain. Tetapi, (Khan 1994 :9) menilai
bahwa terdapat adanya masalah etika yang berkaitan dengan konsep economic entity, dimana
pemilik perusahaan tidak bertanggungjawab atas hutang perusahaan jika perusahaan gulung
tikar tetapi pemilik masih berhak menerima sisa laba yang ada. Hal ini dinilai oleh para pakar
Islam bahwa terjadi ketidakadilan yang melanggar hukum Islam

2.1.2 Konsep Going Concern

Konsep ini mengartikan bahwa kondisi di mana suatu badan usaha atau entitas
diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas di masa depan. AAOFI
menerangkan bahwa meskipun akad mudarabah dan musyawarah dibuat sampai dengan
jangka waktu tertentu, tetapi akad ini dianggap terus berlanjur sampai semua pihak
memutuskan untuk mengakhirinya. Ahmed (1994) menyatakan pendapat bahwa konsep ini
tidak menentang dan melanggar hukum Islam. Menurut beliau, terdapat konsep yang mirip
dengan konsep going concern dalam fiqh Islam yang dikenal dengan Istishab. Dimana
konsep ini dapat diartikan sebagai berlanjutnya kebersamaan.

2.1.3 Konsep Pengakuan Pendapatan


Konsep ini mengartikan bahwa saat dimana terjadinya penjualan atau hasil transaksi,
disaat itu juga diakuinya pendapatan. Pendapatan tersebut diukur melalui akttiva yang
diperoleh walaupun kas yang belum direalisasi.

Dalam ajaran Islam, kita dilarang untuk meramalkan atau memastikan hal yang akan
terjadi dimasa depan sampai hal itu benar-benar terjadi pada saatnya. Hal tersebut berjalan
sesuai dengan QS. 31:34 dan 69 :42 dimana tiada seorangpun yang dapat mengetahu dengan
pasti apa yang akan terjadi besok atau yang akan diperolehnya besok, namun demikian
mereka wajib berusaha.

PSAK No. 59 mengenai Akuntansi Perbankan Syariah di Indonesia mengisyaratkan


untuk melakukan pencatatan pendapatan atau laba bagi hasil pada saat diterimanya kas (cash
basis). Hal tersebut dilaksanakan dengan alasan “kepastian” dimana transaksi pendapatan
benar terjadi. Konsep pengakuan pendapatan seperti ini dianggap dapat diterima dalam
pandangan Islam sepanjang pencatatan dari transaksi-transaksi diperhatikan, yaitu lebih
bijaksana jika pendapatan diakui hanya pada saat itu telah direalisasikan atau telah terjadi.

2.1.4 Konsep Pengungkapan Lengkap

Konsep ini mengartikan tentang bagaimana metode, konsep maupun media dalam
menyampaikan informasi laporan keuangan kepada pihak yang memiliki kepentingan.
AAOIFI sependapat dengan konsep tersebut dimana laporan keuangan harus memuat semua
materi informasi yang dibutuhkan untuk keperluan pengguna laporan keuangan. Dalam
ajaran Islam mengenai konsep ini adalah bahwa konsep ini sudah sejalan dengan ajaran Islam
dimana ditekannya aspek kejujuran sehingga laporan yang diberikan ke pengguna berisi
laporan yang jujur tanpa adanya tindakan penipuan atau rekayasa sesuai dengan keadaannya.
Al-Qur’an mempertegas pengungkapan lengkap ini dalam QS. Al-Baqarah ayat 42: “Dan
janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”. Namun Baydoun dan Willett
(1997: 19) memberi pernyataan bahwa pengungkapan lengkap dalam Islam bukan berarti
harus memberikan pengungkapan secara lengkap dan detail dikarnakan tidak adanya
kewajiban dalam Islam yang mengharuskan sedemikian. Menurut Baydoun dan Willett yang
perlu diungkapkan adalah sesuatu yang dianggap penting untuk pengguna dalam tujuan
menyembah Allah

2.1.5 Konsep Biaya Historis


Konsep ini menerangkan bahwa aset dicatat pada harga perolehannya dan beban
dicatat sesuai dengan terjadinya transaksi. Konsep ini pada awalnya menuai banyak
kontroversi. Beberapa ekonom Islam seperti Sulaiman (2000), Gambling dan Karim (1991)
lebih menyetujui untuk menggunakan nilai sekarang/ pasar. Mereka berpendapat dalam
pembayaran zakat harus menggunakan nilai sekarang

si konsep biaya historis


dengan alasan
bahwa “at the present time,
si konsep biaya historis
dengan alasan
bahwa “at the present time, it
si konsep biaya historis
dengan alasan
bahwa “at the present time,

Anda mungkin juga menyukai