DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI
2021/2022
KATA PENGANTAR
Dalam menulis makalah ini, penulis tidak mendapat kendala apapun terkait makalah
ini, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu HJ. Rina Tjandrakirana DP, S.E, M.M, AK.
selaku Dosen mata kuliah Seminar Akuntansi yang telah memberikan tugas ini kepada
penulis dan semua orang yang terlibat yang telah memberikan dorongan serta motivasi
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyampaikan kepada para pembaca, jika dalam penulisan makalah ini
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, Penulis dengan senang hati menerima
kritik, masukan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga apa yang diharapkan Penulis dapat dicapai dengan sempurna.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pertengahan 1997, terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia terutama di negara-negara
kawasan Asia. Dimana peristiwa ini pada akhirnya membuka mata para ekonom yang
memandang adanya kelemahan terhadap sistem ekonomi konvensional sehingga adanya
pemikiran untuk mencari solusi alternatif terhadap sistem perekonomian yang saat ini
diterapkan (konvensional). Kelemahan ekonomi konvensional semakin terbukti dikarnakan
semakin parahnya ekonomi yang berada di Amerika Serikat dengan adanya resesi yang
diikuti dengan krisis global pada tahun 2008.
Hal ini pada akhirnya menjadi sebuah landasan untuk timbulnya ide dan pemikiran
bahwa sistem yang dibentuk harus kembali kepada nilai-nilai agama. Melalui pengamat,
memperhatikan adanya pergeseran tersendiri dari masyarakat yang mengarah ke institusi
keuangan seperti bank, asuransi, dan sebagainya. Sejalannya dengan fenomena tersebut,
munculnya produk institusi keuangan berbasis islam, seperti bank syariah, asuransi syariah,
dan reksadana syariah yang berdiri hingga ke seluruh dunia bahkan di negara-negara non-
Islam. Lembaga keuangan Islam yang berdiri pada akhirnya mampu berkembang dan
bersaing dengan lembaga konvensional lainnya dan mampu bertahan disaat terjadi krisis
ekonomi.
Disaat perkembangan lembaga keuangan berbasis Islam semakin pesat tersebut tidak
diikuti dengan berkembangnya sistem atau metode pelaporan informasi keuangannya
(akuntansi). Sehingga pada mulanya, memunculkan persepsi lembaga keuangan Islam
menggunakan konsep akuntansi konvensional yang memiliki acuan dimana dilakukan
pemilahan terhadap hal yang bertentangan dengan hukum Islam
AAOIFI dalam SFAC No. 1 untuk merumuskan konsep akuntansi syariah memiliki
dua pendapat yaitu tujuan dan kaidah akuntansi syariah harus harus dibentuk didasari prinsip
ajaran agama Islam kemudian melakukan perbandingan akan akuntansi konvensional yang
sudah mapan. Dan yang kedua adalah adanya tujuan dan kaidah akuntansi syariah yang sudah
ada, dilakukannya uji untuk melihat kembali dari sudut pandang syariah. Apakah akan ada
bagian yang diterima, yang sudah sesuai ajaran Islam dan hal yang dipandang tidak sesuai
akan dilakukan penghapusan.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama institusi lainnya membantu
menyempurnakan metode-metode akuntansi untuk diterapkan bagi lembaga keuangan Islam
yang terus bermunculan yang dituangkan dalam PSAK. Sehingga pada PSAK tersebut kita
dapat mengetahui sistem akuntansi ijarah, akuntansi murabahah, akuntansi musyarakah dan
lainnya.
Hal menarik muncul ketika metode akuntansi yang disempurnakan untuk lembaga-
lembaga keuangan Islam masih mendasar pada penerapan akuntansi konvensional sebagai
bahan pertimbangan. Diantaranya seperti konsep kesatuan ekonomi, kontinuitas usaha,
stabilitas unit pengukuran/ unit moneter, periode waktu dan sebagainya.
PENDAHULUAN
Dalam lembaga keuangan syariah, konsep dasar akuntansi merupakan hal yang sangat
mendasar dan penting yang pada akhirnya konsep tersebut dibutuhkan untuk memperhatikan
adanya kesesuaian konsep dasar tersebut sesuai dengan hukum Islam. Konsep kontemporer
akuntansi disusun berdasarkan pertumbuhan teori akuntansi dalam hal pembangunan
kehidupan ekonomi dan perubahan kebutuhan dari kelompok-kelompok yang berbeda
terhadap informasi akuntansi (Eltegani Abdul Gader Ahmed, 1994).
Konsep ini mengartikan bahwa kondisi di mana suatu badan usaha atau entitas
diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas di masa depan. AAOFI
menerangkan bahwa meskipun akad mudarabah dan musyawarah dibuat sampai dengan
jangka waktu tertentu, tetapi akad ini dianggap terus berlanjur sampai semua pihak
memutuskan untuk mengakhirinya. Ahmed (1994) menyatakan pendapat bahwa konsep ini
tidak menentang dan melanggar hukum Islam. Menurut beliau, terdapat konsep yang mirip
dengan konsep going concern dalam fiqh Islam yang dikenal dengan Istishab. Dimana
konsep ini dapat diartikan sebagai berlanjutnya kebersamaan.
Dalam ajaran Islam, kita dilarang untuk meramalkan atau memastikan hal yang akan
terjadi dimasa depan sampai hal itu benar-benar terjadi pada saatnya. Hal tersebut berjalan
sesuai dengan QS. 31:34 dan 69 :42 dimana tiada seorangpun yang dapat mengetahu dengan
pasti apa yang akan terjadi besok atau yang akan diperolehnya besok, namun demikian
mereka wajib berusaha.
Konsep ini mengartikan tentang bagaimana metode, konsep maupun media dalam
menyampaikan informasi laporan keuangan kepada pihak yang memiliki kepentingan.
AAOIFI sependapat dengan konsep tersebut dimana laporan keuangan harus memuat semua
materi informasi yang dibutuhkan untuk keperluan pengguna laporan keuangan. Dalam
ajaran Islam mengenai konsep ini adalah bahwa konsep ini sudah sejalan dengan ajaran Islam
dimana ditekannya aspek kejujuran sehingga laporan yang diberikan ke pengguna berisi
laporan yang jujur tanpa adanya tindakan penipuan atau rekayasa sesuai dengan keadaannya.
Al-Qur’an mempertegas pengungkapan lengkap ini dalam QS. Al-Baqarah ayat 42: “Dan
janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”. Namun Baydoun dan Willett
(1997: 19) memberi pernyataan bahwa pengungkapan lengkap dalam Islam bukan berarti
harus memberikan pengungkapan secara lengkap dan detail dikarnakan tidak adanya
kewajiban dalam Islam yang mengharuskan sedemikian. Menurut Baydoun dan Willett yang
perlu diungkapkan adalah sesuatu yang dianggap penting untuk pengguna dalam tujuan
menyembah Allah