Disusun Oleh :
Irwan Satria
NIM : 004201405090
2020
REKOMENDASI PEMBIMBING AKADEMIK
ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Irwan Satria
iii
USULAN PERBAIKAN KUALITAS PROSES
PRODUKSI SCREW PAN M4x10mm
PADA DEPARTEMEN FORMING
DI MESIN SGT-12103
Oleh
Irwan Satria
NIM. 004201405090
Disetujui Oleh
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang di PT.
Sagateknindo Sejati. Penulisan laporan ini merupakan salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada program studi Teknik Industri
Peresident University.
Atas selesainya laporan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan khususnya
kepada :
1. Bapak Ir. Hery Hamdi Azwir, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan selama
ini, serta memberikan pengarahan dan dorongan dalam penyusunan laporan
skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik.
2. Ibu Ir. Andira, M.T. selaku ketua program studi Teknik Industri President
University.
3. PT. Sagateknindo Sejati yang telah memberikan ruang dan fasilitas selama
proses penelitian.
4. Keluarga tercinta dan saudara yang telah memberikan semangat, do’a,
dorongan, bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan Laporan magang di
President University.
5. Rekan-rekan di President University khususnya jurusan Teknik Industri
angkatan 2014 yang telah memberikan motivasi sekaligus do’a kepada
penyusun, sehingga laporan magang ini dapat terselesaikan dengan baik
vi
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu besar harapan say ajika terdapat kritik beserta saran
yang membangun untuk membantu penyempurnaan dalam penyempurnaan
dimasa mendatang.
Irwan Satria
vii
DAFTAR ISI
viii
2.6. Defect per Million Opportunities (DPMO) ........................ 12
2.7. Diagram SIPOC ................................................................ 13
2.8. Pareto Chart ....................................................................... 15
2.9. Diagram Sebab Akibat ...................................................... 15
2.10. Failure Mode and Effect Analyze (FMEA) ....................... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 20
3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................... 20
3.2. Pengamatan Awal .............................................................. 21
3.3. Identifikasi Masalah .......................................................... 21
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................... 21
3.5. Pengolahan Data ................................................................ 22
3.6. Analisis .............................................................................. 22
3.7. Kesimpulan dan Saran ....................................................... 22
BAB IV DATA DAN ANALISA ............................................................. 23
4.1. Profil Perusahaan ............................................................... 23
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan .............................. 23
4.1.2 Flow Proses Forming ............................................ 24
4.1.3 Hasil Produksi PT. Sagateknindo Sejati ................ 24
4.2. Pengumpulan Data ........................................................... 25
4.2.1. Data defect dan output produksi ............................. 25
4.2.2. Akumulasi data defect ............................................ 26
4.3. Pengolahan Data ................................................................ 27
4.3.1. Penentuan Critical To Quality ............................... 27
1. Lubang kunci tidak terbentuk/
2nd punch patah ............................................... 28
2. Flange atas cacat / 2nd punch retak ................ 28
3. Radius flange burry .......................................... 29
4. Flange miring ................................................... 29
4.3.2. Diagram SIPOC ................................................... 30
4.3.3. Membuat Diagram Pareto .................................... 31
4.3.4. Menentukan Level Sigma .................................... 32
ix
1. Pehitungan Defect Per Unut (DPU) ................ 33
2. Perhitungan Defect per million
opportunity (DPMO) ....................................... 33
3. Pengkonversian DPMO ke Level Sigma ......... 33
4.4. Analisis ............................................................................. 37
4.4.1. Diagram Sebab-Akibat ........................................ 37
1. Jenis defect 2nd Punch Patah .......................... 38
2. Jenis defect 2nd punch retak ............................ 40
3. Jenis defect Radius flange burry ..................... 42
4. Jenis defect Flange miring .............................. 43
4.5. Identifikasi Prioritas Tindakan perbaikan dengan FMEA.. 45
4.6. Urutan Tindakan Perbaikan ............................................... 46
4.7. Usulan Perbaikan ............................................................... 48
4.7.1. Usulan Perbaikan jenis defect 2nd punch patah .... 48
4.7.2. Usulan Perbaikan jenis defect 2nd punch Retak ... 48
4.7.3. Usulan Perbaikan jenis defect Radius
Flange burry ........................................................ 48
4.7.4. Usulan Perbaikan jenis defect Flange miring ...... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 50
5.1. Kesimpulan ........................................................................ 50
2.2. Saran .................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 52
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk dapat tetap bertahan dalam persaingan tersebut, maka salah satu cara
yang dilakukan adalah dengan cara mengembangkan sistem produksi yang
lebih effisien dan efektif. Kualitas produksi juga berperan penting seiring
dengan tingkat persaingan di dunia industri yang semakin meningkat.
Tuntutan konsumen semakin tinggi, mereka tidak hanya menginginkan harga
yang bersaing, melainkan juga kualitas produk yang tinggi.
Secara garis besar dalam proses pembuatan baut dan mur ini adalah
serangkaian proses dari raw material sampai dengan barang jadi, di dalamnya
terdapat beberapa tahapan proses, yang di mulai dari raw material, proses
forming, proses thread rolling, proses heat treatment, packing serta delivery
1
kepada pelanggan. Produk yang dihasilkan oleh PT. Sagateknindo Sejati yaitu
berupa Screw pan, Screw visor, Screw tapping, Flange bolt, Hex bolt, Bolt
socket, dan nut.
Dalam proses produksi digunakan beberapa mesin atau peralatan pada setiap
tahapan proses produksinya. Setiap tahapan proses produksi akan
mempengaruhi tahapan proses lainnya, ketika salah satu tahapan terganggu
supply materialnya maka semua proses akan terganggu. Saat ini, kualitas
produk PT. Sagateknindo Sejati masih belum maksimal, hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya jumlah defect hasil produksi mesin SGT-12103 di
departemen forming untuk produk screw pan M4x10mm pada periode Januari
sampai Maret 2020.
2
2. Usulan perbaikan apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas proses produksi screw pan M4x10mm di mesin SGT-12103?
1.5 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mesin yang dilakukan penelitian adalah jenis mesin yang sama.
2. Urutan pada proses produksi setiap operator adalah sama.
BAB I Pendahuluan
Pendahuluan dapat memberikan gambaran tentang latar belakang masalah,
definisi masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika
penulisan.
3
BAB II Landasan Teori
Berisi tentang konsep dan prinsip dasar yang diperlukan untuk memecahkan
masalah penelitian. Disamping itu juga memuat uraian tentang hasil penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yang ada hubungannya
dengan penelitian yang dilakukan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
a. Produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi masal) dengan
variasi sangat kecil dan sudah distandarisasi.
b. Biasanya menggunakan system atau cara penyusunan berdasarkan urutan
pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut product lay out
atau department by product.
c. Mesin-mesin yang dipakai dalam mesin produksi adalah mesin-mesin
yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal
dengan nama special purpose machines.
d. Oleh karena mesin-mesinya yang bersifat khusus dan biasanya agak
otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang
dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai
keahlian atau skill yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut.
e. Jika salah satu mesin atau peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh
proses produksi akan terhenti.
f. Mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produksinya kecil maka job
structurnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak.
g. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah
dari pada intermittent process,manufacturing
6
kualitas/mutu merupakan karakteristik dan corak dari produk atau jasa yang
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan yang tampak jelas maupun
yang tersembunyi.
Menurut Gaspersz (2002) mendefinisikan kualitas totalitas dari karakteristik
suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Kualitas seringkali diartikan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap
persyaratan atau kebutuhan.
7
8. Perceived quality (Kualitas yang dipresepsikan) yaitu bersifat subjektif,
berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk,
seperti meningkatkan harga diri. Hal ini juga dapat berupa karakteristik
yang berkaitan dengan reputasi .
8
jelas dan memfokuskan pada pencegahan masalah versus mangatasi
masalah. Six sigma mencakup sejumlah alat dan praktek yang
menggantikan kebiasaan reaktif dengan gaya manajemen yang proaktif,
dinamis dan responsif.
5. Kolaborasi tanpa batas six sigma memperluas peluang untuk kolaborasi
jika orang-orang dalam perusahaan dapat melakukan hak dan
kewajibannya secara seimbang. Dengan demikian, tidak ada saling
ketergantungan yang besar dalam sebuah proses di semua bagian.
Kolaborasi tanpa batas dalam six sigma tidak berarti mengorbankan diri
sendiri, melainkan menuntut sikap untuk menggunakan pengetahuan
terhadap pelanggan dan proses untuk memperoleh keuntungan bagi
semua bagian.
6. Dorongan untuk sempurna Tidak ada perusahaan yang akan memasuki
six sigma tanpa ide-ide dan pendekatan-pendekatan baru yang
memungkinkan terjadinya risiko. Jika sebuah perusahaan menemukan
jalan menuju kesempurnaan (biaya lebih rendah, produktivitas meningkat
dan lain-lain), tetapi tidak berani melaluinya dan takut akan adanya
konsekuensi kesalahan, maka perusahaan tersebut tidak akan pernah
mencoba. Six sigma mendorong perusahaan untuk terus-menerus
melangkah menuju kesempurnaan serta bersedia untuk menerima dan
mengelola kemunduran yang terjadi.
9
2. Identifikasi pelanggan
3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan
4. Definisi proses
5. Hindarkan kesalahan dalam proses dan hilangkan pemborosan (waste)
6. Tingkatkan proses secara terus-menerus.
Dalam bidang manufacturing, langkah-langkah untuk konsep six sigma lebih
eksplisit, yaitu:
1. Identifikasi karateristik kualitas yang akan memuaskan pelanggan.
2. Klasifikasikan karateristik kualitas itu sebagai hal kritis yang harus
dikendalikan.
3. Menentukan apakah setiap karateristik kualitas yang diklasifikasikan itu
dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin-mesin, proses
kerja, dll.
4. Menentukan batas maksimum toleransi CTQ yang diinginkan untuk
setiap karakteristik kualitas yang diklasifikasikan itu (menentukan nilai
USL dan LSL). USL : Upper Specification Limit, LSL : Lower
Specification Limit.
5. Tentukan variasi proses untuk setiap karateristik kualitas yang
diklasifikasikan itu.
6. Lakukan pengembangan produk dan proses.
10
mempunyai sasaran dan target yang berbeda-beda. Sekalipun demikian,
ada hal yang dimiliki oleh semua orang didalam atau di luar perusahaan.
Six sigma menggunakan hal tersebut untuk menciptakan sebuah tujuan
yang konsisten. Tujuan six sigma yakni sempurna 99,9997 % atau cacat
dalam sejuta peluang.
3. Memperkuat nilai pada pelanggan Dengan persaingan yang ketat di setiap
Industri hanya pengiriman produk dan jasa yang bermutu atau bebas
cacat tidaklah menjamin sukses. Fokus pada pelanggan pada inti six
sigma artinya mempelajari nilai apa yang berarti bagi para pelanggan dan
merencanakan bagaimana mengirimkannya kepada mereka secara
menguntungkan.
4. Mempercepat tingkat perbaikan. Dengan teknologi informasi yang
menentukan kecepatan langkah, harapan pelanggan terhadap perbaikan
semakin nyata. Perusahaan yang tercepat melakukan perbaika,
kemungkinan besar akan memenangkan persaingan. Dengan
meminjam alat-alat dan ide-ide dari banyak disiplin ilmu, six sigma
membantu sebuah perusahaan untuk tidak hanya meningkatkan kinerja
tetapi juga meningkatkan perbaikan.
5. Mempromosikan pembelajaran dan "cross-pollination" Six sigma
merupakan sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan dan
mempercepat pengembangan dan penyebaran ide-ide baru di sebuah
organisasi keseluruhan. Orang-orang yang terlatih dengan keahlian dalam
banyak proses serta bagaimana mengelola dan memperbaiki proses, dapat
dipindah ke divisi lain dengan kemampuan untuk menerapkan proses
dengan lebih cepat.
11
1. Penyebab ketidakpuasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu
produk atau jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-
fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh
yang tidak diminta langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada
di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka
pelanggan akan merasa tidak puas.
2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan.
Banyak pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela
otomatis, atau rem anti kunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini
tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi kebutuhan ini akan
menciptakan kepuasan.
3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan
pelanggan. Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol
perkiraan cuaca di radio atau kontrol audio khusus di kursi belakang
yang terpisah yang member kesempatan pada anak-anak untuk
mendengarkan music yang berbeda dari orang tua mereka,
menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi.
12
yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan
sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk
gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta
kesempatan. Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas
sebuah proses dalam perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan
di tabel 2.1.
Keterangan :
- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya
dikategorikan berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %
- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya
dikategorikan berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %
- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya
dikategorikan berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %
- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya
dikategorikan berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %
- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %
- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 %
13
bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan
dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan
proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang
dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC. Model SIPOC adalah paling
banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC
merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
• Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan
informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu
proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
• Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)
kepada proses.
• Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasikan secara
ideal menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah
kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
• Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang
jadi (final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-
informasi kunci dari proses.
• Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka
sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal
(internal customers).
(Gaspersz, 2002)
14
2.8. Pareto Chart
Pareto chart adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi
Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad ke 19. Pareto chart digunakan
untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut
ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di
sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan
pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab
kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama dalam prosesnya
(Nasution, 2005). Pareto chart dapat menunjukkan prioritas penyimpangan
dan memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam
upaya perbaikan. Gambar 2.2 merupakan contoh pareto chart.
15
Menurut Nasution (2005) Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan
terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci
dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan
kesenjangan yang terjadi. Berikut adalah gambar diagram sebab akibat yang
telah dijelaskan di atas :
16
b. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance)
karena penyebab potensial.
c. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul
(detection)
3. Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan
alat deteksi kesalahan yang ada.
4. Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau efek
kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol
5. Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa
S.O.D (Severity, Occurance, Detection)
6. Rumus RPN = Severity x Occurance x Detection
Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses
setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang
menggambarkan severity bisa diinterpretasikan seperti pada Tabel 2.2
17
Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena
potential cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan occurrence bisa
diinterpretasikan seperti pada tabel 2.3
18
7. Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan
pada potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya.
8. Tetapkan implementasi action plan.
9. Ukur perubahan RPN yang terjadi.
10. Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka
kembali ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun.
Pada tabel 2.5 diberikan contoh penggunaan nilai RPN.
Tab el 2.5 Contoh penggu naa n n ila i Risk Priority Nu mber (RPN)
S O D RPN Artinya
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pengamatan Awal
Identifikasi Masalah
Literatur Studi
Pengumpulan Data
1. Data Defect
2. Akumulasi data defect
3. Jenis Defect
Pengolahan Data
1. Penentuan CTQ
2. Diagram Sipoc
3. Diagram Pareto
4. Menentukan Level Sigma
Analisa
20
3.2. Pengamatan Awal
Pengamatan awal ini merupakan tahapan awal dalam mengidentifikasi
masalah dalam perusahaan. Tahapan ini diperlukan untuk mendapatkan
informasi-informasi yang mendukung penelitian seperti permasalahan yang
ada.
21
kepada staf ahli, dari tahap awal proses sampai tahap akhir siklus
produk.
2. Dokumentasi, metode pengumpulan data ini didapatkan melalui buku-
buku, catatan di bangku kuliah ataupun data-data yang ada hubungannya
dengan penelitian ini.
3. Observasi, metode pengumpulan data ini dilakukan dengan cara
mencatat setiap kejadian pada penelitian yang sedang dilakukan.
3.7. Analisis
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap data-data yang ada dengan
menggunakan fishbone diagram (diagram sebab-akibat), diagram ini
digunakan untuk memetakan penyebab-penyebab dari persoalan dan akibat
yang ditimbulkan. Dengan menggunakan fishbone diagram maka dapat di
diketahui penyebab terjadinya kecacatan pada produk serta dapat ditemukan
solusi untuk menyikapi penyebab cacat pada produk.
22
BAB IV
DATA DAN ANALISA
23
4.1.2. Flow proses forming
Forming yaitu pembentukan dengan cara memberikan gaya-gaya luar kepada
benda kerja (logam) sehingga terjadi deformasi plastis guna memperoleh
bentuk yang diinginkan, volume atau massa logam tetap dijaga. Pada proses
forming, untuk pembentukan bodi maka digunakan Dies dari bentuk screw
pan , untuk proses forming pada baut screw menggunakan 3 pembentukan
dengan tujuan mempermudah alur proses forming untuk membentuk produk
sesuai dengan visual produk pada proses baut screw pan.
Produk
setengah jadi
24
Gambar: 4.2. Hasil produksi PT.Sagateknindo Sejati
Table 4.1 Data defect dan output periode Januari sampai Maret 2020.
Qty Defect Qty Output Persentase
Bulan No Mesin
(Pcs) (Pcs) (%)
1 SGT-12101 5,935 1,620,146 0.37%
2 SGT-12102 2,599 1,091,985 0.24%
3 SGT-12103 9,469 1,031,292 0.92%
4 SGT-12104 101 1,321,950 0.01%
JANUARI 5 SGT-12105 177 1,512,548 0.01%
6 SGT-12106 212 1,596,763 0.01%
7 SGT-12107 112 1,367,923 0.01%
8 SGT-12108 89 850,529 0.01%
9 SGT-12109 717 437,565 0.16%
1 SGT-12101 6,616 1,629,853 0.41%
2 SGT-12102 3,775 1,749,535 0.22%
3 SGT-12103 5,723 1,202,370 0.48%
FEBRUARI 4 SGT-12104 3,759 757,290 0.50%
5 SGT-12105 3,187 1,462,580 0.22%
6 SGT-12106 678 1,608,927 0.04%
7 SGT-12107 345 1,735,053 0.02%
25
Table 4.1 Data defect dan output periode Januari sampai Maret 2020.
(Lanjutan)
8 SGT-12108 1,228 1,081,401 0.11%
FEBRUARI
9 SGT-12109 400 198,763 0.20%
1 SGT-12101 3,883 2,088,371 0.19%
2 SGT-12102 5,390 1,207,085 0.45%
3 SGT-12103 4,617 979,058 0.47%
4 SGT-12104 3,492 941,832 0.37%
MARET 5 SGT-12105 1,854 323,066 0.57%
6 SGT-12106 345 793,710 0.04%
7 SGT-12107 1,515 760,015 0.20%
8 SGT-12108 740 913,099 0.08%
9 SGT-12109 - - 0
Tabel 4.1 merupakan data defect dan output produk screw pan M4x10mm
selama periode Januari sampai maret 2020.
Table 4.2 Akumulasi data defect periode Januari sampai Maret 2020
26
Berdasarkan data tabel 4.2, terlihat bahwa defect tertinggi terdapat pada
mesin SGT-12103 dengan total defect 19.809 sedangkan defect terendah
terdapat pada mesin SGT-12109 dengan total defect 1.117 dengan demikian
peneliti dapat melajutkan analisa pada mesin SGT-12103.
27
Berdasarkan data tabel 4.3 diatas maka, maka peneliti mengambil 4 jenis
defect tertinggi yaitu, 2nd punch patah, 2nd punch retak, radius flange burry
dan flange miring untuk dijadikan CTQ pada penelitian yang akan dilakukan.
Defect
Defect
28
Gambar 4.4 merupakan jenis 2nd punch retak yang disebabkan punch case
longgar, yaitu pada saat melakukan press antara punch case dengan 2nd
punch kurang rata yang di sebabkan mesin press tidak terawatt dengan baik
yang menimbukan seal bocor sehingga tekanan pres lambat .
Defect
Gambar 4.5 merupakan jenis defect radius tidak terbentuk sempurna yang
disebabkan factor adanya kotoran atau gram yang menempel pada dies dan
menghambat lubang angin yang difungsikan pada buangan lubang angin pada
dies no3.
4. Flange miring
Flange miring merupakan defect yang rata-rata disebabkan faktor mesin
dan manusia, faktor mesin karena pada mesin sudah tua sehingga pada
saat running mesin tidak stabil kemudian factor settingan yang kurang pas.
29
Defect
gambar 4.6 merupakan flange miring atau kepala tidak center. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya flange miring yaitu tidak memaksimalkan
penggunaan alat ukur dies yang digunakan dan faktor mesin yang sudah tua.
Didalam program peningkatan kualitas Six Sigma jenis produk defect tersebut
dinyatakan sebagai banyak karakteristik kualitas (CTQ) Potensial penyebab
kecacatan dalam proses produksi baut jenis Screw pan M4x10mm di mesin
SGT-12103 bagian forming di PT.Sagateknindo Sejati. Banyaknya
karakteristik CTQ Potensial adalah 4 selanjutnya jumlah CTQ potensial akan
diproses guna menentukan nilai DPO,DPMO dan Sigma Level.
30
Supplier Input Proses Output Customer
Dari table diatas dapat diketahui diagram SIPOC (Supplier, Inputs, Process,
Outputs, Costumers) PT. Sagateknindo Sejati. Pemasok material baut screw
pan didatangkan dari PT. Chunpao Steel dan PT. Krakatau Steel. Material yang
digunakan adalah berupa kawat gelondongan. Proses pembuatan screw pan melalui
beberapa tahapan proses yaitu mulai dari material kemudian di proses di departemen
forming (proses pembentukan kepala dan badan baut), di departemen rolling (proses
pembentukan ulir), di departemen Heat Treatment (proses pengerasan) sampai
dengan proses packing (proses pengepakan produk kedalam dus). Output dari
beberapa tahapan proses yang dilakukan yaitu berupa produk screw pan M4x10mm.
produk ini di peruntukkan untuk memenuhi pesanan customer ataupun sebagai stok.
31
Dalam tabel 4.3 bisa diketahui jumlah defect sebanyak 19.809 pcs dari total 3
bulan terakhir pada bulan Januari, Februari dan Maret 2020, sedangkan total
defect yang paling tinggi disebabkan 2nd punch patah sebesar 7.479 pcs
(38%), 2nd punch retak sebesar 5.136 pcs (26%), Radius flange cacat 4.616
pcs (23%) dan yang terendah flange miring sebesar 2.578 pcs (13%). Dalam
hal ini produktivitas produk Screw pan M4x10mm akan terganggu secara
signifikan hanya karena besarnya jumlah produk defect yang terjadi setiap
harinya. Kemudian data jumlah defect ini dituangkan kepada diagram pareto
di bawah ini :
32
1. Perhitungan Defects Per Unit (DPU)
DPU = 19.809
3.212.720
= 0.00617
Data jumlah produk cacat dan jumlah unit diambil dari total jumlah reject
periode januari – maret 2020
= 19.809
x 1.000.000
3.212.720 x 4
= 0.001541 x 1.000.000
= 1.541
Contoh perhitungan DPU dan DPMO diatas menggunakan total jumlah
produksi pada bulan januari 2020.
Tabel 4.5 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Januari 2020
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
1 2-Jan-20 48,637 425 4 0.0087 2,185 4.4
2 3-Jan-20 49,577 638 4 0.0129 3,217 4.3
3 6-Jan-20 45,627 379 4 0.0083 2,077 4.4
4 7-Jan-20 51,027 471 4 0.0092 2,308 4.4
5 8-Jan-20 40,188 357 4 0.0089 2,221 4.4
6 9-Jan-20 45,982 456 4 0.0099 2,479 4.4
7 10-Jan-20 42,266 467 4 0.0110 2,762 4.3
33
Tabel 4.5 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Januari 2020
(Lanjutan)
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
8 13-Jan-20 42,189 351 4 0.0083 2,080 4.4
9 14-Jan-20 45,717 371 4 0.0081 2,029 4.4
10 15-Jan-20 45,081 435 4 0.0096 2,412 4.4
11 16-Jan-20 43,768 437 4 0.0100 2,496 4.4
12 17-Jan-20 41,734 405 4 0.0097 2,426 4.4
13 20-Jan-20 40,655 261 4 0.0064 1,605 4.5
14 21-Jan-20 52,177 473 4 0.0091 2,266 4.4
15 22-Jan-20 53,882 453 4 0.0084 2,102 4.4
16 23-Jan-20 39,288 355 4 0.0090 2,259 4.4
17 24-Jan-20 56,319 472 4 0.0084 2,095 4.4
18 27-Jan-20 46,262 431 4 0.0093 2,329 4.4
19 28-Jan-20 56,211 535 4 0.0095 2,379 4.4
20 29-Jan-20 54,561 450 4 0.0082 2,062 4.4
21 30-Jan-20 44,377 413 4 0.0093 2,327 4.4
22 31-Jan-20 45,767 434 4 0.0095 2,371 4.4
Total 1,031,292 9,469 0.0092 2,295 4.4
Dari table 4.5 dapat diketahui data bulan Januari 2020 menunjukan tingkat
sigma berada 4.4 berdasarkan perhitungan table dari nilai defect permilion
opportunity (DPMO).
Tabel 4.6 berikut ini menunjukkan tingkat kapabilitas proses pada bulan
Februari 2020.
Tabel 4.6 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Februari 2020
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
1 3-Feb-20 47,334 195 4 0.0041 1,030 4.6
2 4-Feb-20 54,777 273 4 0.0050 1,246 4.6
3 5-Feb-20 58,743 282 4 0.0048 1,200 4.6
4 6-Feb-20 50,315 271 4 0.0054 1,347 4.6
5 7-Feb-20 52,662 223 4 0.0042 1,059 4.6
6 8-Feb-20 52,000 232 4 0.0045 1,115 4.6
34
Tabel 4.6 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Februari 2020
(Lanjutan)
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
7 10-Feb-20 49,331 242 4 0.0049 1,226 4.6
8 11-Feb-20 57,737 310 4 0.0054 1,342 4.6
9 12-Feb-20 49,527 197 4 0.0040 994 4.6
10 13-Feb-20 53,036 228 4 0.0043 1,075 4.6
11 14-Feb-20 55,000 222 4 0.0040 1,009 4.6
12 17-Feb-20 62,522 297 4 0.0048 1,188 4.6
13 18-Feb-20 58,922 320 4 0.0054 1,358 4.5
14 19-Feb-20 55,466 285 4 0.0051 1,285 4.6
15 20-Feb-20 55,466 305 4 0.0055 1,375 4.5
16 21-Feb-20 54,161 284 4 0.0052 1,311 4.6
17 4-Feb-20 61,000 322 4 0.0053 1,320 4.6
18 25-Feb-20 53,052 219 4 0.0041 1,032 4.6
19 26-Feb-20 49,054 193 4 0.0039 984 4.6
20 27-Feb-20 64,232 350 4 0.0054 1,362 4.5
21 28-Feb-20 55,417 241 4 0.0043 1,087 4.6
22 29-Feb-20 52,616 232 4 0.0044 1,102 4.6
Total 1,202,370 5,723 0.0048 1,190 4.5
Dari table 4.6 dapat di ketahui dari data bulan Februari 2020 menunjukan
tingkat sigma berada 4.5 berdasarkan perhitungan table dari nilai defect
permilion opportunity (DPMO).
Tabel 4.7 berikut ini menunjukkan tingkat kapabilitas proses pada bulan Maret
2020.
Tabel 4.7 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Maret 2020
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
1 2-Mar-20 55,262 294 4 0.0053 1,330 4.4
2 3-Mar-20 49,636 272 4 0.0055 1,370 4.5
3 4-Mar-20 54,266 225 4 0.0041 1,037 4.4
4 5-Mar-20 54,655 213 4 0.0039 974 4.4
35
Tabel 4.7 Tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO bulan Maret 2020
(Lanjutan)
SIX
No Tanggal Output Defect CTQ DPU DPMO
SIGMA
5 6-Mar-20 56,434 310 4 0.0055 1,373 4.5
6 9-Mar-20 48,827 239 4 0.0049 1,224 4.4
7 10-Mar-20 54,671 246 4 0.0045 1,125 4.4
8 11-Mar-20 55,462 304 4 0.0055 1,370 4.5
9 12-Mar-20 46,355 222 4 0.0048 1,197 4.4
10 13-Mar-20 49,313 223 4 0.0045 1,131 4.4
11 16-Mar-20 63,772 341 4 0.0053 1,337 4.4
12 17-Mar-20 54,822 226 4 0.0041 1,031 4.4
13 18-Mar-20 52,838 210 4 0.0040 994 4.4
14 19-Mar-20 45,622 228 4 0.0050 1,249 4.4
15 20-Mar-20 52,366 237 4 0.0045 1,131 4.4
16 26-Mar-20 45,524 208 4 0.0046 1,142 4.4
17 27-Mar-20 46,526 208 4 0.0045 1,118 4.4
18 30-Mar-20 47,566 220 4 0.0046 1,156 4.4
19 31-Mar-20 45,141 191 4 0.0042 1,058 4.4
Total 979,058 4,617 0.0047 1,179 4.5
Dari table 4.7 dapat diketahui dari data bulan Maret 2020 menunjukan tingkat
sigma berada 4.5 berdasarkan perhitungan table dari nilai defect permilion
opportunity (DPMO).
Tabel 4.8 berikut ini merupakan akumalasi output dan defect pada bulan
Januari, Februari dan Maret 2020 kemudian dilakukan perhitungan DPMO (
defect permilion opportunity) dan di konversi ke level sigma berdasarkan
table sigma untuk melihat tingkat sigma dari total 3 bulan.
Output Six
Bulan Defect (pcs) DPU DPMO
(pcs) sigma
Januari 1,031,292 9,469 0.0092 2,295 4.4
Februari 1,202,370 5,723 0.0048 1,190 4.5
Maret 979,058 4,617 0.0047 1,179 4.5
Total 3,212,720 19,809 0.0062 1,541 4.4
36
Table 4.8 merupakan perhitungan tingkat kapabilitas six sigma dan DPMO
dari total 3 bulan dimana nilai rata-rata DPMO dari total 3 bulan sebesar
1,541 dan berada pada nila sigma sebesar 4,4 maka dari itu peneliti akan
meminimalkan produk defect screw pan M4x10mm pada mesin forming dan
untuk menaikkan level sigma.
4.4. Analisis
Tahap ini merupakan tahap menganalisa, mencari dan menemukan akar
penyebab dari suatu masalah. Hal ini dapat dengan menggunakan diagram
sebab akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistik, diagram sebab
akibat dipergunakan untuk menunjukan faktor-faktor penyebab dan
karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab
itu (Gasperz, 2003).
37
e) Environment (lingkungan)
Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses
produksi secara khusus.
Mesin Manusia
Belum ada sensor pendeteksi
2nd punch patah Operator
kurang teliti
Material Metode
38
Berdasarkan Gambar 4.9 diatas faktor yang menyebabkan 2nd punch patah
/lubang kunci tidak terbentuk.
1. Mesin
Berikut penyebab terjadinya masalah faktor mesin
• Belum ada sensor pendeteksi 2nd punch patah
Dalam factor mesin punyebab terjadinya defect 2nd punch patah yaitu
belum ada sensor yang mendeteksi terjadinya 2nd punch patah,
sehingga produk defect lubang kunci tidak terbentuk lolos dari
pengontrolan dan tercampur hingga ke konveyor.
2. Manusia
• faktor manusia adalah salah satunya karena kurang teliti dalam
melakukan setting dan skill setiap operator yang berbeda-beda
sehingga settingan tidak stabil dapat menimbulkan terjadinya patahan
pada 2nd punch pada saat running.
3. Metode
• Timming griper mudah berubah
Penyebab dari metode setting juga mempengaruhi terjadinya defect
terutama pengaturan timming griper, fungsi dari timing griper
merupakan sebagai pengikat pembentukan.
• Settingan kurang pas
39
Setting punch tidak pas dapat menimbulkan pentalan pada part nomor
2 sehingga menimbulkan benturan antara griper pengikat part no 3
dan punch dan menimbulkan 2nd punch patah.
4. Material
• Material bengkok
Material bengkok hanya beberapa centimeter, bahan yang ditumpuk
pada rak koil menimbulkan bahan tersebut bengkok, sehingga pada
saat proses pembentukan bahan tidak terbentuk sempurna dan
menimbulkan tools 2nd punch patah.
Mesin Manusia
Settingan terburu
buru
Punch case aus
Pembentukan no 2
terlalu keras/padat
Metode
40
1. Manusia
• Settingan terburu-buru
Faktor setingan terburu-buru berdampak pada hasil akhir yang
berdampakan pada saat mesin sudah running berpotensi tools berubah.
2. Metode
• Pemasangan 2nd punch ke punch case kurang pas
Punch case pelapis dari 2nd punch pada saat pemasangan 2nd punch ke
punch case di lakukan penggerindaan terlebih dahulu agar pemasangan
2nd punch rata.
3. Mesin
• Punch case renggang
Punch case merupakan pelapis 2nd punch atau pengikat 2nd punch
standart life time yang digunakan tidak menjadi acuan, penyebab
terjadinya cepat aus karena sering bongkar pasang 2nd punch pada saat
terjadi trouble mesin.
41
3. Jenis defect Radius flange Burry
Mesin Manusia
Radius flange
Settingan kurang center
Burry
Material kotor ke lubang dies
Debu menempel
Material Metode
1. Manusia
• Kurang fokus pada saat setting
Pada produk screw pan tingkat kesulitan setting cukup tinggi, karena
jenis produk lebih rumit dibandingakan jenis flange bolt maupun hex bolt,
pada saat setting harus teliti benar-benar pas dengan lubang dies karena
terdapat celah sedikit menimbulkan gram yang menghambat lubang angin
hingga tertutup.
2. Metode
• Setting kurang center dengan lubang dies
settingan pengikat pembentukan harus center untuk mencegah timbulnya
gram, dan settingan hanya meraba-raba sehingga mengakibatkan radius
dies kotor.
42
3. Mesin
• Lubang Angin di dies tertutup gram
Terdapat 3 lubang angin pada dies sebagai buangan pada saat tekanan
sedang proses, salah satu terhambat dapat menimbulkan radius
pembentukan tidak terbentuk sempurna
4. Material
• Material kotor
Sisa serbuk material dari Gudang bahan baku atau crak yang menenpel
pada material juga menimbulkan penghambatan pada lubang angin dies
no 3, sehingga pembentukan tidak terbentuk sempurna.
Mesin Manusia
Flange Miring
Pembentukan belum di dies
Material bengkok
Material Metode
43
1. Manusia
• Setting produk terburu-buru
Frekuensi trouble yang terlalu sering pada mesin forming membuat
teknisi dalam melakukan setting terburu-buru.
2. Metode
• Pemasangan punch kurang presisi
Potensi miring dari punch case nomer 3 lebih dominan karena tools ini
sering bongkar pasang pada saat pergantian 2nd punch,
• Pembentukan belum di dies
Standar setting kemiringan menggunakan dies jarum diperbolehkan
bergerak antara 0,01~0,10 mm kecerobohan setting mengakibatkan
pembentukan tidak stabil dan potensi miring.
3. Mesin
• Griper terlalu tebal
Ketebalan griper dapat menimbulkan goresan bagian flange sehingga
mengakibatkan punch no 3 miring
4. Material
• Material bengkok
Material bengkok disebabkan faktor penumpukan di rak koil yang
menyebabkan benturan pada saat pemindahan oleh forklift.
44
4.5. Identifikasi Prioritas Tindakan Perbaikan Dengan FMEA
Setelah sumber-sumber penyebab dari masalah teridentifikasi, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan rencana perbaikan (action plan) untuk
menurunkan jumlah defect, penetapan rencana tindakan perbaikan
tersebut bertujuan untuk peningkatan kualitas.
Pada dasarnya rencana perbaikan mendeskripsikan tentang alokasi
sumber-sumber daya serta prioritas alternatif yang dilakukan dalam
mengimplementasi rencana perbaikan tersebut. Rencana perbaikan tersebut
didapatkan dengan cara mengkombinasikan hasil brainstorming pihak
perusahaan dengan kondisi lokasi penelitian proses pembuatan baut. Alat
bantu yang digunakan dalam menentukan prioritas rencana perbaikan adalah
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Tabel 4.8 merupakan identifikasi
proses identifikasi dari diagram sebab akibat diatas untuk menentukan
prioritas rencana tindakan perbaikan.
Table 4.9 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Baut screw pan M4x10mm
Mode Potential
Kegagalan Problem Root cause Severity Occurance Detection RPN
Belum ada sensor
pendeteksi 2nd 7 7 6 294
Mesin punch patah
Tools dies retak 6 6 5 180
2nd Punch Patah Operator Kurang
Manusia 6 6 3 108
Teliti
Timming griper
Metode 6 6 5 180
mudah berubah
Material Material Bengkok 6 6 5 180
Punch case
Mesin 7 7 5 245
renggang
Setting terburu-
Manusia 6 6 3 108
buru
Pemasangan 2nd
2nd Punch Retak
punch ke punch 6 6 5 180
case kurang pas
Metode
Pembentukan no 2
settingan terlalu 6 6 5 180
padat
45
Table 4.9 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Baut screw pan M4x10mm
(Lanjutan)
Mode Potential
Kegagalan Problem Root cause Severity Occurance Detection RPN
Mesin Lubang Angin di 7 7 5 245
dies tertutup gram
Kurang fokus pada
Manusia 6 6 3 108
saat setting
Radius Flange
Burry Setting griper
kurang center
Metode 6 6 5 180
dengan lubang
dies
Material Material kotor 6 6 3 108
Baut pengunci
7 7 5 245
punch case kendor
Mesin
Griper terlalu
7 7 6 294
tebal
Setting produk
Flange Miring Manusia 6 6 3 108
terburu-buru
Pemasangan
Metode punch kurang 6 6 4 144
presisi
Material Material bengkok 6 6 3 108
Kegagalan Prioritas
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Potensial ke-
Membuat alat sensor yang digunakan untuk
1 294 mendeteksi terjadinya 2nd punch patah sehingga
2nd Punch mesin otomatis mati pada saat patahan pertama
Patah Melakukan pergantian Tools dies setelah
2 180 memasuki standart pemakaian, tidak harus
menunggu terjadinya mesin trouble
46
Tabel 4.10 Urutan Prioritas Tindakan Perbaikan (Lanjutan)
Potensi Prioritas
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Kegagalan ke-
Membuat standart pergantian baut timming griper /
life time pemakaian sehingga dengan waktu
3 180
tertentu baut pengunci timming di ganti sebelum
baut rusak
2nd Punch
Membuat alat pemisah antara material yang
Patah
4 180 tersusun sehingga tidak menumbulkan benturan
yang mengakibatkan material menjadi bengkok
Dilakukan training cara penyetingan yang tepat
5 108
sehingga mesin bisa running dengan stabil
Merubah standar diameter punch lebih di perkecil
sehingga 2nd punch pada saat di press ke punch
1 245
case lebih presisi dan bertahan lebih lama dalam
pemakain tool punch case
Melakukan setting pembentukan no 2 sesuai
standart visual dari departemen engineering di
2nd Punch 2 180
proses pembentukan no 3 sehingga mesin berjalan
Retak
dengan stabil
Melakukan pergantian sil pada hidrolik mesin pres
3 180 di lakukan secara berkala sehingga tekanan mesin
pres stabil
Dilakukan training cara penyetingan yang tepat
4 108
sehingga mesin bisa running dengan stabil
Menambah jalur lubang angin pada dies no 3
sebagai alternatif angin bisa keluar secara maksimal
1 245
pada saat terjadi proses penekanan pembentukan no
3 antara dies dan punch.
Membuat alat bantu setting agar pada saat
2 180 melakukan setting antara lubang griper dan dies
Radius Bawah
center
Flange Burry
Dilakukan training cara penyetingan yang tepat
3 108
sehingga mesin bisa running dengan stabil
Membersihkan keseluruhan terhadap material yang
dikirim ke produksi agar material yang kotor tidak
4 108
menyebabkan terjadinya penghambat terhadap
lubang angin dies
47
Tabel 4.10 Urutan Prioritas Tindakan Perbaikan (Lanjutan)
Potensi Prioritas
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Kegagalan ke-
Menurunkan diameter griper menjadi 3 mm agar
1 294 tidak menimbulkan goresan bagian flange,
sehingga mengakibatkan flange miring.
Membuat standar setting dan membuat life time
2 245 pemakaian baut punch sehingga baut di ganti
sebelum baut sudah mulai rusak
Flange Memaksimalkan dalam melakukan setting
Miring 3 144 pembentukan dengan menggunakan dies sehingga
pembentukan tetap stabil
Membuat alat pemisah antara material yang
4 108 tersusun sehingga tidak menumbulkan benturan
yang mengakibatkan material menjadi bengkok
Dilakukan training cara penyetingan yang tepat
5 108
sehingga mesin bisa running dengan stabil
48
4.7.4. Usulan perbaikan jenis defect flange Miring
Usulan perbaikan jenis defect flange miring yaitu menurunkan
diameter griper menjadi 3 mm agar tidak menimbulkan goresan
bagian flange, sehingga mengakibatkan flange miring.
Usulan perbaikan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini :
Melakukan modifikasi
Membuat WO (work
punch case no 3 pada
order ) di workshop
diameter lubang 2nd
untuk dilakukan
punch diperkecil 0,5
modifikasi punch
mm dan radius case di
case
perbesar
Penambahan lubang
angin untuk
Menambah jalur lubang meningkatkan
angin pada dies no 3 pemakaian tools dies
dan burry bisa
teratasi
Membuat WO (work
Pemangkasan diameter
order ) untuk
griper sebesar 0,5 mm
pemangkasan griper
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. Sagateknindo Sejati terhitung
pada data bulan Januari, Februari dan Maret 2020, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti bagi PT. Sagateknindo Sejati adalah
sebagai berikut :
1. Defect yang disebabkan karena faktor mesin sebaiknya ditanggulangi dengan
melakukan maintenance secara rutin agar mesin tetap dalam kondisi baik.
50
2. Defect yang disebabkan karena faktor manusia sebaiknya ditanggulangi
dengan cara memberikan pelatihan berkala mengenai standar cara kerja,
dengan begitu para pekerja dapat lebih teliti dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Defect yang disebabkan karena faktor metode sebaiknya ditanggulangi
dengan menerapkan metode baru yang lebih efektif dan mudah dipahami oleh
para pekerja.
51
DAFTAR PUSTAKA
52