Anda di halaman 1dari 14

RESUME CLINICAL REASONING

SKENARIO 4

Nama : Kholisa Nadrotunnaim

NPM : 117170037

Blok : 7.1

Kelompok :2

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
Kasus 4

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mata kanan
merah dan penglihatan kabur.

Mata merah dan penglihatan kabur:


1. Keratitis
2. Ulkus kornea
3. endoftalmitis
4. Glaucoma akut
5. Uveitis anterior
6. Benda asing
7. Trauma bola mata

1. Keratitis akut
Definisi dan etiologic :
Peradangan yang terjadi pada kornea akibat fungi, bakteri, virus, parasite dan
noninfeksi
Patofisiologi
Trauma pada epitel akan mengakibatkan stroma dan lapisan bowman yang
avascular rentan terkena infeksi berbagai mikroorganisme
A. Keratitis bakteri
Penyebabnya pseudomonas aeruginosa dan staphylococcus aureus bersifat
agresif, dan seringkali adanya infiltrate fokal berbatas tegas berwarna putih
Faktor resiko
a. Penggunaan lensa kontak
b. Trauma, termasuk trauma operasi
c. Penyakit permukaan mata : mata kering, trikiasis, entropion
Manifestasi klinis

a. Gejala: nyeri, fotofobia, penurunan tajam penglihatan, dan secret


purulent atau mukopurulen
b. Tanda berurutan: pembengkakan kelopak mata – defet epitel – edema
stroma, lipatan membrane descement – ulserasi berat
c. Infeksi pseudomonas a: ilfiltrat abu – abu atau kuning, - kemudian
berwarna hijau kebiru biruan dan adanya hipopion

Pemeriksaan penunjang
a. Kerokan kornea
b. Pewarnaan gram
c. Kultur untuk identifikasi bakteri dan laporan sensitivitas antibiotic

Penatalaksanaan
Farmakologi:
a. Terapi empiris: fluorokuinolon (ofloxacin 0,3%, Levofloksasin 0,3 %)
+ gentamisin (1,5%), atau sefazolin.
b. Kokus gram positif: vankomisin (5%)
c. Batang gram negative: gentamisin (1,5%), tetes mata tobramisin
d. Kokus gram negative: fluorokuinolon (0,3%)
e. Mycobacterium: amikacin (2%).
B. Keratitis fungi
Etiologic
Infeksi fungi: ragi (Candida sp), kapang (Fusarium sp. Dan aspergillus sp)
Manifestasi klinis
a. Gejala: nyeri awitan perlahan, sensasi benda asing, penurunan tajam
penglihatan serta secret berair atau mukopurulen.
b. Tanda: tepi lesi yang tidak tegas seperti bulu,ilfltrat kering berwarna abu
abu dan menonjol
c. Defet epitel
d. Uveitis anterior, hipopion, plak endotel dan peningkatan TIO
Pemeriksaan penunjang: Kultur dalam agar sabouraud dekstrosa
Penatalaksanaan
a. Farmakologi: terapi topical (amfoterisin B 0,15%), natamisin 5%.
Fluconazole subkonjungtiva untuk kasus berat, dan antifungi
C. Keratitis herpes simpleks
Etiologic: infeksi primer akibat droplet seperti blefaritis dan konjungtivitis
folikular, infeksi rekurenn. Jenis keratitis herpes simpleks yaitu: keratitis
epitel, keratitis disciform dan ulkus neuroteuropik.

2. Ulkus kornea
Definisi: diskontinuitas jaringan kornea akibat defek epitel akibat infeksi bakteri,
virus atau jaur
Klasifikasi:
a. Sentral: ulkus kornea sentral hampir selalu diakibatkan oleh infeksi. Lokasi
lesi terketak disentral, jauh dari limbus yang kaya akan pembuluh darah,
sikatrik yang terbentuk akibat ulkus kornea merupakan salah satu penyebab
kebutaan dan penurunan penglihatan
b. Margina

Manifestasi klinis

Mata merah, berair dan nyeri hebat, sensasi benda asing, terdapat secret, kelopak
mata bengkak, terdapat secret, kelopak mata bengkak, nyeri apabila melihat
cahaya terang, terdapat infiltrate tergantung kedalaman lesi dan etiologinya.
Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan tajam penglihatan
c. Pemeriksaan TIO (tekanan intra okuler) menggunakan tonometry non –
kontrak dengan palpasi.
d. Pemeriksaan slit – lamp untuk melihat hipopion, infiltrate dan segmen
anterior.
e. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluoresens dan test fistula.
f. Pemeriksaan tingkat keparahan ulkus
g. Pemeriksaan gram

Tatalaksana
a. Terapi empiric: fluorokuinolon (0,3%)
b. Kokus gram positif: cefuroksim (0,3%)
c. Batang gram negative: gentamisin (1,5%), fluorokuinolon (0,3%)
d. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (1%)
e. Terapi fungi: amphotericin B 0,15%, natamycin 5%, natamisin 5%.

3. Endoftalmitis
Endoftalmitis adalah sebuah diagnosis klinis yang dibuat ketika terdapat
inflamasi intraokular yang melibatkan baik ruang posterior dan anterior mata
yang berhubungan dengan infeksi bakteri dan jamur. Endoftalmitis terbagi atas
endogen dan eksogen, pada endoftalmitis endogen dapat terjadi akibat
penyebaran bakteri maupun jamur yang berasal dari fokus infeksi di dalam tubuh
terjadi sekitar 2-8%, sedangkan endoftalmitis eksogen sering terjadi oleh karena
trauma pada bola mata atau pasca operasi intraocular.
A. Endoftalmitis Endogen
penyebab tersering dari jenis Gram positif diantaranya species Streptococcus
Sp (endokarditis), Staphylococcus aureus (infeksi kulit), dan species Bacillus
(dari penggunaan obat intravena) sedangkan untuk bakteri Gram negatif
paling sering Neisseria meningitidis, Haemophilus influenza, Neisseria
gonorrhoe, dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan Klebsiella.
Endoftalmitis endogen akibat jamur disebabkan oleh candida (penyebab
terbanyak), aspergillus dan cocidioides. Endoftalmitis endogen karena jamur
juga bisa disebabkan oleh infeksi Histoplasma capsulatum, Cryptococcus
neoformans, Sporothrix schenkii dan Blastomyces dermatitidis namun
kasusnya lebih jarang dibandingkan candida dan aspergillus.
B. Endoftalmitis Eksogen
a. Endoftalmitis Kronis Pasca Operasi Endoftalmitis
terjadi 6 minggu - 2 tahun setelah operasi. Penyebab endoftalmitis
kronis pasca operasi dibagi atas bakteri dan jamur. Endoftalmitis kronis
pasca operasi akibat jamur disebabkan oleh candida dan aspergilus
namun haruslah di bedakan dari endoftalmitis endogen. Jamur lainnya
seperti Volutella, Fusarium dan Neurospora juga dapat menyebabkan
infeksi kronik. Endoftalmitis kronis pasca operasi akibat bakteri paling
sering disebabkan oleh Propionibacterium acnes. Bakteri lain seperti
Staphylococcus epidermidis dan spesies Corynebacterium, juga bisa
bisa menyebabkan infeksi kronik yang mirip. P acnes, bakteri gram-
positif anaerob kommensal, ditemukan di kulit kelopak mata atau
konjungtiva orang normal.
b. Endoftalmitis Akut Pasca Operasi Endoftalmitis
terjadi 1 - 42 hari setelah operasi. Biasanya disebabkan oleh bakteri
Gram positif (Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus,
Streptococcus sp), dan bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Proteus,
Escherichia coli, dan Miscellaneous (Serratia, Klebsiella, Bacillus).
c. Endoftalmitis Pasca Trauma
Hampir sama dengan endoftalmitis pasca operasi, dua pertiga dari
bakteri penyebab endoftalmitis pasca trauma adalah gram positif dan 10-
15% adalah gram negatif. Bacillus cereus, dimana sangat jarang
menyebabkan endoftalmitis 5 pada kasus lain, menyebabkan hampir
25% dari semua kasus endoftalmitis pasca trauma Endoftalmitis pasca
trauma yang disebabkan oleh jamur biasanya Fusarium dan Aspergilus.
Manifestasi Klinis
- Fotofobia (rasa takut pada cahaya)
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak, kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit dibuka

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi
kelainan fisik yang dapat ditemukan yaitu berupa :
- Edema Palpebra Superior (bengkak pada kelopak mata superior)
- Injeksi Konjungtiva
- Hipopion (akumulasi sel darah putih/nanah di ruang anterior mata)
- Edema Kornea (bengkak pada kornea)
- Vitritis (vitreous yang mengalami inflamasi)
- Discharge Purulen (mengeluarkan nanah)
- Kemosis (edema/bengkak pada stroma konjungtiva)

Endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam corpus vitreous ditemukan


masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik.

Penatalaksanaan
- Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
- Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik,
yang digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
- Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata.
- Tindakan Vitrektomi

4. Glaucoma akut
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler
yang meningkat mendadak sangat tinggi. Dapat terjadi primer, yaitu timbul
pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang
sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata
lain.

Faktor resiko

Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obatobatan


midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk
sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen
atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/ oklusio pupil dan iris bombe,
atau pasca pembedahan intraokuler.

Manifestasi klinis

Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah
belakang kepala. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma
akut.
- Tajam penglihatan sangat menurun.
- Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
- Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
- Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
- Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat
timbulnya reaksi radang uvea.
- Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat
- Tajam penglihatan sangat menurun.
- Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
- Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
- Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
- Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat
timbulnya reaksi radang uvea.
- Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat
Penegakan Diagnosis
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea
menghilang.
Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan
intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan
operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60
tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

5. Uveitis Anterior
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar. Pada
umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun
iatrogenic. Penyebab lainnya:
- Bakteri: Tuberkulosa, sifilis
- Virus: Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit Vogt- Koyanagi-
Hanada, Sindrom Bechet.
- Jamur: Kandidiasis
- Parasit: Toksoplasma, Toksokara
- Penyakit Sistemik: Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple sklerosis,
sarkoidosis, penyakit vaskuler
- Imunologik: Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
- Neoplastik: Limfoma, reiculum cell carcinoma
- Immunodefisiensi: AIDS

Klasifikasi
- Penyakit peradangan traktur uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi
pada orang dewasa, dan usia pertengahan.
- Uveitis non-granulomatosa merupakan bentuk uveitis yang umum terjadi.
Terutama timbul di bagian anterior traktor uvealis, yatu iris dan korpus
siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlibatnya infiltrat selsel limfosit
dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear.
Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba traktof ke jaringan oleh
bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat
dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau
hipopion di kamera okuli anterior.
- Penyebab uveitis anterior akut non-granulomatosa dapat oleh karena
trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet,
sindrom Posner Schlosman, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis,
influenza, dan klamidia. Uveitis anterior kronis non-granulomatosa dapat
disebabkan rheumatoid arthritis dan Fuchs heterkromik iridosiklitis.
- Uveitis anterior granulomatosa terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, virus,
tuberkulosis, jamur (histoplasmosis), dan parasit (toksoplasmosis)
Manifestasi klinis
- Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa: Pada bentuk non-
granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia
dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi
siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh darah limbus. 1
- Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa: Pada bentuk granulomatosa,
biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur kabur dan mata
tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal
dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering
mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP
mutton fat besar- besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan
posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil
(nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul
serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.
Penegakan diagnosis

- Anamnesis: Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: Nyeri


dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul, Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya,
terutama cahaya matahari yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien,
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen, Pandangan kabur (blurring),
Umumnya unilateral.
- Pemeriksaan oftarmologi: visus, TIO, konjungtiva (injeksi
silier/perilimbar), udema stroma kornea, COA (sel sel flare dan / hipopion)

Penatalaksanaan

- Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior


- Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian
dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin.
- Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang dan
menurunkan TIO. Tetes steroid local yang paling aman adalah
Fluorometalon dengan pemberian kurang dari 1 bulan dan membutuhkan
pengawasan.
- Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari
yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif.
- Sikoplegik spesifik diberikan dengan waktu 2 minggu untuk mengatasi
penglihatan. Namun, dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama
sampai tidak ada sinekia posterior.

6. Benda asing
Definisi
Adanya benda asing pada mata akibat adanya aktivitas tinggi atau pekerja
yang tidak memakai APD. Benda asing dapat mengenai permukaan bola mata,
intraocular atau intraorbital.
Gejala
Sensasi benda asing, kemerahan pada sekitar benda asing, atau penglihatan
kabur.
Diagnosis
Deteksi dengan penlight dan slit lampu untuk mencari material benda asing
pada sklera dan konjungtiva
Penatalaksanaan
Benda asing yang terdapat pada superfisial dapat dilakukan irigasi, diambil
dengan pemberian anestesi topical sebelumnya. Jika benda asing yang
letaknya lebih dalam dilakukan pembedahan diruang operasi.
7. Trauma bola mata
Diagnosis menggunakan Birminghan eye trauma terminology (BETT)
Jenis trauma:
a. Hematoma palpebral: akibat tinju atau pukulan, hematoma hanya
terbentuk segera setelah trauma, dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan serta menghilangkan rasa nyeri. Jika perdarahan
tidak berkurang dan terdapat gambaran brill hematoma (darah masuk
kedalam rongga orbita hingga melewati batas septum orbita kelopak
mata) dicurigai pecah arteri oftalmika akibat fraktur basis kranii.
b. edema konjungtiva: penatalaksanaan dapat diberkan dekongestan untuk
mencegah pembendungan cairan didalam selaput lender konjungtiva
c. perdarahan subkonjungtiva
d. edema kornea: penglihatan akan menjadi kabur, rasa sakit, silau dan
terlihat pelangi disumber cahaya yang dilihat. Penatalaksanaan diberikan
larutan NaCl 5% atau larutan glucose 40%.
e. Dislokasi lensa: dalam bentuk sublukasi lensa (putusnya zonula zini) dan
luksasi lensa (putusnya seluruh zonula zinii). Penanganan dirujuk ke
dokter mata untuk pembedahan pengeluaran lensa
f. Iridoplegi: edema kornea hingga rupture membrane descement,
penglihatan kabur, rasa sakit dan silau terlihat pelangi disekitaran sumber
cahaya. Penatalaksanaan: larutan hipertonik (NaCl 5%)
g. Hifema: darah yang terdapat didalam bilik mata depan yang diakibatkan
oleh robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar. Manifestasi: sakit,
epifora, blefarospasme. Sebaiknya dilakukan rawat inap karena dapat
timbul perdarahan ulang dalam 5 hari pasca trauma. Penatalaksanaan:
elevasi kepala (30 derajat), midriatikum untuk anti nyeri, kortikosteroid
topical.
Daftar pustaka

1. Salmon J, Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic Approach.


Lange:McGraw Hill Education ;2018
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit
FKUI;2015. p. 1-296. 2.
3. Basak SK. Essentials of ophthalmology, 6th edition. New Delhi : Jaypee Brothers
Medical Publishers;2016. p. 427-447. 3.
4. Susanto D, ed. Vaughan & Asbury oftalmologi umum, edisi 17.
Jakarta:EGC;2013. p. 1-380

Anda mungkin juga menyukai