Lapkas Mola Hidatidosa
Lapkas Mola Hidatidosa
MOLA HIDATIDOSA
Pembimbing:
dr. Aranda Tri S, Sp.OG
Disusun Oleh:
Ayu Devita Ashari
Ahmad Rizky Ferdina
Rezky Wuladari Putri
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Mola Hidatidosa”. Laporan kasus ini penulis
ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Obstetri
dan Ginekologi di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari laporan kasusini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya laporan kasus
ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Aranda Tri S, SpOG yang telah memberikan persetujuan dalam pemilihan kasus ini. Semoga
laporan kasus ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. J
Nama suami : Tn. S
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 Mei 1974
Agama : Islam
Alamat : Jl. Johar Baru
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 12 Juli 2017
No R.M.K : 00971197
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahirnya yang mengalir terus menerus berwarna
merah gelap pada tanggal 14-21 juni 2017
Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat sebelumnya dan tidak mengkonsumsi obat apapun selama
kehamilan.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan, obat, debu, cuaca, dan lain-lain
Riwayat Psikososial
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan pola makan teratur 3 kali sehari. Tidak
mengkonsumsi kopi, alkohol dan tidak merokok. Pasien juga mengatakan jarang olahraga.
Riwayat Pernikahan
Sekarang merupakan pernikahan ke-1 dengan status pasien masih menikah, dan lama
pernikahan ± 22 tahun
Riwayat Menstruasi
Menarchepada usia 13 tahun.
Siklus Haid : teratur, 28 hari
Lama Haid : ± 7 hari, biasa tidak disertai dysmenorea
Haid pertama haid terakhir: 14 Mei 2017
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi
Riwayat Persalinan
Anak
Tempat Penolong Tahun Aterm Jenis
JK Berat Keadaan
BPM Bidan 1998 Ya Spontan L 3.500 gr Hidup
RSBK Dokter 2003 Ya SC L 3.500 gr Hidup
Tanda Vital :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Suhu : 36.5oC
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 84 kali/menit
Antopometri :
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 22,55 kg/m2
Status Generalis :
Ekstremitas atas dan bawah :Dingin -/-, edema tidak ada, CRT < 2 detik
Abdomen :
§ Inspeksi : abdomen tidak tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (+).
§ Palpasi :tidak teraba fundus uteri, balotement (-), tidak teraba bagian janin, nyeri
tekan (-)
Inspekulo
Tidak Dilakukan
VT
Tidak Dilakukan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
RUTIN
Hematokrit 36 % 35 – 47
F. RESUME
Anamnesis:
Ny. J 43 tahun G3p2a1 hamil 8 minggu keluhan keluar darah berwarna merah gelap yang
mengalir dari jalan lahir terus pada tanggal 14-21 Juni 2017. Perdarahan tidak disertai
G. DIAGNOSIS
G3P2A0 H 8 minggu perdarahan pervaginam e.c. Mola Hidatidosa
H. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
• Cek β-HCG
• PA
b. Rencana Terapi
• Infus RL 500 cc/ 8 jam 20 tpm
• Ondancentron 1 amp iv
• Transfusi Darah 500 cc
• Pro Kuretase (CITO)
c. Rencana Monitoring
• Observasi keadaan umum dan vital sign
• Observasi perdarahan
d. KIE pasien dan keluarga
I. TINDAKAN KURETASE
• Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ± 250 gram
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai
segugus buah anggur.Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon
human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan)
daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa
dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1
per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih
berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009).
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998(
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya yang
kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi
(Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit
berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom
diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar, 1998,
Cunningham,2006).
Gambar 1.1.Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas (Sumapraja, 2005):
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan
terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung.
Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;
Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10%
pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan
tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut
(Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu
atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering
dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena.Jumlah tersebut dapat sedemikian
banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan
kematian.Keadaan fatal ini jarang terjadi.Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa
stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini
dapat menginfasi parenkin paru.Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat
pemeriksaan radiografi.Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (koriokarsinoma
metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik).Perjalanan
selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang
dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian.Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan
kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu.Dan jarang
lebih dari 28 minggu (John, 2006).
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung
seperti busa.
2. Pemeriksaan Fisik
Ø Inspeksi
Ø Palpasi :
• Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
• Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Ø Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Ø Pemeriksaan dalam :
• Memastikan besarnya uterus
• Uterus terasa lembek
• Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Ø Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Berikut adalah gambarkurva regresi hCG normal yang menjadi parameter dalam
penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
• Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
• Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
• Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
• Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola
hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan
tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2%
dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi,
eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis(Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan masuk
kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang
lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat
berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan
membesar (Cunningham, 2006).
2.10Komplikasi
• Perdarahan yang hebat sampai syok
• Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
• Infeksi sekunder
• Perforasi karena tindakan atau keganasan
Chalik, TMA. 1998. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika
Cunningham, F. Gary, Norman F. Gant. Et all. Williams Obstetric, Twenty-Third Edition.
McGraw-Hill Companies. United States of America. 2010
Hanretty, Kevin P. 2014. Ilustrasi Obstetri. Indonesia: CV. Pentasada Media Edukasi
Mochtar, Rustam. (2011). Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi dan Patologi).Jilid 1. Jakarta:
EGC
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo
Padjajaran. Universitas Fakultas Kedokteran. 2016. Obstetri Patologi. Edisi 3. Jakarta: EGC
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius
WHO. Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.