Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A.Teori dan Desain Penelitian Kualitatif


1.Teori Penelitian Kualitatif
Teori adalah seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi (yaitu yang mengikuti aturan
tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan lainya dengan data atas dasar yang dapat
diamati ) dan berfungi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
Definisi berikutnya dikemukakan oleh Marx Goodson yang menyatakan bahawa teori ialah aturan yang
menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan fenomena alamiah dan terdiri
atas representasi simbolik dari, hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian
yang dapat diukur, mekanisasi atau struktur yang diduuga mendasari hubungan-hubungan demikian,
hubungan-hubungan yang disimpulkan serta manifestasikan
Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam
teori, yaitu teori substantif dan teori formal . Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk
keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi,
psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan profesional,
kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau
yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi,
psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan
kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.
2.Desain Penelitian Kualitatif
Desain atau Perencanaan penelitian secara definitif dapat diartikan sebagai gambaran secara mendalam
tentang proses penelitian yang hendak dilakukan peneliti guna memecahkan permasalahan. Desain
penelitian merupakan bagian dari perencanaan penelitian yang menunjukkan usaha peneliti dalam
melihat apakah penelitian yang direncanakan telah memiliki validitas internal dan validitas eksternal
yang komprehensif.
Pada penelitian kualitatif, bentuk desain penelitian dimungkinkan bervariasi karena sesuai dengan
bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat emergent dimana fenomena muncul
sesuai dengan prinsip alami yaitu fenomena apa adanya sesuai dengan yang dijumpai oleh seorang
peneliti dalam proses penelitian dilapangan. Penelitian kualitatif dapat dipandang juga sebagai
penelitian partisipatif yang desain penelitiannya memiliki sifat fleksibel atau dimungkinkan untuk diubah
guna menyesuaikan dari rencana yang telah dibuat, dengan gejala yang ada pada tempat penelitian yang
sebenarnya.

.Unsur-unsur dalam desain Penelitian kualitatif, Walaupun desain penelitian kualitatif dikatakan sebagai
desain yang fleksibel, secara empiris, desain penelitian kualitatif pada umumnya mengandung unsur-
unsur penting seperti berikut:
1.Menentukan fokus penelitian. Pada unsur ini peneliti berusaha menguraikan latar belakang
permasalahan yang hendak dipecahkan, mengindentifikasi fenomena yang menunjukkan realitas
permasalahan dan kemudian menentukan fokus penilitan yang memiliki fungsi sebagai guide atau
pedoman peneliti ketika melakukan eksplorasi data.
2.Menentukan paradigma penelitian yang sesuai dengan keadaan lapangan. Seperti halnya penelitian
kuantitatif, peneliti kualitatif juga dianjurkan menggali landasan teori dari berbagai sumber informasi
dan kemudian membangun paradigma penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang dimaksud.
Sedangkan yang menjadikan bervariasi pendapat diantara peneliti adalah dicantumkannya secara
implisit dalam bab dua atau kajian pustaka atau secara integral dimasukkannya sesuai dengan konteks
dan komponen penelitian.
3.Menentukan kesesuaian antara paradigma dengan teori yang dikembangkan sehingga peneliti tetap
yakin terhdapa kebenarannya karena teori yang dibangun masih saling berkaitan erat dengan paradigma
yang dikembangkan
4.Menentukan sumberdata yang dapat digali dari masyarakat yang diteliti. Unsur ini penting bagi
peneliti dan berinteraksi dengan responden dapat dilaksanakan dengan benar
5.Merencanakan pengumpulan data dan pencatatannya, termasuk didalamnya garis besar teknik
pengumpulan data yang dipilih agar memperoleh data yang relevan yang hendak dipecahkan.
6.Rencana analisis data, termasuk tindakan setelah peneliti megumpulkan data dari para responden,
melakukan refleksi dan m,enampilkannya untuk menuju peyusunan teori
7.Merencanakan lokasi dan tempat penelitian, lokasi dimana responden berada adalah tempat yang
perlu diperhitungkan, sehingga peneliti akan memperoleh informasi dari tangan pertama yaitu orang
yang mempunyai informasi
8.Mempersiapkan laporan penulisan dan penyelesaian penelitian. Komponen ini termasuk didalamnya
usaha peneliti untuk memperoleh laporan hasil penelitian yang didukung dengan bukti pengambilan
data, analisis data dan deseminasi melui
peneulisan jurnal maupun artikel yang relevan.

B. Grounded Theory
1)Sejarah Grounded Theory
Grounded Theory sebagai metodologi, pertama kali disusun oleh dua oarang sosiologi yakni Barney
Glaser dan Anselm Strauss. Meskipun masing-masing berasal dari latar belakang filsafat dan penelitian
yang berbeda, mereka memberi sumbangsih yang sama-sama penting. Keduanya berkerja sama
menyusun teknik-teknik untuk menganalisis data kualitatif yang sesuai dengan pendidikan dan latar
belakang mereka.
Pada tahun 1970-an diselenggarakan pelatihan penelitian ilmu-ilmu sosial di Surabaya, ujung pandang,
dan banda aceh, yang isinya tidak lain adalah memperkenalkan grounded research kepada ilmuan-
ilmuwan di Indonesia. Para ahli sosial, khususnya para ahli sosiologi,berupaya menemukan teori
berdasarkan data emperi, bukan membangun teori secara deduktiflogis, itu lah yang di sebut grounded
theory, dan model penelitiannya di sebut grounded research.
Graouded theory adalah pendekatan penelitian kualitatif yang pada mulanya dikembangkan oleh Glaser
dan Strauss pada tahun 1960-an. Maksud pokok dari groundded theory adalah untuk mengembangkan
teori tentang minat terhadap fenomena. Dalam hal ini teori perlu di grounded atau berasal dari bawah
dalam suatu penngamatan, sampai menjadi istilah.
2)Penerapan Grouded theory
Grounded Theory adalah teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang
dijelaskanya. Karenanya teori ini ditemukan, disusun, dan dibuktikan untuk sementara melalui
pengumpulan data yang sistematis dan analisis atau yang berkeanan fenomena itu. Dengan demikian,
pengumpulan data , analisis, dan teori saling terkait dalam hubungan timbal balik. Peneliti tidak melalui
penyelidikan dengan satu teori tertentu lalu membuktikanya, namun dengan suatu bidang kajian dan
hal-hal yang terkait dengan bidang tersebut.
Pelakasanan penelitian Grouded theroy bertolak bealakang dengan layaknya peneliti pada umumnya.
Kalau penelitian umumnya diawali dengan desain tertentu, namun grounded tidak demikian . peneliti
langsung kelapangan, semua dilakasanakan dilapangan. Rumusan masalah ditemukan dilapangan. Data
merupakan sumber teori. Teori berdasarkan data sehingga teori juga lahir dan berkembang dilapangan.
Kredibilitas peneliti Grounded merupakan pertimbangan pertama dalam penggunan metodologi ini.
Kalau kredibilitas peneliti rendah, mungkin akan “merusak” penelitian yang membutuhkan
“keterbukaan” mata, telinga serta intuisi yang responsif. Implementasi metodologi ini memang amat
sukar terutama oleh peneliti pemula, kareana nya perlu latihan-latihan tertentu dalam waktu yang lama.
Penelitian kulitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subsantif yang berasal dari
data. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak ada teori apriori yang dapat mencakupi
kenyatan-kenyatan ganda yang mungkin dihadapi, kedua peneliti ini mempercayai apa yang dilihat
sehingga ia berusaha untuk sejauh mungkin netral. Dan ketiga, teori dari dasar lebih responsif terhadap
nilai-nilai kontekstual.
Dengan menggunakan analisis secara induktif berarti bahwa pencarian data bukan dmaksukan untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian diadakan. Analisis ini lebih
merupakan pembentukan abstarksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian
dikelompok-kelompokan. Jadi penyusunan teori disini berasal dari bawah keatas yaitu dari sejumlah
bagian yang banyak data yang dikumpulakan dan yang saling berhubungan. Jika peneliti untuk
menyusun teori tersebut akan menjadi jelas sesudah data dikumpulkan. Jadi peneliti dalam hal ini
menyusun atau membuat gamabar yang makin menjadi jelas sementara data dikumpulkan dan bagian-
bagianya diuji. Dalam hal ini peneliti tidak berasumsi bahwa sudah cukup yang diketahui untuk
memahami bagian-bagian penting sebelum mengadakan penelitian.
Walapun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu pengalaman untuk sejumlah individu
tujuan pendekatan Gronded Teory Untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan
dengan situasi tertentu, situasi dimana individu saling berhubungan , bertindak atau terlibat dari proses
suatu respon terhadap suatau peristiwa ini dari pendekatan gronded teory adalah pengembangan dari
suatu teori yang berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari.

Adapun langkah -langkah analiss dalam gronded teory yaitu:


1.Mengorganisir data
2.Membaca keseluruhan informasi
3.Open coding , peneliti membentuk kategori informasi tentang peristiwa dipelajari
4.Axial Coding, peneliti mengidentifikasi peristiwa, menyelidiki kondisi2 yang
5.Selective coding, peneliti engidentifikasi suatu jalan cerita dan dan mengintergarsikan kaegori didalam
model axial coding. Selanjutnya peneliti boleh mengembangkan dan mengambarkan suatau acuan yang
menerangkan keadaan social, sejarah, dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi peristiwa.

C.Fenomenologi
1.Sejarah Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa yunani, phainomai yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon yang
berarti ‘pada yang menampak’. Menurut Hussel fenomenologi di artikan sebagai pengalaman subyektif
atau pengalaman fennomenollogikal. Istilah fenomenologi sering di gunakan sebagai aggapan umum
untuk merujuk pada pengalaman subyektit dari beberapa jenis dan tipe subyek yang di temui.
Fenomenologi adalah gerakan filsafat yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859 – 1838). Salah satu
arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Sebut saja para filsuf seperti Ernst Cassier
(neo-Kantianisme), Mc.Taggart (idealisme), Fregge (logisisme), Dilthey (hermeneutika) Kierkergaard
(filsafat eksistensial), Derida (poststrukturalisme)—semuanya sedikit banyak mendapat pengaruh dari
fenomenologi.
Fenomenologi yang dipromosikan Husserl sebagai ilmu tanpa presuposisi. Ini bertolak belakang dengan
modus filsafat sejak Hegel menafikan kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi. Presuposisi
yang menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme. Pengaruh fenomenologi
sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan inspirasi dari fenomenologi. Psikologi,
sosiologi, antropologi, sampai arsitektur semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya
fenomenologi. Penyamarataan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu mendapatkan tentangan keras
dari filsuf-filsuf neo-Kantian yang menginginkan adanya pemilahan, baik sacara metodologis, ontologis,
dan epistimologis antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam.

Edmund Husserl, dalam karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology,
menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt ) merupakan konsep yang dapat menjadi
dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan
saintistik, yang pada prinsipnya memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur – mekanis seperti
halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya 'matematisasi alam' dimana alam dipahami
sebagai keteraturan (angka-angka). Pendekatan ini telah mendehumanisasi pengalaman manusia karena
para saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia ke formula-formula impersonal.
2.Penerapan Fenomenologi dalam penelitian kulitatif
fenomenologi adalah “pengertian dan penje¬lasan dari suatu realitas harus dibuahkan dari gejala
realitas itu sendiri”.Dalam Metode kualitatif fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu
kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik
transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara
subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian.
Keter¬libatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu
ciri utama. Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong (1988:7-8) bahwa pendekatan fenomenologis
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-
situasi tertentu
Di dunia kehidupan social, fenomenolog menempatkan fenomena sosial sebagai sistem simbol yang
harus dipahami dalam kerangka konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek
dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan sekaligus
mendapatkan dukungan metodologisnya.
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan
dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang
dikaji. Menurut Creswell (1998:54), Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap
yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu).
Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche
menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk
mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

Langkah-langkah analisis data pada studi fenomenologi, yaitu:

1.Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena
pengalaman yang telah dikumpulkan.
2.Membaca data secara keseluruhan dan mencatat data yang dianggap penting menemukan dan
mengelompokan makan pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting
yakni setiap pernyataan pada awala diperlakukan memiliki nilai yang sama selanjutnya pernyataan yang
tidak sesuai dengan topic dihilangkan, sehingga yang tersisa hanyalah horizon (arti tekstural dan unsure
pembentuk atau penyusun dari fenomena yang tidak mengalami penyimpangan.
3.Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan
melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama.
Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang
bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural
dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan)
4.Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang
bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
5.Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga
menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai
fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana
fenomena itu terjadi).
6.Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti
dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
7.Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.

Anda mungkin juga menyukai