Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum ke- 7 Hari/Tanggal : Jumat/ 1 Mei 2020

M. K. Agrometeorologi Asisten :
1. Rochmat Hidayat (G24160006)
2. Lediana Aghnia Fathia (G24160025)
3. Nabilla Lestari A. (G24160067)

KEBUTUHAN AIR TANAMAN (WATER USE EFFICIENCY)

Nama : Rahmad Auliya Tri Putra


NIM : G24170006

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu unsur alam yang sangat dibutuhkan dalam
keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. Selain digunakan untuk kepeluan
rumah tangga, air juga dimanfaatkan oleh tanaman dalam keberlangsungan
pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan air suatu tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor khusunya suhu. Suhu lingkungan yang tinggi akan
menyebabkan kebutuhan air suatu tanaman akan meningkat, hal ini dikarenakan
evapotranspirasi yang terjadi mengalami peningkatan. Begitu pula pada suhu
lingkugan yang rendah akan menyebabkan kebutuhan air suatu tanaman akan
mengalami penurunan atau berada pada kondisi normal kebutuhan air seperti
biasanya.
Ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman
sangat penting. Peranan air pada tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa
molekul organik (unsur hara) dari dalam tanah ke dalam tanaman, transportasi
fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink), menjaga turgiditas sel di
antaranya dalam pembesaran sel dan membukanya stomata, sebagai penyusun
utama dari protoplasma, serta pengatur suhu bagi tanaman. Apabila ketersediaan
air tanah kurang bagi tanaman maka akibatnya air sebagai bahan baku
fotosintesis, transportasi unsur hara ke daun akan terhambat sehingga akan
berdampak pada produksi yang dihasilkan (Salisbury dan Ross 1997). Air yang
dapat diserap dari tanah oleh akar tanaman disebut air tersedia, merupakan
perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang (air yang
tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir karena gaya gravitasi) dan jumlah air
dalam tanah pada persentase pelayuan permanen (persentase kelembaban di mana
tanaman akan layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan
kelembapan relatif 100%) (Gardner et al. 1991).
Kebutuhan air akan berdampak pada nilai kadar WUE untuk suatu
tanaman. WUE (Water Use Efficiency) merupakan parameter yang
mengindikasikan tingkat seberapa efisien penggunaan air suatu tanaman.
Mengetahui nilai WUE merupakan salah satu hal yang cukup penting untuk
diketahui, dimana nilai ini akan mengindikasikan seberapa tinggi tingkat efisiensi
suatu tanaman dalam memanfaatkan air untuk keberlangsungan hidupnya melalui
proses pertumbuhan dan perkembangan. Nilai WUE bergantung pada nilai
biomassa suatu tanaman dan kebutuhan air pada tanaman tersebut.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc)
cendana dengan inang primer berbeda, membandingkan nilai total kebutuhan air
tanaman, serta mengetahui nilai efisiensi penggunaan air oleh tanaman cendana
dengan tanaman inang yang berbeda.
METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu laptop
dengan Microsoft Excel, serta data ET0 (evapotranspirasi potensial acuan), volume
irigasi, diameter pot, luas permukaan, data biomassa basah dan kering tanaman,
serta data pengamatan tinggi dan jumlah daun tanaman.
Langkah Kerja
Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 1 Mei 2020 pukul 15.00 - 17.30
WIB secara online.

Data ET0,
biomassa
basah dan Mencari nilai Mencari nilai total
Mulai
kering, serta perkolasi rata-rata ET 3 MST dan
tinggi dan dan ET rata-rata total kebutuhan air
jumlah daun

Menghitung rata-
Grafik ET rata tinggi dan
Mencari nilai
dan tabel rata-rata jumlah
Selesai WUE (Water Use
WUE pada 3 daun pada
Efficiency)
MST pengamatan
tanaman sampel

Gambar 1 Diagram alir kebutuhan air tanaman (water use efficiency)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cendana (Santalum album L.) merupakan jenis tanaman asli Indonesia


yang tumbuh secara endemik di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tanaman
ini tergolong tanaman yang cukup penting karena mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi. Cendana tumbuh optimal pada daerah dengan ketinggian 600 -
1000 mdpl dengan curah hujan antara 600 - 1000 mm/tahun di mana terdapat
bulan kering antara 9 - 10 bulan. Tanaman cendana tumbuh sangat baik pada
daerah beriklim kering bertipe D3, D4, dan E4 seperti di Pulau Timor dan Pulau
Sumba. Cendana yang tumbuh di daerah dengan curah hujan yang tinggi tidak
menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik walaupun pertumbuhan
vegetatifnya baik (Ariyanti dan Asbur 2018).
Cabai (Capsicum Annum var longum) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Suhu yang ideal
untuk budidaya cabai yaitu 24 - 28 ºC. Pada suhu tertentu, seperti 15ºC dan lebih
dari 32ºC akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan
terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. Penyinaran yang
dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh
pertumbuhan tanaman tidak akan normal. Walaupun tanaman cabai tumbuh baik
di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah
hujan yang dikehendaki yaitu 800 - 2000 mm/tahun dengan kelembaban tanaman
80%. Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin
berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.Ketinggian tempat untuk
penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 mdpl. Berarti cabai dapat ditanam
pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 mdpl). Di daerah dataran tinggi
tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal
Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada
lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai adalah
antara 0 - 10 º. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik
pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat.
Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6 -
7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik)
sangat disukai tanaman cabai. Selain itu tanaman cabai dapat tumbuh pada tanah
yang mengandung unsur-unsur pokok, yaitu unsur N dan K, serta tanaman cabai
tidak suka dengan air yang menggenang (Nurfalach 2010).
Krokot (Portulaca oleracea L.) merupakan tumbuhan yang diperkirakan
berasal dari daratan Brazil. Di Indonesia, krokot memiliki berbagai nama daerah,
seperti gelang, re serajan, dan jalu-jalu kiki. Krokot dapat tumbuh pada dataran
rendah hingga ketinggian 1800 mdpl. Pada dasarnya, krokot hanyalah gulma pada
tanaman perkarangan atau perkebunan (Suryati dan Tenriulo 2013). Tanaman
krokot banyak tumbuh liar di pekarangan rumah sehingga dapat dengan mudah
ditemukan. Perbanyakan dan perawatan tanaman ini cukuplah mudah.
Perbanyakan tanaman krokot cukup dengan cara melakukan stek batang atau
dengan pembijian, sedangkan perawatannya hanya dengan menyiram tanaman
krokot dengan air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanahnya dan
memberinya pupuk supaya tanaman dapat tumbuh dengan subur (Anggarani et al.
2012).
Sengon (Paraserianhtes falcataria L.) merupakan tanaman asli Indonesia,
Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Autralia. Sengon di Indonesia ditemukan
tersebar di bagian timur dan perkebunan di Jawa. Sengon dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah, termasuk tanah kering, lembab, bahkan di tanah yang
mengandung garam dan asam selama drainasenya cukup. Suhu optimal untuk
pertumbuhan sengon adalah 22 - 29 °C dengan suhu maksimum 30 - 34 °C dan
suhu minimum 20 - 24 °C (Fitriani 2016). Sengon dapat tumbuh pada ketinggian
0 - 1600 mdpl, dan dapat tumbuh pada tanah berpasir dan laterit dengan drainase
yang cukup baik. Sengon dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab
dengan curah hujan 200 - 2700 mm/tahun dengan bulan kering sampai 4 bulan
dan dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk, namun tidak dapat
tumbuh subur pada lahan dengan drainase yang jelek. Sengon merupakan
tumbuhan yang memerlukan cahaya dan salah satu tumbuhan yang paling cepat
tumbuh di dunia, karena mampu tumbuh 8 meter dalam tahun pertama penanaman
(Fadri 2010).

Gambar 2 Grafik evapotranspirasi perlakuan tanaman kontrol dan tanaman


tumpang sari antara cendana dengan cabai (C1), cendana dengan krokot
(C2), serta cendana dengan sengon (C3)
Gambar di atas menunjukkan garfik evapotranspirasi perlakuan tanaman
kontrol dan tanaman tumpang sari antara tanaman cendana dengan cabai (C1),
cendana dengan krokot (C2), serta cendana dengan sengon (C3). Berdasarkan
gambar di atas, perlakuan yang memiliki nilai evapotranspirasi paling dekat
dengan kontrol yaitu evapotranspirasi pada perlakuan C1, sedangkan yang
memiliki nilai evapotranspirasi paling jauh dengan tanaman kontrol yaitu
evapotranspirasi pada perlakuan C3. Perlakuan C1 pada awal penanaman
memiliki nilai evapotranspirasi yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan cabai akan
melakukan evapotranspirasi secara maksimum pada awal fase vegetatif untuk
meningkatkan pertumbuhannya. Tanaman sengon dan krokot merupakan tanaman
yang terbilang tanaman besar, di mana evapotranspirasi akan tercapai secara
maksimal pada umur yang semakin tua, sehingga semakin bertambahnya hari,
maka nilai evapotranspirasi pada perlakuan C2 dan C3 mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Perlakuan kontrol dilakukan dengan tujuan sebagai kontrol
atau sebagai acuan normal nilai evapotranspirasi pada perlakuan C1, C2, dan C3.
Perlakuan tanaman kontrol dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai
evapotranspirasi manakah yang bertambah atau berkurang secara signifikan
terhadap evapotranspirasi kontrol jika dilakukan perlakuan penanaman yang lain.
Nilai evapotranspirasi akan berhubungan dengan kebutuhan air tanaman, sehingga
dengan mengetahui nilai evapotranspirasi setiap perlakuan terhadap nilai
evapotranspirasi kontrol, maka akan diketahui pula bagaimana kebutuhan air
tanaman pada setiap perlakuannya.
Water Use Efficiency (WUE) dalam bidang pertanian menjadi hal yang
cukup penting mengingat terbatasnya sumber daya air. Beberapa rangkaian
variabel yang membatasi ketersediaan sumber daya air yang digunakan dalam
bidang pertanian, dalam konteks kelangkaan ini peningkatan efisiensi penggunaan
air telah menjadi sebuah prioritas. Menurut Munoz et al. (2018), WUE
didefinisikan sebagai ukuran perolehan karbon melalui kehilangan air secara
transpirasional, sedangkan menurut Suyanti et al. (2015), WUE merupakan nisbah
antara bobot kering tanaman dengan kebutuhan air. Alasan yang digunakan adalah
bobot kering, bukan bobot basah karena efisiensi penggunaan air menunjukkan
kemampuan tanaman untuk mengubah air tersedia menjadi bahan kering. WUE
sangat perlu diketahui dengan melakukan perhitungan. Manfaat diketahuinya nilai
WUE yaitu dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penjadwalan irigasi
pada suatu tanaman. Kebutuhan tanaman akan air akan disesuaikan dengan cuaca
pada saat itu, apabila tanaman masih memiliki air yang cukup dari hujan, maka
irigasi belum diperlukan, apabila pada musim kemarau tanaman sudah mulai
kehabisan air, maka irigasi pada saat itu sangat diperlukan (Susanawati dan
Suharto 2017).
Tabel 1 Nilai Water Use Efficiency (WUE) pada setiap perlakuan
Cendana + Cendana + Cendana +
WUE 3 MST Kontrol
Cabai (C1) Krokot (C2) Sengon (C3)
Pertambahan
0,2661 0,2884 0,5467 0,2783
biomassa
Total
Kebutuhan air 1,9235 0,2909 2,2614 2,0694
(L)
WUE 0,1383 0,1259 0,2417 0,1345
Tabel diatas menunjukkan nilai Water Use Efficiency (WUE) pada setiap
perlakuan. Nilai total kebutuhan air tanaman pada perlakuan cendana + krokot
memiliki nilai total kebutuhan air yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan
yang lain, sedangkan nilai total kebutuhan air yang rendah yaitu pada perlakuan
cendana + cabai. Nilai kebutuhan air tanaman dan WUE yang dihitung di atas
berdasarkan pertambahan biomassa pada biomassa kering setiap tanaman. Nilai
WUE untuk perlakuan kontrol menunjukkan nilai sebesar 0,1383, nilai WUE pada
perlakuan C1 (cendana + cabai) menunjukkan nilai sebesar 0,1259, nilai WUE
pada perlakuan C2 (cendana + krokot) menunjukkan nilai sebesar 0,2417, dan
nilai WUE pada perlakuan C3 (cendana + sengon) menunjukkan nilai WUE
sebesar 0,1345. Nilai WUE yang paling tinggi terdapat pada perlakuan C2
(cendana + krokot), sedangkan nilai WUE yang rendah ditunjukkan oleh
perlakuan C1 (cendana + cabai). Nilai efisiensi penggunaan air pada tiap
perlakuan memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai yang berbeda ini disebabkan
oleh pertambahan biomassa yang berbeda-beda pada tiap perlakuan.
Meningkatnya interval penyiraman juga menyebabkan produksi bahan kering
menurun sehingga efisiensi penggunaan air menurun. Efisiensi penggunaan air
dipengaruhi secara nyata oleh interval penyiraman (Suryanti et al. 2015). Nilai
WUE yang berbeda di atas juga dapat dipengaruhi oleh lama penyinaran yang
berbeda, sehingga produksi bahan kering untuk perhitungan WUE pun akan
berbeda untuk setiap perlakuannya.
Water Use Efficiency (WUE) dipengaruhi oleh beberap faktor di antaranya
kadar CO2, indeks luas daun, keawanan, dan tekanan uap air. Selain itu, suhu juga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi variasi nilai WUE dan keduanya
berbanding terbalik (Tan et al. 2015). Normalnya, suhu tinggi terjadi pada saat
musim kemarau, sedangkan suhu rendah terjadi pada saat musim hujan. Saat suhu
tinggi, maka evapotranspirasi akan meningkat sehingga ketersediaan air menjadi
sedikit. Ketersediaan air yang sedikit ini menyebabkan kebutuhan air akan
meningkat. Saat suhu rendah, maka evapotranspirasi yang terjadi tidak setinggi
saat suhunya tinggi sehingga ketersediaan air tidak berkurang banyak. Kondisi ini
akan menyebabkan kebutuhan air akan normal atau bahkan menurun. Kebutuhan
air menurun juga disebabkan karena sudah mendapat pasokan air yang cukup
banyak dari air hujan.

KESIMPULAN

Water Use Efficiency (WUE) merepresentasikan penggunaan air yang


efektif untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. WUE
menjadi parameter yang cukup penting, mengingat ketersediaan sumber daya air
yang semakin berkurang. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai WUE
yang paling tinggi yaitu pada perlakuan antara cendana dan krokot, sedangkan
nilai WUE yang paling rendah yaitu pada perlakuan antara cendana dan cabai.
Perbedaan nilai ini disebabkan karena perbedaan pertambahan biomassa pada
tanaman, interval penyiraman, dan lamanya penyinaran dari radiasi matahari.
Nilai WUE berbeda tiap musimnya karena adanya pengaruh suhu udara.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarani DN, Kartika D, Novitasari DA, Nasution MNA, Arindita ND,


Rahfiludin MZ. 2012. “Table Kroasia” Tablet krokot berkhasiat, inovasi
effervescent dari tanaman krokot (Portulacaoleracea L.) sebagai alternatif
minuman bersuplemen bagi penderita radang usus buntu. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa. 2(2): 91-96.
Ariyanti M, Asbur Y. 2018. Cendana (Santalum album L.) sebagai tanaman
penghasil minyak atsiri. Jurnal Kultivasi. 17(1): 558-567.
Fadri A. 2010. Pertumbuhan tanaman sengon (Paraserianhtes falcataria (L.)
Nielsen) pada kebun campuran di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Fitriani D. 2016. Pertumbuhan tanaman sengon (Paraserianhtes falcataria L.)
bermikoriza pada lahan tercemar PB [skripsi]. Surabaya (ID): Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RI. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta
(ID): UI press.
Munoz JFV, Sanchez JAA, Belmonte-Urena LJ, Lopez-Serrano MJ. 2018.
Advances in water use efficiency in agriculture: a bibliometric analysis.
Journal of Water. 10: 377-382.
Nurfalach DR. 2010. Budidaya tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) di
UPTD perbibitan tanaman hortikultura Desa Pakopen Kacamatan
Bandungan Kabupaten Semarang [skripsi]. Surakarta(ID): Universitas
Sebelas Maret.
Salisbury FB, Ross CW.1997. Fisiologi Tumbuhan. Bandung (ID): ITB Press.
Suryati E, Tenriulo A. 2013. Pemanfaatan tanaman krokot (Pertulaca oleracea L.)
untuk menginduksi molting pada induk udang windu (Panaeus monodon.
Fab) di Hatchery. Konferensi Akuakultur Indonesia. 207-213.
Susanawati LD, Suharto B. 2017. Kebutuhan air tanaman untuk penjadwalan
irigasi pada tanaman jeruk keprok 55 di Desa Selorejo menggunakan
cropwat 8.0. Jurnal Irigasi. 12(2): 109-118.
Suyanti S, Indradewa D, Sudira P, Widada J. 2015. Kebutuhan air, efisiensi
penggunaan air, dan ketahanan kekeringan kultivar kedelai. Jurnal
AGRITECH. 35(1): 114-120.
Tan ZH, Zhang YP, Deng XB, Song QH, Liu WJ, Deng Y, Tang JW, Liao ZY,
Zhao JF, Song L, Yang LY. 2015. Interannual and seasonal variability of
water use efficiency in a tropical rainforest: Results from a 9 year eddy flux
time series. Journal of Geophysical Research. 120(2): 464-479.

Anda mungkin juga menyukai