Anda di halaman 1dari 18

Pendidikan Karakter Dalam Pemikiran Kontemporer

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas pada Mata Kuliah Filsafat
Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Islam
Program Pasca Sarjana IAIN Bone

Oleh :

AHMAD RIDHA AMIN


NIM. 861082021038

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan

meskipun dalam bentuk sederhana. Shalawat dan salam atas junjungan nabi besar

Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang diutus Allah Subhanahu wata’ala

sebagai rahmat bagi alam semesta. Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas

dari berbagai hambatan disebabkan pengetahuan dan kemampuan berfikir yang

terbatas namun berkat keteguhan hati untuk menyelesaikan masalah ini kami

menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dari apa

yang dipaparkan.

Terlepas dari semua itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikan untuk pembuatan

makalah selanjutnya dan penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat

berguna bagi pembaca. Semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan rahmat

kepada kita. Amin.

Watampone, 21 Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Pembahasan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Pendidikan Karakter 3

B. Komponen Pendukung Dalam Pendidikan Karakter 4

C. Penerapan Pendidikan Karakter 8

D. Pendidikan Karakter Pada Era Kontemporer 9

BAB III PENUTUP 13

A. Kesimpulan 13

B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana dalam membangun

suasana belajar dan proses pembelajaran kepada peserta didik guna menciptakan

peserta didik yang mengalami perubahan kearah yang lebih maju. Pendidikan
mencakup aspekaspek penting, seperti ilmu pengetahuan dan kecerdasan, budi pekerti

dan kepribadian, sosial dan kewarganegaraan, serta spiritual dan kesehatan (Prayitno

dan Manullang, 2011). Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal tentunya harus

bisa mengemban semua beban pendidikan tersebut. Sekolah merupakan tempat

dimana terjadinya proses memanusiakan manusia, tempat menghasilkan manusia

yang memiliki daya saing, serta menciptakan kader bangsa yang berkualitas (Heri,

2012). Terlebih lagi jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang akhir-akhir

ini sangat pesat. Selain memiliki kecerdasan tinggi untuk bertahan di dunia serba

maju ini, dibutuhkan pula karakter yang kokoh dalam menghadapi kemajuan agar

tidak terjerumus ke dalam jurang kesengsaraan. Era kontemporer atau yang dikenal

dengan era digital merupakan suatu masa dimana segala aspek dalam kehidupan telah

mengalami berbagai macam perkembangan pesat menjadi serba digital. Jika dilihat

sekilas, perkembangan ini berdampak baik karena dapat memudahkan kehidupan

manusia. Namun nyatanya di negeri ini, justru berbagai macam masalah nasional

semakin marak terjadi dengan tiada hentinya. Kemajuan teknologi yang seharusnya

disambut baik oleh masyarakat malah menjadi ladang kriminalitas yang baru.

Masuknya budaya asing dengan mudah ke dalam negeri juga merupakan dampak dari

era digital sekarang. Budaya negatif yang masuk ke Indonesia sering mempengaruhi

1
kalangan pelajar karena minimnya pengetahuan mereka untuk membendung hal

negatif tersebut. Negara kita juga rentan akan kejahatan yang mengancam stabilitas

dan kedaulatan negara, seperti spionase, sabotase, terorisme dan aksi-aksi kejahatan

lainnya (A, 2010; Muslich, 2011). Dari dampak-dampak negatif di atas banyak yang

terjadi karena minimnya moral di negara kita. Maka dari itu, dibutuhkan pendidikan

moral yang dapat membina dan membangun kepribadian para masyarakat di

Indonesia, yang lebih lanjut dikenal dengan sebutan pendidikan karakter. Pendidikan

karakter memang sudah lama dijalankan di negara kita. Namun, semakin berjalannya

waktu dan berkembangnya zaman, pendidikan karakter ini semakin lama kian

memudar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pendidikan karakter?

2. Apa saja komponen pendukung dalam pendidikan karakter?

3. Bagaimana penerapan pendidikan karakter?

4. Bagaimana pendidikan karakter di era kontemporer

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter

2. Untuk mengetahui komponen pendukung dalam pendidikan karakter

3. Untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter

4. Untuk mengetahui pendidikan karakter di era kontemporer

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya,

yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan

paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu

pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan

mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang berarti pergaulan

dengan anak-anak.1

Kata karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, kharax, dalam

bahasa Inggris character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein

yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter

diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan menurut Kamus Bahasa

Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.

Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti

bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi

dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang 

atau kelompok lain agar menjadi dewasa  untuk mencapai tingkat hidup atau

penghidupam lebih tinggi dalam arti mental. 2 Sedangkan karakter  menurut Pusat

Bahasa Kementerian Pendidikan, adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,

perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak. Sementara itu, yang

1
Ravik Karsidi, Ilmu Pendidikan dan Paradigma Pendidikan Inklusif yang Berkualitas,
https://www.uny.ac.id/fokus-kita/prof-dr-ravik-karsidi-ms, diakses tgl. 5 April 2018.
2
Sudirman N, Ilmu pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992) hal. 4

3
disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan

berwatak.

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian

seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan

nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,

menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. 3 Lebih lanjut dijelaskan

bahwa pendidikan karakter  adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu

memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta

didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara

atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait

lainnya.

Jadi, Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai

karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran

individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai,

baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan,

maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

 B. Komponen Pendukung dalam Pendidikan Karakter

Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan

mensyaratkan  keterlibatan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan

tugas pengajaran, terutama dalam rangka mengembangkan karakter  peserta didik,

hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap peserta didik memiliki latar belakang

yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan karakternya. Oleh karena itu,

3
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yoggyakarta: Pedagogia, 2010), hal. 4

4
guru, orang tua maupun masyarakat seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam

rangka menjalankan pendidikan karakter diantaranya sebagai berikut:

a.   Partisipasi Masyarakat

Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua, anggota

masyarakat, dan peserta didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya dapat

bekerja sama dan membantu memberikan masukan, terutama mengenai langkah-

langkah penanaman karakter bagi peserta didik.

Oleh sebab itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan karakter

bagi peserta didiknya harus memiliki badan khusus yang dibentuk sebagai sarana

komunikasi antara peserta didik, tenaga pendidik, orangtua dan masyarakat. Badan ini

bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mendidik

karakter peserta didik.

b.   Kebijakan Pendidikan

Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral dan tingkah

laku, namun bukan berarti  sama sekali tidak menetapkan kebijakan-kebijakan.

Sekolah perlu menetapkan landasan filosofi yang tepat dalam membuat pendidikan

karakter, serta menentukkan dan menetapkan tujuan, visi dan misi, maupun beberapa

kebijakan lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi kebijakan pendidikan

formal atau kebijakan baru.

5
c.   Kesepakatan

Betapa pun pentingnya dan mendesaknya lembaga pendidikan menerapkan

pendidikan karakter, namun bukan berarti itu ditetapkan secara sepihak. Sekolah

harus mengadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik terlebih dahulu dengan

melibatkan  tenaga guru dan perwakilan masyarakat guna mencari kesepakatan-

kesepakatan di antara mereka. Pertemuan itu bertujuan memperoleh kesepakatan

definisi pendidikan karakter, fungsi dan manfaatnya, serta cara mewujudkannya.

d.   Kurikulum Terpadu

Agar tujuan penerapan karakter dapat berjalan secara maksimal, sekolah perlu

membuat kurikulum terpadu  di semua tingkatan kelas. Sebab, setiap peserta didik

memiliki hak yang sama untuk mendapatkan materi mengenai pengembangan

karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan karakter perlu diperkenalkan sejak

dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi peserta didik yang sudah dewasa. Dan,

salah satu cara penerapannya adalah pemberlakuan kurikulum terpadu dengan semua

mata pelajaran.

e.   Pengalaman Pembelajaran

Pendidikan karakter sebenarnya lebih menitikberatkan pada pengalaman

daripada sekedar pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan peserta didik dalam

berbagai aktivitas positif dapat membantunya mengenal dan mempelajari kenyataan

yang dihadapi. Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama,

pendampingan, dan pengarahan optimal, merupakan komponen yang perlu

diberlakukan secara nyata. Sebab, hal itu akan memberikan kesan positif bagi peserta

didik dan mempengaruhi cara berpikirnya sekaligus karakternya

f.    Evaluasi

6
Guru perlu melakukan evaluasi sejauhmana keberhasilan pendidikan karakter

yang sudah diterapkan. Evaluasi dilakukan tidak dalam ragka mendapatkan nilai,

melainkan mengetahui sejauhmana peserta didik mengalami perilaku dibandingkan

sebelumnya.

Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap aktivitas kebaikan  yang dilakukan

peserta didik, kemudian memberinya penjelasan mengenai akibat aktivitas tersebut

dalam pengembangan karakternya.

g.   Peran Orang Tua

Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya meminta orangtua

peserta didik untuk ikut terlibat memberikan pengajaran karakter ketika peserta didik

berada di rumah. Bahkan, sekolah perlu memberikan gambaran umum tentang

prinsip-prinsip yang diterapkan di sekolah dan di rumah, seperti aspek kejujuran, dan

lain sebagainya.

Tanpa melibatkan peran orangtua di rumah, berarti sekolah akan tetap kesulitan

menerapkan pendidikan karakter terhadap peserta didik. Sebab, interaksinya justru

lebih banyak dihabiskan di rumah bersama keluarga.

h.   Pengembangan Staf

Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf di sekolah

sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter secara

berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari proses dan

program, serta demi menciptakan pelajaran dan kurikulum selanjutnya. Perlu diingat

bahwa semua pihak di sekolah merupakan sarana yang perlu dimanfaatkan untuk

membantu menjalankan pendidikan karakter

7
i.    Program

Program kependidikan karakter harus dipertahankan dan diperbaharui melalui

pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi dari atas,

dana yang memadai, dukungan untuk koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi,

pengembangan profesional berkelanjutan dan jaringan, serta dukungan sistem bagi

guru yang melaksanakan program tersebut

C.   Penerapan Pendidikan Karakter

Penerapan pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak

(golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam

mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pendidikan karakter

dimulai dalam lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan awal bagi

pertumbuhan anak.

Pembentukan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),

pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan

saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak

sesuai dengan pengetahuaanya jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk

melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasan

diri.4 Dengan demikian diperlukan tiga komponen yang baik yaitu moral

knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling  atau perasaan (penguatan

emosi), dan moral action (perbuatan bermoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik

dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus

dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-

nilai kebajikan.

4
Ari Gunanjar Agustian, Rahasia Membangkitkan Emosional Spiritual Quetiont Power,
(Jakarta: Arga, 2006) hal. 86

8
D. Pendidikan Karakter pada Era Kontemporer

Pada dasarnya, penyelenggaraan pendidikan berkaitan erat dengan penanaman

nilai-nilai luhur. Pola dan proses pendidikan memang dianjurkan untuk

mengembangkan serta menyadarkan peserta didik terhadap nilai-nilai moral, seperti

kejujuran, kebaikan, kebenaran, kasih sayang dan nilai lainnya. Nilai-nilai tersebut

merupakan nilai-nilai universal dimana dimiliki oleh semua agama (Suseno, 1997).

Selain itu, pendidikan juga digunakan dalam memperkokoh keyakinan seseorang

secara spesifik sesuai agama yang dianutnya. Untuk menciptakan pendidikan

semacam itu, hendaknya selalu berdasarkan atau diintegrasikan terhadap nilai-nilai

universal agama., karena sejatinya pendidikan menginginkan terciptanya manusia

yang berbudi pekerti luhur, berkepribadian dan berkarakter sehingga disamping ilmu

yang ia dapat dan kuasai, ia juga memiliki jiwa yang diyakini dapat membawa ilmu

ditangannya kelak agar dapat bernilai positif untuk dirinya maupun sesama manusia

lain.

Nilai moral adalah nilai-nilai integritas hidup seseorang terkait dengan

tindakan baik dan buruk yang memandu kehidupan serta pilihannya secara umum.

Dengan nilai moral seseorang dapat mengontrol dirinya agar tetap berkarakter yang

baik. Disinilah peran pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai yang ada tersebut

kedalam batin dan tingkah laku manusia (Majid, 2010). Pendidikan semacam ini telah

membantu banyak orang untuk membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik,

apa yang harus diprioritaskan dan apa yang tidak harus diprioritaskan, serta apa yang

perlu dan apa yang tidak perlu. Pendidikan nilai secara mutlak hanya dapat

direalisasikan atau dipaparkan dalam suatu kebersamaan. Dimana dalam kebersamaan

tersebut terdapat rasa empati dan kekeluargaan (Zuriah, 2007). Jadi, hampir tidak

9
mungkin tampaknya untuk melaksanakan pendidikan nilai moral tanpa ada rasa

empati sedikitpun untuk menghargai sesamanya, menghargai lingkungan alam dan

sosialnya, serta memusat kepada penghargaan terhadap kehidupannya. Sementara itu,

empati sendiri muncul karena adanya dorongan untuk menghadapi persoalan-

persoalan dengan batas-batas perbedaan, seperti ras, etnis, golongan, agama dan

batas-batas perbedaan lainnya (Adisusilo, 2014). Pada era kontemporer (digital) ini,

istilah pendidikan nilai lebih sering dikenal dengan sebutan pendidikan karakter.5

Kata karakter sendiri berasal dari bahasa Inggris Character yang juga berasal

dari bahasa Yunani. Kata tersebut pada awalnya digunakan untuk menandai hal-hal

yang mengagumkan dari dua keping koin. Lebih lanjut, istilah ini digunakan untuk

menandai dua hal yang berbeda satu sama lainnya, dan akhirnya digunakan untuk

membedakan kualitas pada setiap orang (Muin, 2011). Kata karakter pun memiliki

arti yang mirip dengan kata Akhlaq dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, kata

Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat,

kebiasaan, kesatriaan, kejantanan. Kedua kata ini memang memiliki kesamaan satu

sama lain, yaitu sama-sama menunjukkan kepribadian seseorang, seperti apa dirinya,

baik dan buruknya, perilaku dan kehidupannya, serta hubungannya dengan sesama

manusia lain (Majid, 2010).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, karakter seseorang diasah dan

dididik salah satunya pada pendidikan karakter. Menurut Lickona pendidikan

karakter merupakan bentuk usaha yang diberikan secara sengaja untuk membentuk

kepribadiannya agar ia dapat mengimplementasikan nilai-nilai moral dan etika yang

baik kedalam kehidupannya (Lickona, 1991). Selanjutnya, Lickona membagi tiga

5
Devin Akbar Albany, “Perwujudan Pendidikan Karakter Pada Era Kontemporer Berdasarkan
Perspektif Ki Hajar Dewantara”, Jurnal Humanitas, Vol. 7 No. 2 (Juni 2021), Hal. 98

10
komponen karakter yang baik yaitu, pengetahuan moral, perasaan moral, dan

tindakan moral. Kesemua komponen tersebut tentunya akan terlatih dengan

pengetahuan akan hal-hal yang baik dan benar. Kemudian akan ada rasa tenang yang

timbul bagi setiap insan sebagai efek pengetahuan tersebut. Alhasil, lama kelamaan

akan muncul keinginan untuk selalu menerapkannya dalam kehidupan sehingga

menjadi kebiasaan. Dari sinilah kepribadian baik dapat terbentuk dengan sendirinya.

Pendidikan karakter yang tepat akan menciptakan manusia yang berjiwa baik dalam

hubungannya baik itu terhadap Tuhan maupun terhadap sesama manusia (Lickona,

1991).6

Tak dapat dipungkiri pada era digital sekarang perkembangan teknologi

menjadi sangat pesat. Hal ini juga semakin memicu informasi yang menyebar begitu

cepat. Berkembangnya teknologi juga semakin digaungkan untuk memudahkan setiap

pekerjaan manusia. Namun, kemajuan ini tak selalu membawa dampak positif bagi

kehidupan manusia. Justru, dampak negatif yang diakibatkan dari kemajuan ini

sangat banyak terlihat bahkan pada kalangan remaja. Perkembangan globalisasi yang

seharusnya dimanfaatkan dengan baik dan benar malah menjadi sesuatu yang

disalahgunakan (Suyanto, 2000). Dengan teknologi yang serba bisa seperti saat ini

terkadang membuat para pelajar menjadi malas dan sangat bergantung pada teknologi

itu sendiri. Masuknya informasi apapun dengan cepat juga tidak dapat disaring oleh

para remaja yang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Termasuk juga masuknya

budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai bangsa pun dengan mudah

merasuki remaja di negeri ini. Maka dari itu, perlunya pengawasan dan kontrol

terhadap para remaja agar mereka memiliki kepribadian yang baik untuk menyaring

6
Ibid., hal. 99

11
sendiri dampak dari kemajuan globalisasi ini. Dan disinilah dibutuhkannya

pendidikan karakter yang mampu mendorong para remaja terkhusus pelajar agar tidak

terpengaruh dampak-dampak negatif era digital sekarang.

12
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kesimpulan

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian

seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan

nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,

menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa pendidikan karakter  adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu

memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta

didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara

atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait

lainnya.

Penerapan pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak

(golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam

mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pendidikan karakter

dimulai dalam lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan awal bagi

pertumbuhan anak.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Maka

demikian penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan

tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan, maka dari itu penulis menginginkan

agar pembaca dapat mencari tahu kebenaran suatu ilmu yang kami paparkan jika

yang ada dalam makalah ini didapati suatu kesalahan. Dengan begitu pembaca akan

13
mengatehui kebenaran dan dapat memberikan kritik atas kesalahan, serta menambah

wawasan bagi penulis maupun pembaca.

14
Daftar Pustaka

Agustian, Ari Gunanjar. 2006. Rahasia Membangkitkan Emosional Spiritual Quetiont

Power. Jakarta: Arga.

Albany, Devin Akbar, Perwujudan Pendidikan Karakter Pada Era Kontemporer

Berdasarkan Perspektif Ki Hajar Dewantara, Jurnal Humanitas, Vol. 7 No. 2, 2021

Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yoggyakarta: Pedagogia.

N, Sudirman. 1992. Ilmu pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Karsidi, Ravik, Ilmu Pendidikan dan Paradigma Pendidikan Inklusif yang Berkualitas,

https://www.uny.ac.id/fokus-kita/prof-dr-ravik-karsidi-ms, diakses tgl. 5 April 2018.

15

Anda mungkin juga menyukai