Dari beberapa poin tersebut terdapat beberapa yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai kemuhammadiyahan, pasalnya dari prinsip dan gerakan
Muhammadiyah bertentangan dengan beberapa poin yang ada didalam surat
edaran tersebut. Kami Aliansi Suara Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Jember menolak pengambilan keputusan tersebut.
Diera pandemi saat ini banyak aspek yang sangat terdampak mulai dari
pendidikan, ekonomi, kesehatan. Pendidikan di Indonesia sempat tersendat
karena adanya pandemi namun seiring berjalannya waktu system pembelajaran
mulai beradaptasi dengan kondisi terkini, akan tetapi dalam sektor
perekonomian masih sangat terpuruk banyak mahasiswa yang masih kesulitan
dalam membayar biaya pendidikan.
Adapun hasil dari survey berupa G-form yang telah kami sebarkan kepada
seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jember sebagai berikut :
Dari 548 Mahasiswa yang telah mengisi G-form terdapat 86,1% / (473)
mahasiswa merasa keberatan dengan tidak adanya pemotongan UKT.
Mahasiswa merasa perlu adanya pemotongan UKT dikarenakan perekonomian
yang masih belum pulih.
Untuk Penghasilan orang tua mahasiswa dari 549 mahasiswa yang telah
mengisi G-form terdapat 38,1%(208) berpenghasilan antara Rp.1.000.000 –
Rp.2.000.000, 35,9%(198) berpenghasilan <Rp.1.000.000., 11,1%(62)
berpenghasilan Rp.2.000.000 – Rp.3.000.000., 6,8%(37) berpenghasilan
Rp.3.000.000 – Rp.4.000.000., 4,6% (25) berpenghasilan Rp.4.000.000 –
Rp.5.000.000.
Dan dari 549 mahasiswa yang telah mengisi G-form terdapat 75,7%(456)
mahasiswa menyatakan tidak menerima fasilitas kampus.
Dari hasil survey menggunakan G-form yang telah kami sebar dapat kami
simpulkan bahwa birokrasi Universitas Muhammadiyah Jember perlu
menanggapi dan melakukan aksi nyata untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut, pasalnya melihat kondisi dan latar belakang mahasiswa pada saat ini
adanya pemotongan UKT merupakan langkah bijak yang perlu diambil oleh
birokrasi kampus.