Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

IDENTIFIKASI SPESIES IKAN LAUT HASIL TANGKAPAN  SECARA REAL-TIME


MENGGUNAKAN SINGLE SHOT DETECTOR (SSD)
(STUDI KASUS : KOTA BENGKULU)

disusun oleh

VIVIN PURNAMA RANI


G1A016027

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
1. JUDUL PENELITIAN
Identifikasi Spesies Ikan Laut Hasil Tangkapan secara Real-Time menggunakan Single
Shot Detector (SSD)
2. BIDANG ILMU
Bidang ilmu yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Buatan
3. Latar Belakang
Kota Bengkulu merupakan ibu kota Provinsi Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau
Sumatra yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia dan secara geografis
berada di antara 3045 – 3059 Lintang Selatan dan 102°14’ – 102°22’ Bujur Timur dengan
luas wilayah 539,3 km2 terdiri dari luas daratan 151,7 km2 dan luas laut 387,6 km2 (Dinas
Komunikasi, 2017-2020),Letak strategis kelautan Bengkulu memiliki potensi sangat besar
dalam produktifitas dan hasil penangkapan serta pengelolaan perikanan. Provinsi
Bengkulu memiliki potensi sebesar 145.334 ton dengan hasil 39.203,3 ton (Anonim,
2012).
(Cahyadinata et al., 2018) menerangkan, nilai produksi perikanan yang paling besar
dalam rentang tahun 2010-2016 adalah kategori ikan demersal dengan produksi rata-rata
sebesar Rp 401,2 miliar per tahun, selanjutnya ikan pelagis besar sebesar Rp 276,34
miliar per tahun dan binatang berkulit keras sebesar Rp 255,93 miliar per tahun. Nilai
produksi yang relatif kecil termasuk dalam kategori binatang air lainnya. Secara rata-rata,
peningkatan nilai produksi perikanan Provinsi Bengkulu sekitar 20,24% per tahun dengan
peningkatan nilai produksi paling tinggi pada tahun 2013 yang mencapai 95,65%. Kota
Bengkulu dengan kontribusi nilai perikanan tangkap yang paling besar, mencapai
45,36%, melihat kontribusi perikanan ini dapat membantu perekonomian masyarakat
Kota Bengkulu.
Ikan merupakan spesies hewan berdarah dingin, bernapas dan hidup digenangan air
berukuran besar bisa berupa air tawar , air payau ataupun air asin. Ikan memiliki ciri khas
berupa tulang belakang, insang sebagai alat pernapasan dan sirip digunakan untuk
menjaga keseimbangan tubuh dari gerakan air dan arus yang dipengaruhi oleh arah angin.
Jumlah spesies yang tercatat sekarang adalah lebih dari 27.000 spesies diseluruh dunia.
Untuk melakukan klasifikasi dibutuhkan ahli di bidang biota laut serta alat bantu yang
mumpuni agar dapat mengenali spesies ikan tersebut (Anonim, 2020).
Reichenbacher et al., dalam (Darmanto, 2019) Pengenalan ikan adalah cara
mengklasifikasikan ikan berdasarkan ciri-ciri khusus, bisa melalui gambaran bentuk, pola
tubuh ikan, warna ataupun ciri-ciri lainnya. Manusia mempunyai kemampuan yang
handal dalam melakukan pengenalan tersebut, tetapi sayangnya manusia memiliki
keterbatasan seperti kelelahan, daya tahan untuk bekerja dalam waktu yang lama dan
tidak semua orang memiliki pengetahuan untuk mengenal spesies ikan. Dengan semakin
berkembang dan meluasnya kemampuan komputer, kemampuan klasifikasi ikan dapat
dilakukan dengan bantuan perangkat komputer. Peningkatan yang signifikan dalam studi
sistem klasifikasi di bidang biologi berdasarkan morfologi (penampakan bentuk) maupun
taksonomi (persamaan dan pembedaan sifatnya) secara otomatis, disebabkan oleh
peningkatan kemampuan pemrosesan dan pengolahan menggunakan perangkat komputer.
Kecerdasan buatan merupakan salah satu teknologi yang sedang dikembangkan para
peneliti untuk digunakan manusia dalam berbagai aspek. Pengaplikasian dari kecerdasan
buatan ini sudah sering ditemui, biasanya diaplikasikan untuk bantuan hukum, pencarian
paten, penelitian medis, perbankan, manufaktur dll. Salah satu cabang dari kecerdasan
buatan adalah machine learning. Machine learning adalah metode analisis yang
digunakan untuk menganalisa data dalam jumlah besar.
Deep learning merupakan salah satu metode kecerdasan buatan yang populer 10
tahun terakhir yang berhasil mencapai hasil terbaik dalam berbagai permasalahan.
Menurut Beale et al., 2017 dalam (Darmanto, 2019) menjelaskan perbedaan antara Deep
Learning dan Machine Learning. Deep Learning adalah cabang dari Machine Learning.
Dengan Machine Learning, proses secara manual mengekstrak fitur gambar yang relevan.
Dengan Deep Learning, proses memberi umpan langsung gambar ke dalam jaringan Deep
Learning yang mempelajari fitur secara otomatis. Deep Learning membutuhkan ratusan
ribu atau jutaan gambar untuk hasil terbaik serta membutuhkan kinerja komputasi
berperforma tinggi.
Penelitian Hatem Magdy Keshk dan Xu-Cheng Yin membuktikan deep learning
lebih unggul dalam ukuran kuantitatif dan kualitatif dibandingkan metode Adaptive
Normalized Convolution (AD-NC) untuk proses perbaikan gambar Super Resolution
(SR) (Keshk & Yin, 2017). Penelitian Anu Vazhayil dkk, juga membuktikan deep
learning menghasilkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan Logistic Regression dalam
mendeteksi URL bahaya (Vazhayil, R, & KP, 2018).
Deep learning juga sudah banyak digunakan untuk klasifikasi ikan. Jin-Hyun Park et
al., 2019 menggunakan AlexNet, Vgg16 & Vgg19, serta Google Net untuk klasifikasi
spesies ikan eksotis di dalam air (Park et al., 2019) dan Guang Chen et al., 2017
menggunakan SSD,YOLO,VGG16 dan Inception 3 untuk klasifikasi ikan dilingkungan
yang berbeda (Chen et al., 2017).
SSD (Single Shot Detector) adalah salah satu model dari deep learning yang
digunakan untuk mendeteksi suatu objek dengan satu foto/ foto tunggal (single shot)
karena algoritma ini bekerja dengan algoritma yang relatif sederhana karena tidak melalui
tahapan pembuatan proposal dan tahap feature resampling, melainkan melalui tahapan
merangkum semua perhitungan dalam satu jaringan. Hal ini membuat SSD mudah untuk
dilatih dan dapat langsung diintegrasikan ke sistem (Liu et,al,.2016). SSD menerapkan
fitur bounding boxes untuk memperkirakan lokasi objek yang dideteksi yang memiliki
komputasi dan nilai kecepatan deteksi yang lebih tinggi dibanding model lain sehingga
model ini cocok untuk deteksi secara real time.
Berdasarkan  hasil  penelitian  sebelumnya tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Identifikasi Spesies Ikan Laut Hasil Tangkapan secara
Real-Time menggunakan Single Shot Detector (SSD). Proses identifikasi melibatkan
localization untuk memperkirakan lokasi objek yang dideteksi.
4. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, bahwa rumusan masalah yang
diangkat adalah :
1. Bagaimana menerapkan model SSD untuk mendeteksi objek secara Real-Time?
2. Bagaimana mengetahui berapa akurasi model SSD dalam identifikasi ikan?
5. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka batasan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Pada proses identifikasi spesies ikan laut hanya mengambil 10 spesies dari hasil
tangkapan nelayan.
2. Proses identifikasi menggunakan 1000 gambar/foto yang diambil langsung dari hasil
tangkapan guna sebagai proses latihan/training
6. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini untuk:
1. Menerapkan model SSD untuk mengidentifkasi spesies ikan laut hasil tangkapan
secara real-time.
2. Menghasilkan model yang dapat mengidentifikasi objek secara real-time agar dapat
ditanamkan ke berbagai sistem komputer.
7. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat akurasi dari model SSD yang digunakan
2. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian
ini.
8. Tinjauan Pustaka
8.1 Citra Digital
Citra (image) adalah kombinasi antara titik, garis, bidang dan warna untuk
menciptakan suatu imitasi dari suatu objek, biasanya objek fisik atau manusia. Citra
bisa berwujud gambar (picture) dua dimensi, seperti lukisan, foto dan berwujud tiga
dimensi, seperti patung. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yan bersifat analog dan ada
citra yang bersifat digital. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer,
sehingga tidak bisa diproses oleh komputer secara langsung. Citra analog harus
dikonversi menjadi citra digital terlebih dahulu agar dapat diproses di komputer
(Sutojo, 2017 dalam (Kusumaningrum, 2018).
Citra digital bisa dijelaskan dengan matriks berukuran NxM Interval (0,G)
adalah skala keabuan (grayscale). Besar G tergantung dari proses digitalisasinya.
Biasanya derajat keabuan 0 menyatakan intensitas hitam, G menyatakan intensitas
putih. Untuk citra 8-bit nilai G=28=256 warna (derajat keabuan). Teknik dasar
menampilkan warna pada citra digital didasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna
adalah kombinasi dari 3 warna dasar, yaitu merah (Red), hijau (Green), dan biru
(Blue) – RGB (Gonzalez & Woods, 2002)
8.2 Deep Learning
Menurut Beale et al., 2017 dalam (Darmanto, 2019) Deep learning mengajari
komputer melakukan sesuatu yang natural seperti manusia dan memiliki beberapa
algoritma, misalnya untuk tugas mendeteksi dan mengklasifikasi. Salah satu algoritma
deep learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convolutional Neural
Network yang dapat memproses data 2 dimensi, misalnya gambar. Metode deep
learning adalah metode representation-learning yang memiliki banyak tingkat
representasi atau lapisan.
Penggunaan Deep Learning dengan metode Convolutional Neural Network
(CNN) pertama kali berhasil diaplikasikan oleh Yann LeCun pada tahun 1998.
Pada penelitian ini Yann LeCun mengemukakan metode CNN untuk mengenal
tulisan tangan untuk keperluan pembacaan dokumen. Hasil yang didapat dari
penelitian tersebut menunjukkan akurasi yang cukup tinggi hingga mencapai test
error hanya sebesar 1,7% (Lecun et al., 2015).
Pada tahun 2017 Chen Tung et al., melakukan penelitian tentang klasifikasi
spesies-spesies tangkapan ikan laut dengan mengusulkan penggunaan image-
processing dan algoritma deep learning untuk mengklasifikasi ikan laut dalam secara
otomatis. Dua pengklasifikasi Convolutional Neural Network dikembangkan untuk
membedakan ikan menjadi empat kelas: tuna, billfish, hiu, dan lainnya. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa keempat kelas ikan dapat diklasifikasi dengan tingkat
akurasi yang relatif tinggi (94,5% untuk classifier berbasis VGG16 dan 92. 25% untuk
pengklasifikasi berbasis Inception-V3) (Tung et al., 2017)
8.3 Perbedaan Deep Learning dan Machine Learning
Deep Learning adalah cabang dari Machine Learning. Dengan Machine
Learning, proses secara manual mengekstrak fitur gambar yang relevan. Dengan Deep
Learning, proses memberi umpan langsung gambar ke dalam jaringan Deep Learning
yang mempelajari fitur secara otomatis. Deep Learning membutuhkan ratusan ribu
atau jutaan gambar untuk mendapatkan hasil terbaik serta membutuhkan kinerja
komputasi berperforma tinggi (Darmanto, 2019).

Gambar 1. Ilustrasi Perbedaan Machine Learning dan Deep Learning


(Sumber: Faza, 2018)

8.4 Single Shot Detector (SSD)


Single Shot Detector (SSD) merupakan sebuah model yang dapat mendeteksi
atau mengenali objek pada suatu gambar dengan menggunakan algortima single deep
neural network. SSD bekerja dengan algoritma yang relatif sederhana karena tidak
melalui tahapan pembuatan proposal dan tahap feature resampling, melainkan melalui
tahapan merangkum semua perhitungan dalam satu jaringan. Hal ini membuat SSD
mudah untuk dilatih dan dapat langsung diintegrasikan ke sistem (Liu et,al,.2016). SSD
hanya perlu mengambil satu kali bidikan tunggal untuk mendeteksi objek didalam
gambar (Sukusvieri, 2020). SSD dirancang untuk deteksi objek secara real-time (Hui,
2018).
Dengan SSD proses dapat dipercepat karena menghilangkan kebutuhan jaringan
proposal wilayah/ region proposal network. Untuk mengembalikan penurunan dari
akurasinya, SSD menerapkan beberapa peningkatan berupa multi-scale features maps
dan default boxes. Peningkatan yang dilakukan SSD ini memungkinkan untuk
menyesuaikan akurasi Faster R-CNN dengan menggunakan gambar beresolusi lebih
rendah/ lower resolution image. Pada tabel 1 dapat dilihat perbandingan kinerja antara
jaringan deteksi objek yang digunakan secara real-time, SSD mencapai proses yang
lebih cepat dan mengalahkan akurasi Faster R-CNN. (Akurasi diukur sebagai rata-rata
presisi pemetaan rata-rata: ketepatan prediksi) (Hui, 2018).

System VOC2007 tets FPS (Titan X) Number Of Boxes Input Resolution


mAP
Faster R-CNN (VGG16) 73.2 7 ˜6000 ˜1000x600

YOLO (costumized) 63.4 45 98 448x448

SSD300*(VGG16) 77.2 46 8732 300x300

SSD512*(VGG16) 79.8 19 24564 512x512

Tabel 1 Perbandingan kinerja antara jaringan deteksi objek (Hui, 2018).


Deteksi Objek SSD terdiri dari 2 bagian :
1. Extract feature maps, dan
2. Convolution filters untuk mendeteksi objek.

Gambar 2. Arsitektur SSD dalam Extract Feature Maps (Hui, 2018)


SSD menggunakan VGG16 untuk mengekstraksi feature maps. Kemudian
mendeteksi objek menggunakan lapisan Conv4_3. Sebagai contoh yang dilakukan
Jonathan Hui pada penelitiannya, menggambar Conv4_3 menjadi 8×8 secara spasial
(seharusnya 38×38). Untuk setiap lokasi, SSD membuat 4 prediksi objek.

Gambar 3. Kiri: gambar asli. Kanan: 4 prediksi di setiap sel (Hui, 2018).
Setiap prediksi terdiri dari sebuah boundary box dan 21 skor untuk setiap kelas
(satu kelas tambahan tanpa objek), dan memilih skor tertinggi sebagai kelas untuk
objek terikat. SSD mengambil kelas "0" untuk mengindikasikan tidak ada objek.
 Convolutional predictors/ Prediktor konvolusional untuk deteksi objek.
SSD tidak menggunakan jaringan proposal wilayah. Sebagai gantinya, SSD
menggunakan metode yang sangat sederhana yang dapat menghitung skor lokasi dan
kelas menggunakan small convolution filters. Misalnya, dalam Conv4_3, menerapkan
empat filter 3×3 untuk memetakan 512 saluran input ke 25 saluran output.

Gambar 4. penerapan empat filter 3x3 untuk memetakan 512 saluran input ke 25
saluran output (Hui, 2018).
 Multi-scale Feature Maps untuk deteksi objek.
Sebenarnya SSD menggunakan banyak lapisan (Multi-scale feature maps) untuk
mendeteksi objek. Karena CNN mengurangi dimensi spasial secara bertahap, resolusi
feature maps juga akan berkurang. SSD menggunakan lapisan resolusi lebih rendah
untuk mendeteksi objek skala yang lebih besar. Misalnya, feature maps 4×4
digunakan untuk objek berskala lebih besar dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5. Feature maps resolusi lebih rendah (sebelah kanan) mendeteksi objek
dengan skala lebih besar (Hui, 2018).
SSD menambahkan 6 lapisan konvolusi tambahan setelah VGG16. Lima di antaranya
ditambahkan untuk deteksi objek. Secara total, SSD membuat 8732 prediksi
menggunakan 6 lapisan.

Gambar 6. Arsitektur Single Shot Detector (SSD) (Hui, 2018).


Muti-scale Feature Maps dapat meningkatkan akurasi secara signifikan.
Berikut adalah akurasi dengan jumlah lapisan feature maps yang berbeda yang
digunakan untuk deteksi objek.

Gambar 7. Akurasi Muti-scale Feature Maps (Hui, 2018).


 Default boundary box
Default boundary box sama dengan anchor di Faster R-CNN. Sama seperti
Deep Learning, untuk memprediksi boundary box dapat dimulai dengan prediksi acak
dan menggunakan gradient descent untuk mengoptimalkan model. Tapi, selama
pelatihan awal, model dapat saling rebutan satu sama lain untuk menentukan bentuk
prediksi yang akan dioptimalkan. Hasil menunjukkan pelatihan awal bisa sangat tidak
stabil. Prediksi boundary box dibawah berfungsi dengan baik untuk satu kategori
tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 8 :

Gambar 8. Jika prediksi acak, model tidak akan tampil (Hui, 2018).
Jika prediksi mencakup lebih banyak bentuk, seperti gambar 9 di bawah ini,
model dapat mendeteksi lebih banyak jenis objek. Bentuk seperti ini membuat
pelatihan jauh lebih mudah dan lebih stabil.

Gambar 9. Prediksi yang beragam mencakup lebih banyak jenis objek (Hui, 2018).
Boundary box tidak memiliki bentuk dan ukuran yang berubah-ubah. Secara
konseptual, boundary box dapat dibagi menjadi kelompok dengan masing-masing
kelompok yang diwakili oleh default boundary box (pusat dari kelompok). SSD juga
menyimpan default boxes ke minimum (4 atau 6) dengan satu prediksi per default
boxes untuk setiap lapisan feature maps, SSD berbagi set default boxes yang sama
yang berpusat di lokasi yang sesuai. Tetapi lapisan yang berbeda menggunakan set
default boxes yang berbeda untuk menyesuaikan deteksi objek pada resolusi yang
berbeda. 4 kotak hijau di bawah ini menggambarkan 4 default boxes.
Gambar 10. 4 kotak hijau sebagai 4 default boxes (Hui, 2018).
 Memilih Default Boundary Box
Default boxes dipilih secara manual. SSD mendefinisikan nilai skala untuk
setiap lapisan feature maps. Mulai dari kiri, Conv4_3 mendeteksi objek pada skala
terkecil 0,2 (atau kadang-kadang 0,1) dan kemudian meningkat secara linear ke
lapisan paling kanan pada skala 0,9. Menggabungkan nilai skala dengan rasio aspek
target. Untuk layer yang membuat 6 prediksi, SSD dimulai dengan 5 rasio aspek
target: 1, 2, 3, 1/2 dan 1/3. Kemudian lebar dan tinggi defaul boxes dapat dihitung
dengan :
w=scale . √aspect ratio
scale
h=
√ aspect ratio
kemudian SSD menambahkan default boxes ekstra dengan skala:
scale= √ scale . scale at next level
 Matching Strategy
Prediksi SSD diklasifikasikan sebagai kecocokan positif atau kecocokan
negatif. SSD hanya menggunakan kecocokan positif dalam menghitung biaya
lokalisasi (ketidakcocokan default boxes). Jika default boxes yang sesuai (bukan kotak
batas yang diprediksi) memiliki IoU lebih besar dari 0,5 dengan ground truth,
kecocokannya positif. Kalau tidak, itu negatif. ( IoU, persimpangan atas persatuan,
adalah rasio antara area berpotongan di atas area yang bergabung untuk dua wilayah).
Strategi pencocokan ini mendorong setiap prediksi untuk memprediksi bentuk lebih
dekat ke default boxes yang sesuai. Oleh karena itu prediksi yang lebih beragam dan
lebih stabil dalam pelatihan.
 Multi-Scale Feature Maps & Default Boundary Boxes
Berikut adalah contoh bagaimana SSD menggabungkan multi-scale feature
maps dan default boundary boxes untuk mendeteksi objek pada skala yang berbeda.
Anjing di bawah ini diberikan dengan satu kotak default (merah) di lapisan feature
maps 4 × 4, tetapi tidak ada kotak default di feature maps resolusi 8 × 8 yang lebih
tinggi. Kucing yang lebih kecil hanya terdeteksi oleh lapisan feature maps 8 × 8
dalam 2 kotak default (berwarna biru).

Gambar 11. Penggabungan multi-scale feature maps dan default boundary boxes
untuk mendeteksi objek pada skala yang berbeda (Hui, 2018).
Feature maps yang mempunyai resolusi lebih tinggi digunakan untuk
mendeteksi objek kecil. Lapisan pertama untuk deteksi objek conv4_3 memiliki
dimensi spasial 38×38, pengurangan yang cukup besar dari gambar input. Karena,
SSD biasanya berkinerja buruk untuk objek kecil dibandingkan dengan metode
deteksi lainnya. Jika ada masalah, dapat diatasi dengan menggunakan gambar dengan
resolusi lebih tinggi.
 Loss Function
Localization loss adalah ketidaksesuaian antara ground truth box dan predicted
boundary box. SSD hanya meprediksi dari kecocokan positif. Pencocokan negatif
dapat diabaikan. Confidence loss adalah hilangnya dalam membuat prediksi kelas.
Untuk setiap prediksi positif (Hui, 2018).
Secara umum metode Single Shot Detector (SSD) mempunyai satu rumus
sederhana dalam menentukan default boxes dan scale default boxes, dengan N
merupakan jumlah default boxes, Lconf = loss classification, Lloc = loss localization, L
= prediction box dan g = truth ground box, untuk menentukan default box bisa dilihat
pada rumus no 1:
1
L ( x , c ,l , g )= ( L ( x ,c ) +∝ Lloc ( x ,l , g ) )
N conf
Rumus Default Boxes (No 1)
Sedangkan untuk menentukan scale default boxes bisa dilihat pada Rumus no 2:
S max−S min
Sk =S min ( k−1 ) , k ∈ [ 1 , m ]
m−1
Rumus Scale default boxes (No 2)
Dengan Smin adalah lapisan skala terendah, Smax lapisan skala tertinggi dan Sk adalah
input pixels. (Sukusvieri, 2020).
9. Metode Penelitian
9.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian terapan (applied research).
Menurut Jujun S. Sumantri, 1985 Penelitian terapan merupakan penelitian yang
dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu
teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Admin, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode Single Shot Detector (SSD) untuk
melakukan identifikasi ikan laut hasil tangkapan secara real-time untuk mendapatkan
nilai akurasi dari model arsitektur yang digunakan.
9.2 Sarana Pendukung
Dalam penelitian ini, pada pembuatan sistem diperlukan sarana pendukung yang
berupa beberapa perangkat lunak dan perangkat keras yang membantu dalam
menyelesaikan sistem. Berikut ini merupakan perangkat lunak dan perangkat keras
yang menjadi sarana pendukung dalam penelitian.
9.2.1 Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian guna untuk mendukung
pembuatan sistemadalah :
1. Sistem Operasi Windows 7 Professional 64-bit
2. Jupyter Notebook (Python 3.7)
3. Microsoft Office 2010
4. Tensorflow 1.15
5. Google Chrome 64-bit (Browser)
6. Balsamiq MockUps
9.2.2 Perangkat Keras
Perangkat keras yang mendukung pembuatan aplikasi pada penelitian ini adalah :
1. Laptop Fujitsu, Intel® Core™ i5-3320M CPU @ 2.60GHz
2. RAM 4 GB
3. Mouse
4. Printer
5. Kamera handphone
9.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data berdasarkan jenis datanya, data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari obyek penelitian atau
merupakan data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik observasi dengan cara
mengumpulkan informasi-informasi langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini
melakukan pengambilan foto/gambar dari ikan laut hasil tangkapan nelayan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara langsung dari
objek penelitian, melainkan data yang berasal dari sumber yang telah
dikumpulkan oleh pihak lain. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan cara studi dokumentasi dan studi literatur.
9.6 Metode Pengembangan Sistem
Metode pengembangan untuk penelitian ini adalah metode air terjun (waterfall).
Model air terjun menyediakan pendekatan alur hidup perangkat lunak secara sekuensial
atau terurut dimulai dari analisis, desain, pengkodean, pengujian dan tahap pendukung
(Rosa & Shalahuddin, 2018).

Analisis Desain Pengodean Pengujian

Gambar 12. Ilustrasi Model Waterfal l (Rosa & Shalahuddin, 2018)


Adapun tahapan-tahapan dalam metode waterfall adalah :

a. Analisis Kebutuhan
Tahap ini merupakan tahap yang menjadi kebutuhan sistem dengan batasan
serta fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh sistem. Tujuan tahap ini adalah untuk
dapat memahami perangkat lunak seperti apa yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan secara optimal. Adapun analisis kebutuhan aplikasi yang akan dibuat
adalah, sebagai berikut:
1. Kebutuhan Data Masukan
Data Masukan yang dibutuhkan pada aplikasi ini adalah berupa
gambar/foto dari ikan laut hasil tangkapan nelayan.
2. Kebutuhan Data Keluaran
Data keluaran pada aplikasi ini adalah hasil identifikasi objek ikan secara
real-time.
b. Desain
Desain perangkat lunak adalah proses multi langkah yang ada pada desain
pembuatan program perangkat lunak termasuk struktur data, arsitektur perangkat
lunak, representasi antaramuka dan prosedur pengkodean. Tahap ini mentranslasi
kebutuhan perangkat lunak dari tahap analisis kebutuhan ke representasi desain
agar dapat diterapkan menjadi program pada tahap selanjutnya. Flowchart atau
diagram alir dari sistem yang akan dibuat adalah sebagai berikut.
Mulai

Mengumpulkan ±
1000 gambar ikan

Melakukan anotasi
dengan label img

Training data
dengan model
SSD

Testing secara real-


time

Hasil nilai akurasi


identifikasi dengan
data testing

Selesai

Gambar 13. Diagram Alir Sistem (Sumber: Olahan Pribadi)


c. Pembuatan Kode Program
Desain harus ditranslasi ke dalam program perangkat lunak. Hasil dari tahap
ini adalah program sistem sesuai dengan desain yang telah dibuat pada tahap
desain.
d. Pengujian
Pengujian sistem pada perangkat lunak secara dari segi logic dan fungsional
dan memastikan bahwa semua bagian sudah diuji. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan dan memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai yang
diinginkan.
e. Pendukung atau pemeliharaan
Tidak menutup kemungkinan sebuah perangkat lunak mengalami perubahan
ketika sudah dikirimkan oleh user. Perubahan sistem terjadi karena adanya
kesalahan yang muncul dan tidak terdeteksi saat pengujian atau perangkat lunak
harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Tahap pendukung atau pemeliharaan
dapat mengulangi proses pengembangan mulai dari analisis spesifikasi untuk
perubahan perangkat lunak yang sudah ada, tapi tidak untuk membuat perangkat
lunak baru.
10. PENELITIAN TERKAIT
Penelitian yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

No. Peneliti Judul Hasil Perbedaan


1 (Pushyami Kaveti & Towards Automated Penelitian ini mendeteksi dan mengklasifikasikan ikan dalam Penelitian yang akan dibuat
Hanumant Singh, 2018) Fish Detection using citra bawah air secara otomatis dengan metode CNN dengan mengidentifikasi ikan laut
Sekolah Tinggi Ilmu Convolutional SSD hasil yang didapat menyajikan analisis dataset besar citra hasil tangkapan nelayan
Komputer & Informasi Neural Networks bawah laut yang terdiri dari 10.000 gambar yang diambil oleh menggunakan hanya 1000
Northeastern Wahana Bawah Air Otonomi Dasar Laut. Data beragam – di gambar untuk data training
University, Boston &J seluruh habitat yang berbeda, tidak menunjukkan simetri dan mengambil objek secara
urusan Teknik Listrik & rotasi, memiliki bayangan besar dibandingkan dengan real-time untuk melihat
Komputer Northeastern organisme yang dipertimbangkan dan juga memiliki oklusi akurasi yang dihasilkan
University, Boston. besar dan objek yang kecil dan tidak terpusat dibandingkan model SSD.
dengan bidang pandang keseluruhan.
2 (Chen Tung, Ching-Lu Sea fish Penelitian ini mengusulkan penggunaan pemrosesan gambar Penelitian yang akan dibuat
Hsieh & Yan-Fu Kuo, identification using dan algoritma deep learning untuk secara otomatis memilih 10 sepesies ikan
2017) convolutional neural mengidentifikasi ikan laut dalam. Dua pengklasifikasi CNN hasil tangkapan nelayan
network dikembangkan untuk membedakan ikan menjadi empat kelas: Bengkulu untuk
tuna, billfish, hiu, dan lainnya. Dua model pre-trained mendapatkan akurasi yang
dipekerjakan sebagai jaringan dasar dan kemudian disetel baik dan cepat dalam
untuk meningkatkan kemampuan identifikasi ketika mendeteksi objek.
menghadapi masalah klasifikasi citra berbutir halus. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa keempat kelas ikan dapat
diidentifikasi dengan tingkat akurasi yang relatif tinggi
(94,5% untuk classifier berbasis VGG16 dan 92. 25% untuk
pengklasifikasi berbasis Inception-V3).
3 (Varalakshmi P & Recognition Of Fish Penelitian ini menggunakan teknik deep-learning untuk Penelitian yang akan dibuat
Julanta Leela Rachel Categories Using mengklasifikasikan dan melokalisasi gambar. Klasifikasi dan menggunakan SSD untuk
J,2019) Departemen Deep Learning Pelokalan gambar ikan telah dipertimbangkan dan hasilnya melakukan deteksi objek
Teknologi Komputer, Technique diperoleh dengan akurasi yang lebih baik untuk Klasifikasi dengan cepat dan
Universitas Anna, dan Pelokalan gambar. Karena teknik R-CNN lebih cepat mempunyai akurasi yang
Kampus MIT, Chennai. digunakan untuk localization, object detection sangat efisien cukup baik.
dan mendapatkan skor yang baik.
4 (Heri Darmanto , 2019) Pengenalan Spesies Pada penelitian ini metode yang diusulkan, untuk keperluan Penelitian yang akan dibuat
AMIK Taruna Ikan Berdasarkan klasifikasi ikan berdasarkan kontur otolith menggunakan mengidentifikasi 10 spesies
Probolinggo Kontur Otolith metode Convolutional Neural Network dengan teknik ikan laut dengan
Menggunakan Transfer Learning dari model Alexnet dan optimasi menggunakan model SSD
Convolutional Momentum Stochastic Gradient Descent. Hasil eksperimen untuk melakukan deteksi
Neural Network diperoleh akurasi sebesar 95.4% lebih tinggi dibanding objek secara real-time.
metode Discriminant Analysis yang memiliki akurasi sebesar
92%.
5 (Minsung Sung ,Son- Vision Based Real- Penelitian ini berhasil mendeteksi ikan secara real-time Penelitian yang akan dibuat
Cheol Yu & Yogesh Time Fish Detection menggunakan metode CNN dengan arsitektur YOLO. mengidentifikasi ikan laut
Girdhar,2017) Using Convolutional Penelitian juga membandingkan dengan algoritma HOG dan tangkapan nelayan dengan
Department of Creative Neural Network hasilnya metode yang digunakan mengungguli secara real-time dengan
IT Engineering Pohang pengklasifikasi HOG dan menunjukkan kecepatan pemrosesan menggunakan SSD.
University of Science yang jauh lebih cepat.
and Technology
(POSTECH) Pohang,
Republic of Korea and
Applied Ocean Physics
& Engineering
Woods Hole
Oceanographic
Institution (WHOI)
Massachusetts, United
States
11. Waktu Pelaksanaan
Adapun Jadwal dan waktu pelaksanaan penelitian ini, yaitu :

Bulan
No Kegiatan Juni Juli Agust Sept Okt
2020 2020 2020 2020 2020
1 Studi Kepustakaan
2 Penerimaan Proposal Skripsi
3 Pengumpulan dan Analisis Data
4 Pembuatan Aplikasi/Program
5 Pengujian Aplikasi/Program
6 Penyelesaian Laporan Akhir
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2012, Januari 4). idtesis.com/jenis-jenis-penelitian. Dipetik Juli 18, 2020, dari Jenis-
Jenis Penelitian: https://idtesis.com/jenis-jenis-penelitian

Anonim. (2012). Sumber Daya Alam Provinsi Bengkulu. Dipetik Juli 16, 2020, dari Aren
Indonesia: https://arenindonesia.wordpress.com/sentra-aren/bengkulu/

Anonim. (2020, Juli 7). https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan. Dipetik Juli 14, 2020, dari
Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan

Beale, M. H., Hagan, M. T., & Demuth, H. B. (2017). Neural Network Toolbox TM
MATLAB User †TM.

Cahyadinata, I., Fahrudin, A., Sulistiono, & Kurnia, R. (2018). Potensi


PengembanganPerikanan Tangkap Pulau Terkecil Terluar. Jurnal AGRISEP, 156.

Chang, J., & Park, E. (2017). A Method forClassifying Medical Images using Transfer
Learning : A Pilot Study on Histopathology of Breast Cancer.

Chen, G., Sun, P., & Shang, Y. (2017). Automatic Fish Classification System Using Deep
Learning. IEEE Computer Society, 24.

Darmanto, H. (2019, Juni). Pengenalan Spesies Ikan Berdasarkan Kontur Otolith


Menggunakan Convolutional Neural Network. Joined Journal, 2, 44-5.

Dinas Komunikasi, I. d. (2017-2020). https://profil.bengkulukota.go.id/geografis/. Dipetik


Juli 16, 2020, dari Profil Pemerintah Kota Bengkulu:
https://profil.bengkulukota.go.id/geografis/#

Gonzalez, R. C., & Woods, R. E. (2002). Digital Image Processing (2nd ed.). Prentice Hall.

Hanggara, I. S. (2019, Agustus). Pendeteksian Sampah Perairan Secara Otomatis Dengan


Menggunakan Metode Convolutional Neural Network (CNN). Tugas Akhir, 11-15.

Hui, J. (2018, Maret 14). SSD object detection: Single Shot MultiBox Detector for real-time
processing. Dipetik Juli 21, 2020, dari medium.com/@jonathan_hui:
https://medium.com/@jonathan_hui/ssd-object-detection-single-shot-multibox-
detector-for-real-time-processing-9bd8deac0e06

Keshk, H. M., & Yin, X. C. (2017). Satellite Super-Resolution Images Depending on Deep
Learning Methods: A Comparative Study. IEEE, 1 & 7.

Krizhevsky, A. S. (2012). ImageNet Classification with Deep Convolutional Neural


Networks. Advances In Neural Information Processing Systems, 1-9.

Kunihiko, F. (1980). Neocognitron: A Self-Organizing Neural etwork Model for a


Mechanism of Pattern Recognition Unaffected by Shift . Biological , 8-9.
Kusumaningrum, T. F. (2018, MEI 28). Implementasi Convolutional Neural Network (CNN)
untuk Klasifikasi Jamur Konsumsi Di Indonesia Menggunakan Keras. TUGAS
AKHIR, 24.

Le, H. T., Urruty, T., Beurton-aimar, M., Nghiem, T. P., Tran, H. T., Verset, R., et al. (2018).
Study of CNN Based Classification for Small Specific Datasets.

Lecun, Y., Bengio, Y., & Hinton, G. (2015). Deep learning. Nature, 436-444.

Lecun, Y., Bottou, L., & Bengio, Y. (1990). Gradient-based learning applied to document
recognition.

Liu, W., Anguelov, D., Erhan, D., Szegedy, C., Reed, S., Fu, C. Y., & Berg, A. C. (2016). SSD:
Single shot multibox detector. Lecture Notes in Computer Science (Including Subseries
Lecture Notes in Artificial Intelligence and Lecture Notes in Bioinformatics), 9905 LNCS,
21–37. https://doi.org/10.1007/978-3-319-46448-0_2

Mutmainah, I. (2019, Juni 2). Mengenal Convolutional Neural Network (CNN) Pada
Program R. Dipetik Juli 25, 2020, dari medium.com/@16611092/:
https://medium.com/@16611092/mengenal-convolutional-neural-network-cnn-pada-
program-r-9eebe14b8674

Ogunlana, S., Olabode, O., Oluwadare, S. A., & Iwasokun, G. B. (2015, Juni). Fish
Classification Using Support Vector Machine. African Journal of Computing & ICT,
8(2), 75&81.

Park, J. H., Hwang, K. B., Park, H. M., & Choi, Y. K. (2019, Januari). Application of CNN
for Fish Species Classification. Journal of the Korea Institute of Information and
Communication Engineering, 23(1), 39.

Putra, I. W., Wijaya, A. Y., & Soelaiman, R. (2016). Klasifikasi Citra Menggunakan
Convolutional Neural Network (CNN) pada Caltech 101. JURNAL TEKNIK ITS, 7-8.

Reichenbacher, B., & Sienknecht, U. (2007). Combined Otolith Morphology and


Morphometry for Assessing Taxonomy nd Diversity in Fossil and Extant Killifish
(Aphanius, yProlebias). Journal of Morphology, 254–274.

Rosa, A., & Shalahuddin, M. (2018). Rekayasa Perangkat Lunak Edisi Revisi. Bandung:
Informatika.

Sena, S. (2017, November 13). Pengenalan Deep Learning Part 7 : Convolutional Neural
Network (CNN). Dipetik Juli 10, 2020, dari Medium:
https://medium.com/@samuelsena/pengenalan-deep-learning-part-7-convolutional-
neural-network-cnn-b003b477dc94

Sofia, N. (2018, Juni 19). Convolutional Neural Network. Dipetik Juli 18, 2020, dari
medium.com/@nadhifasofia: https://medium.com/@nadhifasofia/1-convolutional-
neural-network-convolutional-neural-network-merupakan-salah-satu-metode-
machine-28189e17335b

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukusvieri, A. (2020). Implementasi Metode Single Shot Detector (SSD) untuk Pengenalan
Wajah. Tugas Akhir, 9-13.

Tung, C., Hsieh, C. L., & Kuo, Y. F. (2017). Sea fish identification using convolutional
neural network. ASABE Annual International Meeting, 4.

Vazhayil, A., R, V., & KP, S. (2018, Juli). Comparative Study Of The Detection Of
Malicious URLs Using Shallow and Deep Networks. ICCCNT, 5-6.

Anda mungkin juga menyukai