CHAPTER 2
LO 1-TEORI PRAGMATIK
Pendekatan pragmatis deskriptif untuk konstruksi teori akuntansi adalah suatu pendekatan - ini
didasarkan pada pengamatan terus-menerus terhadap perilaku Akuntan untuk menyalin prosedur
dan prinsip akuntansi mereka. Oleh karena itu, sebuah teori dapat dikembangkan dari
pengamatan tentang bagaimana akuntan bertindak dalam situasi tertentu. Teori dapat diuji
dengan mengamati apakah akuntan pada kenyataannya bertindak sesuai dengan teori yang
akuntansi tertua dan paling universal yang digunakan. Sampai saat ini, hal itu adalah cara yang
populer untuk mempelajari keterampilan akuntansi, akuntan masa depan dilatih dengan magang
1. Pendekatan pragmatis deskriptif tidak mencakup penilaian analitis atas kualitas tindakan
akuntan; tidak ada penilaian apakah akuntan melaporkan dengan cara yang seharusnya.
2. Pendekatan ini tidak menyediakan teknik akuntansi untuk ditantang, maka tidak
memungkinkan untuk perubahan, Misalnya, kami mengamati metode dan teknik akuntan
berlatih dan mengajarkan metode dan teknik tersebut kepada siswa. Murid-murid itu akan
menjadi akuntan praktik yang akan kita awasi di masa depan untuk belajar mengajar, dan
seterusnya.
pengukuran atribut perusahaan, seperti aset, kewajiban, dan laba. Dalam pendekatan
pragmatis deskriptif, kita tidak memperhatikan diri kita sendiri dengan fenomena
akuntansi.
Berbeda dengan pendekatan pragmatis deskriptif di mana ahli teori mengamati perilaku akuntan.
pendekatan pragmatis psikologis mengharuskan ahli teori untuk mengamati tanggapan pengguna
terhadap keluaran akuntan seperti laporan keuangan. 3Reaksi oleh pengguna diambil sebagai
bukti bahwa laporan keuangan bermanfaat dan mengandung informasi yang relevan. Masalah
dengan pendekatan pragmatis psikologis adalah bahwa beberapa pengguna mungkin bereaksi
dengan cara yang tidak logis, beberapa mungkin memiliki respons yang telah ditentukan
sebelumnya, dan yang lain mungkin tidak bereaksi ketika seharusnya. Kelemahan ini diatasi
dengan berkonsentrasi pada teori keputusan dan mengujinya pada sampel orang, daripada
TEORI SINTATIK
Sebagian besar dari interpretasi dari akuntansi biaya historis merupakan teori sintatik,
Interpretasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: input semantik dari sistem adalah transaksi dan
pertukaran yang dicatat dalam voucher, jurnal, dan buku besar bisnis. Ini kemudian dimanipulasi
(dipartisi dan dijumlahkan) menjadi sebuah laporan keuangan. Sebagai contoh, kita berasumsi
bahwa inflasi tidak dicatat dan nilai pasar atas aset dan utang diabaikan. Kita kemudian
menggunakan akuntansi double entry dan prinsip akuntansi biaya historis untuk menghitung laba
TEORI SEMANTIK
Teori akuntansi semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau
statement akuntansi) sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisik perusahaan tanpa harus
secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut. Teori ini berusaha untuk menemukan dan
merumuskan makna-makna penting pelaporan keuangan sehingga teori ini banyak membahas
pendefinisian makna elemen (objek), pengidentifikasian atribut, dan penentuan jumlah rupiah
Kerangka teori akuntansi yang lengkap seharusnya memiliki 3 komponen di atas, pragmatik,
sintatik, dan semantik (Hendriksen, 1989). Kerangka teoris yang diperlukan untuk
mengembangkan praktik akuntansi yang sehat harus mempertimbangkan faktor berikut ini:
perusahaan.
pengembangan prinsip atau proposisi umum yang dapat digunakan sebagai pedoman
perumusan struktur dan format pencarian dan pemrosesan data, peringkasan dan
LO 3-TEORI NORMATIF
Tahun 1950-an dan 1960-an digambarkan sebagai 'zaman keemasan' penelitian akuntansi
normatif. Peneliti akuntansi menjadi lebih peduli dengan rekomendasi kebijakan dan dengan apa
yang harus dilakukan, daripada menganalisis dan menjelaskan praktik yang diterima saat ini.
Teori normatif pada periode ini terkonsentrasi baik pada penurunan 'pendapatan sebenarnya'
(laba) untuk periode akuntansi atau membahas jenis informasi akuntansi yang akan berguna
dalam membuat keputusan. Dalam teori akuntansi normatif, isi akuntansi dianggap sebagai
norma peraturan yang harus diikuti, tidak peduli apakah berlaku atau dipraktikan sekarang atau
tidak.
Metode ini disebut juga normative accounting research atau normative theory of accounting,
yang berguna dalam membahas isu “true income” dan “decision usefulness”
A. True Income Berfokus pada bagaimana menghasilkan pengukuran yang tunggal dan unik atas
pengguna tertentu laporan keuangan dengan cara menyajikan data akuntansi yang relevan dan
berguna
Pada decision usefulness berasumsi bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk membantu
proses pengambilan keputusan dari pengguna laporan akuntansi dengan menyediakan data
akuntansi yang berguna: contohnya yaitu membantu investor dalam memutuskan untuk membeli,
menahan, atau menjual saham. Teori kegunaan keputusan akuntansi berdasarkan pada konsep
ekonomi klasik tentang keuntungan dan kekayaan atau pengambilan keputusan yang rasional.
Serta membuat penyesuaian biaya historis untuk memperhitungkan besarnya inflasi dan nilai
pasar aset.
Decision-usefulness theories pada dasarnya adalah teori pengukuran akuntansi. Teori ini
LO 4-TEORI POSITIF
Pada tahun 1970-an, teori akuntansi menujui ke metodologi empiris, yang biasa disebut sebagai
metodologi positif. Positivisme dan empirisme berarti mengetes atau menghubungkan hipotesis
atau teori akuntansi kepada fakta atau pengalaman di dunia nyata. Umumnya pendekatan
dilakukan dengan mengsurvey pendapat dari analisis keuangan, pegawai bank, dan akuntan
tentang kegunaan dari metode inflasi akuntansi yang berbeda dalam hal pembuatan keputusan
mereka (seperti memprediksi kebangkrutan atau memutuskan apakah mereka harus membeli atau
menjual saham). Pendekatan lainnya adalah dengan menguji kepentingan yang diasumsukan dari
Biaya untuk mengumpulkan data akuntansi yang lebih baik lebih penting dari
keuntungannya
Perbedaan utama antara teori normatif dan positif adalah bahwa teori-teori normatif preskriptif,
sedangkan teori positif deskriptif, penjelasan atau prediksi. Teori normatif menjelaskan
bagaimana orang seperti akuntan harus bersikap untuk mencapai suatu hasil yang dinilai tidak
benar, moral, adil, atau hasil 'baik'. sedangkan Teori positif tidak mengatur bagaimana orang
(akuntan) harus bersikap untuk mencapai suatu hasil yang dinilai menjadi baik. Mereka
dengan cara tertentu, atau mereka memprediksi apa yang telah orang lakukan atau akan lakukan.
menghasilkan hipotesis diuji yang akan dikuatkan hanya jika teori dapat dipertahankan.
Kemudian mengikuti prosedur yang tepat dan terstruktur atau yang telah ditentukan untuk
pengumpulan data, setelah memproses data (yag biasanya) dengan teknik matematika atau
statistik, data tersebut divalidasi dan diuji. Jenis penelitian seperti ini dilakukan dengan hipotesis
tambahan yang kemudian memberikan pemahaman yang lebih mendalam, atau prediksi yang
lebih baik, dari sisi akuntansi. Teori yang baik adalah teori yang dapat diberlakukan dalam lintas
perusahaan, industri, dan waktu. Pendekatan ini pada umumnya digambarkan sebagai pendekatan
'ilmiah' dan merupakan pendekatan yang saat ini digunakan oleh sebagian besar peneliti di
bidang akuntansi, dan pendekatan yang diterbitkan dalam jurnal akuntansi di bidang akademis.
Tomkins dan Groves melihat pendekatan penelitian naturalistik lebih tepat sebagai perbedaan
asumsi ontologis. Asumsi ontologis menyiratkan bahwa gaya penelitian yang berbeda dapat
mempengaruhi pertanyaan penelitian. Sebagai contoh, kita dapat melihat akuntansi sebagai
konstruksi sosial. Kita mungkin ingin memahami apa yang dicitrakan dari orang lain, apa asumsi
Kategori Asumsi
1 Realitas sebagai struktur konkret
Dapat dijelaskan bahwa Kategori 1 adalah menurut sudut pandang objektif yang baku, di mana
praktik akan selalu sesuai dengan struktur konkritnya, dan outcome berupa keputusan dan
tindakan yang diambil dapat dengan cara yang mudah diprediksi. Semakin ke bawah, unsur
konkrit dari objek penelitian semakin hilang. Seperti kategori 1 yang berasumsi bahwa dunia ini
konkret dan stabil, sementara kategori 6 berasumsi bahwa dunia tidak stabil, tergantung pada
Dalam penerapan pendekatan ilmiah pada praktek akuntansi seringkali masih ditemui adanya
kesalahpahaman konsep oleh sebagian orang. Kesalahpahaman pertama terjadi pada konsep
tujuan penerapan pendekatan ilmiah itu sendiri. Beberapa pihak berpikir bahwa tujuan penerapan
pendekatan ilmiah ini akan menjadikan seorang akuntan serta merta juga menjadi seorang
ilmuwan, padahal akuntan adalah praktisi sementara ilmuwan adalah peneliti. Analogi untuk
membedakan kedua jenis profesi di atas dapat ditemukan di bidang kedokteran, yaitu ilmuwan
diwakili oleh peneliti masalah kedokteran sedangkan dokter merupakan perwujudan dari praktisi.
Para dokter akan menggunakan alat-alat atau tools dalam menghadapi permasalahan medis, yang
salah satu “alat” tersebut adalah hasil penelitian para peneliti di bidang kedokteran. Namun tidak
semua masalah medis dapat dijawab oleh hasil penelitian yang ada, karena biasanya hasil
penelitian tersebut bersifat umum, sedangkan masalah medis yang dihadapi dokter akan sangat
Oleh karena itu yang terpenting adalah para praktisi harus mengambil sikap ilmiah dalam
menghadapi setiap masalah yang muncul, yaitu adanya bukti yang kuat dalam mendukung
diagnosis dan perawatan yang dilakukan. Begitu pula dengan akuntan, adanya bukti empiris dan
penjelasan yang logis dalam mendukung praktek akuntansi harus digunakan sebagai dasar
pemberian rekomendasi metode akuntansi yang akan digunakan berdasarkan situasi dan bukti
yang ada. Dengan begitu orang akan lebih percaya dibandingkan rekomendasi yang hanya
didasari rasionalisasi yang masih dapat diperdebatkan. Kesalahpahaman kedua adalah adanya
anggapan bahwa kebenaran absolut akan didapatkan dengan penerapan pendekatan ilmiah pada
praktek akuntansi. Kesalahpahaman tersebut didasari pemikiran bahwa ilmu pengetahuan dapat
menunjukkan kebenaran absolut, yang argumen tersebut tidak benar adanya. Ilmu pengetahuan
digunakan untuk membantu manusia dalam menentukan logis atau tidaknya suatu pernyataan.
Ilmu pengetahuan tidaklah sempurna, dan tidak mungkin menemukan kebenaran absolut di
dalamnya. Sejarah menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan akan selalu berevolusi seiring
konstruksi teori auditing mengikuti perkembangan teori akuntansi meskipun ada jeda di antara
keduanya. Sumber-sumber awal auditing menunjukkan fokus terhadap masalah yang muncul
pada pelaksanaan audit, seperti deteksi kecurangan, penemuan kesalahan penerapan prinsip dan
verifikasi asal suatu akun. Pendekatan pragmatis dalam pengembangan teori auditing tampak
dalam tulisan-tulisan awal mengenai proses dan prinsip auditing. Pendekatan pragmatis terhadap
perkembangan teori audit dibuktikan dalam naskah awal yang menjelaskan proses dan prinsip-
prinsip audit.
Era normatif dalam teori akuntansi dan penelitian juga terjadi bersamaan dengan era pendekatan
normatif pada teori audit pada permulaan 1970-an, yang pada tahun tersebut American
permasalahan dari bukti dan menerbitkan position paper dalam ruang lingkup audit oleh akuntan.
Pertumbuhan teori akuntansi positif di tahun 1970-an diiringi dengan perubahan arah dalam
penelitian audit yang meskipun terpecah menjadi dua namun keduanya sama-sama memegang
teguh data empiris dan didesain dalam kerangka positif atau ilmiah. Eksperimentalis berfokus
pada pemahaman tingkat-kecil dari proses penilaian audit, yang berusaha mencari tahu
bagaimana auditor membuat penilaian dan keputusan sehingga mereka dapat memperkirakan
berikutnya yaitu riset audit empiris yang berkembang pada era ini menelaah pemilihan auditor
oleh perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat upah yang dibayarkan perusahaan
kepada auditor. De Angelo berpendapat bahwa kualitas audit secara garis lurus berhubungan
dengan ukuran perusahaan auditor karena auditor yang lebih besar memiliki resiko yang lebih
besar jika gagal melaporkan pelanggaran yang ditemukan dalam laporan milik klien.