Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PERPAJAKAN

“TIMBULNYA HUTANG PAJAK, PENAGIHAN PAJAK,HAPUSNYA HUTANG PAJAK

Dosen Pengampu :

Virmie Eka Putra, S.E., M.Si

Disusun Oleh :

NURJANNAH

C1C021225

AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang saat ini masih memberikan kita nikmat dan
kesehatan, sehingga saya dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
perpajakan 1 yaitu penulisan makalah tentang “Timbulnya hutang pajak, Penagihan
pajak,Hapusnya hutang pajak” dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tidak lupa selalu
kita haturkan kepada junjungan nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam terang benderang ini.Sekaligus pula saya
menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk bapak Dr. Wirmie Eka
Putra, S.E., M.Si., selaku dosen mata kuliah perpajakan 1 yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada saya guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Saya
juga berharap dengan sungguh-sungguh agar makalah ini mampu berguna serta bermanfaat
dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait dasar pemungutan pajak yang
berlaku.

Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna karena pengalaman dan pengetahuan saya sebagai penulis yang
terbatas. Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidaksama dengan pengetahuan pembaca lain.
Oleh sebab itu, saya benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat saya
perbaiki dan tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali lagi saya menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran dan kritik pembaca. Demikian saya ucapkan
terima kasih atas waktu anda telah membaca hasil makalah saya. Saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila dalam makalah saya terdapat perkataan yang tidak berkenan di
hati.

Jambi, 4 maret 2022

Nurjannah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................

1.1. Latar belakang.................................................................................


1.2. Rumusan.........................................................................................
1.3. Tujuan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................

2.1. Timbulnya Hutang Pajak ....................................................................


2.2. 1. Penagihan Pajak..................................................................................
2.3 2. Mekanisme Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ......................................
2.4 Hapusnya Hutang Pajak.........................................................................
2.4 1. Pemberdayaan/Pelunasan.....................................................................
2.4 2. Kompensasi.........................................................................................
2.4 3. Daluarsa.............................................................................................
2.4 4. Pembebasan.......................................................................................
2.4 5. Penghapusan......................................................................................

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................

3.1. Kesimpulan.........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Timbulnya Hutang Pajak

Timbul dan hapusnya utang pajak masih menjadi perbincangan hangat di antara para
praktisi. Pasalnya, belum ada penjelasan mengenai timbulnya utang pajak dalam undang-
udang sehingga terjadi perbedaan pendapat atau persepsi mengenai hal tersebut.

Penyebab Timbulnya Utang Pajak

Meski belum ada peraturan yang menjelaskan tentang timbulnya utang pajak, para praktisi
saat ingin menggunakan dua teori atau dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak.

1. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai pajak
yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya). Hal
ini terjadi jika pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem
pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus.
Kemudian fiskus akan mengirimkan surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus
dibayarkan kepada Wajib Pajak.

2. Ajaran Materil

Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan
seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang
memiliki utang pajak di antaranya:

a. Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan kegiatan impor atau ekspor,


serta bepergian ke luar negeri.
b. Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh
penghasilan, serta memiliki kendaraan bermotor
c. Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.

Jadi sampai saat ini, para praktisi menggunakan dua ajaran ini untuk menilai munculnya
utang pajak pada wajib pajak.
2.2 Penagihan Pajak

a. Dasar Hukum

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku
tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19
tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

b. Pengertian

Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penagihan) di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan
yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa
menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, masa pajak dan tahun pajak.

c. Defenisi Penagihan Pajak Menurut Para Ahli :

1. Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah
perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak
yang terutang.
2. Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian
tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.

Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Biaya
Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak.

d. Pejabat Dan Juru Sita Pajak

Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita


Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat
Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain
yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.

Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika
dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Tugas Jurusita
Pajak:

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus


2. Memberitahukan Surat Paksa
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah
4. Melaksanakan Penyitaan
5. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

2.2. 1. Prosedur Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui juru sita pajak
Negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan
melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang milik Wajib Pajak.
Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka
melakukan Law- Enforcement di bidang perpajakan. Namun langkah ini merupakan
langkahterakhir yang dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan.
Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:

1. Surat Teguran

Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh


fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai
dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat
teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan
Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak
yang tercantum dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu hari
dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya.

Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000 Pasal 5 ayat 2 menyatakan


bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggungpajak yang disetujui untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
2. Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau
kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh
tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Apabila
Wajib Pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.

Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang no. 19 tahun
2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang berbunyi: Surat paksa adalah surat
perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sedangkan menurut Rusdji
(2005:25), yaitu surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya
sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat
perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib
Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo. Surat paksa
diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya
sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya. Sebagai surat
yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki cirri-ciri dan kriteria tersendiri.
Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-undang no.19
tahun 1997 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian
kepalanya bertuliskan “Demi Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dalam Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnyaharus memuat:

1) Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

2) Dasar penagihan

3) Besarnya utang pajak

4) Perintah untuk membayar

Selain kriteria di atas, surat paksa juga mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan peradilan dan tidak
dapat digunakan untuk mengajukan banding.

2) Mempunyai kedudukan hukum yangsama dengan grosse akte, yaitu putusan


peradilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihannya.

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan.


Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau
surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat. Pasal 8 ayat 1 menerangkan tentang sebab-
sebab penerbitan surat paksa, yaitu:

1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telahditerbitkan


surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketikadan sekaligus

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam


keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

 Penanggung pajak

Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak,
apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai Salah satu ahli waris atau
pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

 Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik


modal

Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak tidak
dapat menjumpai salah seorang. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam
jangka waktu 2×24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat
perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak
mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa dan apabila Wajib Pajak dinyatakan
pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta
Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi,Surat
Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untukmelakukan pemberesan
atau likuidator.

3. Surat Penyitaan

Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebit lanjut setelah Surat Paksa. Surat
Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasidalam jangka waktu 2×24 jam
setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan atas
barang-barang Wajib Pajak. Dalam penagihan pajak dengan surat paksa, juru sita pajak
berwenang melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak. Untuk
melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur
yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai serta tempat
penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap
memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.

Menurut Undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Dengan Surat Paksa,
Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggungan
pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-
undangan.

Sedangkan penyitaan menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian tindakan dari juru sita pajak
yang dibantu oleh 2 orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan.

Undang-undang no.19 tahun 2000 Pasal 14 ayat 1 menjelaskan bahwa penyitaan dapat
dilaksanakan terhadap milik Wajib Pajak yang berada di tempat tinggal, di tempat usaha, di
tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk penguasaannya yang berada di tangan
pihak lain yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu,
berupa:

1) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor
tertentu

2) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka,


tabungan, saldo rekening koran ataupun bentuk lainnya.

Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh


penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya

b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
memasak yang berada di rumah

c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperbolehkan dari


Negara

d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan
alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan

e) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan


pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp
20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah
f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga
yang menjadi tanggungan. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang
telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap
barang yang telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan SuratPaksa kepada
Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam
sidang berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang
pajak.Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian
hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara
untuk tagihan pajak.

Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali
terhadap:

1) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang


suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak

2) Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut

3) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu


warisan

Penyitaan tambahan dapat dilaksakan apabila:

1) Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak

2) Hasil pelelangan barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak.

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dengan
didampingi oleh 2 orang saksi, penduduk Indonesia yang telah dewasa, yang dikenal juru
sita pajak dan dapat dipercaya(undang-undang No 19 tahun 2000 tentang Penagihan
dengan Surat Paksa). Tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan
pelunasan utang pajak dari penanggung pajak.

Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang
ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.Jika penanggung pajak
adalah badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus, kepala
perwakilan, kepala cabang, penanggung pajak, pemilik modal atau pegawai tetap
perusahaan.Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat ditempelkan di tempat umum dan
berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak
atas barang yang disita atau diberi segel sita. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai
barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak.Hal lainnya yang dapat disita diatur dengan peraturan pemerintah.Pencabutan sita
dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak
atau ber lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

4.Lelang

Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak tetapi belum melunasi biaya
penagihan pajak maka penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap
dapat dilakukan.

Pengertian lelang menurut Keputusan Menteri Keuangan no.13/KMK.01/2002, yaitu lelang


adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun media
elektronik dengan carapenawaran harga secara lisan dan tertulis melalui usaha
pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak
tidak melunasi kewajiban perpajakannya dan terhadap fiskus telah melakukan segala upaya
hukum agar Wajib Pajak atau penanggung pajak melunasi kewajiban perpajakannya dengan
jalan menyampaikan Surat Teguran, Surat Paksa dan melakukan penyitaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak
dapat dilelang oleh Kantor Lelang Negara.

Pengertian lelang menurut Rusdji (2005:26), yaitu setiap penjualan barang dimuka umum
dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui pengumpulan calon
pembeli.

a) Syarat-syarat lelang

Syarat yang terkandung dalam pengertian lelang adalah:

1) Lelang dilakukan dimuka umum

2) Lelang dilakukan berdasarkan hukum

3) Lelang dilakukan dihadapan pejabat

4) Lelang dilakukan dengan penawaran harga

5) Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat

6) Lelang ditutup dengan berita acara

b) Pejabat lelang dan fungsinya


1) Pejabat lelang atau juru lelang terdiri atas:

(a) Juru lelang juru kelas 1

 Pejabat pemerintah yang diangkat oleh menteri keuangan,khusus untuk


petugas lelang.
 Penerima uang kas negara, yang kepadanya ditugaskansebagai juru lelang.

(b) Juru lelang yang kedua


 Pejabat negara, pejabat lelang menjadi saksi terjadinyalelang, baik bagi
penjual pemiliki maupun pemegang yang menjabat pekerjaan yang
dikaitkan dengan jabatan juru lelang.
 Orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini.

2) Fungsi pejabat lelang atau juru lelang adalah :

(1) Sebagai pemimpin lelang

Pejabat lelang merupakan pejabat yang berwenangmelaksanakan lelang. Kepala Kantor


Pelayanan Pajak atauwakilnya yang ditujukan untuk menghadiri lelang hanya mendampingi
pejabat lelang

(2) Sebagai hakim juri dalam lelang.

Jika dalam pelaksanaan lelang terjadi kesalahpahaman atau ketidakjelasan atau terjadi
kericuhan, pejabat lelang harus bias mengatasi itu.

(3) Sebagai saksi dalam lelang

Pejabat lelang menjadi saksi terjadinya lelang, baik bagi penjual, pemilik maupun
pemegang kuasa atau pembeli.

(4) Sebagai comtable lelang.

Pejabat lelang melaksanakan tugas pemungutan uang untuk kasnegara berupa bea lelang
untuk penerimaan pajak tidak langsung lainnya dan uang miskin untuk penerimaan
Departemen Sosial.

c) Persiapan lelang

Sebelum dilaksanakan lelang, pejabat terlebih dahulu melakukan pengumuman mass


media.Pengumuman lelang ini diumumkan sekurang-kurangnya 14 hari setelah penyitaan.

a) Permintaan jadwal waktu dan tempat lelang


Jika setelah 14 hari sejak tanggal surat perintah pelaksanaan penyitaan wajib pajak atau
penanggung pajak belum juga melunasi hutang pajaknya maka pejabat mengajukan
permintaan penetapantanggal dan tempat pelelangan kepada Kantor Lelang
Negarasetempat.

b) Pengeluaran Surat Pemberitahuan

Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangansetelah mendapat kepastian


tentang tanggal dan tempat akandiselenggarakan pelelangan, maka juru sita pajak
segeramemberitahuan hal tersebut kepada wajib pajak atau penanggungpajak secara
tertulis dengan menyampaikan Surat Pemberitahuankapan dilaksanakan pelelangan atau
kesempatan terakhir kepadawajib pajak.

4) Pelaksanaan Lelang

Juru sita pajak datang ketempat dimana barang-barang sitaan ituakan dilelang untuk
mendampingi juru lelang. Sesaat sebelumpelelangan dimulai sebaiknya juru sita pajak
menanyakan kepada wajibpajak apakah utang pajaknya telah dilunasi, maka pelelangan
dibatalkandan apabila tidak maka pelelangan segera dilakukan. Juru lelangmengumumkan
kepada para calon pembeli tentang syarat-syarat apayang harus dipenuhi serta cara-cara
penawarannya. Wajib pajak berhakmenentukan urutan nama barang-barang yang disita
akan dilelang. Jikahasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak
ditambahdengan biaya penagihannya maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang
dikembalikan dengan segera dengan wajib pajak.Setelah selesai pelelangan, maka kantor
lelang, juru sita atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan melaporkan
kepada atasannya dengan membuat laporan hasil pelaksanaan lelang maka pengumuman
lelang dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam media masa, media cetak,
atau media elektronik yang bersangkutan.

5) Pembatalan Lelang

Apabila wajib pajak melunasi utang pajak serta biaya penagihannya sesudah
pengumuman lelang dimuat dimedia masa, media cetak atau media elektronik tetapi
sebelum pembatalan wajib pajak yang bersangkutan harus menunjukan bukti pembayaran
utang pajak dan penagihannya.
Tata Cara dan Waktu Penagihan Pajak

Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000 menguraikan hal-hal yang


berkaitan dengan tata cara dan waktu penagihan pajak sebagai berikut:

a. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan suratteguran


setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap
penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajaknya.

b. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
olehpenanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran, makaakan
diterbitkan Surat paksa

c. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar dilunasi olehpenanggung
pajak seteelah lewat waktu 2×24 jam sejak Surat Paksadiberitahukan, maka segera
akan diterbitkan Surat Perintah MelaksanakanPenyitaan (SPMP)

d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasioleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejaktanggal pelaksanaan
penyitaan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang

e. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasioleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejakpengumuman lelang,
akan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor
lelang.

Pencegahan dan Penyanderaan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak


tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan
terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya
sebesar Rp 100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Pencegahan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh
Menteri Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka
waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6bulan.

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan


menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan
hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh
Pejabat setelah mendapat ijin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah
Propinsi. Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang slama-lamanya 6
bulan.

Gugatan

Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam
hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan
nama baik dang anti rugi kepada Pejabat paling banyak Rp 5.000.000,00. Perubahan
besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala
Daerah. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 hari.

Permohonan Pembetulan Atau Penggantian

Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada


Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga
Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan. Dalam jangka waktu 7
hari sejak tanggal diterima permohonan tersebut, Pejabat harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu tersebut Pejabat tidak memberikan
keputusan, maka permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan
ditunda untuk sementara waktu.

Ketentuan Pidana

Penanggung Pajak dilarang:

Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewakan, meminjamkan,


menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yangtelah disita

Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk
pelunasan utang tertentu

Membebani barang bergerak yangtelah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk
pelunasan utang tertentu

Merusak, mencabut, atau menghilakngkan segel sita atau salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Penanggung pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling
laam 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00. Setiap orang yang dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan maka akan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu, dan denda paling banyak Rp
10.000.000,00.

Anda mungkin juga menyukai