Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini akan dijelaskan tentang kesesuain antara teori

dan kenyataan yang terjadi pada kasus yang diambil dan teori yang

mendukung. Didalam pengerjaan penulisan Study Kasus penulis

mendapatkan suka dan duka. suka dan duka dalam pembuatan study kasus

diantaranya mencari pasien untuk Study Kasus ibu hamil TM III dengan usia

kehamilan 30 minggu sangatlah susah, beberapa ibu hamil menolak untuk

dijadikan pasien Study Kasus degan alasan mau melahirkan dijawa, jadwal

atau waktu penulis dengan pasien terkadang bentrok pada saat pasien Studi

Kasus datang kunjungan ke BPM Suryamah penulis sedang bekerja sehingga

membuat penulis segera bergegas ke BPM Suryamah, cuaca di Indonesia

khususnya didaerah Karawang Jawa Barat yang tidak menentu ada suatu

kejadian pada saat penulis sedang dalam perjalanan ke BPM Suryamah untuk

kunjungan Nifas tiba-tiba hujan, Ny. I dan keluarga sangat kooperatif dalam

menerima dan memberikan informasi mengenai kondisi Ny.I, sikap saling

terbuka kepada penulis membuat penulisan tidak kesulitan dalam mencari

data Ny. I untuk penulisan Study kasus. Fakta dan kenyataan serta

ditambahnya opini yang luas dari penulis sebagai pendamping klien yang

melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari asuhan

kebidanan pada ibu hamil, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan keluarga

berencana pada Ny I dengan kasus anemia Ringan dan PEB di BPM

Suryamah.
128

4.1 Kehamilan

Anamnesa pertama kali dilakukan penulis dilakukan pada tanggal 12 April

2019 di BPM Suryamah, klien menyatakan bahwa usianya sekarang 26

tahun. Usia ini merupakan usia yang baik untuk bereproduksi. Ibu yang

melahirkan pada usia diatas 40 tahun, memiliki penyakit yang beresiko,

misalnya kelainan bawaan dan penyulit pada waktu persalinan yang

disebabkan oleh otot Rahim kurang baik untuk menerima kehamilan. Proses

reproduksi sebaiknya berlangsung pada ibu berumur antara 20 hingga 34

tahun karena jarang terjadi penyulit kehamilan dan persalinan (Prawirohardjo,

2014).

Pada teori dinyatakan bahwa pemeriksaan yang lengkap adalah K1, K2,

K3 dan K4. K merupakan singkatan dari kunjungan. Hal ini berarti minimal

dilakukan satu kali kunjungan antenatal pada trimester pertama, satu kali

kunjungan pada trimester kedua dan dua kali kunjungan antenatal pada

trimester ke tiga. (Manuaba, 2013). Sesuai dengan teori tersebut, Ny.I

dilakukan pemeriksaan antenatal 7 kali yaitu 2 kali pada trimester I, 2 kali

pada trimester II, 3 kali pada trimester III.

Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan memberikan kontribusi yang

sangat penting bagi proses dan output persalinan. Berat badan Ny. I sebelum

hamil adalah 55 kg dengan tinggi badan 155 cm. Berdasarkan hasil

pengukuran terakhir berat badan Ny. I adalah 69 kg dan kenaikan berat

badan selama kehamilan adalah 14 kg. Dari data yang didapatkan diatas

dapat dihitung dengan rumus, IMT = Berat badan (kg)/Tinggi badan (m)2.

IMT = 55 kg/(1,55)2 = 22.91 kg/m2. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan

bahwa ibu dalam kondisi normal berdasarkan IMT. Namun kenaikan berat
129

badan yaitu 14 kg, sesuai dengan rentang total kenaikan yang dianjurkan

yaitu 11,5 – 16 kg untuk kategori IMT normal (IMT 19,8 – 26) (Varney, 2004).

Pada pemeriksaan tekanan darah selama kunjungan antenatal yaitu

120/80 mmHg, tidak ditemukannya tekanan darah melebihi batas normal

pada Ny.S. Mengukur tekanan darah pada ibu hamil guna mendeteksi adanya

faktor risiko berupa hipertensi dalam kehamilan. Tekanan darah normal

120/80mmHg. Bila tekanan darah lebih besar atau sama dengan

140/90mmHg, ada faktor risiko hipertensi (tekanan darah tinggi) dalam

kehamilan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Pada pemeriksaan Lila (lingkar lengan atas) guna penilaian status gizi

didapatkan Lila ibu adalah 28,5 cm. Ambang batas LILA wanita usia subur

dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Bila < 23,5cm menunjukkan

ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (Ibu hamil KEK) dan beresiko

melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Kementerian Kesehatan RI,

2016). Sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu tidak termasuk ke

dalam klasifikasi KEK (kekurangan energi kronis).

Pada pemeriksaan antenatal dilakukan pemeriksaan palpasi abdomen

yang mencangkup manuver leopold untuk mendeteksi keadaan letak janin.

TFU Ny.I pada usia kehamilan 32 minggu 3 hari adalah 26 cm, usia kehamilan

34 minggu 3 hari 28 cm, usia kehamilan 38 minggu 5 hari 33 cm. Sesuai

dengan teori Manuaba (2013) panjang fundus uteri pada usia kehamilan 28

minggu adalah 25 cm, usia kehamilan 32 minggu adalah 27 cm, dan usia

kehamilan 36 minggu panjangnya 30 cm. Selama kehamilan TFU

Ny.Imengalami peningkatan sehingga keadaan dan letak janin dalam keadaan

baik. Hal tersebut juga didukung oleh pemeriksaan USG pada kunjungan

antenatal keempat, bahwa janin dalam keadaan baik. Dari pengukuran tinggi
130

fundus uteri dapat menghitung taksiran berat janin dengan menggunakan

rumus Johson-Tausack = (mD-N)x155 (Salmah, 2006). Taksiran berat janin

yang didapatkan saat usia kehamilan 38 minggu dan sudah masuk pintu atas

panggul, dengan tinggi fundus uteri 33 cm adalah 3255 gram. Keadaan ini

masih dalam batas normal sesuai dengan teori yang menyatakan berat badan

bayi lahir normal adalah 2500 gram – 4000 gram (Prawirohardjo, 2014).

Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mengetahui denyut jantung

janin. Selama pemeriksaan kehamilan denyut jantung janin dalam kondisi

normal. Pada kunjungan pertama didapatkan 148 x/menit, kunjungan kedua

148 x/menit, dan kunjungan ketiga 146 x/menit. Hasil pemeriksaan ini masih

sesuai dengan teori yang menyatakan denyut jantung janin normal ialah 120-

160 x/menit (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Ny.I melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

Laboratorium pada tanggal 12 April 2019 di Puskesmas Klari. Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb ibu sebesar 9,8 gr/dl. Dari hasil

pemeriksaan Hb klien, klien dapat dikatakan mengalami anemia ringan.

Karena batasan anemia pada ibu hamil yaitu memiliki Hb < 11 gr/dl pada

trimester ke III (Kilpatrick, 2010). Setelah dikaji oleh penulis didapatkan klien

tidak mengetahui manfaat dari vitamin penambah darah yang diberikan bidan

sebelumnya, klien tidak mengetahui cara meminum vitamin penambah darah,

vitamin penambah darah hanya diminum pada saat klien mengingat. Penulis

memberikan edukasi kepada klien diantaranya : tentang apa itu anemia dalam

kehamilan, bahaya anemia dalam kehamilan, manfaat dari vitamin penambah

darah, bagaimana mengonsumsi vitamin penambah darah, dan nutrisi yang

dapat meningkatkan HB klien.


131

Keluhan Ny.I selama hamil yang berhubungan dengan perubahan

fisiologis yaitu nyeri pinggang dan sering berkemih, hal ini merupakan hal

yang fisiologis pada kehamilan trimester ke III. Sering berkemih dikeluhan

sebanyak 60% oleh ibu selama kehamilan akibat dari meningatnya laju Filtrasi

Glomerolus. Keluhan sering berkemih karena tertekannya kandung kemih oleh

uterus yang semakin membesar dan menyebabkan kapasitas kandung kemih

berkurang serta frekuensi berkemih meningkat (Sandhu, dkk, 2009). Rasa

nyeri pada bagian punggung ibu dialami oleh 20%-25% ibu hamil, keluhan ini

dimulai pada usia 24 minggu sampai menjelang persalinan (James et al,

2006). Setelah dikaji oleh penulis didapatkan klien tidak mengetahui bahwa

keluahan klien seperti nyeri pinggang dan sering berkemih termasuk

perubahan fisiologis pada kehamilan trimester ke III, penulis memberikan

pendidikan kesehatan kepada klien mengenai apa itu perubahan fisiologis

kehamilan trimester ke III, penulis menyarankan kepada klien untuk istirahat

yang cukup, olahraga pagi seperti jalan santai untuk mengurangi kekakuan

pada sendi klien, mengkompres dengan menggunakan air hangat di bagian

pinggang ibu untuk mengurangi nyeri pinggang, dan menganjurkan ibu untuk

minumlebih banyak di pagi, siang, dan sore hari ketimbang dimalam hari.

Penulis memberikan pendidikan kesehatan mengenai tanda-tanda

bahaya pada kehamilan seperti perdarahan dari jalan lahir, gerakan janin tidak

terasa, nyeri perut hebat, demam, sakit kepala, pandangan berkunang-

kunang, bengkak dibagian wajah dan tangan, nyeri ulu hati (Kementrian

Kesehatan RI, 2015). Selama kehamilan tidak ditemukan adanya tanda-tanda

bahaya kehamilan pada ibu.

Sesuai dengan program Kementrian Kesehatan (2016) mengenai

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), Ny.I berencana


132

ingin melahirkan di BPM Suryanah didampingi oleh suami, menggunakan

kendaraan motor/mobil untuk menuju BPM, biaya ditanggung oleh Ny.I dan

Tn.A. dan Ny.I dan Tn A juga sudah mempunyai BPJS.

Selain P4K, program Kementrian Kesehatan yang termasuk ke dalam

10 T yaitu perencanaan KB, setelah klien dijelaskan mengenai jenis-jenis KB

klien memilih untuk menggunakan konrasepsi jenin nonhormonal yaitu KB

MAL setelah masa nifasnya selesai.

4.2 Persalinan

Pada tanggal 04 Juni 2019 pukul 21.00 WIB Ny. I datang ke

Puskesmas Klari ditemani oleh suami. Klien mengatakan mules-mules sejak

pukul 13.00 WIB. Pada pemeriksaan TTV didapatkan Td 150/90 mmHg, Nadi

80 x/menit, respirasi 20 x/menit. Ditemukan tekanan darah dan hasil protein

(+1) Ny.I segera dilakukan pemberian therapy obat dosis awal MgSO4 4 gram

IV (10 ml MgSO4 konsentrasi 40% + 10 ml aquades dalam 10 menit),dosis

rumatan MgSO4 6 gram drip (15 ml MgSO4 konsentrasi 40%) dalam RL 500 cc

selama 6 jam ,memberikan obat antihipertensi Nifedipin atas intruksi dokter

spesialis obstetric dan ginekologi puskesmas klari. Pre eklampsia ringan

Mengalami kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg atau > 90 mmHg dalam

2X pengukuran berjarak 1 jam, proteinuria (+1). (Astuti 2012). Menurut

penulis bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan yang terjadi

pada Ny. I , faktor stress menghadapi persalinan anak pertama dapat

meningkatkan terjadinya hipertensi dan proteinuria. Penulis memberikan

support untuk klien dan tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri yang

diderita klien.

Pada pemeriksaan dalam, didapatkan ibu sudah masuk kala I fase aktif

yaitu pembukaan 4 cm. Sesuai dengan teori bahwa persalinan dimulai


133

(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks

(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara

lengkap.Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan

perubahan serviks (Depkes RI, 2008). Ny.I di rujuk di RSU Fikri pukul 22.00

WIB dengan menggunakan BAKSOKUDO.

Pada tanggal 05 Juni 2019 pukul 04.00 WIB Ny.I mengatakan merasa

sangat mulas yang semakin sering dan terasa lemas. Berdasarkan

pemantauan persalinan dengan menggunakan partograf yang dilakukan oleh

penulis, partograf belum melewati garis waspada dengan pembukaan 10 cm,

kontraksi 4 kali dalam 10 menit dengan lama kontraksi 50 detik. Hal tersebut

sesuai dengan fisiologis persalinan yaitu Dari pembukaan 4 hingga mencapai

pembukaan 10 cm, sekitar 6 jam (WHO, 2013). Hal tersebut berarti

pembukaan serviks pada fase aktif rata-rata adalah 1 cm perjam. Bila

pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi masih kurang 3

kali dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40 detik, pikirkan diagnosa

inertia uteri (Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2016).

4.3 Bayi Baru Lahir (BBL)

Setelah bayi Ny. I lahir, langsung dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

bersama ibu dengan meletakkan bayi diatas ibu dengan posisi telungkup tanpa

menggunakan baju agar terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi, bayi diselimuti

badan dan ujung kaki bayi sebagai upaya pencegahan kehilangan panas,

selama satu jam pertama dan IMD telah berhasil terbukti dengan bayi tampak

mencari puting susu ibu (Depkes, 2008). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Fikawati (2003), Inisiasi Menyusu Dini akan menentukan

kesuksesan menyusui selanjutnya, karena ibu yang memberikan ASI dalam


134

satu jam pertama setelah melahirkan mempunyai peluang 2-8 kali lebih besar

untuk memberikan ASI eksklusif. Kontak awal ini merupakan periode sensitif,

sehingga apabila terlambat, perkembangan anak dan keberhasilan menyusui

akan terganggu.

Pada kunjungan neonatus pertama, penulis melakukan kunjungan 2

jam. Setelah dilakukannya IMD selama 1 jam, selanjutnya penulis melakukan

antropometri dan pemeriksaan fisik secara lengkap terhadap bayi baru lahir.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap bayi Ny. I didapatkan bahwa

berat badan bayi Ny. I sebesar 3500 gram, hal tersebut menunjukkan bahwa

berat badan bayi Ny. I termasuk normal. Sesuai dengan ciri-ciri bayi baru lahir

normal menurut Pawirohardjo (2014) bahwa berat badan bayi baru lahir normal

ialah berkisar dari 2500 gram – 4000 gram. Panjang badan bayi Ny. I ialah 50

cm, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vivian Nanny (2010) bahwa

panjang badan bayi baru lahir normal ialah 48 cm – 52 cm. Selain berat badan

dan panjang badan, pemeriksaan antropometri lain yang diperiksa adalah

lingkar kepala dan lingkar dada, dari pemeriksaan dihasilkan bayi Ny. I

memiliki lingkar kepala 33 cm dan lingkar dada 34 cm, hasil pemeriksaan

menunjukkan bahwa bayi Ny. I termasuk normal dikarenakan menurut teori

bahwa lingkar kepala dan lingkar dada bayi baru lahir normal ialah 33-35 cm,

dan 30 -38 cm (Nanny, 2010).

Selain pemeriksaan antropometri, penulis juga melakukan pemeriksaan

fisik pada bayi Ny. I berdasarkan pemeriksaan didapatkan hasil bahwa bayi

Ny. I dalam keadaan normal, hal ini sesuai dengan teori bahwa bunyi jantung

normal 120-160 x/menit, pernapasan pada menit pertama sekitar 40-60

kali/menit, kulit kemerah-merahan, licin dan diliputi verniks caseosa, rambut

lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku telah
135

agak panjang dan lemas, pada alat genetalia testis sudah turun dan berbagai

refleks telah terlihat baik (Mitayani, 2010).

Bayi Ny. I diberikan salep mata chlorampenicole 1% pada kedua

konjungtiva mata, yang berguna untuk mencegah penularan infeksi dari ibu ke

bayi. Sesuai dengan teori, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata.

Pemberian obat mata eritromosin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk

pencegahan penularan infeksi (Kementrian Kesehatan, 2014). Penulis juga

memberikan vitamin K setelah 1 jam persalinan pada 1/3 paha luar kiri.

Menurut teori, semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K untuk mencegah

perdarahan pada otak akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh

sebagian BBL (Depkes, 2008). Penulis juga melakukan perawatan tali pusat

seperti menjaga tali pusat dalam kondisi kering dan bersih, hal ini sesuai

dengan asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi baru lahir (IDAI, 2016).

Bayi Ny. I juga diberikan imunisasi HB-0 yang pertama kali pada paha 1/3

paha kanan secara I.M dengan dosis 0,5 cc. Imunisasi HB-0 bermanfaat untuk

mencegah infeksi hepatitis B pada bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.

Dalam buku kesehatan Ibu dan Anak (2016) yang menyatakan bahwa

pemberian imunisasi HB-0 adalah saat bayi berusia 0-7 hari.

Pada kunjungan neonatus usia 30 hari (4 Juli 2019), klien datang ke

BPM Suryamah, pada kunjungan ini ibu mengatakan bahwa bayi akan

imunisasi yang kedua yaitu BCG dan Polio 1 di BPM Suryamah. Hal ini sesuai

dengan teori bahwa jadwal pembeian imunisasi BCG dan Polio 1 pada usia

bayi 1 bulan (Kemenkes RI, 2016). Penulis memberikan asuhan sesuai dengan

kebutuhan bayi baru lahir normal pada umumnya seperti memeriksa tanda-

tanda vital bayi, pemeriksaan berat badan, mengamati tanda bahaya pada

bayi, mengamati cara bayi menyusu, mengingatkan kembali mengenai tanda


136

bahaya pada bayi dan mencuci tangan yang benar. Pada pemeriksaan berat

badan didapatkan hasil 4200 gram, hal tersebut menunjukkan terjadinya

kenaikan berat badan sebanyak 1300 gram pada bayi Ny.S. Sebagian besar

bayi tumbuh dengan cepat setelah kembali ke berat lahir terutama selama

masa pacu tumbuh pada hari ketujuh sampai kesepuluh dan antara minggu

ketiga dan keenam. Rerata pertambahan berat badan adalah 20-30 gram per

hari sehingga pada usia satu bulan berat badan mencapai 4 kilogram (IDAI,

2016).

Selama penulis melakukan kunjungan baik kunjungan di RS Fikri, BPM

Suryamah ataupun kunjungan rumah pada KN 2, KN 3, dan KN 4 tidak

ditemukannya tanda bahaya bayi baru lahir seperti, sulit bernapas atau lebih

dari 60 kali/menit, suhu terlalu tinggi (>38oC) atau terlalu dingin (< 36oC), kulit

bayi kuning (terutama 24 jam pertama), biru, pucat atau memar, hisapan saat

menyusui lemah, rewel, sering muntah, tali pusat memerah, bengkak, keluar

cairan dan berdarah, tanda-tanda infeksi seperti suhu tubuh meningkat, merah,

bengkak, bau busuk, keluar cairan dan pernapasan sulit, tidak BAB dalam 3

hari, tidak BAK dalam 24 jam, tinja lembek/encer, berwarna hijau tua ada lendir

atau darah, menggigil, rewel, lemas, mengantuk, kejang, dan menangis terus-

menerus (Saifuddin, 2006).

4.4 Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan, masa

perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat

kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40

hari pascapersalinan (Jannah, 2011).

Penulis melakukan kunjungan masa nifas pada 6 jam, 3 hari, 2 minggu,

dan 6 minggu. Dengan tujuan memonitor masa nifas klien, dan mendeteksi
137

apakah adanya gangguan yang dirasakan oleh klien pada masa nifas serta

menginformasikan tentang KB. Sesuai dengan teori bahwa kunjungan masa

nifas diperlukan dengan tujuan, mendeteksi adanya perdarahan masa nifas,

melaksanakan skrining secara komprehensif, memberikan pendidikan

kesehatan diri, memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan

payudara dan konseling mengenai KB (Siti Soleha, 2009).

Sesuai dengan ketetapan Kementrian Kesehatan tahun 2016 bahwa

kunjungan nifas dilakukan sebanyak minimal 4 kali, yaitu kunjunga nifas

pertama pada usia 6 jam, kunjungan nifas kedua pada usia 6 hari, kunjungan

nifas ke tiga pada usia 2 minggu dan kunjungan nifas keempat pada usia 6

minggu (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Penulis telah melakukan empat kali

pemeriksaan nifas, yaitu pada nifas usia 6 jam, 3 hari, 2 minggu dan 6 minggu

setelah persalinan. Penulis melakukan kunjungan nifas sebanyak empat kali

sesuai dengan program yang ditetapkan oleh pemerintah.

Masa nifas Ny.I berlangsung normal, keadaan umum dan tanda-tanda

vital dalam batas normal. Proses involusi uteri pada Ny. I berlangsung normal

pada 6 jam postpartum TFU setinggi 2 jari dibawah pusat, pada hari ke 3 post

partum TFU teraba pertengahan pusat simpisis, pada hari ke 14 atau 2 minggu

postpartum TFU sudah tidak teraba, dan pada 6 minggu post partum besar

uterus sudah kembali ke bentuk semula. Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Prawirohardjo (2014),

Involusi TFU Berat Uterus


Bayi lahir Sepusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
Pertengahan pusat
1 minggu 500 gram
simpisis
2 minggu Tak teraba 350 gram
Berukuran normal seperti
6 minggu 50 gram
semula
138

Pada masa nifas ibu memiliki keluhan pada pola eliminasi, BAB yang

tidak teratur dan konsistensi yang sedikit keras yang muncul pada hari ke 3

masa nifas sedikit membuat ibu terganggu. Penulis telah menyarankan untuk

tetap mengonsumsi makanan yang dapat memperlancar proses eliminasi

BAB, dan tetap memenuhi hidrasi agar tidak terjadi dehidrasi. BAB yang tidak

teratur pada masa nifas nyatanya adalah hal yang wajar dikarenakan terdapat

perubahan pada sistem pencernaan. Hal ini disebabkan karena pada waktu

melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon

menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan

(dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air

besar kembali teratur dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat

dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2

atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau glyserin spuit atau

diberikan obat yang lain (Saleha, 2009).

Lokhea adalah secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada

masa nifas (Prawirohardjo, 2014). Pada pengeluaran lokhea Ny.I berlangsung

fisiologis yaitu pada pemeriksaan nifas pertama yaitu 6 jam postpartum,

pengeluaran lokhea pada Ny. I adalah lokhea rubra dengan warna

kemerahan. Pada pemeriksaan nifas kedua yaitu 3 hari post partum,

pengeluaran lokhea pada Ny.I adalah lokhea Sanguinolenta dengan warna

merah kuning berisi darah dan lendir, pada pemeriksaan nifas ketiga yaitu 2

minggu postpartum, pengeluaran lokhea Ny.I adalah lokhea serosa dengan

warna kuning kecokelatan, dan pada pemeriksaan nifas keempat yaitu 6

minggu post partum pengeluaran lokhea Ny.I adalah lokhea alba.

Berdasarkan hasil pemantauan lokhea, dapat disimpulkan bahwa Ny.I


139

memiliki pengeluaran lokhea yang fisiologis. Hal ini sesuai teori

(Prawirohardjo, 2014).

Proses adaptasi psikologi ibu berjalan dengan baik, pada nifas hari

pertama ibu hanya mengalami periode taking in, yaitu Ny.I masih merasa

mulas, nyeri, kurang tidur, dan kelelahan. Berdasarkan teori, Fase ini

merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari pertama

sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri,

sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya (Ambarwati, 2008). Asuhan

yang diberikan kepada ibu yaitu istirahat yang cukup dan komunikasi yang

baik.

Setelah melewati fase taking in, ibu akan menjalani fase taking hold

yang berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan, dimana pada fase ini ibu

merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam

perawatan bayinya (Ambarwati, 2008). Ny.I masih merasa canggung untuk

mengurus bayinya, terlebih ibu masih sedikit terasa nyeri luka operasi,

terkadang Ny.I meminta bantuan orang tuanya untuk sekedar memandikan

atau menjemur bayinya dibawah sinar matahari pagi. Penulis selalu

memberikan dorongan semangat kepada Ny.I agar mampu mengurus bayinya

secara efisien, selain mengurus bayi ibu juga harus merasa cukup dengan

pola istirahatnya serta tidak lupa penulis mengingatkan untuk selalu menjaga

personal hygiene, perawatan luka, penkes gizi, cara menyusui yang benar.

Setelah berhasil melewati fase taking hold, ibu memasuki fase ketiga

yaitu fase letting go. Dimana difase inilah ibu mulai menerima tanggungjawab

akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi

peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan
140

peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.

Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi (Ambarwati,

2008). Ny.I selalu dibantu oleh suaminya dalam mengurus buah hatinya,

isalnya dalam hal menggantikan popok, ataupun menggendong bayi untuk

disendawakan.

Selama masa nifas, proses laktasi berjalan dengan baik dan tidak

terjadi pembengkakan pada payudara ibu. Segera setelah lahir, penulis

menganjurkan agar ibu memberikan hanya ASI saja tanpa makanan atau

minuman tambahan apapun. Penulis juga memberikan pujian kepada ibu

karena hingga pada kunjungan nifas ke 6 minggu ibu masih tetap

memberikan ASI kepada bayinya dan bertekad akan memberikan ASI Ekslusif

hingga bayi berusia 6 bulan. Penulis juga memberikan penkes mengenai

manfaat dari pemberian ASI, sesuai dengan teori yang dikemukakan, Air Susu

Ibu (ASI) mempunyai sifat melindungi bayi terhadap infeksi seperti gastro

enteritis, radang jalan pernafasan dan paru-paru, otitis media, karena air susu

ibu mengandung lactoferrin, lysozyme dan immune globulin A (Prawirohardjo,

2014).

Penulis juga memberikan konseling tentang penggunaan KB,

memberitahu jenis-jenis KB serta manfaat dari penggunaan KB. Ny.I

memutuskan ingin menggunakan kontrasepsi MAL setelah masa nifasnya

usai, Ny.I memilih MAL. Berdasarkan teori, kunjungan 6 minggu setelah

persalinan, asuhan yang diberikan adalah memberikan konseling KB secara

dini (Kemenkes 2014).

Anda mungkin juga menyukai