Anda di halaman 1dari 21

DESAIN INOVASI EVIDENCE BASED PRACTICE RELAKSASI OTOT

PROGRESIF TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI


RUANG DAHLIA RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

YAYANG SAVITA

P1337420921186

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN – POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENKES SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan YME, Karena atas karunia-Nya Proposal Desain Inovatif
yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kecemasan Pada Pasien
Pre Operasi di Ruang Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya” ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih meskipun tak
sebanding dengan apa yang diterima oleh penulis kepada :
1. Kurniati Puji Lestari, SKp, M.Kes, selaku Pembimbing Akademik praktik klinik stase
Keperawatan Dasar Profesi.
2. Ria Asihai, S.Kep., Ns, Clinic al Instructor praktik klinik stase Keperawatan Dasar
Profesi.
3. Semua rekan yang mengikuti praktik klinik stase keperawatan dasar profesi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, segala kesalahan hanya milik
penulis semata. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Palangka Raya, 21 Maret 2022


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER .................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................


A. Latar Belakang ............................................................................................................
B. Tujuan .........................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................


A. Pengertian ...................................................................................................................
B. Mekanisme ..................................................................................................................
C. Manajemen ...........................................................................................................................
D. Teknik/ Cara .........................................................................................................................

BAB III METOLOGI ...........................................................................................................


A. Topik ...........................................................................................................................
B. Subtopik ......................................................................................................................
C. Kelompok ....................................................................................................................
D. Tujuan Umum .............................................................................................................
E. Tujuan Khusus.............................................................................................................
F. Waktu ..........................................................................................................................
G. Tempat ........................................................................................................................
H. Media/Alat yang Digunakan ........................................................................................
I. Prosedur Operasional Tindakan yang Dilakukan……………………………………….
J. Referensi……………………………………………………………………………….

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang
ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis. Individu yang
mengalami gangguan ansietas dapat mengalami perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa
alasan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali
peristiwa traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan (Sheila,
2012).

Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan tindakan yang mendatangkan


kecemasan. Beberapa studi menyatakan 60% - 80% pasien yang akan menjalani operasi akan
mengalami kecemasan praoperatif dalam berbagai tingkatan. Menurut penelitian Sabarina
Sitepu (2016) tingkat kecemasan pre operasi ringan mencapai 43,7%, pasien pre operasi dengan
tingkat kecemasan sedang mencapai 18,8% dan untuk pasien pre operasi dengan tingkat
kecemasan berat mencapai 12,5%. Peningkatan kecemasan praoperatif ini dapat menimbulkan
respon patofisiologi yang merugikan seperti hipertensi dan disritmia, peningkatan dosis obat-
obat anestesi untuk mencapai tahap unconsciousness, sehingga dapat berpengaruh pada
peningkatan kebutuhan obat analgesia post operatif dan pada akhirnya akan menurunkan
tingkat kepuasan pasien secara keseluruhan terhadap pelayanan perioperatif (Jlala, 2010).
Kecemasan yang tidak mendapatkan intervensi dapat menyebabkan ketegangan karena
kecemasan merupakan suatu ketegangan yang ditimbulkan dari stres (mendapatkan stressor),
selain itu akan mengganggu dalam proses preanestesi maupun durante anestesi, gangguan yang
timbul yaitu berupa respon fisiologi yang berlebihan cenderung menyulitkan dan
mempengaruhi tindakan anestesi, respon-respon tersebut dapat mempengaruhi sistem tubuh
seperti kardiovaskuler yang dapat menyebabkan palpitasi, jantung berdebar, tekananan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. Pada sistem
pernafasan pasien akan mengeluh dan merasakan nafas cepat, sesak nafas, dada merasa
tertekan, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik terengah-engah
(Stuart, 2013). Kecemasan juga dapat meningkatkan respon terhadap neuromuskuler yang dapat
membahayakan keselamatan pasien, respon yang berlebihan seperti peningkatan reflek, reaksi
terkejut, tremor, tegang, gerakan yang janggal serta peningkatan respon nyeri punggung, yang
menuntut kehati-hatian terhadap pelaksanaan tindakan anestesi spinal, karena risiko pasien
cedera atau patahnya jarum spinal / spinocan akan meningkat pada situasi seperti ini (Sheila,
2012). Intervensi keperawatan mandiri diperlukan guna menurunkan kecemasan.

4
Penatalaksanaan keperawatan mandiri berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia untuk tindakan menurunkan kecemasan salah satunya yaitu teknik relaksasi (SIKI,
2018). Terapi yang dilakukan dapat berupa meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta
relaksasi progresif. Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi tetapi hanya memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan sehingga mendapatkan
perasaan rileks. Teknik ini memaksa individu untuk berkonsentrasi pada ketegangan ototnya
dan kemudian melatihnya untuk relaks. Teknik relaksasi otot progresif dapat memberikan efek
menenangkan pada kecemasan. Keadaan otot seorang yang mengalami kecemasan akan lebih
tegang sehingga saraf simpatis menjadi aktif. Relaksasi ini mempunyai efek menenangkan
sehingga tubuh menjadi lebih ringan.

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik ingin menerapkan hasil penelitian pada pasien
pre operasi di ruangan Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya. Penelitian ini penting
untuk dilakukan karena Progressive Muscle Relaxation dapat memberikan pengaruh yang
sangat besar pada psikologis pasien yaitu berupa penurunan tingkat kecemasan karena hal
tersebut akan berkaitan erat dengan kenyamanan pasien

B. Tujuan

1. Umum
Menganalisis pengaruh relaksasi otot progresif terhadap status kecemasan pada pasien pre
operasi.
2. Khusus
a. Mengetahui status kecemasan pasien pre operasi sebelum dilakukan intervensi relaksasi
otot progresif.
b. Mengetahui status kecemasan setelah dilakukan intervensi intervensi relaksasi otot
progresif.
c. Menganalisis pengaruh status kecemasan terhadap intervensi relaksasi otot progresif.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori

A. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan


ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tetapi tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu
tetapi dalam batas-batas normal (Hawari, 2013). Kecemasan adalah sekelompok kondisi
yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku,
emosional dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan ansietas dapat mengalami
perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang beralasan terhadap objek
atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan,
mengalami kembali peristiwa traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan
atau berlebihan (Sheila, 2012). Operasi atau tindakan medis pada umumnya menimbulkan
rasa takut pada pasien. Baik operasi besar maupun operasi kecil merupakan stresor yang
dapat menimbulkan reaksi stres, kemudian diikuti dengan gejala-gejala kecemasan,
ansietas atau depresi (Muttaqin, 2011).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah


respon psikologis terhadap stres yang mengandung komponen fisiologis dan psikologis,
perasaan takut atau tidak tenang yang tidak diketahui sebabnya. Kecemasan terjadi ketika
seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologik seperti harga diri,
gambaran diri atau identitas diri

B. Klasifikasi Kecemasan

Tingkat kecemasan dibagi menjadi empat. Menurut Asmadi (2011) tiap tingkat
kecemasan mempunyai karakteris atau manifestasi yang berbeda satu sma lain. Manifestasi
kecemasan yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, pemahamn dalam
menghadapi ketegangan, harga diri,dan mekanisme koping yang digunakan.

6
1. Kecemasan Ringan

Karakteristik :

a. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari

b. Kewasapadaan meningkat

c. Presepsi terhadap lingkungan meningkat

d. Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.

e. Respon fisiologis sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat
sedikit, gejala ringan pada lambung

f. Respon Kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada


masalah, menyelesaikan masalah secara efektif dan terangsang untuk melakukan
tindakan

g. Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,
dari suara kadang-kadang meninggi

2. Kecemasan Sedang

a. Respon fisiologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol, dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, sering
berkemih dan letih

b. Reson kognitif : memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan


mengesampingkan yang lain, lapang presepsi menyempit, dan rangsangan dari
luar tidak mampu diterima

c. Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara
banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman

3. Kecemasan Berat

a. Individu cenderung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang lain

b. Respon fisiologis : nafas pendek, nadidan tekanan darah naik, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan kabur, serta tampak tegang

7
c. Respon kognitif : tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.

d. Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan komunikasi


menjadi terganggu (verbalitas cepat)

C. Mekanisme Kecemasan

Neurotransmitter adalah bahan kimia pembawa pesan didalam otak yang mengatur
perasaan dan pikiran seseorang. Masalah kecemasan berkaitan dengan fungsi pembawa
pesan di otak yang berhubungan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter atau kimiawi
otak. Pemajanan stressor mengakibatkan stimulus pada sistem saraf pusat yang pada
akhirnya akan merangsang sistem kelenjar sebagai respon fisiologis tubuh baik secara
menyeluruh maupun lokal. Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan
kecemasan berdasarkan penelitian adalah Norephinephrin (NE), serotinin,
gammaaminobutyric (GABA). Sistem norephinephrin merupakan pikiran yang
menjembatani respon flight-flight, dihubungkan dengan neurotransmiter ke struktur lain
dari otak yang berhubungan dengan kecemasan yaitu amigdala, hipokampus dan korteks
cerebral (berfikir, menginterpretasikan dan perencanaan). Disregulasi serotinin akan
memainkan peran sebagai penyebab dari kecemasan seseorang yang mempunyai
mempunyai pengalaman gangguan memiliki reseptor 5-HT hipersensitifitas. Aktivitas
neurotransmiter gammaaminobutyric (GABA), mengontrol aktivitas neuron pada bagian
otak yang bertanggung jawab memproduksi terjadinya kecemasan. Dalam kehidupan
sehari-hari individu berespon terhadap stressor dimana keadaan tersebut akan dihadapkan
dengan berbagai ansietas (kecemasan) yang selalu berada dalam rentang respon dari
ringan, sedang,berat sampai panik (Stuart, 2012).

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis,


perilaku, kognitif dan efektif secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Respon fisiologis pada
kardiovaskuler yaitu palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, pingsan. Pada sistem
pernapasan akan menimbulkan napas cepat , napas pendek, sensasi tercekik, tekanan pada
dada. Pada neuromuskular adalah mata berkedipkedip, tremor, wajah tegang, kaki goyah,

8
gerakan yang janggal, dan kelemahan umum. Pada kulit akan menimbulkan wajah pucat,
berkeringat seluruh tubuh, wajah memerah dan panas dingin. Sedangkan respon perilaku
yaitu kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, kurang koordinasi dan bicara cepat. Untuk
respon kognitif yang ditimbulkan adalah gangguan perhatian, konsentrasi buruk,
kebingungan, takut cidera atau kematian dan mimpi buruk, sedangkan respon afektif yang
ditimbulkan adalah kegelisahan, ketegangan, ketakutan, frustasi mati rasa dan
ketidakberdayaan.

D. Manajemen Kecemasan

Mengingat dampak kecemasan pada pasien operasi/pembedahan dapat


menggganggu pelaksanaan operasi dan anestesi, maka perlu dilakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan tersebut yaitu dapat dilakukan dengan teknik farmakologi dan non
farmakologi. Teknik farmakologi merupakan teknik yang dilakukan dengan cara
pemberian obat-obatan atau medikasi. Terapi obat untuk gangguan ansietas
diklasifikasikan menjadi antiansietas yang terdiri dari ansiolitik. Transquilizer minor,
sedatif, hipnotik dan antikonfulsan (Donsu, et al. 2015). Sedangkan teknik non
farmakologis untuk menurunkan kecemasan yaitu dengan teknik relaksasi dan distraksi.
Adapun teknik relksasi ini merupakan teknik yang dapat membuat pikiran dan tubuh
menjadi rilek. Selain itu, relaksasi dapat membantu mencegah dan meminimalkan gejala
fisik akibat stres. Ada beberapa teknik relaksasi yang digunakan antara lain: pernafasan
diafragma, relaksasi otot progresif, pelatihan otot genik, latihan fisik meditasi dan
imaginasi mental (Sahrudi, 2021).

Terapi relaksasi otot progresif adalah salah satu teknikyang khusus didesain untuk
membantu meredakan ketegangan otot yang terjadi ketika sadar (Sahrudi, 2021). Relaksasi
otot progresif menurut Jcobson adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan
digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan dan mengalami rasa nyaman
tanpa tergantung pada hal/subjek diluar dirinya. Relaksasi otot progresif ini digunakan
untuk melawan rasa cemas, stress, atau tegang. Dengan menegangkan dan melemaskan
beberapa kelompok otot dan sensasi tegang dan rileks, seseorang bisa menghilangkan
kontraksi otot dan mengalami rasa rileks (Indriana, 2014). Teknik relaksasi otot progresif

9
adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi tetapi hanya
memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang
kemudian menurunkan ketegangan sehingga mendapatkan perasaan relaks. Teknik ini
memaksa individu untuk berkonsentrasi pada ketegangan ototnya dan kemudian
melatihnya untuk rileks.

Manfaat dari teknik relaksasi otot progresif adalah untuk mengurangi ketegangan
otot dengan mengontraksikan dan 35 merelaksasikan sekelompok otot tertentu. Selain itu,
teknik ini berguna mebantu melepaskan tingkat ketegangan yang memuncak dalam
aktivitas keseharian yang membuat stress (Sahrudi, 2021). Menurut Martha (2012) di buku
The Relaxation & Stress Reduction ditemukan hasil bahwa teknik relaksasi otot progresif
digunakan untuk perawatan mengurangi ketegangan otot, kecemasan, depresi, kelelahan,
insomnia, sakit leher dan punggung, tekanan darah tinggi, fobia ringan, dan gagap.

E. Teknik Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif bekerja melalui mekanisme yaitu membuat rileks otot
motorik sehingga memberi dampak pada berkurangnya gejala kecemasan yang
ditimbulkan dari respon stimulasi sistem saraf simpatik akibat cemas. Perubahan yang
terjadi selama relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom sehingga mengubah fisiologi
sistem saraf simpatis menjadi dominan parasimpatis. Keadaan ini akan berpengaruh
terhadap meningkatnya hormon parasimpatis serta neurotransmitter seperti DHEA
(Dehidroepinandrosteron) dan dopamine. Selain itu menurut Chellew et al, melalui
penelitiannya mengemukakan bahwa kadar kortisol yang dilihat melalui sampel saliva
responden mengalami penurunan yang signifikan setelah diberikan Relaksasi Otot
Progresif.

Teknik relaksasi otot progresif mengikuti 14 gerakan inti yang dimulai dari otot
tangan belakang, otot bisep, otot bahu, otot dahi, otot mata, otot rahang, otot mulut, otot
leher depan dan 37 belakang, otot punggung, otot dada, otot perut, dan otot paha dan kaki.
Langkah-langkah relaksasi otot progresif sebagai berikut :

10
1. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan gerakan ke-1 yaitu genggam tangan dengan
membuat kepalan selama 5- 7 detik, dan rasakan ketegangan yang terjadi kemudian
dilepaskan sleama 10 detik. Melakukan gerakan sebanyak 2 kali.

2. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan gerakan ke-2 yaitu menekuk kebelakang


pergelangan tangan sehingga otot-otot ditangan bagian belakang dan bagian bawah
menegang ke langit-langit selama 5 detik, dan dilepaskan sleama 10 detik. Kemudian
ulangi sekali lagi.

3. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan gerakan ke-3 yaitu menggenggam tangan


sehingga menjadi kepalan ke pundak selama 5 detik. Rasakan ketagannya kemudian
lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.

4. Melatih gerakan ke-4 yaitu mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan


bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga selama 5 detik, kemudian lepaskan
selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.

5. Melakukan gerakan ke-5 sampai dengan ke-8 yaitu gerakan yang ditujukan untuk
melemaskan otot-otot di wajah (dahi, mata, rahang, dan mulut) pertama kerutkan dahi
dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput. Lakukan selama 5 detik
kemudian lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.

6. Tutup keras-keras mata sampai mata terasa tegangannya selama 5 detik kemudian
lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.

7. Katupkan rahang dengan menggigit gigi-gigi dengan kuat selama 5 detik kemudian
lepaskan selama 10 detik kemudian ulangi gerakan sekali lagi.

8. Moncongkan mulut sekuat-kuatnya sehingga terasa ketegangan disekitar mulut


selama 5 detik kemudian lepaskan selama 10 detik dan ulangi gerakan sekali lagi.

9. Melatih gerakan ke 9 dan 10 Tekankan kepala kepermukaan bantalan kursi atau


ketempat tidur sehingga dapat merasakan ketegangan dibelakang leher dan punggung
atas kemudian rilekskan. Ulangi sekali lagi

10. Melatih gerakan ke-11 yaitu mengangkat tubuh dari sandaran kursi atau tempat tidur.
Kemudian punggung dilengkungkan dan dada dibusungkan selama 5 detik kemudian
lepaskan selama 10 detik. Ulangi sekali lagi.

11
11. Melatih gerakan ke-12 yaitu menarik napas panjang dan dalam untuk mengisi paruparu
dengan udara sebanyakbanyaknya. Ulangi sekali lagi.

12. Melatih gerakan ke-13 yaitu menarik kuat-kuat perut ke dalam kemudian tahan selama
5 detik sampai perut menjadi kencang dan keras. Lepaskan selama 10 detik

13. Melatih gerakan ke-14 yaitu menarik kuat-kuat perut kedalam kemudian tahan selama
5 detik sampai perut menjadi kencang dan keras. Lepaskan selama 10 detik dan ulangi
sekali lagi.

14. Melatih Gerakan ke-15 yaitu meluruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha
tegang. Lanjutkan dengan mengunci otot sehingga ketegangan pindah ke otot betis. .
Lepaskan selama 10 detik dan ulangi sekali lagi.

12
BAB III

METODOLOGI

A. TOPIK

Terapi non farmakologi mengatasi kecemasan pada pasien pre operasi.

B. SUBTOPIK

Melakukan relaksasi otot progresif

C. SASARAN

Dilakukan pada pasien pre operatif di ruang Dahlia RSUD Doris Sylvanus Palangka raya

D. TUJUAN UMUM

Laporan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian relaksasi otot progresif terhadap

status kecemasan pasien pre operasi.

E. TUJUAN KHUSUS

a. Mengetahui status kecemasan pasien pre operasi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
relaksasi otot progresif.
b. Menganalisis pengaruh relaksasi otot progresif terhadap status kecemasan pasien pre
operasi.
F. WAKTU

…… Maret 2022, Pukul ……… WIB

G. TEMPAT

Ruang Dahlia, RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

H. SETTING

Intervensi yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan kecemasan pada pasien pre operasi,

maka akan dilakukan desain inovatif berupa studi kasus, dimana pasien akan diberikan

13
intervensi relaksasi otot progresif. kemudian akan dilihat kembali perubahan status kecemasan

yang diukur dengan menggunakan instrumen State Trait Anxiety Inventory ( STAI). Intervensi

dilakukan dengan posisi pasien terbaring ditempat tidur serta lingkungan diatur tenang dan

nyaman.

I. MEDIA/ALAT YANG DIGUNAKAN

Leaflet dan handphone.

J. PROSEDUR OPERASIONAL TINDAKAN YANG DILAKUKAN

SOP teknik relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pra Interaksi

a. Membaca mengenai status pasien

b. Mencuci tangan

c. Menyiapkan alat

2. Tahap orientasi

a. Mengucapkan salam terapeutik kepada pasien

b. Validasi kondisi pasien saat ini

c. Menjaga keamanan dan privacy pasien

d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien beserta

keluarganya

e. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya apabila ada sesuatu

3. Tahap Kerja

a. Atur posisi nyaman pasien agar rileks dan tenang tanpa adanya beban, berbaring

sambal menutup mata

b. Intruksikan pasien untuk tarik nafas dalam secara perlahan

14
c. Intruksikan pasien untuk mengikuti 14 gerakan inti yang dimulai dari otot tangan

belakang, otot bisep, oto bahu, otot dahi, otot mata, otot rahang, otot mulut, otot leher

depan dan belakang, otot punggung, otot dada, otot perut, dan otot paha dan kaki

d. Gerakan 1: ditujukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan relaks selama 10

detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan

perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.

5) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

e. Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Tekuk kedua lengan

ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan

lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit

15
f. Gerakan 3: ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada bagian atas pangkal

lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps akan menjadi

tegang

g. Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyantuh kedua telinga.

2) Fokuskan atas, dan leher

h. Gerakan 5 dan 6: ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti otot dahi, mata,

rahang, dan mulut).

1) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa dan

kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata.

16
i. Gerakan 7: ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot rahang.

Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot

rahang.

j. Gerakan 8: ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan

sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut

k. Gerakan 9: ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian

depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

17
3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga dapat

merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas.

l. Gerakan 10: ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian

muka.

m. Gerakan 11: ditujukan untuk melatih otot punggung

1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2) Punggung dilengkungkan.

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot menjadi lemas.

18
n. Gerakan 12: ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada sampai turun

ke perut, kemudian dilepas.

3) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

4) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan relaks

o. Gerakan 13: ditujukan untuk melatih otot perut.

1) Tarik dengan kuat perut kedalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.

p. Gerakan 14: ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan pindah ke otot

betis. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

19
3) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

I. REFERENSI

Asmadi. 2011. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Donsu, Jenita, Maryana, Sarka Ade, dan Eko Suryani. 2015. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta:
Rihama
Hawari, D. 2013. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru
Indriana. 2014. Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada Penderita
Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan vol 02 No 01. Fakultas Psikologi UMM
Jlala, H.A., French, J. L., Foxall, G. L., Hardman, J. G., Bedforth, N. M., ‘Effect of Preoperative
Multimedia Information on Perioperative Anxiety in Patients Undergoing Procedures
Under Regional Anaesthesia’. British Journal of Anaesthesia, 2010, vol. 104, no. 3, hh.
369-374.
Martha, Davis. 2012. The Relaxation & Stres Reduction 6th ed. Oakland.CA: New Harbinger
Publication, Inc.
Muttaqin, A. Dan Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Operatif. Jakarta: Salemba Medika
Sahrudi., Waluyo, A., Masfuri. 2021. Penerapan Evidence Based Nursing Progresive Muscle
Relaxation Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Ektremitas. Jurnal
Keperawatan dan Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, 2021: 208-214
Sheila L. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

20
Stuart, Gail, W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Alih bahasa oleh Kapoh RP,
Komaro. Jakarta : EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).Edisi
1.Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

21

Anda mungkin juga menyukai